Anda di halaman 1dari 50

Laporan Kasus Panjang

Tetralogy of Fallot

Oleh

Intan Putri Rossie Sompie


17014101006
Masa KKM 14 Agustus – 22 Oktober 2017

Supervisor Pembimbing

Dr. dr. Erling David Kaunang, Sp.A(K)

Residen Pembimbing

dr. Marsino Rondo

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SAM RATULANGI

MANADO

2017
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus panjang dengan judul:

“Tetralogy of Fallot”

Telah dikoreksi, disetujui, dan dibacakan pada tanggal Oktober 2017

Mengetahui,

Residen Pembimbing

dr. Marsino Rondo

Supervisor Pembimbing

Dr. dr. Erling David Kaunang, Sp. A (K)

Kepala Bagian Ilmu Kesehatan Anak

Dr. dr. Rocky A. Wilar, Sp. A(K)

i
DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. i

DAFTAR ISI..................................................................................................... ii

BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................ 1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 3

BAB II. LAPORAN KASUS ........................................................................... 13

A. Identitas Penderita .................................................................................. 13

B. Identitas Orang Tua ................................................................................ 13

C. Family Tree ............................................................................................ 14

D. Anamnesis .............................................................................................. 14

E. Pemeriksaan Fisik .................................................................................. 17

F. Pemeriksaan Laboratorium .................................................................... 21

G. Pemeriksaan Radiologi .......................................................................... 22

H. Resume Masuk ....................................................................................... 22

I. Diagnosis ................................................................................................ 23

J. Terapi ..................................................................................................... 23

K. Follow up ............................................................................................... 24

BAB III. PEMBAHASAN ............................................................................... 41

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 46

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit jantung bawaan (PJB) merupakan penyakit dengan kelainan pada

struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir. Manifestasi

klinis bergantung dari berat ringan penyakit, mulai dari asimtomatis sampai

dengan adanya gejala gagal jantung. Penyakit jantung pada anak banyak

macamnya, ada yang didapat sewaktu anak masih kecil sampai menjelang remaja,

tapi sebagian besar merupakan penyakit jantung bawaan semenjak bayi dalam

kandungan yang disebut penyakit jantung kongenital. 1,2

Insiden PJB diperkirakan meliputi 8-10 bayi per 1000 kelahiran hidup.

Kelainan yang banyak dijumpai diantaranya adalah defek septum ventrikel (VSD),

duktus arteriosus persisten (PDA), defek septum atrium (ASD), stenosis pulmonal

(PS), stenosis aorta (AS), tetralogi of fallot (TOF) dan transposisi pembuluh darah

besar (TGA).2

Prevalensi kelainan jantung kongenital sama banyak pada laki-laki dan

wanita. Hanya beberapa kelainan tertentu seperti stenosis aorta, koartasio aorta,

tetralogi of fallot dan transposisi pembuluh darah besar lebih sering terdapat pada

anak laki-laki. Duktus arteriosus persisten dan defek septum atrium ternyata lebih

banyak terdapat pada wanita.2,3

Tetralogi of Fallot adalah kelainan jantung sianotik yang paling

banyak ditemukan, terjadi pada 5 dari 10.000 kelahiran hidup dan

merupakan kelainan jantung bawaan nomor 2 yang paling sering

1
terjadi. TOF diklasifikasikan sebagai gangguan jantung sianosis,
2,3
karena terjadi aliran darah yang tidak memadai ke paru-paru untuk oksigenasi.

Penatalaksanaan TOF meliputi non-bedah dan bedah. Tata laksana non-

bedah adalah untuk mengatasi gejala klinis akibat komplikasi PJB sambil

menunggu waktu yang tepat untuk dilakukan operasi definitif. Komplikasi yang

terjadi dapat diminimalisir dengan deteksi dini TOF pada anak. Berikut akan

disampaikan suatu kasus TOF beserta penjelasan mengenai definisi, etiologi,

patofisiologi, diagnosis dan penatalaksanaan.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Tetralogy of Fallot (ToF) adalah penyakit jantung bawaan tipe sianotik.

Kelainan yang terjadi adalah kelainan pertumbuhan dimana terjadi defek atau

lubang dari bagian infundibulum septum intraventrikular (sekat antara rongga

ventrikel) dengan syarat defek tersebut paling sedikit sama besar dengan lubang

aorta. Sebagai konsekuensinya, didapatkan adanya empat kelainan anatomi

sebagai berikut (dapat dilihat pada gambar 1)3 :

1. Defek Septum Ventrikel (VSD) yaitu lubang pada sekat antara kedua

rongga ventrikel.

2. Stenosis pulmonal terjadi karena penyempitan klep pembuluh darah yang

keluar dari bilik kanan menuju paru, bagian otot dibawah klep juga

menebal dan menimbulkan penyempitan.

3. Aorta overriding dimana pembuluh darah utama yang keluar dari ventrikel

kiri bergeser ke ventrikel kanan, sehingga seolah-olah sebagian aorta

keluar dari bilik kanan.

4. Hipertrofi ventrikel kanan atau penebalan otot di ventrikel kanan karena

peningkatan tekanan di ventrikel kanan akibat dari stenosis pulmonal.

3
Gambar 1 : kelainan anatomi yang terjadi pada TOF3,4

2.2. Etiologi

Kebanyakan penyebab dari kelainan jantung bawaan tidak

diketahui, biasanya melibatkan berbagai faktor. Pada sebagian besar kasus,

penyebab penyakit jantung bawaan tidak diketahui secara pasti. Diduga karena

adanya faktor endogen dan eksogen. Faktor –faktor tersebut antara lain:2,4

1. Faktor endogen

a. Berbagai jenis penyakit genetik: kelainan kromosom (down syndrome,

DiGeorge syndrome)

b. Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan

c. Adanya penyakit tertentu dalam keluarga seperti diabetes melitus,

hipertensi, penyakit jantung atau kelainan bawaan.

2. Faktor eksogen

4
a. Riwayat kehamilan ibu: sebelumnya ikut program KB oral atau

suntik, minum obat-obatan tanpa resep dokter (thalidomide,

dextroamphetamine, aminopterin, amethopterin, jamu)

b. Ibu menderita penyakit infeksi: rubella

c. Pajanan terhadap sinar –X

d. Nutrisi yang kurang pada saat kehamilan

e. Alkohol

f. Ibu hamil yang berusia > 40 tahun

Para ahli berpendapat bahwa penyebab endogen dan eksogen tersebut

jarang terpisah. Diperkirakan lebih dari 90% kasus penyebab kelainan jantung

bawaan adalah multifaktor. Apapun sebabnya, pajanan terhadap faktor penyebab

harus ada sebelum akhir bulan kedua kehamilan, oleh karena pada minggu ke

delapan kehamilan pembentukan jantung janin sudah selesai.1,5

2.3. Patofisiologi

Tetralogi fallot diklasifikasikan sebagai kelainan jantung sianotik oleh

karena pada Tetralogi fallot oksigenasi darah yang tidak adekuat di pompa ke

tubuh. Pada saat lahir, bayi tidak menunjukkan tanda sianosis, tetapi kemudian

dapat berkembang seperti kulit membiru setelah menangis atau setelah pemberian

makan. Pada Tetralogi fallot jumlah darah yg menuju paru kurang oleh karena

obstruksi akibat stenosis pulmonal dan ukuran A.pulmonalis lebih kecil. Hal ini

menyebabkan pengurangan aliran darah yg melewati katup pulmonal. Darah yang

5
kekurangan O2 sebagian mengalir ke ventrikel kiri, diteruskan ke aorta kemudian

keseluruh tubuh.2,4

Shunting darah miskin O2 dari ventrikel kanan ke tubuh menyebabkan

penurunan saturasi O2 arterial sehingga bayi tampak sianosis atau biru. Sianosis

terjadi oleh karena darah miskin O2 tampak lebih gelap dan berwarna biru

sehingga menyebabkan bibir dan kulit tampak biru. Apabila penurunan

mendadak jumlah darah yang menuju paru pada beberapa bayi dan anak

mengalami cyanotic spells atau disebut juga paroxysmal hypolemic

spell, paroxymal dyspnoe, bayi atau anak menjadi sangat biru, bernapas dengan

cepat dan kemungkinan bisa meninggal.4,6

Selanjutnya, akibat beban pemompaan ventrikel kanan bertambah untuk

melawan stenosis pulmonal, menyebabkan ventrikel kanan membesar dan

menebal (hipertrofi ventrikel kanan).4

Sebenarnya, secara hemodinamik yang memegang peranan adalah VSD dan

stenosis pulmonal, dan yang terpenting adalah stenosis pulmonal. Misalnya VSD

sedang kombinasi dengan stenosis ringan, tekanan pada ventrikel kanan masih

akan lebih rendah daripada tekanan ventrikel kiri maka shunt akan berjalan dari

kiri ke kanan. Bila anak dan jantung semakin besar (karena pertumbuhan), maka

defek pada sekat ventrikel relatif lebih kecil, tapi derajat stenosis lebih berat

