Anda di halaman 1dari 6

Kata musibah seringkali diulang dalam Al Qur’an untuk makna peristiwa atau bencana yang menimpa.

Dan
Allah tegaskan bahwa itu terjadi karena izin-Nya. Ini menunjukkan bahwa di atas segala kekuatan ada kekuatan
Allah. Bahwa manusia di alam ini hanya makhluk yang lemah, maka tidak pantas merasa diri berkuasa. Lalu
bertindak seenak nafsunya. Tanpa memperhatikan rambu-rambu yang Allah turunkan. Lebih jauh, setiap
musibah yang menimpa juga memperlihatkan bahwa alam ini di bawah kendali Allah. Sebab Dialah memang
Pemiliknya. Maka tidak pantas manusia di muka bumi ini mengabaikan-Nya.

Namun kenyataan sejarah selalu dipenuhi contoh-contoh manusia yang membangkang. Manusia yang berani
melawan Allah. Manusia yang merasa tidak butuh kepada tuntunan-Nya. Sehingga wahyu yang Allah turunkan
dianggap tidak penting. Bahkan tidak sedikit manusia yang meragukan Al-Qur’an dan sunnah Rasul-Nya.
Akibatnya berbagai perilaku manusia semakin jauh dari apa yang Allah inginkan. Perzinaan di mana-mana
dianggap biasa, padahal Allah melarangnya. Harta haram dibanggakan, padahal itu harta yang paling Allah
benci. Kedzaliman di mana-mana terjadi, padahal Allah mengharamkan atas diri-Nya kedzaliman dan lain
sebaginya.

Ini semua tentu dimurkai oleh Allah. Dan dalam Al-Qur’an, misalnya surah Al-Fajr, Allah menjelaskan bahwa
turunnya adzab sebenarnya bukan semata fenomena alam – seperti yang banyak dipahami manusia modern –
melainkan ada sebab yang diperbuat oleh manusia sendiri. Itulah kisah adzab yang menimpa kaum Aad, kaum
Tsamud dan kaum Fir’aun.

Dari sini kita belajar bahwa bencana tetap di luar kemampuan manusia, karena Allah langsung yang
mengendalikannya. Dan manusia tidak punya pilihan –apapun upaya yang dilakukan – kecuali hanya tunduk
dan patuh kapada Allah sepenuh hati dan semaksimal kemampuan. Jangan ulangi kembali dosa-dosa yang
membuat Allah murka. Jauhi segala apa yang Allah haramkan. Ingat Allah mempunyai tujuan dan aturan. Maka
sebagai makhluk, manusia harus tahu diri. Jangan menganggap dirinya sama dengan Allah. Lalu merasa
independen dan menganggap dirinya mampu mengatur kehidupannya sendiri tanpa aturan dan ndang-undang
Allah. Segeralah bertaubat, selamatkan kemanusiaan. Hindari mengagungkan kepentingan peribadi di atas
kepentingan umum. Karena seringkalai kedzaliman terjadi karena nafsu mendahulukan kepentingan pribadi.
Ingat bahwa semakin banyak kedzaliman pasti akan semakin banyak kerusakan di muka bumi. Dan semakin
banyak kerusakan, kemaksiatan dan dosa-dosa pasti akan semakin mempercepat turunnya azab Allah swt.

Renungkan ayat berikut (dalam surah Al-Fajr 6-13) Allah menegaskan setelah menyebutkan tiga contoh kaum
yang pernah maju dari segi peradaban dunia yaitu: kaum Aad, Tsamud dan Fir’un: Allah berfirman:

َ ‫س ْو‬
‫ط َعذَاب‬ َ َ‫علَ ْي ِه ْم َربُّك‬ َ َ‫طغ َْوا فِي ْالبِال ِد فَأ َ ْكث َ ُروا فِي َها ْالف‬
َ َ‫سادَ ف‬
َ َّ‫صب‬ َ َ‫الَّذِين‬
(mereka telah berbuat kerusakan di negeri mereka, maka menyebarlah kerusakan di negeri tersebut, lalu Allah
timpakan adzab yang pedih atas mereka).

