Anda di halaman 1dari 23

ASKEP POST PARTUM BLUES

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia dalam kehidupannya tidak pernah terlepas dari berbagai permasalahan, baik
yang tergolong sederhana sampai yang kompleks. Semua itu membutuhkan kesiapan mental
untuk menghadapinya. Pada kenyataannya terdapat gangguan mental yang sangat mengganggu
dalam hidup manusia, yang salah satunya adalah depresi. Gangguan mental emosional ini bisa
terjadi pada siapa saja, kapan saja, dari kelompok mana saja, dan pada segala rentang usia. Bagi
penderita depresi ini selalu dibayangi ketakutan, kengerian, ketidakbahagiaan serta kebencian
pada mereka sendiri.

Ibu yang baru saja mengalami proses reproduksi sangat membutuhkan dukungan
psikologis dari orang-orang terdekatnya. Kurangnya dukungan dari orang-orang terdekat dapat
menyebabkan penurunan psikologis yang akan menyebabkan ibu menjadi depresi.

Depresi biasanya terjadi saat stress yang dialami oleh seseorang tidak kunjung reda, dan
depresi yang dialami berkorelasi dengan kejadian dramatis yang baru saja terjadi atau menimpa
seseorang. Penyebab depresi bisa dilihat dari faktor biologis (seperti misalnya karena sakit,
pengaruh hormonal, depresi pasca-melahirkan, penurunan berat yang drastis) dan faktor
psikososial (misalnya konflik individual atau interpersonal, masalah eksistensi, masalah
kepribadian, masalah keluarga).

Penyebab depresi dari faktor biologis salah satunya adalah depresi pasca-melahirkan.
Iskandar (2007) menerangkan bahwa depresipostpartum terjadi karena kurangnya dukungan
terhadap penyesuaian yang dibutuhkan oleh wanita dalam menghadapi aktifitas dan peran
barunya sebagai ibu setelah melahirkan. Depresi Postpartummerupakan problem psikis sesudah
melahirkan seperti kemunculan kecemasan, labilitas perasaan dan depresi pada ibu.

Perubahan hormon dan perubahan hidup ibu pasca melahirkan juga dapat dianggap
pemicu depresi ini. Diperkirakan sekitar 50-70% ibu melahirkan menunjukkan gejala-gejala awal
kemunculan depresi postpartum, walau demikian gejala tersebut dapat hilang secara perlahan
karena proses adaptasi dan dukungan keluarga yang tepat.

Sampai saat ini belum ada alat test khusus yang dapat mendiagnosa secara langsung
depresi postpartum. Secara medis, dokter menyimpulkan beberapa simtom yang tampak dapat
disimpulkan sebagai gangguan depresi postpartumbila memenuhi kriteria gejala yang ada.
Angka kejadian depresi postpartumdi Asia cukup tinggi dan sangat bervariasi antara 26-
85% (Iskandar, 2007), sedangkan di Indonesia angka kejadian depresi postpartum antara 50-
70% dari wanita pasca persalinan (Hidayat, 2007).

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui depresi yang terjadi pada ibu postpartum dan untuk mengetahui cara
penerapan asuhan keperawatan pada ibu dengan depresi postpartum.

2. Tujuan Khusus

 Untuk mengetahui Pengertian depresi postpartum

 Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi depresi postpartum.

 Untuk mengetahui gejala-gejala depresi postpartum

 Untuk mengetahui cara penanggulangan depresi postpartum.

 Mampu menjelaskan mengenai konsep proses keperawatan.

C. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian depresi post partum

2. Bagaimana gejala-gejala depresi postpartum

3. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi depresi post partum

4. Bagaimana penanggulangan depresi postpartum

5. Bagaimana konsep kperawatan pada kliendepresi postpartum


BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN

Hadi (2004), menyatakan secara sederhana dapat dikatakan bahwa depresi adalah
suatu pengalaman yang menyakitkan, suatu perasaan tidak ada harapan lagi.

Kartono (2002), menyatakan bahwa depresi adalah keadaan patah hati atau putus
asa yang disertai dengan melemahnya kepekaan terhadap stimulus tertentu,
pengurangan aktivitas fisik maupun mental dan kesulitan dalam berpikir, Lebih lanjut
Kartono menjelaskan bahwa gangguan depresi disertai kecemasan , kegelisahan dan
keresahan, perasaan bersalah, perasaan menurunnya martabat diri atau
kecenderungan bunuh diri.

Trisna (Hadi, 2004), menyimpulkan bahwa depresi adalah suatu perasaan sendu
atau sedih yang biasanya disertai dengan diperlambatnya gerak dan fungsi tubuh. Mulai
dari perasaan murung sedikit sampai pada keadaan tidak berdaya. Individu yakin tidak
melakukan apa pun untuk mengubahnya dan merasa bahwa respon apa pun yang
dilakukan tidak akan berpengaruh pada hasil yang muncul.