sehingga arah shunt dapat berubah. Pada suatu saat dapat terjadi tekanan ventrikel

kanan sama dengan tekanan ventrikel kiri, meskipun defek pada sekat ventrikel

besar, shunt tidak ada. Tetapi keseimbangan terganggu, misalnya karena

melakukan pekerjaan, isi sekuncup bertambah, tetapi obtruksi ventrikel kanan

6
tetap, tekanan pd ventrikel kanan lebih tinggi daripada tekanan ventrikel kiri

maka shunt menjadi dari kanan ke kiri dan terjadi sianosis. Jadi sebenarnya

gejala klinis sangat bergantung pada derajat stenosis, juga pada besarnya defek

sekat. Bila katup sangat sempit (stenosis berat) bayi akan sangat biru sejak lahir &

membutuhkan operasi segera . Jika stenosis anak ringan anak dapat tumbuh

selama 1–2 tahun tanpa membutuhkan apapun. Sebagian besar bayi berada di

antara 2 variasi ini yg menjadi biru dengan aktivitas ringan seperti makan atau

menangis.4,7

2.5. Diagnosis

Penegakan diagnosis TOF dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan

fisik dan pemeriksaan penunjang.

2.5.1. Anamnesis

Anamnesis dilakukan dengan menemukan berbagai gejala klinis TOF yang

ditemukan pada pasien. Keluhan yang timbul mencerminkan derajat hipoksia.

Saat dan beratnya gejala juga bervariasi, dari yang mengalami sianosis dini

dengan serangan anoksia yang berat, sampai ke keadaan ringan tanpa gejala. Pada

keadaan yang berat sianosis timbul pada minggu-minggu pertama disertai

serangan biru, penurunan toleransi latihan. Bila bayi dapat melampaui umur 2

tahun, gejala tersebut akan berkurang, mungkin akibat terbentuknya kolateral.

Squatting pada umumnya terdapat pada anak pra sekolah, sedangkan anak yang

lebih besar jarang melakukannya karena malu; mereka akan berhenti melakukan

aktivitas fisis sebelum merasa harus jongkok.5

7
TOF dibagi dalam 4 derajat:4,5

1. Derajat I : tak sianosis, kemampuan kerja normal

2. Derajat II : sianosis waktu kerja, kemampuan kerja kurang

3. Derajat III : sianosis waktu istirahat. kuku gelas arloji, waktu kerja sianosis

bertambah, ada dispneu.

4. Derajat IV : sianosis dan dispneu istirahat, ada jari tabuh.

2.5.2. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik didapatkan anak dengan gangguan pertumbuhan dan

gangguan perkembangan. Tampak sianosis dari berbagai derajat. Tampak adanya

jari-jari tabuh (clubbing finger). Tekanan darah pada umumnya normal, tetapi

sianosis berat dan polisitemia yang berlangsung beberapa tahun dapat

menyebabkan hipertensi. Gigi geligi sering dalam keadaan buruk akibat gangguan

perkembangan email. Polisitemia dapat menimbulkan kelainan pada mata yaitu

retinopati berupa pelebaran pembuluh darah retina. Tetralogi fallot jarang sekali

menyebabkan gagal jantung. Bila terdapat splenomegali harus dicurigai

terdapatnya endokarditis. Pada pemeriksaan jantung didapatkan aktivitas ventrikel

kanan meningkat. Kadang-kadang teraba getaran bising di tepi kiri sternum.

Bunyi jantung II biasanya tunggal. Terdapat bising ejeksi sistolik yang

penjalarannya luas di sepanjang linea parasternalis kiri. Jika derajat stenosis

makin parah maka bising makin melemah, ini disebabkan karena darah dari

ventrikel kanan yang melintas ke ventrikel kiri dan aorta tidak mengalami

turbulensi karena tekanan sistol antara ventrikel kanan dan kiri hampir sama.4,8

8
2.5.3. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium rutin penting pada setiap penyakit jantung

bawaan sianotik, untuk menilai perkembangan penyakit. Hemoglobin dan

hematokrit merupakan indikator yang cukup baik untuk menentukan derajat

hipoksemia. Peningkatan hemoglobin dan hematokrit ini merupakan mekanisme

kompensasi akibat saturasi oksigen yang rendah. Pada umumnya hemoglobin

dipertahankan antara 16-18 g/dL, sedangkan hematokrit antara 50-65%. Bila

kadar hemoglobin dan hematokrit melampaui batas tersebut timbul bahaya

terjadinya kelainan tromboemboli, sebaliknya bila kurang dari batas bawah

tersebut berarti terjadi anemia relatif yang harus diobati.

b. Pemeriksaan Roentgen

Cardio-thoracic ratio pasien tetralogi fallot biasanya normal atau sedikit

membesar. Akibat terjadi pembesaran ventrikel kanan dengan konus pulmonal

yang hilang akibat kecilnya arteri pulmonalis, maka tampak apeks jantung yang

terangkat sehingga tampak seperti sepatu (coer en sabot).Corakan vaskuler paru

berkurang karena aliran darah pulmonal mengurang dan ukuran arteri pulmonalis

yang kecil. Bila terdapat kolateral yang banyak mungkin corakan vaskuler paru

tampak normal, atau bahkan bertambah. Aorta biasanya besar dan pada 20%

kasus arkus aorta terletak ke kanan.

c. Ekokardiografi

9
Memperlihatkan dilatasi aorta, overriding aorta dengan dilatasi ventrikel

kanan,penurunan ukuran arteri pulmonalis & penurunan aliran darah ke paru-

paru.4

d. Kateterisasi

Diperlukan sebelum tindakan pembedahan untuk mengetahui defek

septum ventrikel multiple, mendeteksi kelainan arteri koronari dan mendeteksi

stenosis pulmonal perifer. Melihat ukuran a.pulmonalis. Mendeteksi adanya

penurunan saturasi oksigen, peningkatan tekanan ventrikel kanan, dengan tekanan

pulmonalis normal atau rendah.1,4

2.7. Penatalaksanaan

Pasien baru dengan tetralogi of Fallot dapat dirawat jalan bilamana

termasuk derajat I, II, atau III tanpa sianosis maupun dispneu berat. Penderita

perlu dirawat inap, bila termasuk derajat IV dengan sianosis atau dispneu

berat. Tatalaksana penderita rawat inap adalah sebagai berikut: 5,6

1. Mengatasi kegawatan yang ada.

2. Oksigenasi yang cukup.

3. Tindakan konservatif.

4. Tindakan bedah :

Terapi pembedahan dibagi menjadi bedah paliatif dan korektif.

Bedah paliatif yang biasa dilakukan adalah operasi B-T (Blalock -

Taussig) Shunt yang bertujuan meningkatkan sirkulasi pulmonal

10
dengan menghubungkan arteri subklavia dengan a. pulmonalis

yang ipsilateral. Umumnya bedah paliatif dilakukan pada bayi

kecil atau dengan hipoplasia arteri pulmonalis dan pasien yang

sering mengalami serangan sianotik. Pada bedah korektif dilakukan

koreksi total yang dapat didahului atau tanpa bedah paliatif. Bila

arteri pulmonalis tidak terlalu kecil, umumnya koreksi total

dilakukan pada pasien tetralogi Fallot di bawah usia 2 tahun. Di

negara maju yang telah berpengalaman operasi sudah dilakukan

sebelum umur 1 tahun.

Penatalaksanaan pada serangan sianosis5,7

1) Usahakan meningkatkan saturasi oksigen dengan cara:

- Membuat posisi knee chest

- Ventilasi yang adekuat

2) Bila serangan hebat bisa langsung diberikan Na Bic 1 meq/kg iv untuk

mencegah asidosis metabolik.

