11:47 AM
2. Keparahan cidera
Ringan : Skala koma Glasgow (Glasgow Coma Scale, GCS) 14-15
Sedang : GCS 9 – 13
Berat : GCS 3 – 8
3. Morfologi
Fraktur tengkorak: kranium, linear/stelatum, depresi/non depresi, terbuka/tertutup.
Basis: dengan / tanpa kebocoran cairan serebrospinal, dengan / tanpa kelumpuhan nervus VII.
Lesi Intrakranial: Fokal, Epidural, Intraserebral
Difus: konkusi ringan, konkusi klasik, cidera aksonal difus.
1
c. Respon motorik (gerakan)
Menurut perintah 6
(Misalnya : suruh pasien angkat tangan)
Mengetahui lokasi nyeri 5
(Berikan rangsang nyeri, misalnya menekan dengan jari pada
supraorbita. Bila oleh rasa nyeri pasien mengangkat tangannya sampai
melewati dagu untuk maksud menapis rangsang tersebut berarti ia dapat
mengetahui lokasi nyeri)
Reaksi menghindar
Reaksi Fleksi (dekortikasi) 4
(Berikan rangsang nyeri, misalnya menekan dengan objek keras, seperti 3
bolpoint, pada jari kuku. Bila sebagai jawaban siku memfleksi, terdapat
reaksi fleksi terhadap nyeri (fleksi pada pergelangan tangan mungkin ada
atau tidak ada)
Reaksi ekstensi (deserebarsi)
(Dengan rangsang nyeri tersebut diatas terjadi ekstensi pada siku. Ini
selalu disertai fleksi spastik pada pergelangan tangan)
Tidak ada reaksi 2
Dalam banyak aspek, pengelolaan cidera kepala pada anak serupa dnegan dewasa.
Namun dalam beberapa hal sedikit berbeda atau sangat khusus. Anak-anak terutama yang
berusia 2 tahun ke bawah rentan terhadap komplikasi dan sekuele berat setelah cidera kepala
berat. Banyak dari komplikasi tersbut berkaitan dengan cidera sekunder otak seperti edema,
hiperemia, hipoksia.
Mekanisme cidera kepala berat berupa dengan dewasa, namun anak yang tertabrak
kendaraan 3 kali lebih sering dari dewasa. Kecelakaan sepeda juga sering, namun akibat jatuh
tidak sesering dewasa. Walau begitu, derajat kerusakan yang diakibatkan oleh jatuh tidak
sama dengan dewasa.
Trauma Kepala
O2 menurun.
CO2 meningkat.
Metabolik anaerobik
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. CT-Scan
Mengidentifikasi adanya hemorragic, ukuran ventrikuler, infark pada jaringan mati.
4. Laboratorium
Kimia darah: mengetahui ketidakseimbangan elektrolit.
Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan
tekanan intrkranial
Screen Toxicologi: Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan
kesadaran.
5. Cerebral Angiography:
Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan jaringan otak sekunder menjadi
udema, perdarahan dan trauma.
PENATALAKSANAAN
1. Konservatif:
a. Bedrest total
b. Pemberian obat-obatan
c. Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran)
d. Tindakan terhadap peningkatan TIK
a. Dukung ventilasi
b. Pencegahan kejang
c. Pemeliharaan cairan, elektrolit dan keseimbangan nutrisi
d. Terapi anti konvulsan
e. Klorpromazin : menenangkan pasien
f. Selang nasogastrik
2. Prioritas Perawatan:
a. Maksimalkan perfusi / fungsi otak
b. Mencegah komplikasi
c. Pengaturan fungsi secara optimal / mengembalikan ke fungsi normal
d. Mendukung proses pemulihan koping klien / keluarga
e. Pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana pengobatan, dan
rehabilitasi.
3. Tujuan:
a. Fungsi otak membaik : defisit neurologis berkurang/tetap
b. Komplikasi tidak terjadi
c. Kebutuhan sehari-hari dapat dipenuhi sendiri atau dibantu orang lain
d. Keluarga dapat menerima kenyataan dan berpartisipasi dalam perawatan
e. Proses penyakit, prognosis, program pengobatan dapat dimengerti oleh keluarga sebagai
sumber informasi.
4. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan yang biasanya muncul adalah:
1. Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di otak.
2. Tidakefektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan penumpukan sputum.
3. Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan udem otak
4. Keterbatasan aktifitas sehubungan dengan penurunan kesadaran (soporos - coma)
5. Kecemasan keluarga sehubungan keadaan yang kritis pada pasien.
6. Resiko tinggi gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidak
adekuatnya sirkulasi perifer.
5. Intervensi
a. Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di otak.
Tujuan : Mempertahankan pola napas yang efektif melalui ventilator.
Kriteria evaluasi : Penggunaan otot bantu napas tidak ada, sianosis tidak ada atau tanda-tanda
hipoksia tidak ada dan gas darah dalam batas-batas normal.
Rencana tindakan :
Hitung pernapasan pasien dalam satu menit. pernapasan yang cepat dari pasien dapat
menimbulkan alkalosis respiratori dan pernapasan lambat meningkatkan tekanan Pa Co2 dan
menyebabkan asidosis respiratorik.
Cek pemasangan tube, untuk memberikan ventilasi yang adekuat dalam pemberian tidal
volume.
Observasi ratio inspirasi dan ekspirasi pada fase ekspirasi biasanya 2 x lebih panjang dari
inspirasi, tapi dapat lebih panjang sebagai kompensasi terperangkapnya udara terhadap
gangguan pertukaran gas.
Perhatikan kelembaban dan suhu pasien keadaan dehidrasi dapat mengeringkan sekresi /
cairan paru sehingga menjadi kental dan meningkatkan resiko infeksi.
Cek selang ventilator setiap waktu (15 menit), adanya obstruksi dapat menimbulkan tidak
adekuatnya pengaliran volume dan menimbulkan penyebaran udara yang tidak adekuat.
Siapkan ambu bag tetap berada di dekat pasien, membantu membarikan ventilasi yang adekuat
bila ada gangguan pada ventilator.
f. Resiko tinggi gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidak adekuatnya
sirkulasi perifer
Tujuan : Gangguan integritas kulit tidak terjadi
Rencana tindakan :
Kaji fungsi motorik dan sensorik pasien dan sirkulasi perifer untuk menetapkan kemungkinan
terjadinya lecet pada kulit.
Kaji kulit pasien setiap 8 jam : palpasi pada daerah yang tertekan.
Berikan posisi dalam sikap anatomi dan gunakan tempat kaki untuk daerah yang menonjol.
Ganti posisi pasien setiap 2 jam
Pertahankan kebersihan dan kekeringan pasien : keadaan lembab akan memudahkan terjadinya
kerusakan kulit.
Massage dengan lembut di atas daerah yang menonjol setiap 2 jam sekali.
Pertahankan alat-alat tenun tetap bersih dan tegang.
Kaji daerah kulit yang lecet untuk adanya eritema, keluar cairan setiap 8 jam.
Berikan perawatan kulit pada daerah yang rusak / lecet setiap 4 - 8 jam dengan menggunakan
H2O2.
DAFTAR PUSTAKA
Hudak, C.M dan Gallo, B.M. 1996. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Volume
II. Jakarta: EGC
IOWA Outcomes Project, 2000, Nursing Outcomes Clasification (NOC).Secound Edition. Mosby
Year Book, USA
IOWA Interventions Project. 2000. Nursing Interventions Classification (NIC). MOsby Year. USA
Long, C.B. 1996. Keperawatan Medikal Bedah. Volume II. Bandung:Yayasan IAPK Padjajaran
NANDA.2005. Nursing Diagnosis : Deffinitions and Classification. Mosby Year Book. USA
Price, S.A dan Wilson, M.L. 1995. Patofisiologi : Konsep Klinik Proses-proses
Penyakit. Jakarta EGC
Saani, Syaiful. 2007. Cedera Kepala Pediatrik Berat Pertimbangan Khusus. Diambil
pada: www.medilinux.glogspot.com
Smeltzer, Bare, 2002. Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddart. Volume 3. Jakarta: EGC