Memang tidak semua musibah minimpa orang-orang yang bejat. Ada juga contoh-contoh orang baik yang
mendapatkan musibah. Berdasarkan ini tidak semua musibah yang menimpa harus kita pahami sebagai adzab.
Setidaknya ada tiga makna di balik setiap musibah yang menimpa manusia: Pertama, bila itu menimpa
sekelompok manusia yang semuanya kafir itu adalah adzab, seperti yang Allah timpakan atas kaum Adz,
Tsamud dan Fir’un. Kedua, bila ia menimpa sekelompok manusia yang beriman, sebagiannya patuh sementara
sebagian yang lain pendosa, itu adalah peringatan, agar tida dilanjutkan dosa-dosa tersebut. Ketiga, bila itu
menimpa sekelompok kaum yang shaleh, itu ujian, untuk mencuci dosa-dosanya serta menaikkan derajatnya di
dunia dan di surga. Karenanya Allah berfirman: “Wabasysyirish shaabiriin (dan berilah kabar gembira bagi
mereka yang sabar).” Maksudnya bahwa syarat untuk lolos dari setiap musibah adalah sabar: sabar mentaati
Allah, sabar menjauhi kemaksiatan dan sabar menjalani ujian-Nya.

Bagaimana dengan musibah dan bencana yang kerap kali terjadi di negeri kita Indonesia ini? Mari kita
renungkan kembali apa dan bagaimana fenomena yang terjadi di negeri kita ini. Mulai dari tsunami Aceh yang
memakan korban hingga 150ribu jiwa, gempa di Jogja dengan korban jiwa tidak kurang dari 5000, Lumpur
Lapindo Brantas yang telah menenggelamkan ribuan rumah disekitarnya, bencana banjir yang menenggelamkan
sawah-sawah didaerah pertanian jawa, bencana kekeringan dan kelaparan di wilayah timur Indonesia,
kebakaran hutan yang bahkan asapnya sampai ke negeri tetangga, banjir banding jebolnya tanggul Situgintung
yang menyeret ribuan rumah dan memakan ratusan korban jiwa, musibah kecelakaan pesawat dan
tenggelamnya kapal-kapal laut yang tidak sedikit juga memakan korban, gempa-gempa yang terjadi di beberapa
wilayah pulau jawa, tidak ketinggalan Jakarta sebagai kota paling metropolis di negeri ini beberapa waktu lalu
diguncang gempa, sampai yg terakhir kemarin terjadi di Padang Sumatra Barat dan Jambi. Belum lagi ancaman
gempa yang menurut badan meteorologi dan geofisika sangat mungkin terjadi disepanjang garis lempeng
gempa pulau Sumatra dan Jawa. Semua bencana tersebut datangnya tidak terduga, pun kita berupaya keras
mengantisipasi resiko kerusakan yang mungkin terjadi, Allah maha berkehendak atas segala sesuatu. Korban
jiwa, rusaknya bangunan-bangunan kokoh dan hilangnya harta benda tidak dapat dihindari.

Sungguh dahulu negeri ini adalah negeri yang kaya dan makmur. Tanah yang subur dengan tanaman dan hasil
buminya, laut yang luas dengan hasil perikanan yang melimpah, letak geografis di garis khatulistiwa yang
menguntungkan negeri ini sebagai negeri beriklim tropis dengan curah hujan cukup dan langit yang cerah. Tapi
lihatlah sekarang, apa yang turun dari langit berupa hujan jadi bencana, apa yang keluar dari bumi pun menjadi
bencana, iklim sudah tidak lagi bersahabat, laut menenggelamkan kapal, langit menghempaskan pesawat, bumi
seperti enggan dipijak. MashaAllah, Ujiankah ini? Atau peringatankah ini? Atau bahkan azabkah ini?