3) Propanolol 0,1 mg/kg iv terutama untuk prolonged spell diteruskan dosis

rumatan 1-2 mg/kg oral

Tujuan pokok dalam menangani Tetralogi Fallot adalah koreksi primer

yaitu penutupan defek septum ventrikel dan pelebaran infundibulum ventrikel

kanan. Umunya koreksi primer dilaksanakan pada usia kurang lebih 1 tahun

dengan perkiraan berat badan sudah mencapai sekurangnya 8 kg. Namun jika

syaratnya belum terpenuhi, dapat dilakukan tindakan paliatif, yaitu membuat pirau

11
antara arteri sistemik dengan dengan arteri pulmonalis, misalnya Blalock-Tausig

shunt (pirau antara A. subclavia dengan cabang A. pulmonalis).3,4

12
BAB III

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien

Nama : RP

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tanggal lahir / Usia : 15-03-2017 / 5 bulan

Berat badan lahir : 2100 gram

Partus : Spontan letak belakang kepala

Agama : Kristen Protestan

Kebangsaan : Indonesia

Suku Bangsa : Minahasa

Anak ke : 2 dari 2 bersaudara

MRS : 22-08-2017 jam 21.03 WITA

B. Identitas Orang Tua

Nama Ibu : SR

Usia : 30 tahun

Perkawinan :1

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

13
Nama Ayah : YP

Usia : 45 tahun

Perkawinan :1

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Petani

Alamat : Desa Tombatu Jaga II

No. Telp : 082188294276

C. Family Tree

5⁄ tahun
12

D. Anamnesis

(Alloanamnesis dari ibu pasien, 7 September 2017)

1) Keluhan utama:

 Sesak napas sejak ± 1 hari SMRS

 Batuk sejak ± 5 hari SMRS

 Demam sejak ± 5 hari SMRS

 Riwayat kebiruan sejak lahir

14
 Sering terhenti saat menetek atau minum susu dan tampak kebiruan

2) Riwayat penyakit sekarang

Pasien merupakan rujukan dari RS Tombatu dengan keluhan utama sesak

dengan diagnosa suspek Penyakit Jantung Bawaan. Pasien mengalami

sesak napas sejak 1 hari SMRS. Sesak dialami tiba-tiba saat sedang

menetek. Pada saat sesak, pasien tampak kebiruan pada bibir dan jari-jari.

Penderita juga mengalami Batuk dialami penderita sejak ± 5 hari SMRS.

Batuk disertai demam hilang timbul sejak 5 hari SMRS. Penderita

sebelumnya memiliki riwayat kebiruan pada bibir dan jari-jari tangan dan

kaki sejak lahir. Penderita belum pernah memeriksakan diri ke dokter

sebelumnya. Penderita seringkali terhenti saat minum susu atau menetek.

Buang air kecil dan buang air besar biasa.

3) Anamnesis antenatal

ANC tidak teratur, sebanyak 2 kali.

Mendapat suntikan TT sebanyak 1 kali.

Kondisi ibu saat hamil sehat

4) Penyakit yang sudah pernah dialami

Morbili : (-)

Varisela : (-)

Pertusis : (-)

Diare : (-)

15
Cacing : (-)

Batuk/pilek : (+) saat usia 2 bulan

Lain-lain : (-)

5) Kepandaian dan kemajuan bayi

Pertama kali membalik : 4 bulan

Pertama kali tengkurap : - bulan

Pertama kali duduk : - bulan

Pertama kali merangkak : - bulan

Pertama kali berdiri : - bulan

Pertama kali berjalan : - bulan

Pertama kali tertawa : - bulan

Pertama kali berceloteh : - bulan

Pertama kali memanggil mama : - bulan

Pertama kali memanggil papa : - bulan

6) Anamnesis makanan terperinci sejak bayi sampai sekarang

ASI : lahir – sekarang

PASI : lahir – 2 bulan (susu formula)

Bubur susu : (-)

Bubur saring : (-)

Bubur halus : (-)

Nasi lembek : (-)

16
7) Imunisasi

IMUNISASI DASAR ULANGAN


I II III I II III
BCG +
POLIO +
DTP + + +
CAMPAK
HEPATITIS B +

8) Riwayat keluarga

Hanya penderita yang sakit seperti ini dalam keluarga

9) Keadaan sosial, ekonomi, kebiasaan, dan lingkungan

Penderita tinggal di rumah permanen, beratap seng, berdinding beton, dan

berlantai tehel. Terdapat 3 buah kamar yang dihuni oleh 4 orang, 2 dewasa

dan 2 anak-anak. Kamar mandi terletak di dalam rumah. Sumber

penerangan dan listrik dari PLN. Sumber air minum dari PDAM.

Penanganan sampah dengan cara dibuang.

E. Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Tampak sakit


Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital : Nadi : 126 x/menit
Respirasi : 60 x/menit
Suhu : 36,9ºC

17
SpO2 : 92%
BB : 5 kg
TB : 60 cm
Status Gizi : Gizi kurang (< -2 SD pada kurva pertumbuhan WHO)
Sianosis : Ada, ujung-ujung jari dan bibir
Anemia : Tidak ditemukan
Ikterus : Tidak ditemukan
Kejang : Tidak ditemukan

Kulit
Warna : Sawo matang
Efloresensi : Tidak ada
Pigmentasi : Tidak ada
Jaringan parut : Tidak ada
Lapisan lemak : Cukup
Turgor : Kembali cepat
Tonus : Normal, eutoni
Oedema : Tidak ada
Lain-lain : Sianosis regio digiti manus et pedis

Kepala
Bentuk : Mesocephal
Ubun-ubun besar : Belum menutup, datar
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
Mata :
- Exophtalmus/enophtalmus : (-/-)
- Tekanan bola mata : Normal pada perabaan
- Conjunctiva : Anemis (-)
- Sclera : Ikterik (-)
- Corneal reflex : Normal
- Pupil : Bulat, isokor, Ø 3mm-3mm, RC (+/+)

18
- Lensa : Jernih
- Fundus & visus : Tidak dievaluasi
- Gerakan : Normal
Telinga : Sekret (-/-)
Hidung : Sekret (-/-)
Mulut :
- Bibir : Sianosis (+)
- Selaput mulut : Mukosa basah
- Lidah : Sianosis (+), Beslag (-)
- Gusi : Perdarahan (-)
- Gigi : Caries (-)
- Bau pernapasan : Foetor (-)
Tenggorokan :
- Tonsil : T1-T1, hiperemis (–)
- Faring : Hiperemis (–)
Leher :
- Trakea : Letak di tengah
- Kelenjar : Pembesaran KGB (-)
- Kaku kuduk : (-)

Thoraks
Bentuk : Simetris
Retraksi : (+) subcostal, intercostal
Xiphosternum : (-)
Rachitic rosary : (-)
Harrison’s groove : (-)
Ruang intercostal : menyempit
Pernapasan paradoxal : (-)
Precordial bulging : (-)

Paru-paru

19
Inspeksi : Simetris kanan = kiri, retraksi subcostal dan intercostal
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor kanan = kiri
Auskultasi :Sp. Bronkovesikuler, ronkhi basah halus +/+, wheezing -/-

Jantung
Detak jantung : 126 x/menit
Iktus kordis : Tidak tampak
Batas kiri : Linea midklavikularis sinistra
Batas kanan : Linea parasternalis dextra
Batas atas : ICS II-III
Bunyi jantung apeks : M1>M2
Bunyi jantung aorta : A1>A2
Bunyi jantung pulmo : P1< P2
Bising : (+) ejeksi sistolik grade III/6 PM ICS II-III LPSS

Abdomen
Bentuk : Datar, lemas
Lain-lain : Bising usus (+) normal, turgor kulit kembali cepat
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Lain-lain : (-)

Genitalia eksterna : Laki-laki, normal


Kelenjar : Pembesaran KGB (-)
Anggota gerak : Akral hangat, CRT ≤ 2”, sianosis (+)
Tulang Belulang : Deformitas (-)
Otot-otot : Eutonia
Refleks-refleks : Rf +/+, Rp -/- spastis (-),klonus (-)

F. Pemeriksaan Laboratorium

20
Hasil Lab 22/8/2017

Parameter Nilai Normal Satuan Hasil


Leukosit 4000 – 10000 /uL 17300
Eritrosit 4.70 – 6.10 10^6/uL 6.72 x 10^6
Hemoglobin 13.5 – 19.5 g/dL 14.5
Hematokrit 37.0 – 47.0 % 49%
Trombosit 150 – 450 10^3/uL 322 x 10^3
SGOT < 33 U/L 31
SGPT < 43 U/L 28
Ureum Darah 10 – 40 mg/dL 18
Creatinin Darah 0.5 – 1.5 mg/dL 0.6
Gula Darah Sewaktu 70 – 125 mg/dL 90
Chlorida Darah 98.0 – 109.0 mEq/L 105.0
Kalium Darah 3.50 – 5.30 mEq/L 4.80
Natrium Darah 135 – 153 mEq/L 137
CRP < 6.00 mg/L 48.00

21
G. Pemeriksaan Radiologi

Gambar 3.1 Foto thoraks pasien RP 22/8/2017

Pada pemeriksaan foto thoraks ditemukan kesan gambaran jantung

berbentuk seperti sepatu.

H. Resume Masuk

Penderita anak laki-laki usia 5 bulan, BB = 5 Kg, PB = 60 cm, MRS: 22


Agustus 2017 jam 21.03 WITA rujukan dari RS Tombatu datang dengan
keluhan sesak sejak ± 1 hari SMRS, batuk dan demam sejak ± 5 hari SMRS,
dan riwayat kebiruan pada bibir serta jari-jari tangan dan kaki sejak lahir.
Sesak dialami tiba-tiba saat sedang menetek, sesak juga disertai kebiruan pada
jari dan bibir.

