Anda di halaman 1dari 6

Analisis Pembunuhan Anna Politkovskaya

oleh Novita Laily Fariana Isada / 1406539324

Kasus pembunuhan jurnalis perempuan Rusia bernama Anna Politkovskaya memang


penuh dengan misteri. Sejak awal pun sidang pembunuhan Anna Politkovskaya telah kacau
dan membingungkan. Anna Politkovskaya ditembak mati pada tanggal 7 Oktober 2006 pukul
empat sore waktu setempat di apartemennya. Politkovskaya waktu itu baru saja pulang dari
perjalanan belanjanya. Politkovskaya mengambil tasnya ke atas menuju flat miliknya di Jalan
Lesnaya di Moskow. Kemudian Politkovskaya menaiki lift menuju kembali ke lantai bawah.
Pembunuh Politkovskaya sudah menunggu kehadirannya di lantai bawah tersebut. Saat pintu
lift terbuka, pembunuh tersebut langsung menembak Politkovskaya tepat di dada dan
kepalanya. Pembunuh itu kemudian membuang pistolnya.

Terdakwa termasuk dua bersaudara dari Chechnya, Ibragim dan Dzhabrail Makhmudov;
mantan perwira polisi Moskow, Sergei Khadzhikurbanov; dan Pavel Ryaguzov, seorang letnan
kolonel di FSB, agen mata-mata belakang KGB Rusia.

Menurut jaksa, terdakwa adalah bagian dari ikatan kelompok kriminal bebas yang
mengatur pembunuhan Politkovskaya. Detektif tidak dapat menangkap tersangka yang diduga
membunuh Politkovskaya yaitu Rustam Makhmudov. Rustam telah melarikan diri ke luar
negeri sebelum ditangkap. Penyidik juga tidak dapat mengidentifikasi orang misterius yang
memerintahkan pembunuhan Politkovskaya. Dalang dalam konspirasi tersebut oleh
masyarakat Rusia disebut zakazshik. Zakazshik yang mampu terlewatkan oleh detektif ini
dicurigai sebagai seorang tokoh senior politik Rusia yang memiliki kekuasaan besar. Zakazshik
juga dicurigai sebagai Ramzan Kadyrov, presiden muda Chechnya yang pro-Kremlin karena
Kadyrov sering menjadi sasaran berbagai artikel Politkovskaya tentang Chechnya. Akan tetapi,
Kadyrov membantah keterlibatannya atas pembunuhan Politkovskaya dan menyatakan bahwa
dia tidak membunuh perempuan.

Persidangan pembunuhan Politkovskaya dianggap tidak memiliki upaya serius untuk


menyelidiki dengan benar kasus ini serta adanya dugaan bahwa semuanya telah diatur pada
tingkat tinggi oleh pihak-pihak pendukung Politkovskaya seperti Novaya Gazeta, Natalia
Estermirova (dari organisasi Hak Asasi Manusia Memorial di Grozhny dan sahabat dekat
Politkovskaya), dan Karina Moskalenko (pengacara keluarga Politkoskaya).

1
Pengacara untuk Makhmudov bersaudara mengatakan bahwa pembunuhan dilakukan
oleh sekelompok profesional yang tidak meninggalkan jejak apapun. Meskipun demikian,
proses persidangan tersebut telah menyoroti dunia dinas keamanan rahasia Rusia yang gelap.
Secara teori, FSB adalah agen anti terorisme terkemuka Rusia yang dulunya dipimpin oleh
Vladimir Putin sebelum menjadi presiden pada tahun 2000. Di persidangan Politkovskaya,
FSB tampak sebagai sebuah organisasi kuasi-kriminal, di mana agen, informan, dan pembunuh
bayaran bekerja sama. Pendapat ini muncul karena semua terdakwa memiliki hubungan yang
kuat dengan FSB. Makhmudov bersaudara telah berhubungan dengan organisasi tersebut sejak
tahun 2005. Paman mereka, Lom-Ali Gaitukayev adalah agen FSB yang pada saat itu sedang
dipenjara karena terbukti melakukan percobaan pembunuhan terhadap seorang pengusaha
Ukraina. Menurut Novaya Gazeta yang diberi tugas membunuh Politkovskaya adalah
Gaitukayev. Oleh karena Gaitukayev sedang mendekam di penjara maka tugas dialihkan ke
Khadzhikurbanov. Namun, sekali lagi penyidik gagal untuk mengetahui siapa yang memberi
perintah kepada Gaitukayev.

