Karakteristik Sifat Na-Cmc Dan Gum Arab
Karakteristik Sifat Na-Cmc Dan Gum Arab
Na-CMC adalah turunan dari selulosa dan sering dipakai dalam industri pangan, atau
digunakan dalam bahan makanan untuk mencegah terjadinya retrogradasi. Pembuatan CMC
adalah dengan cara mereaksikan NaOH dengan selulosa murni, kemudian ditambahkan Na-
kloro asetat (Fennema, Karen and Lund, 1996) .
Reaksi :
Na-CMC merupakan zat dengan warna putih atau sedikit kekuningan, tidak berbau dan tidak
berasa, berbentuk granula yang halus atau bubuk yang bersifat higroskopis (Inchem, 2002).
Menurut Tranggono dkk. (1991), CMC ini mudah larut dalam air panas maupun air dingin.
Pada pemanasan dapat terjadi pengurangan viskositas yang bersifat dapat balik (reversible).
Viskositas larutan CMC dipengaruhi oleh pH larutan, kisaran pH Na-CMC adalah 5-11
sedangkan pH optimum adalah 5, dan jika pH terlalu rendah (<3), Na-CMC akan mengendap
(Anonymous. 2004).
Na-CMC akan terdispersi dalam air, kemudian butir-butir Na-CMC yang bersifat hidrofilik
akan menyerap air dan terjadi pembengkakan. Air yang sebelumnya ada di luar granula dan
bebas bergerak, tidak dapat bergerak lagi dengan bebas sehingga keadaan larutan lebih
mantap dan terjadi peningkatan viskositas (Fennema, Karen and Lund, 1996). Hal ini akan
menyebabkan partikel-partikel terperangkap dalam sistem tersebut dan memperlambat proses
pengendapan karena adanya pengaruh gaya gravitasi.
Menurut Fardiaz, dkk. (1987), ada empat sifat fungsional yang penting dari Na-CMC yaitu
untuk pengental, stabilisator, pembentuk gel dan beberapa hal sebagai pengemulsi. Didalam
sistem emulsi hidrokoloid (Na-CMC) tidak berfungsi sebagai pengemulsi tetapi lebih sebagai
senyawa yang memberikan kestabilan.
Penambahan Na-CMC berfungsi sebagai bahan pengental, dengan tujuan untuk membentuk
sistem dispersi koloid dan meningkatkan viskositas. Dengan adanya Na-CMC ini maka
partikel-partikel yang tersuspensi akan terperangkap dalam sistem tersebut atau tetap tinggal
ditempatnya dan tidak mengendap oleh pengaruh gaya gravitasi (Potter, 1986). Mekanisme
bahan pengental dari Na-CMC mengikuti bentuk konformasi extended atau streched Ribbon
(tipe pita). Tipe tersebut terbentuk dari 1,4 –D glukopiranosil yaitu dari rantai selulosa.
Bentuk konformasi pita tersebut karena bergabungnya ikatan geometri zig-zag monomer
dengan jembatan hydrogen dengan 1,4 -Dglukopiranosil lain, sehingga menyebabkan
susunannya menjadi stabil. Na-CMC yang merupakan derivat dari selulosa memberikan
kestabilan pada produk dengan memerangkap air dengan membentuk jembatan hydrogen
dengan molekul Na-CMC yang lain (Belitz and Grosch, 1986).
Belizt and Grosch (1986) mengatakan, penggunaan Na-CMC sebagai derivat dari selulosa
antara 0,01%-0,8% akan mempengaruhi produk pangan seperti jelli buah, sari buah,
mayonaise dan lain-lain. Menurut Fennema (1986), semua zat pengental dan pengental
adalah hidrofil dan terdispersi dalam larutan yang dikenal sebagai hidrokoloid.
Secara garis besar, proses pembuatan karboksi metil selulosa melalui 2 (dua) tahap reaksi,
yaitu pertama reaksi alkalisasi dan kedua reaksi eterifikasi. Pada reaksi tahap pertama, yaitu
alkalisasi merupakan reaksi antara selulosa dengan larutan soda (basa) menjadi alkali selulosa
(selulosa bersifat larut dalam larutan soda). Sedangkan tahap kedua, yaitu eterifikasi
merupakan reaksi antara alkali selulosa dengan senyawa natrium kloro asetat menjadi
natrium karboksi metil selulosa (Na-CMC) yang membentuk larutan kental (viskous). Reaksi
berlangsung dalam temperatur antara 60-800C dan waktu operasi antara 2-3 jam dan
dilakukan pengadukan (mixing).
Nama Lokal
BP : Carmllose sodium
JP : Carmllose sodium
Sinonim
Kategori Fungsional
Sebagai agen penyalut, agen stabilitas, suspending agen, tablet dan kapsul disintegran tablet
pengikat, agen pengabsorbsi air.