22
Pada pemeriksaan fisik didapatkan:
Keadaan umum : Tampak sakit
Kesadaran : Compos mentis
Gizi : Kurang ( < - 2 SD dengan kurva BB/PB WHO)
Nadi : 126 kali/menit (isi cukup, kuat angkat, reguler)
Respirasi : 60 kali/menit (sesak, > 50 kali/menit)
Suhu badan : 36,9 oC
Saturasi oksigen : 92%
Kepala : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), PCH (+), bibir
sianosis (+)
Thoraks : Simetris, retraksi (+) subcostal, intercostal
Cor : bising (+) ejeksi sistolik grade II/6 PM ICS II-III LPSS
Pulmo : Sp. bronkovesikuler, ronkhi basah halus +/+, wheezing -/-
Abdomen : datar, lemas, bising usus (+) normal, turgor kulit kembali
cepat
Hepar dan lien : tidak teraba
Ekstremitas : Akral hangat, CRT ≤ 2 detik, sianosis (+), jari tabuh (+)
Pada pemeriksaan penunjang:
Lab : leukosit: 17.300 /uL
Foto thorax : gambaran jantung sepatu

I. Diagnosis

Tetralogy of fallot + bronkopneumonia

J. Terapi

- O2 headbox 10 lpm

- IVFD Kaen 4B (HS) 20-21 ml/jam

- Inj. Cefotaxime 3 x 250 mg IV (1)

23
- Inj. Gentamicin 1 x 35 mg IV

- Nothing per oral

- GDS/ 24 jam

K. Follow up

Subjective (S) Objective (O) Assesment (A) Planning (P)

23/08/2017 Sesak (+) KU: tampak sakit Tetralogy of Fallot O2 headbox 10 lpm
PICU Demam (-) Kes: CM + IVFD kaen 4B (HS) 20
Batuk (+) N: 122 x/m bronkopneumonia ml/ jam
Kebiruan di R: 55 x/m Inj. cefotaxime 3 x 250
o
bibir (+) S: 36.8 C mg IV (1)
SSP: pupil bulat Inj. gentamicin 1 x 35
isokor ᴓ 3 mm – 3 mg IV (1)
mm, RC (+/+), Rf NPO  Susu 8 x 5 ml
(+/+), Rp (-/-), spastis GDS/BD/24 jam
(-), klonus (-)
CV: akral hangat,
CRT ≤ 2”, bising (+),
sianosis (+)
RT: simetris, retraksi
(+) SC
Sp. bronkovesikuler,
Rh (+/+), Wh (-/-)
GIT: datar, lemas,
BU (+) N, H/L ttb
Hemato: conj. an (-),
skl. ikt (-)
24/08/2017 Sesak (+) KU: tampak sakit Tetralogy of Fallot O2 headbox 10 lpm
PICU Demam (-) Kes: CM + IVFD kaen 4B (HS -
Batuk (+) N: 120 x/m bronkopneumonia TPN) 15-16 ml/ jam
Kebiruan (+) R: 45 x/m Inj. cefotaxime 3 x 250
di bibir dan S: 36.8oC mg IV (2)
ujung jari SSP: pupil bulat Inj. gentamicin 1 x 35
isokor ᴓ 3 mm – 3 mg IV (2)

24
mm, RC (+/+), Rf TPN: AF 5% 106 ml/5
(+/+), Rp (-/-), spastis jam, Ivelip 20% 26 ml/2
(-), klonus (-) jam, susu 8 x 15 ml
CV: akral hangat, (kebutuhan 20
CRT ≤ 2”, bising (+) ml/kgBB)
ejeksi sistolik grade BD/GDS/24 jam
II/6 PM ICS II-III
LPSS, sianosis (+) Pro:
RT: simetris, retraksi Blood smear, kultur
(+) SC darah
Sp. Bronkovesikuler,
Rh (+/+), Wh (-/-)
GIT: datar, lemas,
BU (+) N, H/L ttb
Hemato: conj. an (-),
skl. ikt (-)
25/08/2017 Sesak (+) KU: tampak sakit Tetralogy of Fallot O2 headbox 10 lpm
PICU Sianosis (+) berat + IVFD kaen 4B (HS -
Kes: CM bronkopneumonia TPN) 15-16 ml/ jam
N: 120 x/m Inj. cefotaxime 3 x 250
R: 45 x/m mg IV (3)
S: 36.8oC Inj. gentamicin 1 x 35
SSP: pupil bulat mg IV (3)
isokor ᴓ 3 mm – 3 Propanolol 3 x 1,5 mg
mm, RC (+/+), Rf TPN: AF 5% 106 ml/5
(+/+), Rp (-/-), spastis jam, Ivelip 20% 26 ml/2
(-), klonus (-) jam, susu 8 x 15 ml
CV: akral hangat, (kebutuhan 20
CRT ≤ 2”, bising (+) ml/kgBB)
ejeksi sistolik grade BD/GDS/24 jam
II/6 PM ICS II-III
LPSS, sianosis (+) TH: Blood smear dan
RT: simetris, retraksi kultur darah
(+) SC
Sp. Bronkovesikuler,
Rh (+/+), Wh (-/-)
GIT: datar, lemas,

25
BU (+) N, H/L ttb
Hemato: conj. an (-),
skl. ikt (-)
26/08/2017 Sesak (+) KU: tampak sakit Tetralogy of Fallot O2 headbox 10 lpm
PICU Sianosis (+) Kes: CM + IVFD kaen 4B (HS -
N: 122 x/m bronkopneumonia TPN) 15-16 ml/ jam
R: 40 x/m Inj. cefotaxime 3 x 250
S: 36.8oC mg IV (4)
SSP: pupil bulat Inj. gentamicin 1 x 35
isokor ᴓ 3 mm – 3 mg IV (4)
mm, RC (+/+), Rf Propanolol 3 x 1,5 mg
(+/+), Rp (-/-), spastis TPN: AF 5% 106 ml/5
(-), klonus (-) jam, Ivelip 20% 26 ml/2
CV: akral hangat, jam, susu 8 x 15 ml
CRT ≤ 2”, bising (+) (kebutuhan 20
ejeksi sistolik grade ml/kgBB) s/d 8 x 20 ml
II/6 PM ICS II-III (kebutuhan 30
LPSS, sianosis (+) ml/kgBB)
RT: simetris, retraksi BD/GDS/24 jam
(+) SC
Sp. Bronkovesikuler,
Rh (+/+), Wh (-/-)
GIT: datar, lemas,
BU (+) N, H/L ttb
Hemato: conj. an (-),
skl. ikt (-)
27/08/2017 Sesak (+) KU: tampak sakit Tetralogy of Fallot O2 headbox 10 lpm
PICU Sianosis Kes: CM + IVFD kaen 4B (HS -
hilang timbul N: 110 x/m bronkopneumonia TPN) 15-16 ml/ jam
NGT coklat R: 52 x/m + observasi GIT Inj. cefotaxime 3 x 250
(+) S: 36oC bleeding ec sepsis mg IV (5)
SpO2: 80% + sepsis Inj. gentamicin 1 x 35
SSP: pupil bulat mg IV (5)
isokor ᴓ 3 mm – 3 Propanolol 3 x 1,5 mg
mm, RC (+/+), Rf  stop
(+/+), Rp (-/-), spastis TPN: AF 5% 106 ml/5
(-), klonus (-) jam, Ivelip 20% 26 ml/2

26
CV: akral hangat, jam
CRT ≤ 2”, bising (+) Inj. Omeprazole 2 x 10
ejeksi sistolik grade mg IV (Do: 2
II/6 PM ICS II-III mg/kgBB/kali)
LPSS, sianosis (+) Inj. Vitamin K 2 mg SC
RT: simetris, retraksi BD/GDS/24 jam
(+) SC
Sp. Bronkovesikuler, Pro: PT, APTT, DL,
Rh (+/+), Wh (-/-) crossmatch
GIT: datar, lemas,
BU (+) N, H/L ttb
Hemato: conj. an (-),
skl. ikt (-)
28/08/2017 Sesak (+) KU: tampak sakit Tetralogy of Fallot O2 headbox 6 lpm
PICU Sianosis (+) Kes: CM + IVFD kaen 4B (HS -
NGT coklat (- N: 120 x/m bronkopneumonia TPN) 15-16 ml/ jam
) R: 45 x/m + observasi GIT Inj. cefotaxime 3 x 250
S: 36.8oC bleeding ec susp. mg IV (6)
SSP: pupil bulat sepsis + sepsis Inj. gentamicin 1 x 35
isokor ᴓ 3 mm – 3 mg IV (6)
mm, RC (+/+), Rf Inj. Omeprazole 2 x 10
(+/+), Rp (-/-), spastis mg IV (2)  stop
(-), klonus (-) Propanolol 3 x 1,5 mg
CV: akral hangat, TPN: AF 5% 106 ml/5
CRT ≤ 2”, bising (+) jam, Ivelip 20% 26 ml/2
ejeksi sistolik grade jam
II/6 PM ICS II-III Susu TF 8 x 5 ml
LPSS, sianosis (+) BD/GDS/24 jam
RT: simetris, retraksi Inj. Vitamin K 2 mg SC
(+) SC (3)
Sp. Bronkovesikuler, Inj. Ranitidin 2 x 5 mg
Rh (-/-), Wh (-/-) IV
GIT: datar, lemas,
BU (+) N, H/L ttb TH: Konsul kardiologi
Hemato: conj. an (-),
skl. ikt (-)

