Anda di halaman 1dari 8

BAHAN INISIASI 5

ASPEK HUKUM PUBLIK


DALAM PERLINDUNGAN KONSUMEN

A. ASPEK HUKUM PIDANA


1. Kualifikasi Pidana dari Pelanggaran Hak Konsumen
Pengaturan hukum positif dalam lapangan hukum pidana
secara umum terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana. Di Indonesia penerapan kitab di atas diunifikasikan
sejak 1918, yakni sejak pertama kali diberlakukan Wetboek van
Strafrecht voor Nederlandsch-Indie. Jadi, berbeda dengan Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata yang masih bersifat pluralists,
kodifikasi hukum pidana tersebut jauh-jauh hari berlaku untuk
semua golongan penduduk. Setelah Indonesia merdeka, melalui
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946, kitab undang-undang itu
lalu diadopsi secara total. Karena perkembangan politik, adopsi
undang-undang yang semula bertujuan untuk unifikasi itu, tidak
mencapai tujuannya. Dualisme hukum tetap terjadi karena
perbedaan penafsiran terhadap perubahan-perubahan yang
dibuat pada masa penjajahan Belanda dan Jepang. Baru
kemudian dengan Undang-Undang No. 73 Tahun 1958, tujuan
unifikasi yang diinginkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1946 itu
dapat clicapai. Kitab ini diberlakukan di seluruh Indonesia
dengan nama resmi “Wetboek van Strafrecht” atau dapat disebut
juga “Kitab Undang-Undang Hukum Pidana”. Jadi berarti, secara
resmi sebenarnya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang
berlaku di Indonesia itu masih berbahasa Belanda. Adapun
terjemahan yang dipakai saat ini masih merupakan karya
individual atau institusi tertentu, antara lain (yang paling luas
dipakai) adalah karya almarhum Prof. Moeljatno, S.H., Guru
Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Belum ada
satupun terjemahan yang dinyatakan resmi.1
Hukum pidana sendiri termasuk dalam kategori hukum
publik. Dalam kategori ini termasuk pula hukum administrasi
negara, hukum acara dan hukum internasional. Di antara semua
aspek hukum publik itu, yang paling banyak menyangkut
Perlindungan Konsumen adalah hukum pidana dan hukum
administrasi Negara. Itulah sebabnya mengapa dua bidang
hukum itu yang dibicarakan secara khusus dalam bab ini.