Pemerian
Kelarutan : praktis larut dalam aseton, etanol 95%, eter dan toluen. Air mudah didispersi pada
semua suhu, pada bentuk yang murni, pada solut koloid. Kelarutan caiaran bermacam –
macam tergantung derajat substitusi (DS)
Viskositas : Tingkatan atau Sodium CMC yang tersedia dalam perdagangan memiliki
perbedaan kekentalan cairan, solut cairan 1 % b/v dengan kekentalan 5 – 13000 mPas (5 –
13000 cP) kemungkinan mampu tercapai. Sebuah peningkatan konsentrasi menghasilkan
peningkatan pada kekentalan solut cairan, memperpanjang pemanasan pada temperatur tinggi
mampu mempermanen penurunan kekentalan. Viskositas solut Sodium CMC dapat stabil
dengan baik pada rentang pH 4 – 10. Jauhnya pH optimum adalah netral.
Inkompatibilitas
Sodium CMC inkompatibilitas dengan kuat pada larutan asam dengan beberapa garam besi
dan beberapa logam atau baja, beberapa aluminium, merkuri dan besi. Namun dapat terjadi
pada pH kurang dari 2 dan juga ketika dikocok dengan etanol 95%
Sodium CMC berbentuk kompleks dengan gelatin dan pektin. Sodium CMC juga dapat
kompleks dengan kolagen dan mengandung beberapa protein.
Gum arab dihasilkan dari getah bermacam-macam pohon Acasia sp. di Sudan dan Senegal.
Gum arab pada dasarnya merupakan serangkaian satuan-satuan D-galaktosa, L-arabinosa,
asam D-galakturonat dan L-ramnosa.
Berat molekulnya antara 250.000-1.000.000. Gum arab jauh lebih mudah larut dalam air
dibanding hidrokoloid lainnya. Pada olahan pangan yang banyak mengandung gula, gum arab
digunakan untuk mendorong pembentukan emulsi lemak yang mantap dan mencegah
kristalisasi gula (Tranggono dkk,1991). Gum dimurnikan melalui proses pengendapan
dengan menggunakan etanol dan diikuti proses elektrodialisis (Stephen and Churms, 1995).
Menurut Imeson (1999), gum arab stabil dalam larutan asam. pH alami gum dari Acasia
Senegal ini berkisar 3,9-4,9 yang berasal dari residu asam glukoronik. Emulsifikasi dari gum
arab berhubungan dengan kandungan nitrogennya (protein).
Gum arab dapat meningkatkan stabilitas dengan peningkatan viskositas. Jenis pengental ini
juga tahan panas pada proses yang menggunakan panas namun lebih baik jika panasnya
dikontrol untuk mempersingkat waktu pemanasan, mengingat gum arab dapat terdegradasi
secara perlahan-lahan dan kekurangan efisiensi emulsifikasi dan viskositas.
Menurut Alinkolis (1989), gum arab dapat digunakan untuk pengikatan flavor, bahan
pengental, pembentuk lapisan tipis dan pemantap emulsi. Gum arab akan membentuk larutan
yang tidak begitu kental dan tidak membentuk gel pada kepekatan yang biasa digunakan
(paling tinggi 50%). Viskositas akan meningkat sebanding dengan peningkatan konsentrasi
(Tranggono dkk, 1991). Gum arab mempunyai gugus arabinogalactan protein (AGP) dan
glikoprotein (GP) yang berperan sebagai pengemulsi dan pengental (Gaonkar,1995).
Hui (1992) menambahkan bahwa gum arab merupakan bahan pengental emulsi yang efektif
karena kemampuannya melindungi koloid dan sering digunakan pada pembuatan roti. Gum
arab memiliki keunikan karena kelarutannya yang tinggi dan viskositasnya rendah.
Karakteristik kimia gum arab berdasar basis kering dapat dilihat pada Tabel.
Daftar Pustaka
Belitz, H. D. and W. Grosch. 1986. Food Chemistry. Springer Veralag Berlin Heldenberg,
New York
Fardiaz, Srikandi, Ratih Dewanti, Slamet Budijanto. 1987. Risalah Seminar ; Bahan
Tambahan Kimiawi (FoodAdditive). Institut Pertanian Bogor, Bogor
Fennema,O.R. 1986. Principle of Food Science. Marcel Dekker Inc. New York and Basel
Fennema, O. R., M. Karen, and D. B. Lund. 1996. Principle of Food Science. The AVI
Publishing, Connecticut
Hui, Y. H. 1992. Encyclopedia of Food Science and Technology. Volume II. John Willey
and Sons Inc, Canada
Imeson, A. 1999. Thickening and Gelling Agent for Food. Aspen Publisher Inc, New York
Stephen, A. M. and S. C. Churms. 1995. Food Polysaccarides and Their Applications.
Marcell Dekker, Inc, New York
Potter, N. Norman. 1986. Food Science. The AVI Publishing. Inc. Westport, Connecticut
Tranggono, S., Haryadi, Suparmo, A. Murdiati, S. Sudarmadji, K. Rahayu, S. Naruki, dan M.
Astuti. 1991. Bahan Tambahan Makanan (Food Additive). PAU Pangan dan Gizi UGM,
Yogyakarta