Jika Makhmudov bersaudara memang pembunuh, mereka tidak begitu pandai dalam
pekerjaan mereka. Makhmudov bersaudara tersebut diduga mengintai flat Moskow
Politkovskaya pada tanggal 3, 5 dan 6 Oktober - sebelum pembunuhannya pada tanggal 7
Oktober. Pada hari pembunuhan tersebut, Ibraghim mengintai Politkovskaya dari mobilnya.
Sementara itu, Dzhabrail memberi tumpangan pada saudaranya Rustam, dan menjemputnya
lagi setelah dia menembak Politkovskaya di kepala. Akan tetapi banyak bukti yang kontradiktif,
membingungkan dan benar-benar aneh seperti yang ditunjukkan dalam rekaman cctv bahwa
tersangka memakai topi bisbol memasuki flat tanpa ragu tetapi ketika keluar memakai topi
bisbol yang berbeda, selain itu figur badan terdakwa tidak sesuai dengan yang ada di rekaman.

Beberapa bukti penting dalam kasus ini secara misterius telah hilang. Ketika penyidik
tiba di kantor Ryagozov, mereka menemukan drive komputernya dan kartu SIM-nya hilang.
Catatan telepon Gaitukayev untuk hari-hari sebelum pembunuhan itu hilang. Rustam
Makhmudov rupanya melarikan diri ke luar negeri pada musim panas 2007 dengan paspor
palsu. Ketika penyidik muncul di kantor paspor mereka menemukan seseorang telah
menghapus foto Makhmudov.

Para pendukung Politkovskaya mengatakan tidak ada keraguan bahwa pembunuhannya


telah ditutup-tutupi dan adanya kekuasaan tinggi yang memanipulasi kasus tersebut. Pada awal
persidangan, hakim Yevgeny Zuvov mengumumkan bahwa kasus tersebut akan dilakukan

2
secara rahasia, dengan alasan bahwa dewan juri telah menolak kehadiran media tersebut.
Pernyataan tersebut terbukti tidak benar. Salah seorang juri menelepon sebuah stasiun radio
dan mengungkapkan bahwa mereka tidak mengatakan hal seperti itu. Akibat pernyataan
tersebut, Zuvov pun merasa malu dan tidak memiliki pilihan kecuali membalikkan
keputusannya sebelumnya dan setuju untuk mengadakan persidangan di depan umum.
Kecurigaan kembali muncul bahwa ada seseorang yang menginstruksikannya untuk mengusir
wartawan menghadiri persidangan.

Melihat segala keganjilan yang muncul dalam persidangan pembunuhan Politkovskaya


memicu prasangka bahwa pembunuh Politkovskaya sengaja membunuhnya untuk membuat
Politkovskaya diam karena pemberitaan dan artikel Politkovskaya yang berani serta menentang
pemerintahan Vladimir Putin. Di samping itu, kedudukan orang tersebut berada di posisi atas
dalam “power vertical” Vladimir Putin.

Menurut Coyne, berdasarkan data yang didapatkanya melalui Reporters Sans


Frontieres yang diterbitkan pada tahun 2007, 21 jurnalis telah dibunuh di Rusia sejak Putin
menjadi penguasa pada tahun 2000. Bahkan jurnalis tersohor pun tidak luput dari ancaman
tersebut sebagaimana pembunuhan jurnalis Anna Politkovskaya yang telah dijelaskan di atas.
Politkovskaya sangat mengkritik dengan keras pemerintahan Putin dan juga sikap Rusia
terhadap konflik Chechnya. Seperti uraian kasus di atas bahwa sesungguhnya pembunuhan
Politkovskaya ini belum diselesaikan dengan tuntas, tetapi melihat orang-orang sekelilingnya
pada saat pembunuhan berlangsung membuat kematiannya patut dicurigai.

Selanjutnya, Coyne dalam bukunya juga mengutip pendapat Becker (2004) yang
menyatakan bahwa media pers Rusia di bawah Putin dicirikan sebagai “neo-otoriter”.
Pemberlakuan sistem neo-otoriter ini mengekang kebebasan berekspresi para wartawan dan
jurnalis di Rusia terutama menyinggung isu-isu tentang tindakan pemerintah seperti intervensi
pemerintah ke luar negeri, korupsi, dan pemilihan umum.

“Under such a system pluralism in the media is acceptable but only up to point. There are clear limits
on the media, especially when it comes to issues associated with the actions of the government (for
example, government interventions abroad, major domestic government initiatives, corruption, and
elections). Under neo-authoritarian systems, those in political power use the media as a weapon against
political opposition (Belin 2001; Becker 2004). Further, within such a system the government typically
relies on indirect means of government control and manipulation. These include, but are not limited to,
control of entry through lincensing and regulation, subsidies, advertising contracts, tax and debt breaks,
and the use of ambigious laws and regulations to punish journalist and media owners employees (Becker

3
2002: 168-170 and Becker 2004: 149-150). All of these indirect forms of government manipulation have
been employed in Russia.” (Coyne, 2009: 129).

