Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Abortus adalah pengeluaran hasil pembuahan (konsepsi) dengan berat badan janin < 500

gram atau kehamilan kurang dari 20 minggu. Insiden 15% dari semua kehamilan yang diketahui

(Naylor, 2005). National Center for Health Statistics, Centers for Disease Control and Prevention

dan World Health Organization mendefinisikan abortus sebagai berakhirnya kehamilan sebelum

umur kehamilan 20 minggu atau dengan berat fetus kurang dari 500 gram.2

Abortus inkomplit adalah abortus yang ditandai dengan perdarahan akibat terlepasnya

sebagian atau seluruh bagian plasenta dari uterus, disertai membukanya kanalis servikalis. Jaringan

fetus dan plasenta dapat tertinggal seluruhnya di dalam uterus atau dapat juga tampak sebagian di

kanalis servikalis. Sebelum umur kehamilan 10 minggu, fetus dan plasenta biasanya keluar

bersamaan. Namun pada umur kehamilan yang lebih tua, pengeluaran fetus dan plasenta pada

umumnya terpisah.2

2.2 Epidemiologi
Di Amerika serikat banyak kehamilan tidak viable, dengan perkiraan kematian 50%

sebelum keterlambatan pertama periode menstruasi. Kehamilan ini biasanya tidak menunjukan

gejala klinis. Aborstus spontan yang klasik ditunjukan secara klinis (dengan tes darah, USG)

kematian janin sebelum usia 20 minggu. Perkiraan terjadinya 10-15% kehamilan. Morbiditas

abortus inkomplit sama dengan abortus spontan dan termasuk perdarahan, infeksi, dan

dipertahankannya produk konsepsi. Data survilance dari kehamilan yang dihubungkan dengan

4
kematian pada 1987-1990 didapatkan dari total 1459 kematian di Amerika Serikat. Dari data

kematian tersebut abortus terjadi sekitar 5,6%.3

Angka kejadian sama pada semua ras. Data survilance dari data kehamilan yang

dihubungkan dengan kematian (1987-1990) menunjukan kematian lebih banyak disebabkan oleh

kehamilan ektopik dan abortus pada wanita Afrika-Amerika dibandingkan wanita Kaukasian. 14%

dari kehamilan yang dihubungkan dengan kematian pada wanita kulit hitam yang disebabkan oleh

kehamilan ektopik; 7% disebabkan oleh abortus. Diantara wanita kulit putih, data menunjukkan

8% menunjukan dari kehamilan yang menunjukan kematian disebabkan oleh kehamilan ektopik,

4% disebabkan oleh abortus.3,4

Kegagalan kehamilan meningkat sesuai dengan umur dan peningkatan yang signifikan

pada wanita yang berumur lebih dari 40 tahun, umur dan peningkatan paritas menyebabkan

peningkatan resiko kematian janin pada wanita kurang dari 20 tahun, kejadian kematian janin

diperkirakan 12% dari kehamilan. Pada wanita yang berumur lebih dari 20 tahun, kejadian

kematian janin diperkirakan 26% dari kehamilan. 1,2 Umur secara langsung berpengaruh pada

oocyte. Saat oocyte dari wanita muda dipergunakan untuk membuat embrio untuk diberikan pada

penerima yang lebih tua, rata-rata implantasi dan rata-rata ekspresi kehamilan terlihat pada wanita

yang lebih muda; angka kematian janin dan abnormalitas kromosom menurun, akibat tidak

beresponnya uterus pada wanita usia reproduktif yang lebih tua.4,5,7

2.3 Klasifikasi Abortus

Abortus dapat dibagi dalam 2 golongan: 12

a. Abortus spontan

5
Adalah abortus yang terjadi dengan tidak didahului faktor-faktor mekanis ataupun

medisinalis, semata-mata disebabkan oleh faktor-faktor alamiah.

Abortus spontan terbagi atas :

1) Abortus imminens (keguguran membakat dan akan terjadi)

Hal ini merupakan tingkat permulaan dan ancaman terjadinya abortus, ditandai dengan perdarahan

pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik dalam kandungan.