27
29/08/2017 Demam (-) KU: tampak sakit Tetralogy of Fallot O2 headbox 10 lpm 
PICU Sesak (+)↓ Kes: CM + O2 sungkup 6 lpm
Sianosis (-) N: 125 x/m bronkopneumonia IVFD kaen 4B (HS) 20
R: 38 x/m + riwayat GIT ml/jam  (HS-TPN)
o
S: 36.8 C bleeding ec sepsis 15-16 ml/jam
SpO2: 98% + sepsis Inj. cefotaxime 3 x 250
SSP: pupil bulat mg IV (7)
isokor ᴓ 3 mm – 3 Inj. gentamicin 1 x 35
mm, RC (+/+), Rf mg IV (7)
(+/+), Rp (-/-), spastis Propanolol 3 x 1,5 mg
(-), klonus (-) Susu 8 x 20 ml
CV: akral hangat, (kebutuhan 30
CRT ≤ 2”, bising (+) ml/kgBB) naik bertahap
ejeksi sistolik grade TPN: AF 5% 100 ml/5
II/6 PM ICS II-III jam, Ivelip 20% 26 ml/2
LPSS, sianosis (-) jam
RT: simetris, retraksi BD/24 jam
(+) SC
Sp. Bronkovesikuler, TH: Konsul kardiologi
Rh (-/-), Wh (-/-) Pro: Pindah cardiac
GIT: datar, lemas, center, PT, APTT
BU (+) N, H/L ttb
Hemato: conj. an (-),
skl. ikt (-)

30/08/2017 Demam (-) KU: tampak sakit Susp. Tetralogy of O2 sungkup 5 lpm
IMC Anak Sesak (+)↓ Kes: CM Fallot + riwayat IVFD kaen 4A (HS -
Sianosis (-) N: 112 x/m bronkopneumonia TPN) 9 gtt/menit
R: 32 x/m + riwayat GIT Inj. cefotaxime 3 x 250
S: 36.5oC bleeding ec sepsis mg IV (8)
SpO2: 98% Inj. gentamicin 1 x 35
Kep: conj. an (-), skl mg IV (8)
ikt (-), PCH (-) Propanolol 3 x 1,5 mg
Tho: simetris, retraksi Susu 8 x 20 ml
(-) (kebutuhan 30
Cor: bising (+) ejeksi ml/kgBB) naik bertahap
sistolik III/6 ICS II-III TPN: AF 5% 100 ml/5

28
LPSS jam, Ivelip 20% 26 ml/2
Pulmo: Sp. jam
Bronkovesikuler, Rh
(-/-), Wh (-/-)
Abd: datar, lemas,
BU (+) N, NT (-),
H/L ttb
Ext: akral hangat,
CRT ≤ 2”
31/08/2017 Demam (-) KU: tampak sakit Susp. Tetralogy of O2 sungkup 5 lpm  O2
IMC Anak Sesak (-) Kes: CM Fallot + riwayat nasal 1 lpm
Sianosis (-) N: 112 x/m bronkopneumonia IVFD kaen 4A (HS -
R: 32 x/m + riwayat GIT TPN) 9 gtt/menit
o
S: 36.7 C bleeding ec sepsis Inj. cefotaxime 3 x 250
SpO2: 98% + sepsis mg IV (9)
Kep: conj. an (-), skl Inj. gentamicin 1 x 35
ikt (-), PCH (-) mg IV (9)
Tho: simetris, retraksi Propanolol 3 x 1,5 mg
(-) Susu 8 x 20 ml
Cor: bising (+) ejeksi (kebutuhan 30
sistolik III/6 ICS II-III ml/kgBB) naik bertahap
LPSS TPN: AF 5% 100 ml/5
Pulmo: Sp. jam, Ivelip 20% 26 ml/2
Bronkovesikuler, Rh jam
(-/-), Wh (-/-)
Abd: datar, lemas, Pro: Echocardiography
BU (+) N, NT (-),
H/L ttb
Ext: akral hangat,
CRT ≤ 2”
01/09/2017 Demam (-) KU: tampak sakit Susp. Tetralogy of O2 nasal 1 lpm
IMC Anak Sesak (-) Kes: CM Fallot + riwayat IVFD kaen 4A (HS -S)
N: 89 x/m bronkopneumonia 14 ml/jam
R: 42 x/m + riwayat GIT Inj. cefotaxime 3 x 250
o
S: 36.9 C bleeding ec sepsis mg IV (10)
SpO2: 98% + sepsis Inj. gentamicin 1 x 35
Kep: conj. an (-), skl mg IV (10)

29
ikt (-), PCH (-) Propanolol 3 x 1,5 mg
Tho: simetris, retraksi Susu 8 x 20 ml
(-) (kebutuhan 30
Cor: bising (+) ejeksi ml/kgBB) naik bertahap
sistolik III/6 ICS II-III TPN: AF 5% 100 ml/5
LPSS jam, Ivelip 20% 26 ml/2
Pulmo: Sp. jam
Bronkovesikuler, Rh
(-/-), Wh (-/-) Pro: DL, DC, CRP
Abd: datar, lemas, Echocardiography
BU (+) N, NT (-), (Senin, 4/9)
H/L ttb
Ext: akral hangat,
CRT ≤ 2”
02/09/2017 Demam (-) KU: tampak sakit Susp. Tetralogy of O2 nasal 1 lpm
IMC Anak Sesak (-) Kes: CM Fallot + riwayat IVFD kaen 4A + KCl
Sianosis (-) N: 86 x/m bronkopneumonia 10 mEq 125cc = 14
R: 46 x/m + riwayat GIT ml/jam, selanjutnya
o
S: 36 C bleeding ec sepsis kaen 4A = 14 ml/jam
SpO2: 90% + sepsis Inj. cefotaxime 3 x 250
Kep: conj. an (-), skl mg IV (11)
ikt (-), PCH (-) Inj. gentamicin stop
Tho: simetris, retraksi Propanolol 3 x 1,5 mg
(-) Susu 8 x 20 ml
Cor: bising (+) ejeksi (kebutuhan 30
sistolik III/6 ICS II-III ml/kgBB) naik bertahap
LPSS
Pulmo: Sp. Pro: Periksa elektrolit,
Bronkovesikuler, Rh echocardiography
(-/-), Wh (-/-) (Senin, 4/9)
Abd: datar, lemas,
BU (+) N, NT (-),
H/L ttb
Ext: akral hangat,
CRT ≤ 2”
03/09/2017 Demam (-) KU: tampak sakit Susp. Tetralogy of O2 nasal 1 lpm
IMC Anak Sesak (-) Kes: CM Fallot + riwayat IVFD 1:1 + KCl 13

30
Sianosis (-) N: 86 x/m bronkopneumonia mEq = 14 ml/jam,
R: 50 x/m + riwayat GIT selanjutnya kaen 4A =
S: 36.5oC bleeding ec sepsis 14 ml/jam
SpO2: 85% + sepsis Inj. cefotaxime 3 x 250
Kep: conj. an (-), skl mg IV (12)
ikt (-), PCH (-) Inj. gentamicin stop
Tho: simetris, retraksi Propanolol 3 x 1,5 mg
(-) Susu 8 x 20 ml
Cor: bising (+) ejeksi (kebutuhan 30
sistolik III/6 ICS II-III ml/kgBB) naik bertahap
LPSS pelan-pelan
Pulmo: Sp.
Pro: periksa lab
Bronkovesikuler, Rh
elektrolit, setelah infus
(-/-), Wh (-/-)
habis 1 kolf
Abd: datar, lemas,
BU (+) N, NT (-),
H/L ttb
Ext: akral hangat,
CRT ≤ 2”
04/09/2017 Demam (-) KU: tampak sakit Susp. Tetralogy of O2 nasal 1 lpm
IMC Anak Sesak (-) Kes: CM Fallot + riwayat IVFD 1:1 + KCl 13
Sianosis (-) N: 78 x/m bronkopneumonia mEq = 14 ml/jam,
R: 34 x/m + riwayat GIT selanjutnya kaen 4A =
S: 36.5oC bleeding ec sepsis 14 ml/jam
SpO2: 86% + sepsis Inj. cefotaxime 3 x 250
Kep: conj. an (-), skl mg IV (13)
ikt (-), PCH (-) Inj. gentamicin stop
Tho: simetris, retraksi Propanolol 3 x 1,5 mg
(-) Susu 8 x 20 ml
Cor: bising (+) ejeksi (kebutuhan 30
sistolik III/6 ICS II-III ml/kgBB) naik bertahap
LPSS pelan-pelan
Pulmo: Sp.
Pro: periksa lab
Bronkovesikuler, Rh
elektrolit, setelah infus
(-/-), Wh (-/-)
habis 1 kolf,
Abd: datar, lemas,
echocardiography
BU (+) N, NT (-),