Gangguan–gangguan psikologis yang muncul akan mengurangi kebahagiaan yang


dirasakan, dan sedikit banyak mempengaruhi hubungan anak dan ibu dikemudian hari.
Hal ini bisa muncul dalam durasi yang sangat singkat atau berupa serangan yang sangat
berat selama berbulan–bulan atau bertahun – tahun lamanya

Menurut Duffet-Smith (1995), depresi pascasalin bisa berkaitan dengan terjadinya


akumulasi stres. Ada stres yang tidak dapat dihindari, seperti operasi. Depresi adalah
pengalaman yang negatif ketika semua persoalan tamapak tidak terpecahkan.
Persoalan juga tidak akan terpecahkan dengan berpikir lebih positif, tetapi sikap itu
akan membuat depresi lebih dapat dikendalikan. Masih menurut Duffet-Smith, faktor
kunci dalam depresi pasca persalinan adalah kecapaian yang menjadi kelelahan total.
Kepercayaan diri ibu dapat luntur jika ibu merasa tidak mampu menanganinya dan
menjadi frustasi karena kelemahan fisiknya.

Monks dkk (1988), menyatakan bahwa depresi postpartum merupakan problem


psikis sesudah melahirkan seperti labilitas afek, kecemasan dan depresi pada ibu yang
dapat berlangsung berbulan – bulan. Sloane dan Bennedict (1997) menyatakan bahwa
depresi postpartum biasanya terjadi pada 4 hari pertama masa setelah melahirkan dan
berlangsung terus 1 – 2 minggu.

Lewellyn–Jones (1994), menyatakan bahwa wanita yang didiagnosa secara klinis


pada masa postpartum mengalami depresi dalam 3 bulan pertama setelah melahirkan.
Wanita yang menderita depresi postpartum adalah mereka yang secara sosial dan
emosional merasa terasingkan atau mudah tegang dalam setiap kejadian hidupnya.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa depresi postpartum adalah


gangguan emosional pasca persalinan yang bervariasi, terjadi pada 10 hari pertama
masa setelah melahirkan dan berlangsung terus – menerus sampai 6 bulan bahkan
sampai satu tahun.

Gangguan postpartum yang paling berat disebut psikosis postpartum atau


melankolia. Diantara 2 keadaan ekstrem tersebut terdapat kedaan yang relatif
mempunyai tingkat keparahan sedang yang disebut neurosa depresi atau depresi
postpartum.

B. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB DEPRESI POSTPARTUM

Cycde (Regina dkk, 2001) mengemukakan bahwa depresi postpartum tidak


berbeda secara mencolok dengan gangguan mental atau gangguan emosional. Suasana
sekitar kehamilan dan kelahiran dapat dikatakan bukan penyebab tapi pencetus
timbulnya gangguan emosional.

Nadesul (1992), penyebab nyata terjadinya gangguan pasca melahirkan adalah


adanya ketidakseimbangan hormonal ibu, yang merupakan efek sampingan kehamilan
dan persalinan.

Sarafino (Yanita dan Zamralita, 2001), faktor lain yang dianggap sebagai penyebab
munculnya gejala ini adalah masa lalu ibu tersebut, yang mungkin mengalami
penolakan dari orang tuanya atau orang tua yang overprotective, kecemasan yang
tinggi terhadap perpisahan, dan ketidakpuasaan dalam pernikahan. Perempuan yang
memiliki sejarah masalah emosional rentan terhadap gejala depresi ini, kepribadian dan
variable sikap selama masa kehamilan seperti kecemasan, kekerasan dan kontrol
eksternal berhubungan dengan munculnya gejala depresi.
Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Llewellyn–Jones (1994), karakteristik
wanita yang berisiko mengalami depresi postpartum adalah : wanita yang mempunyai
sejarah pernah mengalami depresi, wanita yang berasal dari keluarga yang kurang
harmonis, wanita yang kurang mendapatkan dukungan dari suami atau orang–orang
terdekatnya selama hamil dan setelah melahirkan, wanita yang jarang berkonsultasi
dengan dokter selama masa kehamilannya misalnya kurang komunikasi dan informasi,
wanita yang mengalami komplikasi selama kehamilan.

Pitt (Regina dkk, 2001), mengemukakan 4 faktor penyebeb depresi postpartum


sebagai berikut :

a. Faktor konstitusional.

Gangguan post partum berkaitan dengan status paritas adalah riwayat obstetri
pasien yang meliputi riwayat hamil sampai bersalin serta apakah ada komplikasi
dari kehamilan dan persalinan sebelumnya dan terjadi lebih banyak pada wanita
primipara. Wanita primipara lebih umum menderita blues karena setelah
melahirkan wanita primipara berada dalam proses adaptasi, kalau dulu hanya
memikirkan diri sendiri begitu bayi lahir jika ibu tidak paham perannya ia akan
menjadi bingung sementara bayinya harus tetap dirawat.

b. Faktor fisik.