Keluarnya fetus masih dapat dicegah dengan memberikan obat-obat hormonal dan antispasmodika

serta istirahat.

2) Abortus insipiens (keguguran yang sedang berlangsung)

Abortus yang sedang mengancam ditandai dengan serviks telah mendatar dan ostium uteri masih

tertutup dan hasil konsepsi masih dalam cavum uteri dan dalam proses pengeluaran.

3) Abortus Inkomplit (keguguran bersisa)

Hanya sebagian dari hasil konsepsi yang keluar, dan sebagian lainnya masih berada didalam

cavum uteri.

4) Abortus komplit (keguguran lengkap)

Seluruh hasil konsepsi dikeluarkan (desidua dan fetus), sehingga rongga rahim kosong pada

kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.

5) Missed Abortion

Keadaan dimana janin sudah meninggal, tetapi tetap bertahan di dalam rahim.

6) Abortus habitualis (keguguran yang berulang)

Artinya keadaan dimana penderita mengalami keguguran berturut-turut 3 kali atau lebih.

7) Abortus infeksiosa dan Abortus Septik

6
Abortus Infeksiosa adalah abortus yang disertai infeksi genetalia sedangkan abortus septik adalah

keguguran disertai infeksi berat dengan penyebaran kuman atau toksin kedalam peredaran darah

atau peritoneum.

b. Abortus Provokatus adalah abortus yang disengaja, baik dengan memakai obat-obatan maupun

alat-alat yang dapat dibagi menjadi:

1) Abortus medisinalis (abortus therapeutica)

Artinya abortus pada tindakan kita sendiri, dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan dapat

membahayakan jiwa ibu (berdasarkan indikasi medis).

2) Abortus kriminalis

Artinya abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan

indikasi medis.2,7

7
2.4 Etiologi

Penyebab abortus bervariasi, penyebab terbanyak di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Penyebab genetik

Sebagian besar abortus spontan disebabkan kelainatan kariotip embrio. Paling sedikit 50%

kejadian abortus pada trimester pertama merupakan kelainan sitogenetik. Bagaimanapun

gambaran ini belum termasuk kelainan yang disebabkan oleh gangguan gen tunggal (misalnya

kelainan Mendelian) atau mutasi pada beberapa lokus (misalnya gangguan poligenik atau

multifaktor) yang tidak terdeteksi dengan pemeriksaan kariotip. Kejadian tertinggi kelainan

sitogenik konsepsi terjadi pada awal kehamilan. Separuh dari abortus karena kelainan sitogenik

pada trimester pertama berupa trisomi autosom. Trisomi timbul akibat dari nondisjunction meiosis

selama gametogenesis pada pasien dengan kariotip normal.Insiden trisomi meningkat dengan

bertambahnya usia. Risiko ibu terkena aneuploidi adalah 1 : 80, pada usia diatas 35 tahun karena

angka kejadian kelainan kromosom/trisomi akan meningkat setelah usia 35 tahun. Selain itu

abortus berulang biasa disebabkan oleh penyatuan dari 2 kromosom yang abnormal, dimana bila

kelainannya hanya pada salah satu orang tua, faktor tersebut tidak diturunkan. Studi yang pernah

dilakukan menunjukkan bahwa bila didapatkan kelainan kariotip pada kejadian abortus, maka

kehamilan berikutnya juga berisiko abortus.13,14

2. Penyebab anatomik

Defek anatomik uterus diketahui sebagai penyebab komplikasi obstetrik. Insiden kelainan

bentuk uterus berkisar 1/200 sampai 1/600 perempuan dengan riwayat abortus, dimana ditemukan

anomaly uterus pada 27% pasien. Penyebab terbanyak abortus karena kelainan anatomik uterus

adalah septum uterus (40 - 80%), kemudian uterus bikornis atau uterus didelfis atau unikornis (10

8
- 30%). Mioma uteri juga bisa menyebabkan infertilitas maupun abortus berulang. Risiko

kejadiannya 10 - 30% pada perempuan usia reproduksi.