Apa yang mungkin Allah kehendaki bagi negeri ini? Allah berfirman dalam surat Al-A’raaf [7]: 96-100

ُ ْ ‫ض َولَ ِك ْن َكذَّبُوا فَأ َ َخذْنَا ُه ْم بِ َما كَانُوا َي ْك ِسبُونَأَفَأ َ ِمنَ أَ ْه ُل ْالقُ َرى أ َ ْن يَأْتِ َي ُه ْم بَأ‬
‫سنَا بَيَاتًا‬ ِ ‫األر‬ْ ‫اء َو‬ ِ ‫س َم‬ َّ ‫ت ِمنَ ال‬ ٍ ‫َولَ ْو أ َ َّن أ َ ْه َل ْالقُ َرى آ َمنُوا َواتَّقَ ْوا لَفَتَحْ نَا َعلَ ْي ِه ْم بَ َركَا‬
َّ ‫ّللاِ فَال َيأ ْ َمنُ َم ْك َر‬
َ‫ّللاِ ِإال ْالقَ ْو ُم ْالخَا ِس ُرونَ أ َ َولَ ْم َي ْه ِد ِللَّذِينَ َي ِرثُون‬ َّ ‫ض ًحى َو ُه ْم َي ْل َعبُونَ أَفَأ َ ِمنُوا َم ْك َر‬
ُ ‫سنَا‬ ُ ْ ‫َو ُه ْم نَا ِئ ُمونَ أ َ َوأ َ ِمنَ أ َ ْه ُل ْالقُ َرى أ َ ْن َيأ ْ ِت َي ُه ْم َبأ‬
ُ ُ ْ ُ
َ‫ص ْبنَا ُه ْم بِذنُو ِب ِه ْم َونَطبَ ُع َعلَى قلوبِ ِه ْم فَ ُه ْم ال يَ ْس َمعُون‬ َ َ ‫ض ِم ْن بَ ْع ِد أ َ ْه ِل َها أ َ ْن لَ ْو نَشَا ُء أ‬ َ ‫األر‬ ْ

Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, Pastilah kami akan melimpahkan kepada
mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami) itu, Maka kami siksa mereka
disebabkan perbuatannya.

Maka apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan kami kepada mereka di malam
hari di waktu mereka sedang tidur?

Atau apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan kami kepada mereka di waktu
matahari sepenggalahan naik ketika mereka sedang bermain?

Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-duga)? tiada yang merasa aman dan
azab Allah kecuali orang-orang yang merugi.

Dan apakah belum jelas bagi orang-orang yang mempusakai suatu negeri sesudah (lenyap) penduduknya,
bahwa kalau kami menghendaki tentu kami azab mereka Karena dosa-dosanya; dan kami kunci mati hati
mereka sehingga mereka tidak dapat mendengar (pelajaran lagi)?

Dari ayat diatas, fenomena dan tanda-tanda bencana yang terjadi sepertinya sudah sangat cocok dengan keadaan
negeri kita ini. Bencana yang datangnya tidak terduga, pada malam/subuh dimana kebanyakan orang masi
terlelap tidur, atau dipagi hari ketika manusia memulai hari dengan berlomba meraih keuntungan dunia. Sudah
cukup rasanya prasyarat bagi Allah untuk menurunkan siksaNya. Pengingkaran dan pendustaan terhadap ayat-
ayat Allah sudah tidak lagi sulit dijumpai di negeri ini, baik dalam kehidupan individu, keluarga, lingkungan
masyarakat bahkan dalam bernegara. Sungguh azab itu tidak hanya menimpa orang-orang yang zalim saja,
maka sudah selayaknya kita tidak merasa aman dari azab Allah bila masih ada pendustaan terhadap ayat-ayat
Allah yang terjadi dan kita hanya berdiam diri.