Perubahan fisik setelah proses kelahiran dan memuncaknya gangguan mental


selama 2 minggu pertama menunjukkan bahwa faktor fisik dihubungkan dengan
kelahiran pertama merupakan faktor penting. Perubahan hormon secara drastis
setelah melahirkan dan periode laten selama dua hari diantara kelahiran dan
munculnya gejala. Perubahan ini sangat berpengaruh pada keseimbangan. Kadang
progesteron naik dan estrogen yang menurun secara cepat setelah melahirkan
merupakan faktor penyebab yang sudah pasti.

c. Faktor psikologis.

Peralihan yang cepat dari keadaan “dua dalam satu” pada akhir kehamilan menjadi
dua individu yaitu ibu dan anak bergantung pada penyesuaian psikologis individu.
Klaus dan Kennel (Regina dkk, 2001), mengindikasikan pentingnya cinta dalam
menanggulangi masa peralihan ini untuk memulai hubungan baik antara ibu dan
anak.
d. Faktor sosial.

Paykel (Regina dkk, 2001) mengemukakan bahwa pemukiman yang tidak memadai
lebih sering menimbulkan depresi pada ibu – ibu, selain kurangnya dukungan
dalam perkawinan.

Menurut Kruckman (Yanita dan zamralita, 2001), menyatakan terjadinya depresi


pascasalin dipengaruhi oleh faktor :

1. Biologis.

Faktor biologis dijelaskan bahwa depresi postpartum sebagai akibat kadar hormon
seperti estrogen, progesteron dan prolaktin yang terlalu tinggi atau terlalu rendah
dalam masa nifas atau mungkin perubahan hormon tersebut terlalu cepat atau
terlalum lambat.

2. Karakteristik ibu, yang meliputi :

a. Faktor umur.

Sebagian besar masyarakat percaya bahwa saat yang tepat bagi seseorang
perempuan untuk melahirkan pada usia antara 20–30 tahun, dan hal ini
mendukung masalah periode yang optimal bagi perawatan bayi oleh seorang
ibu. Faktor usia perempuan yang bersangkutan saat kehamilan dan persalinan
seringkali dikaitkan dengan kesiapan mental perempuan tersebut untuk
menjadi seorang ibu.

b. Faktor pengalaman.

Beberapa penelitian diantaranya adalah pnelitian yang dilakukan oleh Paykel


dan Inwood (Regina dkk, 2001) mengatakan bahwa depresi pascasalin ini lebih
banyak ditemukan pada perempuan primipara, mengingat bahwa peran
seorang ibu dan segala yang berkaitan dengan bayinya merupakan situasi yang
sama sekali baru bagi dirinya dan dapat menimbulkan stres. Selain itu
penelitian yang dilakukan oleh Le Masters yang melibatkan suami istri muda
dari kelas sosial menengah mengajukan hipotesis bahwa 83% dari mereka
mengalami krisis setelah kelahiran bayi pertama.

c. Faktor pendidikan.

Perempuan yang berpendidikan tinggi menghadapi tekanan social dan konflik


peran, antara tuntutan sebagai perempuan yang memiliki dorongan untuk
bekerja atau melakukan aktivitasnya diluar rumah, dengan peran mereka
sebagai ibu rumah tangga dan orang tua dari anak–anak mereka (Kartono,
1992).

d. Faktor selama proses persalinan.

Hal ini mencakup lamanya persalinan, serta intervensi medis yang digunakan
selama proses persalinan. Diduga semakin besar trauma fisik yang ditimbulkan
pada saat persalinan, maka akan semakin besar pula trauma psikis yang
muncul dan kemungkinan perempuan yang bersangkutan akan menghadapi
depresi pascasalin.

e. Faktor dukungan sosial.

Banyaknya kerabat yang membantu pada saat kehamilan, persalinan dan


pascasalin, beban seorang ibu karena kehamilannya sedikit banyak berkurang.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa faktor penyebab depresi


postpartum adalah faktor konstitusional, faktor fisik yang terjadi karena adanya
ketidakseimbangan hormonal, faktor psikologi, faktor sosial dan karakteristik ibu.

F. GEJALA-GEJALA DEPRESI POSTPARTUM

Depresi merupakan gangguan yang betul–betul dipertimbangkan sebagai


psikopatologi yang paling sering mendahului bunuh diri, sehingga tidak jarang berakhir
dengan kematian. Gejala depresi seringkali timbul bersamaan dengan gejala
kecemasan. Manifestasi dari kedua gangguan ini lebih lanjut sering timbul sebagai
keluhan umum seperti : sukar tidur, merasa bersalah, kelelahan, sukar konsentrasi,
hingga pikiran mau bunuh diri.