Selain itu Sindroma Asherman bias menyebabkan gangguan tempat implantasi serta

pasokan darah pada permukaan endometrium. Risiko abortus antara 25 – 80%, bergantung pada

berat ringannya gangguan. Untuk mendiagnosa kelainan ini bisa digunakan histerosalpingografi

(HSG) dan ultrasonografi.

3. Penyebab autoimun

Terdapat hubungan yang nyata antara abortus berulang dan penyakit autoimun. Misalnya

pada kasus Systemic Lupus Erythematosus (SLE) dan Antiphospholipid Antibodies(Apa) yaitu

antibodi spesifik yang dijumpai pada perempuan dengan SLE. Kejadian partus spontan diantara

pasien SLE 10% dibanding populasi umum. Bila digabung dengan peluang terjadinya pengakhiran

kehamilan trimester 2 dan 3, maka diperkirakan 75% pasien dengan SLE akan berakhir dengan

terhentinya kehamilan.

4. Penyebab Infeksi

Teori peran mikroba infeksi terhadap kejadian abortus mulai diduga sejak 1917, ketika

DeForest dan kawan-kawan melakukan pengamatan kejadian abortus berulang pada perempuan

yang ternyata terpapar brucellosis. Berbagai teori diajukan untuk mencoba menerangkan peran

infeksi terhadap risiko abortus, diantaraya sebagai berikut.

a. Adanya metabolik toksik, endotoksin, eksotoksin, atau sitokin yang berdampak langsung pada

janin atau unit fetoplasenta.

9
b. Infeksi janin yang bisa berakibat kematian janin atau cacat berat sehingga janin sulit bertahan

hidup.

c. Infeksi plasenta yang berakibat insufisiensi plasenta dan bisa berlanjut kematian janin.

d. Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genitalia bawah yang bisa mengganggu

proses implantasi.

e. Amnionitis (oleh kuman gram positif dan gram negatif, Listeria monositogenes)

f. memacu perubahan genetik dan anatomik embrio, umumnya oleh karena virus selama masa

kehamilan awal (misalnya rubela, parvovirus B19, sitomegalovirus, koksakie virus B, varisela

zooster, kronik sitomegalovirus CMV, HSV)

5. Faktor Lingkungan

Diperkirakan 1 – 10% malformasi janin akibat dari paparan obat, bahan kimia, atau radiasi

dan umumnya berakhir dengan abortus, misalnya paparan terhadap buangan gas anestesi dan

tembakau. Sigaret rokok diketahui mengandung ratusan unsur toksik, antara lain nikotin yang telah

diketahui mempunyai efek vasoaktif sehingga menghambat sirkulasi uteroplasenta. Karbon

monoksida juga menurunkan pasokan oksigen ibu dan janin serta memacu neurotoksin. Dengan

adanya gangguan pada sistem sirkulasi fetoplasenta dapat terjadi gangguan pertumbuhan janin

yang berakibat terjadinya abortus.

6. Faktor Hormonal

Ovulasi, implantasi, serta kehamilan dini bergantung pada koordinasi yang baik sistem

pengaturan hormon maternal. Oleh karena itu, perlu perhatian langsung terhadap sistem hormon

10
secara keseluruhan, fase luteal, dan gambaran hormon setelah konsepsi terutama kadar

progesterone.

Perempuan diabetes dengan kadar HbA1c tinggi pada trimester pertama , risiko abortus

meningkat signifikan. Diabetes jenis insulin-dependen dengan kontrol glukosa tidak adekuat

punya peluang 2 – 3 kali lipat mengalami abortus.