Sungguh Allah itu bagaimana prasangka hambaNya. Maka bersyukurlah kita bahwa Allah masih menurunkan
azabNya sebagai indikator bahwa Allah masih memberi kita peringatan dan belum mengunci mati hati kita
untuk menerima pelajaran. Semoga kita diberi kekuatan untuk dapat mengambil hikmah dan pelajaran dari
semua musibah dan bencana yang ditimpakanNya pada negeri ini, untuk kembali kepada Din-Nya hingga
turunlah keberkahan Allah dari langit dan bumi. Wallahu a’lam bishshawab.
Fenomena Alam atau Teguran?
Allah Subhaanahu Wata’ala berfirman, artinya, "Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan
perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka,
agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." (QS. Ar-Rûm: 41).

"Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dulunya aman lagi tenteram,
rezekinya datang melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah,
karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu
mereka perbuat." (QS. An-Nahl: 112).

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam pernah bersabda, "Wahai, Kaum Muhajirin! Sesungguhnya ada lima
perkara yang aku berlindung kepada Allah agar kalian tidak menemuinya.

(1) Tidaklah muncul perbuatan keji (zina) pada suatu kaum hingga mereka melakukannya secara terang-
terangan, kecuali Allah akan menimpakan kepada mereka wabah dan pelbagai penyakit (thâ’ûn) yang belum
pernah menimpa kepada orang-orang sebelum mereka.

(2) Tidaklah suatu kaum mengurangi takaran dan timbangannya, kecuali niscaya mereka akan ditimpa dengan
tandusnya tanah, paceklik sepanjang tahun, serta berkuasanya penguasa-penguasa yang zhalim.

(3) Dan tidaklah suatu kaum enggan mengeluarkan zakat hartanya, kecuali Allah akan menimpakan kepada
mereka bencana dengan tidak diturunkannya hujan dari atas langit kepada mereka. Dan kalaulah bukan karena
binatang ternak, niscaya Allah akan menahan turunnya hujan selama-lamanya.

(4) Dan tidaklah suatu kaum mengingkari janji antara mereka dengan Allah dan Rasul-Nya, melainkan Allah
akan mendatangkan musuh-musuh yang bukan dari golongan mereka, lalu merampas sebagian harta yang ada di
tangan mereka.

(5) Dan selama pemimpin-pemimpin mereka tidak berhukum dengan Kitabullah dan tidak memilih yang terbaik
dari apa yang Allah turunkan kecuali Allah turunkan kepada mereka kesengsaraan (perpecahan) di antara
mereka." (HR. Ibnu Majah, no. 4019, dinyatakan hasan oleh Syaikh al-Albani).

Kebanyakan orang memandang pelbagai macam musibah yang menimpa manusia hanya dengan logika berpikir
yang bersifat rasional, terlepas dari tuntutan Wahyu Ilahi. Sehingga solusi yang diberikan tidak mengarah pada
penghilangan sebab-sebab utama, yaitu kemaksiatan umat manusia kepada Allah Subhaanahu Wata’ala Sang
Pencipta Jagat Raya, yang di tangan-Nyalah seluruh kebaikan, dan kepada-Nyalah dikembalikan segala urusan.
Antara Ketaatan dan Berkah Alam

Apabila penduduk suatu negeri taat kepada Allah Subhaanahu Wata’ala, maka keberkahan akan melimpah
kepada mereka. Misalnya pada jaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam, alam begitu bersahabat kepada
Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam dan para sahabat, sehingga gunung-gunung sangat mencintai mereka.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda ketika melihat bukit Uhud seraya menunjuk padanya, "Bukit
ini mencintai kami dan kami pun mencintainya. " (HR. Bukhari dan Muslim).

Bahkan makanan yang dinikmati oleh para sahabat ikut bertasbih sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu
Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu, "Kami pernah mendengarkan tasbih dari makanan yang sedang dimakan." (HR.
Bukhari).

Dalam riwayat Abu Dzar Radhiyallahu ‘anhu juga disebutkan bahwa para sahabat mendengarkan tasbih batu-
batu kerikil di tangan Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam. Demikian pula dengan batang kayu yang pernah
dijadikan mimbar oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam menangis ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
Wasallam meninggalkannya.