Menurut Vandenberg (dalam Cunningham dkk, 1995), menyatakan bahwa keluhan


dan gejala depresi postpartum tidak berbeda dengan yang terdapat pada kelainan
depresi lainnya. Hal yang terutama mengkhawatirkan adalah pikiran – pikiran ingin
bunuh diri, waham–waham paranoid dan ancaman kekerasan terhadap anak–anaknya.

Hal senada juga diungkapkan oleh Ling dan Duff (2001), bahwa gejala depresi
postpartum yang dialami 60 % wanita hampir sama dengan gejala depresi pada
umumnya.

Tetapi dibandingkan dengan gangguan depresi yang umum, depresi postpartum


mempunyai karakteristik yang spesifik antara lain :
a. Mimpi buruk.

Biasanya terjadi sewaktu tidur REM. Karena mimpi – mimpi yang


menakutkan, individu itu sering terbangun sehingga dapat mengakibatkan
insomnia.

b. Insomnia.

Biasanya timbul sebagai gejala suatu gangguan lain yang mendasarinya


seperti kecemasan dan depresi atau gangguan emosi lain yang terjadi dalam hidup
manusia.

c. Phobia.

Rasa takut yang irasional terhadap sesuatu benda atau keadaan yang tidak
dapat dihilangkan atau ditekan oleh pasien, biarpun diketahuinya bahwa hal itu
irasional adanya. Ibu yang melahirkan dengan bedah Caesar sering merasakan
kembali dan mengingat kelahiran yang dijalaninya. Ibu yang menjalani bedah
Caesar akan merasakan emosi yang bermacam–macam. Keadaan ini dimulai
dengan perasaan syok dan tidak percaya terhadap apa yang telah terjadi. Wanita
yang pernah mengalami bedah Caesar akan melahirkan dengan bedah Caesar pula
untuk kehamilan berikutnya. Hal ini bisa membuat rasa takut terhadap peralatan
peralatan operasi dan jarum (Duffet-Smith, 1995).

d. Kecemasan.

Ketegangan, rasa tidak aman dan kekhawatiran yang timbul karena


dirasakan akan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan, tetapi sumbernya
sebagian besar tidak diketahuinya.

e. Meningkatnya sensitivitas.

Periode pasca kelahiran meliputi banyak sekali penyesuaian diri dan


pembiasaan diri. Bayi harus diurus, ibu harus pulih kembali dari persalinan anak,
ibu harus belajar bagaimana merawat bayi, ibu perlu belajar merasa puas atau
bahagia terhadap dirinya sendiri sebagai seorang ibu. Kurangnya pengalaman atau
kurangnya rasa percaya diri dengan bayi yang lahir, atau waktu dan tuntutan yang
ekstensif akan meningkatkan sensitivitas ibu (Santrock, 2002).

f. Perubahan mood.

Menurut Sloane dan Bennedict (1997), menyatakan bahwa depresi


postpartum muncul dengan gejala sebagai berikut : kurang nafsu makan, sedih –
murung, perasaan tidak berharga, mudah marah, kelelahan, insomnia, anorexia,
merasa terganggu dengan perubahan fisik, sulit konsentrasi, melukai diri,
anhedonia, menyalahkan diri, lemah dalam kehendak, tidak mempunyai harapan
untuk masa depan, tidak mau berhubungan dengan orang lain. Di sisi lain kadang
ibu jengkel dan sulit untuk mencintai bayinya yang tidak mau tidur dan menangis
terus serta mengotori kain yang baru diganti. Hal ini menimbulkan kecemasan dan
perasaan bersalah pada diri ibu walau jarang ditemui ibu yang benar–benar
memusuhi bayinya.

Menurut Nevid dkk (1997), depresi postpartum sering disertai gangguan


nafsu makan dan gangguan tidur, rendahnya harga diri dan kesulitan untuk
mempertahankan konsentrasi atau perhatian.

Kriteria diagnosis spesifik depresi postpartum tidak dimasukkan di dalam


DSM-IV, dimana tidak terdapat informasi yang adekuat untuk membuat diagnosis
spesifik. Diagnosis dapat dibuat jika depresi terjadi dalam hubungan temporal
dengan kelahiran anak dengan onset episode dalam 4 minggu pasca persalinan.

Menurut DSM IV, simptom–simptom yang biasanya muncul pada episode


postpartum antara lain perubahan mood, labilitas mood dan sikap yang berlebihan
terhadap bayi. Wanita yang menderita depresi postpartum sering mengalami
kecemasan yang sangat hebat dan sering panik. Meskipun belum ada kriteria
diagnosis spesifik dalam DSM-IV, secara karakteristik penderita depresi postpartum
mulai mengeluh kelelahan, perubahan mood, memiliki episode kesedihan,
kecurigaan dan kebingungan serta tidak mau berhubungan dengan orang lain.