Kutipan di atas menunjukkan bahwa orang yang memiliki kekuasaan politik dapat
memonopoli media untuk melawan oposisi yang menentang pemerintahan yang sedang
berlangsung kala itu. Tindakan ini sesuai dengan konsep kekuasaan menurut Miriam Budiardjo,
kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau sekelompok manusia untuk mempengaruhi
tingkah lakunya seseorang atau kelompok lain sedemikian rupa sehingga tingkah laku itu
menjadi sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang yang mempunyai kekuasaan itu.

Terdapat perbedaan mendasar antara neo-otoriter dan otoriter tradisional. Pada rezim
otoriter tradisional masih memperbolehkan dan memberikan toleransi kepada media
independen untuk bebas mengemukakan pendapatnya. Dapat dikatakan bahwa otoriter
tradisional ini masih memberi kesempatan atas demokrasi liberal. Menurut Francis Fukuyama
dalam jurnalnya yang berjudul “Why is Democracy Performing so Poorly?” menjelaskan
bahwa konsep demokrasi liberal merupakan gabungan dari tiga institusi dasar yaitu negara,
peraturan hukum, dan akuntabilitas demokrasi. Negara adalah pemonopolian kekuasaan yang
sah atas kewenangannya menjalankan wilayah yang telah ditentukan. Peraturan hukum adalah
seperangkat aturan yang mencerminkan nilai-nilai masyarakat. Aturan inti tidak hanya
mengikat pada warga negara, tapi juga pada elit yang memiliki kekuasaan. Terakhir,
akuntabilitas demokrasi digunakan untuk memastikan bahwa pemerintah bertindak untuk
kepentingan seluruh masyarakat, bukan semata-mata demi kepentingan pribadi elit penguasa.
Sedangkan pada neo-otoriter menerangkan bahwa Kremlin baik secara langsung atau tidak
langsung mengontrol media Rusia yang membuka kemungkinan untuk membuat gambaran
yang baik tentang suatu institusi sehingga mereka dapat mengendalikan dan mempengaruhinya
untuk mempertahankan kekuasaan mereka.

“This allows for the creation of a “managed democracy” whereby the ruling elite attempt to project the
image of liberal democratic institutions while simultaneously exerting control and influence over those
institutions so as to maintain their hold on power. Elements of independence exist but with strong
constraints on how that independence can be exercised. Such control over the media renders it useless
as a solution to the Reformers’ Dilemma.” (Coyne, 2009: 129)

Pada dasarnya hal yang melatarbelakangi aksi pembunuhan ini adalah sikap
Politkovskaya terhadapap pemerintahan Putin waktu itu. Anna Politkovskaya merupakan salah
satu jurnalis yang berani dengan lantang mengkrikitik pemerintahan Putin dengan tulisan-
tulisannya yang disalurkannya lewat buku maupun artikel yang ditulisnya. Berita-berita yang

4
sering ditulis oleh Politkovskaya kebanyakan tentang konflik Chechnya dan Rusia. Isu utama
yang sering diambil oleh Politkovskaya tersebut termasuk ke dalam isu yang sensitif yaitu
kekerasan yang terjadi terhadap penduduk Chechnya. Kekerasan tersebut berupa Genosida,
kejahatan terhadap kemanusiaan, dan kejahatan perang, termasuk penghilangan paksa,
pembunuhan, eksekusi, pemerkosaan, dan penyiksaan (Freire, 2012: 447). Semua kekerasan
tersebut dilaksanakan oleh Putin untuk mewujudkan harapannya. Vladimir Putin tidak mencari
Rusia yang secara etnis homogen tapi sebuah negara kesatuan yang tidak hanya akan
menawarkan sedikit perlawanan terhadap tujuannya tetapi juga berpartisipasi secara aktif untuk
meningkatkannya.