7. Faktor Hematologik

Beberapa kasus abortus berulang ditandai dengan efek plesentasi dan adanya mikrotrombi

pada pembuluh darah plasenta. Bukti lain menunjukkan bahwa sebelum terjadi abortus, sering

didapatkan defek hemostatik. Penelitian Tulpalla dan kawan-kawan menunjukkan bahwa

perempuan dengan riwayat abortus berulang, sering terdapat peningkatan produksi tromboksan

yang berlebihan pada usia kehamilan 4 – 6 minggu, dan penurunan produksi prostasiklin saat usia

kehamilan 8 – 11 minggu. Hiperhomosisteinemi, bisa congenital ataupun akuisita juga

berhubungan dengan thrombosis dan penyakit vascular dini. Kondisi ini berhubungan dengan 21%

abortus berulang.5

2.5 Patomekanisme Abortus

Pada awal abortus terjadi perdarahan dalam desidua basalis kemudian diikuti oleh

nekrosis jaringan sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian atau

seluruhnya, sehingga merupakan benda asing dalam uterus. Keadaan ini menyebabkan uterus

berkontraksi untuk mengeluarkan isinya. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi

itu biasanya dikeluarkan seluruhnya karena villi korialis belum menembus desidua secara

mendalam. Pada kehamilan antara 8 sampai 14 minggu villi korialis menembus desidua lebih

dalam, sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna yang dapat menyebabkan

11
banyak perdarahan. Pada kehamilan 14 minggu keatas umumnya yang dikeluarkan setelah

ketuban pecah ialah janin, disusul beberapa waktu kemudian plasenta. Perdarahan tidak banyak

jika plasenta segera terlepas dengan lengkap. Peristiwa abortus ini menyerupai persalinan

dalam bentuk miniature.6

Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk. Ada kalanya

kantong amnion kosong atau tampak di dalamnya benda kecil tanpa bentuk yang jelas dan

mungkin pula janin telah mati lama. Apabila mudigah yang mati tidak dikeluarkan dalam

waktu yang cepat maka ia dapat diliputi oleh lapisan bekuan darah, isi uterus dinamakan mola

kruenta. Bentuk ini menjadi mola karnosa apabila pigmen darah telah diserap dan dalam

sisanya terjadi organisasi sehingga semuanya tampak seperti daging. Bentuk lain adalah mola

tuberose, dalam hal ini amnion tampak berbenjol-benjol karena terjadi hematoma antara

amnion dan korion.6,8

Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat terjadi proses mumifikasi

diamana janin mengering dan karena cairan amnion berkurang maka ia jadi gepeng (fetus

kompressus). Dalam tingkat lebih lanjut ia menjadi tipis seperti kertas perkamen (fetus

papiraseus) Kemungkinan lain pada janin mati yang tidak segera dikeluarkan adalah terjadinya

maserasi, kulit terkupas, tengkorak menjadi lembek, perut membesar karena terisi cairan dan

seluruh janin berwarna kemerah – merahan dan dapat menyebabkan infeksi pada ibu apabila

perdarahan yang terjadi sudah berlangsung lama.6,8,9

2.6 Manifestasi Klinik

Diduga abortus apabila seorang wanita dalam masa reproduksi mengeluh tentang

perdarahan per vaginam setelah mengalami haid yang terlambat juga sering terdapat rasa mulas

dan keluhan nyeri pada perut bagian bawah.6,9

12
Secara umum terdiri dari:6,8

1. Terlambat haid atau amenhore kurang dari 20 minggu.

2. Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum tampak lemah atau kesadaran menurun, tekanan

darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil, suhu badan normal

atau meningkat.

3. Perdarahan per vaginam, mungkin disertai keluarnya jaringan hasil konsepsi.

4. Rasa mulas atau kram perut di daerah simfisis, sering disertai nyeri pinggang akibat

kontraksi uterus.