Selain itu, penderita depresi postpartum memiliki perasaan tidak ingin


merawat bayinya, tidak mencintai bayinya, ingin menyakiti bayi atau dirinya sendiri
atau keduanya.

Gejala depresi pascasalin ini memang lebih ringan dibandingkan dengan


psikosis pascasalin. Meskipun demikian, kelainan–kelainan tersebut memiliki
potensi untuk menimbulkan kesulitan atau masalah bagi ibu yang mengalaminya
(Kruckman dalam Yanita dan Zamralita, 2001).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa gejala–gejala depresi


postpartum antara lain adalah trauma terhadap intervensi medis yang dialami,
kelelahan, perubahan mood, gangguan nafsu makan, gangguan tidur, tidak mau
berhubungan dengan orang lain, tidak mencintai bayinya, ingin menyakiti bayi atau
dirinya sendiri atau keduanya.
BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN

I. PENGKAJIAN

Pengenalan gejala mood merupakan hal yang penting untuk dilakukan oleh perawat
perinatal. Rencana keperawatan harus merefleksikan respons perilaku yang diharapkan dari
gangguan tertentu. Rencan individu didasarkan pada karakteristik wanita dan keadaannya
yang spesifik. Suami atau pasangan wanita tersebut juga dapat mengalami gangguan
emosional akibat perilaku wanita tersebut.

Pengkajian pada pasien post partum blues menurut Bobak ( 2004 ) dapat dilakukan pada
pasien dalam beradaptasi menjadi orang tua baru. Pengkajiannya meliputi ;

a. Identitas klien.

Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, medical record dan
lain-lain

b. Keluhan Utama

Mudah marah, cemas, melukai diri

c. Riwayat Kesehatan

1) Riwayat Kesehatan Sekarang

Pada Ibu dengan depresi postpartum biasanya terjadi kurang nafsu makan, sedih –
murung, mudah marah, kelelahan, insomnia, anorexia, merasa terganggu dengan
perubahan fisik, sulit konsentrasi, melukai diri

2) Riwayat Kesehatan Dahulu

Berhubungan dengan kejadian pada persalinan masa lalu serta kesehatan pasien

3) Riwayat kesehatan keluarga

Berhubungan dengan dukungan keluarga terhadap keadaan pasien

d. Riwayat Persalinan

Banyak ibu memperlihatkan suatu kebutuhan untuk memeriksa proses kelahiran itu
sendiri dan melihat kembali perilaku mereka saat hamil dalam upaya retrospeksi diri
(Konrad, 1987). Selama hamil, ibu dan pasangannya mungkin telah membuat suatu
rencana tertentu tentang kelahiran anak mereka, hal-hal yang mencakup kelahiran
pervagina dan beberapa intervensi medis. Apabila pengalaman mereka dalam persalinan
sangat berbeda dari yang diharapkan (misalnya ; induksi, anestesi epidural, kelahiran
sesar), orang tua bisa merasa kecewa karena tidak bisa mencapai yang telah
direncanakan sebelumnya.

Apa yang dirasakan orang tua tentang pengalaman melahirkan sudah pasti akan
mempengaruhi adaptasi mereka untuk menjadi orang tua.

e. Citra Diri Ibu

Suatu pengkajian penting mengenai konsep diri, citra tubuh, dan seksualitas ibu.
Bagaimana perasaan ibu baru tentang diri dan tubuhnya selama masa nifas dapat
mempengaruhi perilaku dan adaptasinya dalam menjadi orang tua. Konsep diri dan citra
tubuh ibu juga dapat mempengaruhi seksualitasnya. Perasaan-perasaan yang berkaitan
dengan penyesuaian perilaku seksual setelah melahirkan seringkali menimbulkan
kekhawatiran pada orang tua baru. Ibu yang baru melahirkan bisa merasa enggan untuk
memulai hubungan seksual karena takut merasa nyeri atau takut bahwa hubungan
seksual akan mengganggu penyembuhan jaringan perineum.

f. Interaksi Orang Tua-Bayi

Suatu pengkajian pada masa nifas yang menyeluruh meliputi evaluasi interaksi orang
tua dengan bayi baru. Respon orang tua terhadap kelahiran anak meliputi perilaku
adaptif dan perilaku maladatif. Baik ibu maupun ayah menunjukkan kedua jenis perilaku
maupun saat ini kebanyakan riset hanya berfokus pada ibu. Banyak orang tua baru
mengalami kesulitan untuk menjadi orang tua sampai akhirnya keterampilan mereka
membaik. Kualitas keibuan atau kebapaan pada perilaku orang tua membantu perawatan
dan perlindungan anak. Tanda-tanda yang menunjukkan ada atau tidaknya kualitas ini,
terlihat segera setelah ibu melahirkan, saat orang tua bereaksi terhadap bayi baru lahir
dan melanjutkan proses untuk menegakkan hubungan mereka.