Demikianlah beberapa contoh respon yang diberikan oleh alam kepada orang-orang yang taat kepada Allah
Subhaanahu Wata’ala. Sangat berbeda dengan perlakuan yang diberikan kepada orang-orang yang durhaka.
Allah Subhaanahu Wata’ala berfirman, artinya, "Maka langit dan bumi tidak menangisi (kepergian) mereka dan
mereka pun tidak diberi tangguh." (QS. Ad-Dukhân: 29).

Sebaliknya, kata Ibnu Abbas—‫رضي هللا عنهما‬, orang mukmin kepergiannya ditangisi oleh langit dan bumi.
Ditangisi oleh langit, karena orang yang melakukan amal shaleh, maka amalannya akan naik ke langit dan akan
diterima oleh langit. Sebagaimana bumi pun menangis ketika ditinggalkan oleh orang-orang yang shaleh
karena tidak dipijak lagi untuk melakukan ketaatan. (lihat Tafsir Ibnu Katsir)

Pada zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam, kaum Muslimin memberikan suasana bersahabat dengan
alam, maka alam pun memberikan sikap yang sama, memberikan rahmat kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
Wasallam dan kepada para sahabatnya. Sebaliknya, jika penduduk suatu negeri tidak taat kepada Allah, maka
alam ini bisa menjadi tentara-tentara Allah untuk membinasakan penduduknya. Sebagaimana pada zaman
Fir’aun, kutu, katak, bahkan hewan-hewan lemah pun bisa menjadi sebab untuk hancurnya pengikut-pengikut
Fir’aun.
Jangan Merasa Aman!

Allah Subhaanahu Wata’ala berfirman, Artinya, "Maka apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari
kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di waktu mereka sedang tidur? Atau apakah penduduk
negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di waktu dhuha ketika mereka
sedang bermain? Maka apakah mereka merasa aman dari adzab Allah (yang tidak terduga-duga)? Tiadalah yang
merasa aman dari adzab Allah kecuali orang-orang yang merugi." (QS. Al A’râf: 97-99).

Inilah peringatan bagi mereka yang masih terus bergelimang dengan kemaksiatan, yang tidak lagi memiliki rasa
malu bahkan bangga dengan dosa-dosanya, yang membusungkan dada menantang datangnya adzab Allah,
bahwasanya tak seorang pun di antara kita yang patut merasa aman dari adzab Allah yang teramat pedih.

Pelajaran dari Umat-umat Terdahulu


Karena maksiatlah, Allah menumpahkan air dari langit, memuntahkannya ke bumi, hingga mereka, umat Nabi
Nuh Alaihissalam nyang kafir dan durhaka itu ditenggelamkan dan binasa (lihat QS. Al A’râf: 63-64).

Karena maksiatlah, Allah menghancurkan kaum Nabi Hud Alaihissalam. Ditumpas habis tanpa sisa (lihat QS.
Asy-Syu’arâ’: 139).

Kalau bukan karena maksiat, kaum Tsamud tidak akan menelan mentah-mentah adzab yang sangat pedih (ihat
QS. Al A’râf: 77-78).

Karena maksiat pulalah, kaum Nabi Luth Alaihissalam beserta tujuh kotanya hancur berkeping-keping. Kota
mereka diangkat setinggi-tingginya ke atas langit dengan cepat, lantas dibenturkan ke bumi dalam keadaan yang
di atas ke bawah (dibalik) lalu dihujani bebatuan dari sijjîl (lihat QS. Hud: 82-83).

Negeri Fir’aun dilanda topan kencang, hama belalang, tersebarnya kutu, merajalelanya kodok dan menyebarnya
darah; pun karena maksiat. Lalu karena mereka tidak mengubah sikapnya, Allah Subhaanahu Wata’ala
menenggelamkan mereka di lautan (lihat QS. Al A’râf: 133-136).