Pemeriksaan dalam pada abortus Inkomplit biasanya akan didapatkan perdarahan pervaginam,

kontraksi uterus, ostium serviks terbuka kadang – kadang dapat diraba sisa – sisa jaringan

dalam kantung servikalis atau kavum uteri dan uterus lebih kecil dari seharusnya kehamilan.9

2.7 Diagnosis Klinis

Abortus harus diduga bila seorang wanita dalam masa reproduksi mengeluh tentang

perdarahan pervaginam setelah mengalami haid terlambat, rasa mules, kecurigaan tersebut

diperkuat dengan ditentukannya kehamilan muda pada pemeriksaan bimanual dengan tes

kehamilan secara biologis atau imunologik. Harus diperhatikan macam dan banyaknya

perdarahan, pembukaan serviks dan adanya jaringan dalam kavum uteri atau vagina.2,5

Abortus inkomplit diduga bila pada pemeriksaan vaginal, kanalis servikalis terbuka

dan jaringan dapat diraba dalam kavum uteri atau kadang-kadang sudah menonjol dari ostium

uteri eksternum. Perdarahan pada abortus inkomplit dapat banyak sekali, sehingga

menyebabkan syok dan perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa hasil konsepsi

dikeluarkan.2,5

13
Tabel 2.1 : Diagnosa Perdarahan Kehamilan Muda.2
Perdarahan Serviks Uterus Gejala/Tanda Diagnosa
Bercak Tertutup Sesuai Keram perut Abortus
hingga dengan usia bawah Imminens
sedang gestasi
Sedikit Limbung atau Kehamilan
membesar pinsan, Nyeri Ektopik
dari normal perut bawah, terganggu
Nyeri goyang
porsio, Massa
Adneksa, Cairan
bebas
intraabdominal
Tertutup/Terbuka Lebih kecil Sedikit/tanpa Abortus
usia gestasi nyeri perut Inkomplit
bawah, Riwayat
ekspulsi hasil
konsepsi
Sedang Terbuka Sesuai usia Kram atau nyeri Abortus
hingga kehamilan perut bawah Insipiens
banyak belum terjadi
ekspulsi hasil
konsepsi
Kram atau nteri Aborus
perut bawah, Inkomplit
Ekspulsi
sebagian hasil
konsepsi
Terbuka Lunak dan Mual muntah, Abortus
lebih besar Kram perut mola
dari usia bawah, tak ada
ggestasi janin, keluar
jaringan seperti
anggur

Diagnosis abortus inkompletus ditegakkan berdasarkan:2,5

1. Anamnesis

a. Adanya amenore pada masa reproduksi .

b. Perdarahan pervaginam disertai jaringan hasil konsepsi.

c. Rasa sakit atau keram perut di daerah atas simpisis.

14
2. Pemeriksaan Fisik

a. Abdomen biasanya lembek dan tidak nyeri tekan

b. Pada pemeriksaan pelvis, sisa hasil konsepsi ditemukan di dalam uterus, dapat juga menonjol

keluar, atau didapatkan di liang vagina.

c. Serviks terlihat dilatasi dan tidak menonjol.

d. Pada pemeriksaan bimanual didapatkan uterus membesar dan lunak.5

3.Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium berupa tes kehamilan, hemoglobin, leukosit, waktu bekuan, waktu

perdarahan, dan trombosit.

b. Pemeriksaan USG ditemukan kantung gestasi tidak utuh, ada sisa hasil konsepsi.2,5

2.8 Tatalaksana Kasus

Terlebih dahulu dilakukan penilaian mengenai keadaan pasien dan diperiksa apakah ada

tanda-tanda syok. Penatalaksanaan abortus spontan dapat dilakukan dengan menggunakan

teknik pembedahan maupun medis. Teknik pembedahan dapat dilakukan dengan pengosongan

isi uterus baik dengan cara kuretase maupun aspirasi vakum. Induksi abortus dengan tindakan

medis menggunakan preparat antara lain : oksitosin intravenous, larutan hiperosmotik

intraamnion seperti larutan salin 20% atau urea 30%, prostaglandin E2, F2a dan analog

prostaglandin yang dapat berupa injeksi intraamnion, injeksi ekstraokuler, insersi vagina,

injeksi parenteral maupun per oral, antiprogesteron - RU 486 (mefepriston), atau berbagai

kombinasi tindakan tersebut diatas.Pada kasus-kasus abortus inkomplit, dilatasi serviks

sebelum tindakan kuretase sering tidak diperlukan. Pada banyak kasus, jaringan plasenta yang

tertinggal terletak secara longgar dalam kanalis servikalis dan dapat diangkat dari ostium