1
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Grasindo, 2000, hlm 90
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak
disebut kata “konsumen”. secara implisit dapat ditarik beberapa
pasal yang memberikan perlindungan hukum bagi konsumen,
antara lain:
Pasal 204: Barangsiapa menjual, menawarkan, menyerahkan
atau membagi-bagikan barang, yang diketahui bahwa
membahayakan nyawa atau kesehatan orang,
padahal sifat berbahaya itu tidak diberitahukan,
diancam dengan pidana penjara paling lama lima
belas tahun.
Pasal 205: Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan
bahwa barang-barang yang berbahaya bagi nyawa
atau kesehatan orang dijual, diserahkan atau dibagi-
bagikan, tanpa diketahui sifat berbahayanya oleh
yang membeli atau yang memperoleh, diancam
dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan
atau kurungan paling lama enam bulan atau denda
paling banyak tiga ratus rupiah.
Pasal 359: Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan
matinya orang lain, diancam dengan pidana penjara
paling lama lima tahun atau kurungan paling lama
satu tahun (LN 1906 No. 1).
Pasal 360: Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan
orang lain mendapat luka-luka berat, diancam
dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau
kurungan paling lama satu tahun. Barangsiapa
karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka-
luka sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau
halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau
pencaharian selama waktu tertentu, diancam dengan
pidana penjara paling lama sembilan bulan atau
kurungan paling lama enam bulan atau denda paling
tinggi tiga ratus rupiah (LN 1960 No. 1).
Pasal 382: Barangsiapa menjual, menawarkan atau
menyerahkan makanan, minuman atau obat-obatan
yang diketahui bahwa itu dipalsu, dan
menyembunyikan hal itu, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun. Bahan makanan,
minuman atau obat-obatan itu dipalsu, jika nilainya
atau faedahnya menjadi kurang karena dicampur
dengan sesuatu bahan lain.
Pasal 382 bis: Barangsiapa untuk mendapatkan, melangsungkan
atau memperluas debit perdagangan atau
perusahaan kepunyaan sendiri atau orang lain,
melakukan perbuatan curang untuk menyesatkan
khalayak umum atau seorang tertentu diancam,
jika karenanya dapat timbul kerugian bagi
konkiren-konkirennya atau konkiren-konkiren
orang lain itu, karena persaingan curang, dengan
pidana penjara paling lama satu tahun empat
bulan atau denda paling banyak sembilan ratus
rupiah.
Pasal 383: Diancam dengan pidana penjara paling lama satu
tahun empat bulan, seorang penjual yang berbuat
curang terhadap pembeli: (1) karena sengaja
menyerahkan barang lain daripada yang ditunjuk
untuk dibeli, (2) mengenai jenis keadaan atau
banyaknya barang yang diserahkan, dengan
menggunakan tipu muslihat.
Pasal 390: Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan
diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum,
dengan menyiarkan kabar bohong yang menyebabkan
harga barang-barang dagangan, dana-dana atau
surat-surat berharga menjadi turun atau naik,
cliancam dengan pidana penjara paling lama dua
tahun delapan bulan.
Selain KUHP terdapat ketentuan pidana yang beraspekkan
perlindungan konsumen yaitu seperti di bidang kesehatan,
pangan dan hak atas kekayaan intelektual mengenai hak cipta,
paten dan hak atas merek dalam penerapan sanksi pidananya.
Tindakan pelaku usaha yang menimbulkan kerugian kepada
konsumen dalam tingkat kompleksitas dapat dikategorikan
sebagai perbuatan pidana. Perbuatan pidana disebut Tindak
Pidana (delik) adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan
hukum, larangan itu disertai ancaman (sanksi) yang berupa
pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut.
Perbuatan pidana atau tindak pidana dibedakan atas kejahatan
dan pelanggaran sesuai dengan sistem yang dianut oleh KUHP
Indonesia tetapi dalam UUPK hal tersebut tidak dibedakan.
2. Tindak Pidana di Bidang Perlindungan Konsumen Menurut
Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen
Tindak Pidana di Bidang Perlindungan Konsumen Menurut
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen menjelaskan bahwa penuntutan pidana dapat
dilakukan terhadap pelaku usaha dan/atau pengurusnya. 2
Pelaku Usaha dapat dikenai atau dijatuhi pidana berupa
pidana penjara selam 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda Rp.
2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah), ketika mereka melanggar
ketentuan Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15,
Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat (2) dan
Pasal 18 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999.
Apabila dihubungkan dengan hak-hak konsumen, bahwa
ketentuan pidana sebagaimana diatur di dalam pasal-pasal
diatas bertujuan untuk melindungi konsumen atas hak-haknya
serta untuk menciptakan iklim perdagangan yang sehat secara
keseluruhan.
3. Tindak Pidana di Bidang Perlindungan Konsumen
sebagaimana yang diatur di dalam KUH Pidana
Tindak Pidana di Bidang Perlindungan Konsumen
Sebagaimana yang diatur di dalam KUH Pidana.
Pasal 204 KUHP tentang barang berbahaya mengatakan sebagai
berikut: Barang siapa menjual, menawarkan,
menerimakan, atau membagi-bagikan barang,
sedang diketahuinya bahwa barang itu
berbahaya bagi jiwa atau kesehatan orang dan
sifat yang berbahaya itu didiamkannya,
dihukum penjara selama-lamanya lima belas
tahun.
Pasal 205 KUHP tentang barang berbahaya mengatakan sebagai
berikut: Barang siapa karena salahnya
menyebabkan barang yang berbahaya bagi
jiwa atau kesehatan orang, terjual,
diterimakan atau dibagi-bagikan, sedang si
pembeli atau yang mem.peroleh tidak
mengetahui akan sifatnya yang berbahaya itu,
dihukum penjara selama-lamanya sembilan
bulan atau kurungan selama-lamanya enam