g. Perilaku Adaptif dan Perilaku Maladaptif

Perilaku adaptif berasal dari penerimaan dan persepsi realistis orang tua terhadap
kebutuhan bayinya yang baru lahir dan keterbatasan kemampuan mereka, respon social
yang tidak matur, dan ketidakberdayaannya. Orang tua menunjukkan perilaku yang
adaptif ketika mereka merasakan suka cita karena kehadiran bayinya dan karena tugas-
tugas yang diselesaikan untuk dan bersama anaknya, saat mereka memahami yang
dikatakan bayinya melalui ekspresi emosi yang diperlihatkan bayi dan yang kemudian
menenangkan bayinya, dan ketika mereka dapat membaca gerakan bayi dan dapat
merasa tingkat kelelahan bayi. Perilaku maladaptif terlihat ketika respon orang tua tidak
sesuai dengan kebutuhan bayinya. Mereka tidak dapat merasakan kesenangan dari
kontak fisik dengan anak mereka. Bayi-bayi ini cenderung akan dapat diperlakukan kasar.
Orang tua tidak merasa tertarik untuk melihat anaknya. Tugas merawat anak seperti
memandikan atau mengganti pakaian, dipandang sebagai sesuatu yang menyebalkan.
Orang tua tidak mampu membedakan cara berespon terhadap tanda yang disampaikan
oleh bayi, seperti rasa lapar, lelah keinginan untuk berbicara dan kebutuhan untuk
dipeluk dan melakukan kontak mata. Tampaknya sukar bagi mereka untuk menerima
anaknya sebagai anak yang sehat dan gembira.

h. Struktur dan Fungsi Keluarga

Komponen penting lain dalam pengkajian pada pasien post partum blues ialah
melihat komposisi dan fungsi keluarga. Penyesuaian seorang wanita terhadap perannya
sebagai ibu sangat dipengaruhi oleh hubungannya dengan pasangannya, ibunya dengan
keluarga lain, dan anak-anak lain. Perawat dapat membantu meringankan tugas ibu baru
yang akan pulang dengan mengkaji kemungkinan konflik yang bisa terjadi diantara
anggota keluarga dan membantu ibu merencanakan strategi untuk mengatasi masalah
tersebut sebelum keluar dari rumah sakit

i. Perubahan Mood.

Kurang nafsu makan, sedih – murung, perasaan tidak berharga, mudah marah,
kelelahan, insomnia, anorexia, merasa terganggu dengan perubahan fisik, sulit
konsentrasi, melukai diri, anhedonia, menyalahkan diri, lemah dalam kehendak, tidak
mempunyai harapan untuk masa depan, tidak mau berhubungan dengan orang lain. Di
sisi lain kadang ibu jengkel dan sulit untuk mencintai bayinya yang tidak mau tidur dan
menangis terus serta mengotori kain yang baru diganti. Hal ini menimbulkan kecemasan
dan perasaan bersalah pada diri ibu walau jarang ditemui ibu yang benar–benar
memusuhi bayinya.

II. DIAGNOSA

1. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan stress kelahiran, konsep diri negative,
system pendukung, yang tidak adekuat

Batasan Karakteristik:

o Gangguan tidur

o Penyalahgunaan bahan kimia

o Penurunan penggunaan dukungan sosial

o Konsentrasi yang buruk


o Kelelahan

o Problem solving tidak adekuat

o Mengeluhkan ketidakmampuan koping atau ketidakmampuan untuk meminta


bantuan

o Ketidak mampuan memenuhi kebutuhan dasar

o Perilaku merusak terhadap diri atau orang lain

o Ketidakmampuan memnuhi harapan peran

o Tingkat kesakitan/penyakit yang tinggi

o Perubahan dalam pola komunikasi

o Menggunakan bentuk koping yang meghalangi/mengganggu perilaku adaptif

o Kurangnya perilaku yang bertujuan langsung/resolusi masalah, termasuk


ketidakmampuan untuk merawat, dan kesulitan mengorganisasikan informasi

2. Kecemasan berhubungan dengan stress psikologi

Batasan karakteristik :

a. Perilaku

 Penurunan produktivitas

 Gelisah

 Insomnia

 Resah

b. Afektif

 Kesedihan yang mendalam

 Takut

 Gugup

 Mudah tersinggung

 Nyeri hebat

 Ketakutan

 Distres
 Khawatir

 Cemas

c. Fisiologi

 Goyah

 Peningkatan respirasi (simpatis)

 Peningkatan keringat

 Wajah tegang

 Anoreksia (simpatis)

 Kelelahan (parasimpatis)

 Gugup (simpatis)

 Mual (parasimapatis)

 Pusing (parasimpatis)

d. Kognitif

 Bingung

 Kerusakan perhatian

 Ketakutan terhadap hal yang tidak jelas

 Sulit berkonsentrasi

3. Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan depresi berat

Batasan Karakteristik :