Bangsa Yahudi bertubi-tubi mendapatkan laknat dan adzab. Mereka menyakiti, bahkan membunuh beberapa
nabi mereka, maka pantas sekali kalau Allah mengubah mereka menjadi binatang yang paling keji di dunia,
mereka diubah menjadi kera dan babi, karena tabiat mereka memang seperti kera dan babi.

Kaum-kaum terdahulu Allah hancurkan dan luluhlantakkan disebabkan oleh satu dua jenis kemungkaran yang
dikepalai oleh dosa kesyirikan. Sekarang, bagaimana dengan kita? Apa yang kita saksikan dan alami sekarang
ini di tempat kita, di lingkungan kita, di kota kita, dan bahkan di seantero negeri kita? Kesyirikan yang
merupakan biang malapetaka dunia dan akhirat kini seolah telah menjadi kebutuhan. Berapa banyak kita dapati
media massa yang menjajakan kesyirikan, ulama-ulama sesat menyeru umat kepada perbuatan syirik dengan
dibungkus sedemikian rupa untuk menyesatkan umat. Demikian pula dengan bid’ah dan maksiat, terjadi di
mana-mana.
Bencana, Untuk Semua

Muncul pertanyaan, "Mengapa harus daerah ini, atau kota ini, atau negara ini yang ditimpa musibah, padahal
masih banyak daerah-daerah lain yang lebih pantas untuk diadzab oleh Allah? Bukankah di sana ada orang-
orang shaleh dan anak-anak kecil yang tidak berdosa?

Jawabannya: Allah Subhaanahu Wata’ala telah mengingatkan bahwa adzab-Nya tidak khusus menimpa orang-
orang zhalim di antara kita. Allah Subhaanahu Wata’ala berfirman, artinya, "Dan peliharalah dirimu dari siksa
yang tidak khusus menimpa orang-orang zhalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras
siksa-Nya." (QS. Al Anfâl: 25).

Ummu Salamah—radhiyallahu ‘anha—menceritakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,


"Jika timbul maksiat pada umatku, maka Allah akan menyebarkan adzab kepada mereka. Aku berkata, "Wahai
Rasulullah! Apakah tidak ada waktu itu orang-orang shaleh?" Beliau menjawab, "Ada." Aku bertanya lagi,
"Apa yang Allah akan perbuat kepada mereka?" Beliau menjawab, "Allah akan menimpakan kepada mereka
adzab sebagaimana ditimpakan kepada orang-orang yang melakukan maksiat, kemudian mereka akan
mendapatkan ampunan dan keridhaan dari Rabb-nya." (HR. Ahmad, Al Haitsami mengatakan bahwa semua
perawi hadits ini terpercaya).
Ke Mana Mengadu?

Orang-orang musyrik pada zaman dulu yang terkenal dengan pembangkangan mereka kepada Allah, ketika
ditimpa suatu musibah, maka mereka memurnikan ketaatan mereka kepada Allah Subhaanahu Wata’ala.
Meskipun ketika musibah tersebut berlalu, mereka kembali ingkar dan kembali kepada kesyirikan mereka.
Sebagaimana digambarkan oleh Allah Subhaanahu Wata’ala, artinya, "Maka apabila mereka naik kapal, mereka
berdoa kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya, maka tatkala Allah menyelamatkan mereka
sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali) menyekutukan (Allah)." (QS. Al ‘Ankabût: 65).

Itu kondisi orang-orang jaihiliyah tempo dulu. Bandingkan dengan keadaan manusia "modern" sekarang ini,
ketika mereka merasa akan ditimpa suatu bencana, maka bukannya mengikhlaskan ketaatan kepada Allah
Subhaanahu Wata’ala, justru mereka semakin tenggelam dalam kesyirikan dengan meminta bantuan kepada
para pawang, dukun-dukun, makhluk-makhluk halus, penunggu-penunggu tempat keramat dan benda-benda
lain yang disakralkan. Sejatinya bertobat dan meminta perlindungan kepada Allah Subhaanahu Wata’ala, malah
meminta kepada makhluk yang untuk menolong diri mereka sendiri pun, mereka tidak mampu.
Wallâhul Musta’ân wa ilaihil musytaka ( Al Fikrah No.20 Tahun XI/20 Dzulqa’dah 1431 H)