15
eksterna yang sudah terbuka dengan memakai forsep ovum atau forsep cincin. Bila plasenta

seluruhnya atau sebagian tetap tertinggal di dalam uterus, induksi medis ataupun tindakan

kuretase untuk mengevakuasi jaringan tersebut diperlukan untuk mencegah terjadinya

perdarahanlanjut. Perdarahan pada abortus inkomplit kadang-kadang cukup berat, tetapi jarang

berakibat fatal.13,14

Berikut merupakan tatalaksana yang dilakukan :6,7

1. Jika perdarahan tidak seberapa banyak dan kehamilan kurang 16 minggu,

evaluasi dapat dilakukan secara digital atau dengan cunam ovum untuk

mengeluarkan hasil konsepsi yang keluar melalui serviks. Jika perdarahan

berhenti, beri ergometrin 0,2 mg intramuskuler atau misoprostol 400 mcg per

oral.

2. Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung dan usia kehamilan kurang 16

minggu, evaluasi sisa hasil konsepsi dengan :

- Aspirasi vakum manual merupakan metode evaluasi yang terpilih. Evakuasi

dengan kuret tajam sebaiknya hanya dilakukan jika aspirasi vakum manual

tidak tersedia.

- Jika evakuasi belum dapat dilakukan segera, beri ergometrin 0,2 mg

intramuskuler (diulang setelah 15 menit bila perlu) atau misoprostol 400 mcg

per oral (dapat diulang setelah 4 jam bila perlu).

3. Jika kehamilan lebih 16 minggu :

- Berikan infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml cairan intravena (garam fisiologik

atau ringer laktat) dengan kecepatan 40 tetes per menit sampai terjadi

ekspulsi hasil konsepsi.

16
- Jika perlu berikan misoprostol 200 mcg per vaginam setiap 4 jam sampai

terjadi ekspulsi hasil konsepsi (maksimal 800 mcg).

- Evaluasi sisa hasil konsepsi yang tertinggal dalam uterus.

4. Pastikan untuk tetap memantau kondisi dan tanda vital pasca tindakan

Pengeluaran sisa jaringan dengan kuretase atau kerokan 6,9,10

Prosedur kerja kuretase adalah suatu rangkaian proses pelepasan jaringan yang

melekat pada dinding cavum uteri dengan melakukan invasi dan memanipulasi instrument

(sendok kuret). Sendok kuret akan melepas jaringan tersebut dengan tehnik pengerokan secara

sistematis.

Prosedur kerja kuretase terdiri atas :4,9,10

a) Persetujuan tindakan medik (informat counsent)

b) Persiapan pasien :

(1) Pasien dibaringkan dengan posisi litotomi

(2) Cairan dan slang infus sudah terpasang, perut bagian bawah dan lipatan paha

sudah dibersihkan dengan air dan sabun.

(3) Uji fungsi kelengkapan peralatan resusitasi kardiopulmuner

(4) Siapkan kain alas bokong, sarung kaki dan penutup perut bawah

(5) Medikamentosa :

(a) Analgetika (pethidin 1-2 mg/kg BB, ketamin HCL 0,5 mg/kg BB,

tramadol 1-2 mg/kg BB).