 Mengungkapka /menunjukan ketidakmampuan untuk menerima atau


mengkomunikasikan rasa kepuasan, rasa memiliki, menyayangi, ketertarikan atau
membagi pengalaman

 Mengungkapkan / menunjukan ketidaknyamanan dalam situasi sosial

 Menunjukkan penggunaan perilaku interaksi social tidak berhasil

 Keluarga melaporkan perubahan gaya hidup atau pola interaksi

4. Kerusakan pola tidur berhubungan dengan kelelahan, kekhawatiran financial.

Batasan karakteristik :
 Terbangun dalam waktu lama

 Insomnia dalam waktu lama

 Kerusakan pola normal karena diri sendiri

 Insomnia pagi hari

 Terbangun lebih awal atau terlambat bangun

 Mengeluh untuk mulai tidur

 Tidur tidak puas

 Tiga kali atau lebih bangun di malam hari.

5. Risiko kekerasan terhadap diri sendiri berhubungan dengan status emosional post partum

Batasan karakteristik :

 Putus asa

 Penolakan

 Cemas

 Panic

 Mudah marah

 Permusuhan

III. INTERVENSI

No Diagnosa Tujuan & kriteria hasil intervensi rasional

1  Koping Anxiety Control (1402) - Beri dorongan kepada  untuk


individu tidak pasien untuk mengeksternalisasikan
Indikasi :
efektif mengungkapkan kecemasan
berhubungan - Pasien dapat instensitas pikiran dan perasaan.
dengan stress cemas
- Bantu pasien untuk
kelahiran,  sebagai alat untuk
- Pasien dapat menfokuskan pada
konsep diri mengidentifikasi
negative, Menggunakan strategi situasi saat ini,. mekanisme koping
system koping efektif yang dibutuhkan untuk
pendukung, mengurangi
- Pasien
yang tidak kecemasan
dapatMenggunakan
adekuat
teknik relaksasi untuk  untuk mengurangi
menekan kecemasan kecemasan dan
- Sediakan pengalihan
memperluas focus
melalui televise, radio,
permainan serta terapi
okupasi.
 aktifitas dapat
- Sediakan penguatan mengalihkan
yang positif ketika stresor pasien
apsien mampu
meneruskan aktivitas
sehari-hari dan
lainnnya meskipun
mengalami
Kecemasan.

2  Kecemasan - Pasien dapat - Beri dorongan  untuk mengungkapkan


berhubungan Menggunakan strategi kepada pasien pikiran dan
dengan stress koping efektif perasaanuntuk
psikologi mengeksternalisasikan
- Pasien
kecemasan.
dapatMenggunakan
teknik relaksasi  untuk mengidentifikasi
untuk menekan kecemasa mekanisme koping
n yang dibutuhkan untuk
- Bantu pasien untuk mengurangi
menfokuskan pada kecemasan.
situasi saat ini,
 untuk mengurangi
sebagai alat
kecemasan dan
memperluas focus.

- Sediakan pengalihan
melalui televise,
radio, permainan
serta terapi okupasi
- Sediakan penguatan
yang positif ketika
apsien mampu
meneruskan aktivitas
sehari-hari dan
lainnnya meskipun
mengalami
Kecemasan.

3  Kerusakan - Pasien dapat - mendorong pasien  hubungan dengan orang


interaksi sosial berkerjasama dalam pengembangan lain dapat mengurangi
berhubungan hubungan tingkat stresor
- Pasien dapat
dengan depresi
mengontrol Ketenangan - mendorong untuk  aktifitas dapat
berat
berhubungan dengan membantu mengurangi
- Pasien dapat Relaksasi
orang lain beban fikiran

- mendorong untuk  untuk endapatkan solusi


beraktivitas dalam dari orang lain
masyarakat / social

- mendorong untuk
berbagi masalah
dengan orang lain

4  Kerusakan pola - Pola tidur teratur - Pantau pola tidur dan  Pola tidur yang efektif
tidur catat hubungan membuat pasien lbih
- Kualitas tidur baik
berhubungan faktor-faktor fisik segar
dengan
- Hindari suara keras  Suara keras dapat
kelelahan,
dan penggunaan mengganggu tidur
kekhawatiran
lampu saat tidur pasien
financial.
malam
 Teman sekaamar
- Cari teman sekamar sebagai tempat berbagi
yang cocok bagi masalah
pasien, jika
 Tidur siang dapat
memungkinkan.
memenuhi kebutuhan
- Berikan tidur siang jika tidur
diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan
tidur