Sumber dari: http://wahdah.or.id/antara-dosa-dan-bencana-alam/


Makna Bencana Alam

CAREINDONESIA.OR.ID

Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak hanya akan menimpa orang-orang yang berbuat zalim di antara
kamu. Dan ketahuilah, sesungguhnya Allah amat keras azab-Nya. (QS Al Anfal: 25). Bencana alam yang sering
menimpa kita ada dua macam: bencana yang murni bersifat alami dan bencana yang dikarenakan perbuatan
manusia. Gunung api meletus, gempa tektonik, badai dan gelombang, adalah contoh bencana alam yang murni
bersifat alami. Sedangkan tanah longsor pada gunung yang hutannya digunduli manusia, kebakaran hutan
karena manusia mencari cara gampang membuka lahan perkebunan, adalah contoh bencana yang dikarenakan
perbuatan manusia.

Jenis bencana yang pertama seharusnya menyadarkan manusia akan Kemahabesaran Allah. Ketika sebuah
gunung meletus yang menyebabkan gempa vulkanik, atau dua lempeng kulit bumi bertumbukan yang
menyebabkan gempa tektonik, seharusnya semakin menyadarkan manusia tentang adanya Allah Yang Maha
Kuasa. Ada hukum-hukum alam yang telah ditetapkan-Nya sehingga alam bersifat demikian itu. Manusia tidak
dapat menciptakan hukum seperti itu. Manusia harus sadar, ada Tuhan tempat mereka bergantung. Karena itu
mereka harus tunduk-patuh secara ikhlas terhadap petunjuk dan hukum-Nya.

Di balik bencana alam itu tentu ada hikmahnya bagi manusia. Misalnya, dengan melakukan penyelidikan
empiris, sedikit demi sedikit manusia dapat memahami hukum-hukum alam yang ditetapkan Tuhan. Dengan
demikian, manusia dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Lalu dengan iptek itu,
mereka dapat melakukan berbagai upaya untuk memperkecil kemungkinan risiko yang dialaminya akibat
bencana alam itu, misalnya dengan melakukan evakuasi setelah memprediksi akan terjadi gempa vulkanik.

Berbeda dengan itu, bencana alam yang disebabkan ulah manusia bisa terjadi, antara lain, karena kesadaran
hukum dan moral mereka yang rendah atau oleh keterbatasan pengetahuan manusia itu sendiri. Keterbatasan
atau kelemahan pengetahuan manusia dapat mengakibatkan kesalahan dalam mengelola alam yang bisa
berujung pada bencana alam. Sementara kelemahan kesadaran hukum dan moral juga bisa mengakibatkan
manusia mengelola alam secara salah sehingga menimbulkan bencana. Contohnya, bencana asap dari kebakaran
hutan yang kita alami sekarang ini.

Sebagian besar kebakaran hutan tersebut bukan diakibatkan oleh kelemahan pengetahuan, tapi kelemahan
kesadaran hukum dan moral. Ada di antara pengusaha hutan yang demi kepentingannya sendiri melanggar
aturan pengelolaan hutan (kelemahan kesadaran hukum) dengan cara membakar, dan tidak mau tahu banyak
orang lain menderita karenanya (kelemahan kesadaran moral).

Terjemahan surat Al Anfal ayat 29 di atas seharusnya kita jadikan pegangan bersama untuk mawas diri terhadap
bencana yang ditimbulkan oleh perbuatan zalim kita sendiri. Sekaligus, atas dasar itu, kita harus menyadari
akan tanggung jawab kita melakukan kontrol terhadap perbuatan yang bisa mendatangkan bencana, sebab
kerugian yang ditimbulkannya tidak hanya menimpa pelakunya. Orang-orang tak berdosa juga ikut
mengalaminya.

Anda mungkin juga menyukai