31
H/L ttb
Ext: akral hangat,
CRT ≤ 2”

05/09/2017 Demam (-) KU: tampak sakit Tetralogy of Fallot O2 nasal 1 lpm
IMC Anak Sesak (-) Kes: CM + riwayat IVFD kaen 4A (HS) =
Sianosis (-) N: 79 x/m bronkopneumonia 14 ml/jam, selanjutnya
R: 32 x/m + riwayat GIT kaen 4A = 14 ml/jam
S: 36.5oC bleeding ec sepsis Inj. cefotaxime 3 x 250
Kep: conj. an (-), skl mg IV (14)
ikt (-), PCH (-) Propanolol 3 x 1,5 mg
Tho: simetris, retraksi Susu 8 x 30 ml
(-) (kebutuhan 48
Cor: bising (+) ejeksi ml/kgBB)
sistolik III/6 ICS II-III Pro: periksa lab
LPSS elektrolit
Pulmo: Sp.

32
Bronkovesikuler, Rh
(-/-), Wh (-/-)
Abd: datar, lemas,
BU (+) N, NT (-),
H/L ttb
Ext: akral hangat,
CRT ≤ 2”
06/09/2017 Demam (-) KU: tampak sakit Tetralogy of Fallot O2 nasal 1 lpm
IMC Anak Sesak (-) Kes: CM + riwayat IVFD kaen 4A (HS) =
Sianosis (-) N: 80 x/m bronkopneumonia 14 ml/jam, selanjutnya
R: 30 x/m + riwayat GIT kaen 4A = 14 ml/jam
S: 36.9oC bleeding ec sepsis Inj. cefotaxime 3 x 250
Kep: conj. an (-), skl mg IV (15)
ikt (-), PCH (-) Propanolol 3 x 1,5 mg
Tho: simetris, retraksi Susu 8 x 45 ml
(-) (kebutuhan 70
Cor: bising (+) ejeksi ml/kgBB)
sistolik III/6 ICS II-III
LPSS
Pulmo: Sp.
Bronkovesikuler, Rh
(-/-), Wh (-/-)
Abd: datar, lemas,
BU (+) N, NT (-),
H/L ttb
Ext: akral hangat,
CRT ≤ 2”
07/09/2017 Demam (-) KU: tampak sakit Tetralogy of Fallot O2 nasal 1 lpm
IMC Anak Sesak (-) Kes: CM + riwayat IVFD kaen 4A (HS) =
Sianosis (-) N: 98 x/m bronkopneumonia 14 ml/jam
R: 32 x/m + riwayat GIT Propanolol 3 x 1,5 mg
o
S: 36.7 C bleeding ec sepsis Susu 12 x 30 ml
Kep: conj. an (-), skl (kebutuhan 72
ikt (-), PCH (-) ml/kgBB)
Tho: simetris, retraksi
(-)
Cor: bising (+) ejeksi

33
sistolik III/6 ICS II-III
LPSS
Pulmo: Sp.
Bronkovesikuler, Rh
(-/-), Wh (-/-)
Abd: datar, lemas,
BU (+) N, NT (-),
H/L ttb
Ext: akral hangat,
CRT ≤ 2”
08/09/2017 Demam (-) KU: tampak sakit Tetralogy of Fallot O2 nasal 1 lpm
IMC Anak Sesak (-) Kes: CM + riwayat IVFD kaen 4A (HS) =
Sianosis (-) N: 79 x/m bronkopneumonia 14 ml/jam
R: 33 x/m + riwayat GIT Propanolol 3 x 1,5 mg
S: 36.8oC bleeding ec sepsis Susu 12 x 30 ml
SpO2: 82% (kebutuhan 72
Kep: conj. an (-), skl ml/kgBB)
ikt (-)
Tho: simetris, retraksi
(-)
Cor: bising (+) ejeksi
sistolik III/6 ICS II-III
LPSS
Pulmo: Sp.
Bronkovesikuler, Rh
(-/-), Wh (-/-)
Abd: datar, lemas,
BU (+) N, NT (-),
H/L ttb
Ext: akral hangat,
CRT ≤ 2”
09/09/2017 Demam (-) KU: tampak sakit Tetralogy of Fallot O2 sungkup 4 lpm
IMC Anak Sesak (-) Kes: CM + riwayat IVFD kaen 4A (HS) =
Sianosis (-) N: 100 x/m bronkopneumonia 14 ml/jam
R: 34 x/m + riwayat GIT Propanolol 3 x 1,5 mg
o
S: 36.7 C bleeding ec sepsis Susu 12 x 30 ml
SpO2: 89% (kebutuhan 72

34
Kep: conj. an (-), skl ml/kgBB)
ikt (-)
Tho: simetris, retraksi
(-)
Cor: bising (+) ejeksi
sistolik III/6 ICS II-III
LPSS
Pulmo: Sp.
Bronkovesikuler, Rh
(-/-), Wh (-/-)
Abd: datar, lemas,
BU (+) N, NT (-),
H/L ttb
Ext: akral hangat,
CRT ≤ 2”
10/09/2017 Demam (-) KU: tampak sakit Tetralogy of Fallot O2 sungkup 4 lpm
IMC Anak Sesak (-) Kes: CM + riwayat IVFD kaen 4A (HS) =
Sianosis (-) N: 100 x/m bronkopneumonia 14 ml/jam
R: 36 x/m + riwayat GIT Propanolol 3 x 1,5 mg
o
S: 36.5 C bleeding ec sepsis Susu 12 x 30 ml
SpO2: 90% (kebutuhan 72
Kep: conj. an (-), skl ml/kgBB)
ikt (-)
Tho: simetris, retraksi
(-)
Cor: bising (+) ejeksi
sistolik III/6 ICS II-III
LPSS
Pulmo: Sp.
Bronkovesikuler, Rh
(-/-), Wh (-/-)
Abd: datar, lemas,
BU (+) N, NT (-),
H/L ttb
Ext: akral hangat,
CRT ≤ 2”
11/09/2017 Demam (-) KU: tampak sakit Tetralogy of Fallot O2 sungkup 6 lpm

35
IMC Anak Sesak (+) Kes: CM + riwayat IVFD kaen 3B (HS) =
Sianosis (-) N: 102 x/m bronkopneumonia 20 ml/jam
R: 38 x/m + riwayat GIT Propanolol 3 x 1,5 mg
o
S: 36 C bleeding ec sepsis Susu 12 x 35 ml
SpO2: 74% (kebutuhan 80
Kep: conj. an (-), skl ml/kgBB)
ikt (-), PCH (-),
sianosis (-)
Tho: simetris, retraksi
(-)
Cor: bising (+) ejeksi
sistolik III/6 ICS II-III
LPSS
Pulmo: Sp.
Bronkovesikuler, Rh
(-/-), Wh (-/-)
Abd: datar, lemas,
BU (+) N, NT (-),
H/L ttb
Ext: akral hangat,
CRT ≤ 2”
12/09/2017 Demam (-) KU: tampak sakit Tetralogy of Fallot O2 nasal 1 lpm
IMC Anak Sesak (+)↓ Kes: CM + riwayat IVFD kaen 4A (HS) =
Sianosis (-) N: 112 x/m bronkopneumonia 14 ml/jam
R: 45 x/m + riwayat GIT Propanolol 3 x 1,5 mg
o
S: 36,5 C bleeding ec sepsis Susu 12 x 40 ml
SpO2: 77% (kebutuhan 96
Kep: conj. an (-), skl ml/kgBB)
ikt (-), PCH (-)
Tho: simetris, retraksi
(-)
Cor: bising (+) ejeksi
sistolik III/6 ICS II-III
LPSS
Pulmo: Sp.
Bronkovesikuler, Rh
(-/-), Wh (-/-)