(b) Sedativa (diazepam 10 mg)

(c) Atropiny sulfas 0,25 – 0,50 mg/ml

(d) Oksitoksin 1 amp dan ergometrin 1 amp

17
(6) Larutan bethadine

(7) Oksigen dengan regulator

(8) Instrument :

(a) Speculum sims 2 buah

(b) Cunam tampong 1 buah

(c) Cunam peluru atau tenakulum 1 buah

(d) Sonde uterus 1 buah

(e) Dilatator 1 set

(f) Kuret tajam 1 buah dan kuret tumpul 1 buah

(g) Klem ovum (penster) 1 buah lurus dan lengkung 1 buah

(h) Sendok kuret 1 set

(i) Kateter karet 1 buah

(j) Spuit 3 cc sekali pakai 2 buah

(k) Kain kasa dan kapas steril

(l) Duk steril 2 buah

(m) Mangkok logam 2 buah

(n) Ember penampung darah dan jaringan 1 buah

(o) Ember yang berisikan larutan klorin 0,5 %

(p) Lampu sorot 1 buah

2) Tindakan :

a) Instruksikan asisten untuk memberikan sedatif dan analgetik (dokter Obgyn).

b) Lakukan kateterisasi kandung kemih.

18
c) Lakukan pemeriksaan bimanual ulangan untuk menentukan serviks, besar, arah dan

konsistensi uterus.

d) Bersihkan lakukan dekontaminasi sarung tangan dengan larutan klorin 0,5 %.

e) Pakai sarung tagan DTT / steril yang baru

f) Satu tangan masukkan speculum sim’s / L secara vertikal kedalam vagina setelah itu

putar kebawah sehingga posisi bilah menjadi transversal.

g) Minta asisten untuk menahan spekulum bawah pada posisinya.

h) Dengan sedikit menarik spekulum bawah hingga (lumen vagina tampak jelas)

masukkan bilah speculum secara vertikal kemudian putar dan tarik keatas hingga jelas

terlihat serviks.

i) Minta asisten untuk memegang spekulum atas pada posisinya.

j) Bersihkan jaringan dan darah dalam vagina (dengan kapas antiseptik yang dijepit

dengan cunam tampon). Tentukan bagian serviks yang akan dijepit (jam 11.00 dan 13.00).

k) Jepit serviks dengan tenakulum pada tempat yang telah ditentukan.

l) Setelah penjepitan terpasang dengan baik, keluarkan spekulum atas.

m) Lakukan pemeriksaan kedalaman dan lengkung uterus dengan sonde uterus. Pegang

gagang tenakulum, masukkan klem ovum yang sesuai dengan pembukaan serviks hingga

mengentuh fundus.

n) Pegang gagang sendok kuret dengan ibu jari dan telunjuk, masukkan ujung sendok

kuret melalui kanalis servikalis kedalam uterus hingga menyentuh fundus uteri.

o) Lakukan kerokan dinding uterus secara sistematis dan searah jarum jam hingga

bersih.

19
p) Keluarkan semua jaringan dan bersihkan darah yang menggenangi lumen vagina

bagian belakang.

q) Lepaskan jepitan tenakulum pada serviks.

r) Lepaskan spekulum bagian bawah.

s) Kumpulkan jaringan untuk dikirim ke laboratorium patologi

t) Beritahukan kepada pasien dan keluarganya bahwa tindakan telah selesai dilakukan.

2.9Komplikasi

1.Perdarahan

Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan jika

perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila

pertolongantidakdiberikanpadawaktunya.6

2.Perforasi

Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi

hiperretrofleksi. Terjadi robekan pada rahim, misalnya abortus provokatus kriminalis.

Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi, laparatomi harus segera

dilakukan untuk menentukan luasnya perlukaan pada uterus dan apakah ada perlukan alat-

alatlain.6

3.Syok

Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan karena infeksi. 7

4.Infeksi

Sebenarnya pada genitalia eksterna dan vagina dihuni oleh bakteri yang merupakan flora

normal. Khususnya pada genitalia eksterna yaitu staphylococci, streptococci, Gram negatif

enteric bacilli, Mycoplasma, Treponema (selain T. paliidum), Leptospira, jamur,

20
Trichomonas vaginalis, sedangkan pada vagina ada lactobacili,streptococci, staphylococci,

Gram negatif enteric bacilli, Clostridium sp., Bacteroides sp, Listeria dan jamur.6

21

Anda mungkin juga menyukai