5  Risiko - Mengenal penanganan Bantuan kontrol  Tanda-tanda


kekerasan klien dengan perilaku marah kemarahan dapat
terhadap diri kekerasan beresiko terjadi
- Observasi tanda-
sendiri kekerasan terhadap
- Penanganan klien tanda perilaku
berhubungan diri sendiri maupun
dengan perilaku kekerasan padaklien
dengan status orfang lain
kekerasan
emosional post - Bantu klien
 Pasien mengetahui
partum - Cara yang dipilih untuk mengidentifikasi
respon marah
membantu merubah tanda-tanda
perilaku klien perilakukekerasan :  Meminimalisir resiko
(emosi, fisik,social, kekerasan
- Tingkat kemarahan
spiritual,)

- Jelaskan pada klien


tentang respon
marah

- Dukung dan fasilitasi


klien untuk mencari
bantuansaat muncul
marah

- Diskusikan bersama
klien pangaruh
negatif perilaku
kekerasan terhadap
dirinya, orang
laindan lingkungan
KESIMPULAN

Depresi postpartum adalah gangguan emosional pasca persalinan yang bervariasi, terjadi pada
10 hari pertama masa setelah melahirkan dan berlangsung terus - menerus sampai 6 bulan bahkan
sampai satu tahun.

Faktor penyebab depresi postpartum adalah faktor konstitusional, faktor fisik yang terjadi
karena adanya ketidakseimbangan hormonal, faktor psikologi, faktor sosial dan karakteristik ibu,
dengan gejala–gejalanya antara lain adalah trauma terhadap intervensi medis yang dialami,
kelelahan, perubahan mood, gangguan nafsu makan, gangguan tidur, tidak mau berhubungan
dengan orang lain, tidak mencintai bayinya, ingin menyakiti bayi atau dirinya sendiri atau keduanya.

Untuk mengatasi depresi tersebut dibutuhkan pendekatan dalam pemecahan masalah yang
sistematis untuk memberikan asuhan keperawatan terhadap setiap orang (ibu yang mengalami
depresi).

Proses keperawatan secara umum diartikan sebagai pendekatan dalam pemecahan masalah
yang sistematis untuk memberikan asuhan keperawatan terhadap setiap orang.

Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan selama pengkajian antara lain:


1. Memahami secara keseluruhan situasi yang sedang dihadapi oleh klien dengan cara
memperhatikan kondisi fisik, psikologi, emosi, sosialkultural, dan spiritual yagn bisa
mempengaruhi status kesehatannya.

2. Mengumpulkan semua informasi yang bersangkutan dengan masa lalu, saat ini bahkan bahkan
sesuatu yang berpotensi menjadi masalah bagi klien guna membuat suatu database yang
lengkap. Data yang terkumpul berasal dari perawat-klien selama berinteraksi dan sumber yang
lain.

3. Memahami bahwa klien adalah sumber informasi primer. Sumber informasi sekunder meliputi
anggota keluarga, orang yang berperan penting dan catatan kesehatan klien.

SARAN

Sehubungan dengan rumitnya kondisi pasien dengan depresi postpartum maka diharapkan
dalam pelaksanaan perawatan dalam hal ini pemberian asuhan keperawatan memperhatikan hal-hal
yang berhubungan dengan teori persepsi, antara lain :

- Perubahan dalam pemenuhan kebutuhan manusia sangat dipengaruhi oleh persepsi individu
yang berbeda antara satu dengan yang lain. Hal ini akan membawa konsekwensi terhadap
permasalahan keperawatan yang ditegakan pada setiap individu. Meskipun sumber masalah
yang dihadapinya sama, akan tetapi setiap individu memiliki persepsi dan respon yang berbeda-
beda. Misalnya, walaupun kedua pasien mengalami penyakit / masalah yang sama, akan tetapi
permasalahan keperawatan yang dihadapi tidak mesti sama.

- Untuk memahami arti persepsi, maka seseorang harus mengadakan pendekatan melalui
karakteristik individu yang mempersepsikan dalam situasi yang memunyai makna bagi kita.
Makna di sini mengandung arti penjabaran dari persepsi, ingatan, dan tindakan. Dengan
demikian persepsi memiliki arti penting dalam kehidupan, dimana kira bisa mengumpulkan data
dari informasi tentang diri sendiri, kebutuhan manusia, dan lingkungan sekitar.
DAFTAR PUSTAKA

1. Budi Santosa. Panduan Diagnosa Keperawatan – Nanda 2005-2006. Prima Medika :


Jakarta
2. Http://Www.Scribd.Com/Doc/23775250/Depresi-Post-Partum
3. Http://Klinis.Wordpress.Com/2007/12/29/Depresi-Postpartum/
4. Johnson, Marion,dkk. Nursing Outcome Classification (NOC). St. Louis, Missouri:
Mosby Yearbook,Inc.
5. Mc. Closkey, Joanne. 1996. Nursing Intervention Classsification (NIC). St. Louis,
Missouri: Mosby Yearbook,Inc.
6. Nursalam, 2001, Proses & Dokumentasi Keperawatan: Konsep dan Praktek, Salemba
Medika, Jakarta.

Amien

Anda mungkin juga menyukai