2
Pasal 61, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
bulan atau denda paling banyak Rp 4.500,00
(empat ribu lima ratus rupiah).
Dua pasal yaitu Pasal 204 dan Pasal 205 KUHP digolongkan ke
dalam kejahatan yang mendatangkan bahaya bagi keamanan
umum manusia atau barang melalui produk sebagai alat/
medianya dapat digolongkan sebagai tindak pidana melanggar
kepentingan umum.
Yang termasuk pasal-pasal tindak pidana dalam perlindungan
konsumen diatur dalam KUHP adalah Pasal 378 KUHP tentang
penipuan, Pasal 390 KUHP tentang menyebarkan berita bohong,
Pasal 382 bis KUHP tentang persaingan curang, Pasal 382 bis
KUHP ini ditujukan kepada pelaku usaha yang berbuat curang
dalam menjalankan usahanya sehingga merugikan pelaku usaha
lainnya.
4. Tindak Pidana di Bidang Perlindungan Konsumen Menurut
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan
Dalam perundang-undangan khusus, Undang-undang
Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan diatur sanksi pidana atas
pelanggaran UU Pangan yaitu:
Pasal 134 Setiap Orang yang melakukan Produksi Pangan
Olahan tertentu untuk diperdagangkan, yang dengan
sengaja tidak menerapkan tata cara pengolahan
Pangan yang dapat menghambat proses penurunan
atau kehilangan kandungan Gizi bahan baku Pangan
yang digunakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
64 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak
Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
Pasal 135 Setiap Orang yang menyelenggarakan kegiatan atau
proses produksi, penyimpanan, pengangkutan,
dan/atau peredaran Pangan yang tidak memenuhi
Persyaratan Sanitasi Pangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 71 ayat (2) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling
banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
Pasal 136 Setiap Orang yang melakukan Produksi Pangan untuk
diedarkan yang dengan sengaja menggunakan:
a. bahan tambahan Pangan melampaui ambang batas
maksimal yang ditetapkan; atau
b. bahan yang dilarang digunakan sebagai bahan
tambahan Pangan.
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah).
5. Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perlindungan Konsumen
Pasal 19 ayat (4) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen mengatakan bahwa pemberian
ganti kerugian tidak menghapuskan kemungkinan adanya
tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai
adanya unsur kesalahan. Pasal ini mengandung makna: pertama,
persoalan perdata berbeda dengan persoalan pidana dan kedua,
dalam sengketa konsumen ada kemungkinan timbul tindak
pidana.
Oleh karena itu, Undang-Undang Perlindungan Konsumen
ini memberi kemungkinan. dilakukannya pemeriksaan “lebih
lanjut mengenai adanya unsur kesalahan pada sengketa
konsumen. Pemeriksaan lebih lanjut ini bermaksud untuk
menemukan apakah peristiwa itu dapat dikategorikan sebagai
tindak pidana menurut undang-undang pidana yang berlaku.
Untuk itu dilakukanlah tindakan- penyelidikan. Penyelidikan
adalah tindakan penyidik untuk memeriksa perkara sehingga
menjadi terang sebuah peristiwa pidana. Tindakan penyelidikan
ini kemudian dilanjutkan dengan tindakan penyidikan untuk
mencari dan menemukan siapa yang harus bertanggung jawab
atas terjadinya peristiwa pidana itu (pelaku) dan mengumpulkan
bukti-bukti yang lengkap atas peristiwa itu.
Penyidikan dilakukan oleh Pejabat Polisi Negara Republik