Pelanggaran hak asasi manusia di Chechnya sebagian besar diabaikan oleh media.
Dalam hal ini media tidak dapat disalahkan. Selama perang Chechnya pertama, media telah
memainkan peran yang tak terbantahkan dalam menyebarkan berita Chechnya di Rusia dan di
seluruh dunia. Akan tetapi, Kremlin menyalahkan media karena kegagalan militer Rusia di
Chechnya. Selanjutnya, Kremlin menemukan cara untuk menghalangi arus pertukaran
informasi dari zona perang melalui saluran pers bebas pada perang Chechnya kedua. Maka dari
itu, mulai perang Chechnya kedua ini media mulai dikontrol dan diawasi ketat oleh Kremlin
(Askerov, 2015: 20). Pada tahun 2000, Dewan Keamanan Rusia memberlakukan “Doktrin
Informasi Federasi Rusia”. Dua tahun kemudian, Duma menyampaikan gagasannya untuk
membuat undang-undang tentang aksi “melawan aktivis ekstremis” (Askerov, 2015: 4).
Undang-undang ini secara tidak langsung berpengaruh pada kinerja pers. Adanya undang-
undang tersebut membatasi pemberitaan media mengenai pendapat dan tindakan dari kaum
ekstrimis dan teroris yang merupakan sebutan bagi siapa saja yang menentang kebijakan Rusia
untuk mengokupasi Chechnya. Ditambah lagi, undang-undang ini memberikan peran eksklusif
kepada Kremlin dalam menentukan apa saja yang dapat dikaterogikan sebagai “keamanan
nasional”. Media dan jurnalis semakin berhati-hati dan berpikir ulang jika ingin memberitakan
isu tentang Chechnya sehingga hanya sedikit dari mereka yang bertahan untuk tetap
memberitakan perihal tersebut di antaranya termasuk Anna Politkovskaya.

Setelah kematian Politkovskaya, garis antara jurnalisme dan aktivisme sosial semakin
kabur di Rusia. Hal ini bukan karena pers tidak prosfesional, namun karena kebebasan pers
tetap menjadi karakter langka yang ideal seperti Politkovskaya. Tidak ada lagi kebebasan pers
layaknya zaman dahulu. Setiap generasi jurnalis saat ini secara naluriah memilih untuk
mematuhi Kremlin, yang berarti menghasilkan propaganda dan memberikan dukungan penuh
terhadap Kremlin (Arkhangelsky, 2016: 69).

5
Kesimpulan yang dapat diambil dari kasus pembuhunan Anna Politkovskaya ini adalah
bahwa sekarang ini di Rusia sudah jarang ditemukan lagi adanya independensi pers. Pers
ditekan, dikontrol, dan diawasi oleh pemerintah yang berkuasa sebagai alat legitimasi.
Demokrasi semakin sulit untuk diwujudkan. Jurnalis-jurnalis yang mengekang dan tetap
berpendirian teguh untuk mengungkapkan isu-isu yang dilarang oleh pemerintah akan
di“diam”kan. “Diam” yang dimaksud bukan sebagai arti harfiah melainkan sesuatu yang lain.
Salah satu contoh tentunya adalah Anna Politkovskaya. Politkovskaya diceritakan di atas tetap
teguh pada pendirian untuk membela hak asasi manusia warga Chechnya dan
memberitakannya yang merupakan isu terlarang di Rusia dengan segala historinya. Dalang
yang sesungguhnya dari pembunuhan tersebut masih menjadi misteri karena adanya
kemungkinan sokongan dari penguasa.

Daftar Pustaka

Arkhangelsky, Andrey. “Murder in Moscow: Anna’s legacy Ten years after investigative
reporter Anna Politkovskaya was killed, where is Russian journalism today?” Index
on Censorship, vol. 45, no. 3, 2016, pp. 69–74., doi:10.1177/0306422016670350.

Askerov, Ali. “The Chechen Wars, Media, And Democracy In Russia.” Innovative Issues and
Approaches in Social Sciences, vol. 8, no. 2, 2015, pp. 8–24., doi:10.12959/issn.1855-
0541.iiass-2015-no2-art01.

Budiardjo, Miriam. Dasar-Dasar ilmu politik. Gramedia Pustaka Utama, 2008.

Coyne, Christopher J. Media, development, and institutional change. Elgar, 2009.

Freire, Maria Raquel. “Perspectives on Politics.” Perspectives on Politics, vol. 10, no. 2,
2012, pp. 447–448. JSTOR, JSTOR, www.jstor.org/stable/41479573.

Fukuyama, Francis. “Why Is Democracy Performing So Poorly?” Journal of Democracy, vol.


26, no. 1, 2015, pp. 11–20., doi:10.1353/jod.2015.0017.

Harding, Luke. “Anna Politkovskaya trial: the unanswered questions.” The Guardian,
Guardian News and Media, 19 Feb. 2009,
www.theguardian.com/media/2009/feb/19/politkovskaya-trial-background-kremlin.

Anda mungkin juga menyukai