36
Abd: datar, lemas,
BU (+) N, NT (-),
H/L ttb
Ext: akral hangat,
CRT ≤ 2”
13/09/2017 Demam (-) KU: tampak sakit Tetralogy of Fallot O2 nasal 1 lpm
IMC Anak Sesak (+) Kes: CM + riwayat IVFD kaen 3B (HS) =
Sianosis (+) N: 115 x/m bronkopneumonia 20-21 ml/jam
sejak malam R: 42 x/m + riwayat GIT Propanolol 3 x 1,5 mg
o
S: 36,7 C bleeding ec sepsis Susu 12 x 50 ml
SpO2: 83% (kebutuhan 120
Kep: conj. an (-), skl ml/kgBB)
ikt (-), PCH (-)
Tho: simetris, retraksi
(-)
Cor: bising (+) ejeksi
sistolik III/6 ICS II-III
LPSS
Pulmo: Sp.
Bronkovesikuler, Rh
(-/-), Wh (-/-)
Abd: datar, lemas,
BU (+) N, NT (-),
H/L ttb
Ext: akral hangat,
CRT ≤ 2”
14/09/2017 Demam (-) KU: tampak sakit Tetralogy of Fallot O2 nasal 1 lpm
IMC Anak Sesak (+)↓ Kes: CM + riwayat IVFD kaen 3B (HS) =
Sianosis (-) N: 104 x/m bronkopneumonia 20-21 ml/jam
Anak mulai R: 49 x/m + riwayat GIT Propanolol 3 x 1,5 mg
bisa menyusui S: 36,6oC bleeding ec sepsis Susu 12 x 50 ml
SpO2: 87% (kebutuhan 120
Kep: conj. an (-), skl ml/kgBB)
ikt (-), PCH (-)
Tho: simetris, retraksi
(-)
Cor: bising (+) ejeksi

37
sistolik III/6 ICS II-III
LPSS
Pulmo: Sp.
Bronkovesikuler, Rh
(-/-), Wh (-/-)
Abd: datar, lemas,
BU (+) N, NT (-),
H/L ttb
Ext: akral hangat,
CRT ≤ 2”
15/09/2017 Demam (-) KU: tampak sakit Tetralogy of Fallot O2 nasal 1 lpm
IMC Anak Sesak (-) Kes: CM + riwayat IVFD kaen 3B (HS) =
Sianosis (-) N: 129 x/m bronkopneumonia 20-21 ml/jam
Anak mulai R: 59 x/m + riwayat GIT Propanolol 3 x 1,5 mg
bisa menyusui S: 36,5oC bleeding ec sepsis Susu 12 x 60 ml
SpO2: 83% (kebutuhan 140
Kep: conj. an (-), skl ml/kgBB)
ikt (-), PCH (-)
Tho: simetris, retraksi
(-)
Cor: bising (+) ejeksi
sistolik III/6 ICS II-III
LPSS
Pulmo: Sp.
Bronkovesikuler, Rh
(-/-), Wh (-/-)
Abd: datar, lemas,
BU (+) N, NT (-),
H/L ttb
Ext: akral hangat,
CRT ≤ 2”
16/09/2017 Demam (-) KU: tampak sakit Tetralogy of Fallot O2 nasal 1 lpm
IMC Anak Sesak (-) Kes: CM + riwayat IVFD kaen 3B (HS) =
Sianosis (-) N: 130 x/m bronkopneumonia 20-21 ml/jam
R: 52 x/m + riwayat GIT Propanolol 3 x 1,5 mg
o
S: 36,3 C bleeding ec sepsis Susu 12 x 60 ml
SpO2: 80% (kebutuhan 140

38
Kep: conj. an (-), skl ml/kgBB)
ikt (-), PCH (-)
Tho: simetris, retraksi
(-)
Cor: bising (+) ejeksi
sistolik III/6 ICS II-III
LPSS
Pulmo: Sp.
Bronkovesikuler, Rh
(-/-), Wh (-/-)
Abd: datar, lemas,
BU (+) N, NT (-),
H/L ttb
Ext: akral hangat,
CRT ≤ 2”
17/09/2017 Demam (-) KU: tampak sakit Tetralogy of Fallot O2 nasal 1 lpm
IMC Anak Sesak (-) Kes: CM + riwayat IVFD kaen 3B (HS) =
Sianosis (-) N: 126 x/m bronkopneumonia 20-21 ml/jam
R: 54 x/m + riwayat GIT Propanolol 3 x 1,5 mg
o
S: 36,5 C bleeding ec sepsis Susu 12 x 60 ml
SpO2: 90% (kebutuhan 140
Kep: conj. an (-), skl ml/kgBB)
ikt (-), PCH (-)
Tho: simetris, retraksi
(-)
Cor: bising (+) ejeksi
sistolik III/6 ICS II-III
LPSS
Pulmo: Sp.
Bronkovesikuler, Rh
(-/-), Wh (-/-)
Abd: datar, lemas,
BU (+) N, NT (-),
H/L ttb
Ext: akral hangat,
CRT ≤ 2”
18/09/2017 Demam (-) KU: tampak sakit Tetralogy of Fallot O2 nasal 1 lpm

39
IMC Anak Sesak (-) Kes: CM + riwayat Propanolol 3 x 1,5 mg
Sianosis (-) N: 117 x/m bronkopneumonia Susu 12 x 60 ml
R: 30 x/m + riwayat GIT (kebutuhan 140
o
S: 36,5 C bleeding ec sepsis ml/kgBB)
SpO2: 86%
Kep: conj. an (-), skl
ikt (-), PCH (-)
Tho: simetris, retraksi
(-)
Cor: bising (+) ejeksi
sistolik III/6 ICS II-III
LPSS
Pulmo: Sp.
Bronkovesikuler, Rh
(-/-), Wh (-/-)
Abd: datar, lemas,
BU (+) N, NT (-),
H/L ttb
Ext: akral hangat,
CRT ≤ 2”

40
BAB III

PEMBAHASAN

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang.9 Dari anamnesis diketahui bahwa pasien mempunyai

keluhan ujung jari tangan dan bibir membiru sejak lahir. Keluhan ini merupakan

keluhan sianosis tipe sentral oleh karena kebiruan terlihat pada kulit dan membran

mukosa. Sianosis tipe sentral terjadi akibat penurunan jumlah saturasi oksigen

atau derivat hemoglobin yang abnormal. Penurunan tersebut dapat diakibatkan

oleh penurunan laju oksigen tanpa adanya kompensasi yang cukup dari paru-paru

untuk menambah jumlah oksigen tersebut. Penyebab sianosis ini dapat

diakibatkan oleh penyakit jantung kongenital seperti TOF dan TGA. Penyakit

kongenital ini berhubungan dengan kebocoran jantung kanan ke kiri. Pada PJB

sianotik didapatkan kelainan struktur dan fungsi jantung sedemikian rupa

sehingga sebagian atau seluruh darah balik vena sistemik yang mengandung darah

rendah oksigen kembali beredar ke sirkulasi sistemik. Terdapat aliran pirau dari

kanan ke kiri atau terdapat percampuran darah balik vena sistemik dan vena

pulmonalis. Sianosis pada mukosa bibir dan mulut serta kuku jari tangan–kaki

adalah penampilan utama pada golongan PJB ini dan akan terlihat bila reduce

haemoglobin yang beredar dalam darah lebih dari 5 gram %.9-14

Dari anamnesis ditemukan riwayat sesak dan tampak kebiruan saat sedang

menetek atau minum susu yang mengakibatkan pasien sering terhenti saat

menetek atau minum susu. Fenomena ini disebut “hypercyanotic spell”, biasanya

41
merupakan hasil penyempitan secara mendadak aliran darah ke paru. Serangan

dapat terjadi setiap waktu antara usia 1 bulan dan 12 tahun, terutama terjadi antara

bulan ke-2 dan ke-3. Paling sering terlihat setelah bangun tidur, menangis, buang

air besar, dan makan. Serangan ditandai dengan meningkatnya kecepatan dan

kedalaman pernapasan (hiperpnea) dengan sianosis yang bertambah parah.9,12,13

Anak ToF menjadi iritatif dalam keadaan kadar oksigen berkurang, atau

memerlukan asupan oksigen yang lebih banyak, anak dapat menjadi mudah lelah,

mengantuk, atau bahkan tidak merespons ketika dipanggil, menyusu yang

terputus-putus.9

Pada pemeriksaan fisis didapatkan anak dengan gangguan pertumbuhan,

tampak adanya jari tabuh, dan pada pemeriksaan jantung didapatkan bising ejeksi

sistolik yang penjalarannya sepanjang linea parasternalis kiri SIC II hingga SIC

IV. Pemeriksaan ini mengarahkan bahwa terjadinya suatu kelainan pada jantung

yang disertai dengan pembesaran jantung kanan.9,12,13

Pemeriksaan laboratorium darah pada ToF dapat dijumpai peningkatan

jumlah eritrosit dan hematokrit (polisitemia vera) yang sesuai dengan desaturasi

dan stenosis. Pada kasus ditemukan peningkatan eritrosit 6,72 x 10^6/μL dan

peningkatan hematokrit menjadi 49%.9,12

Pada pemeriksaan foto thorax umumnya jantung tidak membesar. Arkus

aorta terletak di sebelah kanan pada 25% kasus. Apeks jantung kecil dan teangkat,

dan konus pulmonalis cekung, vaskularisasi paru menurun. Gambaran ini disebut

mirip dengan bentuk sepatu. 9,12,13

Gambaran ekokardiografi pada ToF berupa VSD perimembran

42
infundibular besar dengan overriding aorta dapat dilihat dengan pandangan

parasternal long axis. Anatomi jalan keluar ventrikel kanan, katup pulmonal,

annulus pulmonal, dan arteri pumonalis beserta cabang-cabangnya dapat dilihat

dengan pandangan short axis.Dengan Doppler dapat dinilai pressure gradient

melalui obstruksi jalan keluar ventrikel kanan. Ekokardiografi dapat menilai

kelainan arteri koroner dan juga kelainan lain yang berhubungan misalnya, ASD,

persistant left superior vena cava.9, 15

Penatalaksanaan ToF dapat berupa penatalaksanaan medis dan operatif.