Indonesia (Polri) dan Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PNS) tertentu
yang oleh undang-undang diberi kewenangan menyidik. Penyidik
PNS itu, antara lain pegawai Balai Pengawasan Obat dan
Makanan Departemen Kesehatan, Pegawai Direktorat Bea dan
Cukai Departemen Keuangan, dan sebagainya.
6. Sanksi Pidana Atas Tindak Pidana yang Berkaitan dengan
Perlindungan Konsumen
Sebagaimana disebutkan di dalam Pasal 62 Undang-Undang
Perlindungan Konsumen, terhadap pelaku perbuatan yang
merugikan konsumen sebagai sebuah tindak pidana diancam
dengan pidana penjara atau denda. Penjara dan denda di sini
merupakan hukuman (pidana) pokok. Dalam hal tertentu, dapat
pula dijatuhi pidana tambahan dalam bentuk: perampasan
barang- tertentu, pengumuman keputusan hakim, pembayaran
ganti rugi, perintah penghentian kegiatan tertentu yang
menyebabkan timbulnya kerugian konsumen, kewajiban
penarikan barang dari peredaran, atau pencabutan izin usaha.
7. Pertanggungjawaban Tindak Pidana Korporasi
Korporasi sebagai badan hukum sudah tentu memiliki
identitas hukum tersendiri. Identitas hukum suatu korporasi
atau perusahaan terpisah dari identitas hukum para pemegang
sahamnya (direksi). Dalam kaidah hukum perdata (civil law) jelas
ditetapkan bahwa suatu korporasi atau badan hukum
merupakan subjek hukum perdata yang dapat melakukan
aktifitas jual beli, membuat perjanjian atau kontrak dengan
pihak lain serta dapat menuntut dan dituntut di pengadilan
dalam hubungan keperdataan.
Pertanggungjawaban pidana oleh korporasi sebagai pribadi
(corporate criminal liability) merupakan hal yang masih
mengundang perdebatanbanyak pihak yang tidak mendukung
bahwa suatu korporasi yang wujudnya semu dapat melakukan
suatu tindak kejahatan serta memiliki criminal intent yang
melahirkan pertanggungjawaban pidana. Disamping itu mustahil
untuk dapat menghadirkan korporasi fisik yang sebenarnya
dalam ruang pengadilan dan duduk di kursi terdakwa guna
menjalani proses peradilan.
B. ASPEK HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
Hukum publik dimaksudkan hukum yang mengatur hubungan
antara negara dan alat-alat perlengkapannya atau hubungan antara
negara dengan perorangan. Termasuk hukum publik dan terutama
dalam rangka hukum konsumen dan/atau hukum perlindungan
konsumen adalah hukum administrasi negara, hukum pidana,
hukum acara perdata dan/atau hukum acara pidana dan hukum
internasional khususnya hukum perdata internasional.
Hukum administrasi negara mengatur penataan dan kendali
pemerintah terhadap berbagai kehidupan kemasyarakatan
diantaranya membuat peraturan perundang-undangan. Pemberian
izin atau lisensi mengadakan perencanaan dan pemberian subsidi.
Pelaksanaan fungsi pemerintah dalam menumbuhkan dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat umum diselenggarakan
dengan menjalankan kewenangan pembinaan dan pengawasan
terhadap berbagai kegiatan yang diselenggarakan masyarakat.
Campur tangan administratur negara idealnya harus
dilatarbelakangi itikad baik melindungi masyarakat luas dari
bahaya. Sanksi dalam hal pelanggaran atas peraturan-peraturan
disebut sanksi administratif, yang pada umumnya ditujukan kepada
para pelaku usaha maupun penyalur hasil-hasil produknya. Sanksi
administratif berkaitan dengan perizinan yang diberikan pemerintah
kepada pengusaha/penyalur jika terjadi pelanggaran, izin-izin dapat
dicabut secara sepihak oleh pemerintah.

Anda mungkin juga menyukai