Penatalaksanaan medis untuk memutuskan sementara mata rantai patofisiologi

terjadinya serangan sianotik. Prinsip pengobatannya adalah mengurangi

konsumsi oksigen, meningkatkan pengikatan oksigen, dan mengurangi aliran

pirau kanan ke kiri dengan mengurangi aliran balik vena sistemik. Yaitu berupa

:15-18

a. Posisi lutut ke dada (knee-chest position). Dengan posisi ini maka aliran

darah keparu akan meningkat karena peningkatan afterload aorta akibat

penekanan arteri femoralis.

b. Morfin sulfat 0,1-0,2 mg/kgbb SC, IM, IV untuk menekan pusat pernapasan

dan mengatasi takipnoe. Pemberian awal lebih mudah subkutan.

c. Berikan bikarbonat natrikus 1 mEq/kgBB IV untuk mengatasi asidosis

metabolik.

d. Oksigen dapat diberikan, namun tidak banyak berpengaruh karena masalah

utamanya bukan kekurangan oksigen melainkan penurunan aliran darah ke

paru.

43
e. Propanolol 0,02 mg/kgBB/dosis IV, dilanjutkan 0,1 mg/kgBB dalam 10

menit, dapat diulang1-3 kali.19

Setelah serangan teratasi dapat diberikan propanolol oral 0,5-1

mg/kgBB/hari untuk mencegah serangan ulang sementara menunggu terapi

bedah, deteksi dan terapi anemia relative, dan hindari dehidrasi, jaga kesehatan

mulut untuk mencegah terjadinya endokarditis. Jika tidak teratasi dapat

dilakukan tindakan bedah paliatif. Pada pasien gejala serangan dapat teratasi

dengan pemberian propranolol.9,12,13

Pada kasus ini diberikan terapi berupa:

a. IVFD Kaen 4B 20-21 ml/jam, yang ditujukan untuk menjaga status hidrasi
pasien, serta sebagai jalur pemberian obat parenteral.
b. Oksigen headbox 10 lpm diberikan untuk mencegah terjadinya hipoksia
karena dispnea dan gagal nafas yang mungkin terjadi, menurunkan usaha
untuk bernapas, dan mengurangi kerja miokardium.
c. Injeksi cefotaxime 3 x 250 mg intravena. Cefotaxime adalah golongan
sefalosporin generasi ketiga yang paling aktif terhadap bakteri Pneumokokus
dan direkomendasikan terapi empiris infeksi berat yang mungkin disebabkan
bakteri tersebut. Pneumokokus merupakan bakteri penyebab
bronkopneumonia tersering pada anak-anak. Sefalosporin termasuk antibiotik
𝛽-laktam yang bersifat bakteriostatik dengan mekanisme kerja menghambat
sintesis mukopeptida yang diperlukan untuk pembentukan dinding sel
bakteri.20
d. Injeksi gentamisin 1 x 35 mg intravena. Gentamisin merupakan suatu
aminoglikosida, aminoglikosida digunakan secara luas terhadap bakteri
enterik gram-negatif terutama pada bakteremia dan sepsis. Obat ini efektif
terhadap organisme gram-positif dan gram-negatif.20
e. Propanolol 3 x 1,5 mg. Apabila tidak segera dilakukan operasi dapat
diberikan propanolol rumatan dengan dosis 0,5-1 mg/kgBB/hari, dibagi 3-4

44
dosis, sampai dilakukan operasi. Pemberian obat ini diharapkan dapat
mengurangi spasme otot infundibular dan menurunkan frekuensi
serangan.9,12-14
f. Oral stop sementara. Pada anak dengan distress pernapasan berat, pemberian
makanan per oral harus dihindari. Makanan dapat diberikan lewat nasogastric
tube (NGT) atau intravena. Tetapi harus diingat bahwa pemasangan NGT
dapat menekan pernapasan, khususnya pada bayi/ anak dengan ukuran lubang
hidung kecil. Jika memang dibutuhkan sebaiknya menggunakan ukuran yang
terkecil.13
g. Balans diuresis/ 24 jam. Perlu dilakukan pemantauan balans diuresis ketat
agar anak tidak mengalami overhidrasi.13
h. GDS/ 24 jam. Perlu dilakukan untuk menghindari terjadinya hipoglikemia
dan harus dilakukan pada pasien yang asupan oralnya diperbehentikan
sementara.13
Simpulan, dari hasil anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang pasien didiagnosa dengan Tetralogy of Fallot dengan
bronkopneumonia. Tatalaksana dengan pengobatan antibiotic dan supportif. Bila
serangan sianotik terkendali dengan propanolol dan kondisi bayi cukup baik untuk
menunggu, maka operasi koreksi total dilakukan pada usia sekitar 1 tahun.

45
DAFTAR PUSTAKA

1. Mulyadi M. Tatalaksana penyakit jantung bawaan. Jakarta: Bagian Ilmu

Kesehatan Anak FKUI-RSCM. 2000: 155-62.

2. Baraas F. Pengantar penyakit jantung pada anak. Jakarta: Bagian Kardiologi

FKUI-RS Jantung Harapan Kita. 1994: Vol.2.

3. Ashley EA, Niebauer J. Adult congenital heart disease. Dalam:

Cardiologyexplained. UK: Remedica, 2004: 203-13.

4. Gray HH, Dawkins KD, Morgan JM, Simpson IA. Lectures note, kardiologi

edisi 4. Jakarta: Erlangga, 2002: 258-70.

5. Rahman M. Deteksi dini penyakit jantung bawaan pada neonatus. Surabaya:

Divisi Kardiologi Ilmu Kesehatan Anak. 2000: 772-5.

6. Manjoer A, Suprohaita. Kapita selekta kedokteran. Edisi Ketiga. Jakarta:

Media Aesculapius, 2000: 495.

7. Alifia N. Hubungan pengetahuan orang tua dengan perilaku kesehatan pada

anak dengan penyakit jantung bawaan. Artikel ilmiah. Jakarta: Prodi Sarjana

Kedokteran Universitas Diponegoro. 2010.

8. Hasan R, Alatas. Buku kuliah 2 ilmu kesehatan anak. Jakarta: Bagian Ilmu

Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1997: 1255.

9. Ruslie R, Darmadi. Diagnosis dan tata laksana tetralogy of fallot. CDK-202

2013;40(3):176-81.

10. Apitz C, Webb GD, Redington AN. Tetralogy of fallot. Lancet 2009;

374(9699): 1462–71.

46
11. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson textbook of

pediatrics. 19th ed. Philadelphia: Saunders-Elsevier; 2011:996-1011,1573-8.

12. Prasodo AM. Penyakit jantung bawaan sianotik. Dalam: Sastroasmoro S,

Madiyono B, penyunting. Buku ajar kardiologi anak. Jakarta: Ikatan Dokter

Anak Indonesia, 1994.

13. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati

ED, penyunting. Pedoman pelayanan medis ikatan dokter anak indonesia.

Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2009.

14. Amal I, Ontoseno T. Tatalaksana dan rujukan awal penyakit jantung bawaan

kritis. CDK-256 2017;44(9):667-9.

15. Devore GR, Polanko B. Tomographic ultrasound imaging of the fetal heart: a

new technique for identifying normal and abnormal cardiac anatomy. J

Ultrasound Med. 2005 Dec. 24:1685-96.

16. Driscoll, David J. Right-to-left shunts. Dalam: Fundamentals of Pediatric

Cardiology, Ed. 1. Philladephia, William&Wilkins. 2008;91-118.

17. Park MK. Pediatric cardiology for practitioners Edisi 5. Philladephia: Mosby,

2007.

18. HubschmanLE. Malnutrition in congenital heart disease management to

improve outcomes. ICAN. 2013;5:170-6.

19. Tibbles CD, Bouton M, Lucas JM, Harper M, Horwitz C, Fisher J.

Emergency departement management of pediatric patients with cyanotic heart

disease and fever. J Emerg Med. 2013;44(3):599-604.

20. KatzungBG. Farmakologi dasar dan klinik. Jakarta: EGC; 2010.h.748-67.

47

Anda mungkin juga menyukai