Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penulisan

Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah
penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan
nyamuk aedes aegypti (Nursalam, dkk, 2008). Penyakit ini dapat menyerang semua orang
dan dapat mengakibatkan kematian, terutama pada anak. Penyakit ini juga sering
menimbulkan kejadian luar biasa atau wabah (Nursalam, dkk, 2008).
Penyebab penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic
Fever (DHF) adalah virus dengue (Nursalam, dkk, 2008). Demam Berdarah Dengue
(DBD) ditandai oleh empat manifestasi klinis utama, yaitu demam tinggi, fenomena
hemoragik, sering dengan hepatomegali, dan pada kasus berat, terjadi tanda – tanda
kegagalan sirkulasi (WHO, 1999).
Menurut WHO (1999), pada tahun 1996, 2500 – 3000 juta orang tinggal di area
yang secara potensial beresiko terhadap penularan virus dengue. Setiap tahun,
diperkirakan terdapat 20 juta kasus infeksi dengue yang mengakibatkan kira – kira 24 juta
kematian (WHO, 1999).
Penyakit ini mempunyai pola epidemik berdasarkan musiman dan siklus dengan
wabah besar terjadi pada interval 2 – 3 tahun. Selama periode 1960 – 1970, 1.070.207
kasus dan 42.808 kematian dilaporkan dan sebagian besar adalah anak – anak (WHO,
1999). Selama hampir sepanjang tahun 1980-an, pada negara – negara endemik, seperti
Cina, Indonesia, Malaysia, Myanmar, Filipina, Thailand, dan Vietnam, DHF / DSS
menyebar secara perifer dan menyerang daerah pedesaan. Wabah yang sangat luar biasa
besar yang terjadi di Vietnam (354.517 kasus pada tahn 1987) dan Thailand (174.285
kasus pada tahun 1987). Jumlah total orang yang terjangkit dan meninggal karena DHF /
DSS dilaporkan di semua negara Pasifik Barat dan Asia Tenggara selama dekade 1980 –
an diperkirakan 1.946.965 dan 23.793.
Dari data – data di atas, maka penulis mencoba menyusun makalah tentang
Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan DHF sehingga diharapkan mahasiswa/i dapat
lebih memahami tentang penyakit DHF dan pada akhirnya dapat menurunkan angka
kejadian penyakit DHF di Indoensia.

1
DENGUE DI WILAYAH WHO ASIA TENGGARA DAN PASIFIK BARAT
Penyakit yang sekarang dikenal sebagai DHF pertama kali dikenali di filipina pada
tahun 1953. Sindromnya secara etiologis berhubungan dengan virus dengue ketika
serotipe 2, 3, dan 4 diisolasi dari pasien di filipina pada tahun 1956; 2 tahun kemudian
virus dengue dari berbagai tipe diisolasi dari pasien selama epidemik di bangkok,
thailand,. Selama tiga dekade berikutnya, DHF/DSS ditemukan di kemboja, cina, india,
indonesia, masyarakat Republik Demokratis Lao, Malaysia, Maldives, Mianmar,
Singapura, Sri Lanka, Vietnam, dan beberapa kelompok kepulauan pasifik.
Selama tahun 1960-an dan 1970-an, DHF/DSS secara progresif meningkat sebagai
masalah kesehatan, menyebar dari lokasi primernya di kota-kota besar ke kotabesar yang
lebih kecil dan kota-kota di negara-negara endemik. Penyakit ini mempunyai pola
epidemik berdasarkan musiman dan siklus, dengan wabah besar terjadi pada interval 2-3
tahun. Selama periode ini, 1070207 kasus dan 42808 kematian dilaporkan, sebagian besar
anak-anak. Selama hampir sepanjang tahun 1980-an, pada negara-negara endemik Cina,
Indonesia, Malaysia, Mianmar, Filipina, Thailand, dan Vietnam, DHF/DSS menyebar
secara perifer, yang menyerang daerah pedesaan. Wabah yang sangat luar biasa besar
yang terjadi di vietnam (354517 kasus pada tahun 1987) dan Thailand (174285 kasus pada
tahun 1987). Jumlah total orang yang terjangkit dan meninggal karena DHF/DSS
dilaporkan di semua negara Pasifik Barat dan Asia Tenggara selama dekade tahun 1980-
an diperkirakan 1946965 dan 23793. Secara epidemologi kejadian baru DHF/DSS
dilaporkan di Cina (1985), India (1988), New Caledonia (1988), Sri Lanka (1989) daan
Tahiti (1989). Pengalaman di india dan Sri Lanka secara Khusus menarik, karena
surveilens virologis yang mendokumentasikan penularan endemik dari keempat serotipe
dengue yang disertai dengan kasus DF, tetapi tidaak dengan DHF/DSS sebelum wabah
yang disebutkan di atas.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Mahasiswa/i tingkat III STIKes Santo Borroemus Bandung mampu melaksanakan


asuhan keperawatan pada klien dengan DHF.
2. Tujuan Khusus

Mahasiswa/i tingkat III STIKes Santo Borroemus Bandung mampu :


a. Menjelaskan pengertian DHF dengan baik
b. Menjelaskan anatomi dan fisiologi sistem hematologi dengan baik

2
c. Menyebutkan etiologi DHF dengan tepat
d. Menyebutkan klasifikasi DHF dengan tepat
e. Menjelaskan patofisiologi dengan baik
f. Menyebutkan manifestasi klinis DHF dengan tepat
g. Menyebutkan komplikasi DHF dengan tepat
h. Menyebutkan pemeriksaan diagnostik untuk DHF dengan tepat
i. Menyebutkan penatalaksanaan pasien dengan DHF dengan tepat
j. Menjelaskan konsep dasar keperawatan DHF yang terdiri atas : pengkajian,
diagnosa keperawatan, dan intervensi dengan baik
k. Melakukan pengkajian pada pasien DHF dengan baik
l. Menetapkan diagnosa keperawatan pada pasien DHF dengan tepat
m. Membuat intervensi pada pasien DHF dengan tepat
n. Melaksanakan implementasi pada pasien DHf dengan baik
o. Membuat evaluasi pada pasien DHF dengan tepat

C. Metode Penulisan

Dalam penyusunan makalah ini, penulis menggunakan metode deskriptif dengan


pendekatan studi kasus dan kepustakaan yang didapt dari buku – buku sumber yang
tersedia serta proses konsultasi kepada pembimbing praktek bagian (PPB) dan
pembimbing dari pendidikan.

D. Sistematika penulisan

Makalah ini tersusun menjadi lima bab, yaitu bab satu pendahuluan yang berisi
latar belakang penulisan, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
Bab dua tinjauan teori yang berisi pengertian, anatomi dan fisiologi sistem
hematologi, etiologi DHF, klasifikasi DHF, patofisiologi DHF, manifestasi klinis DHF,
komplikasi DHF, pemeriksaan diagnostik DHF, penatalaksanaan pasien DHF, dan konsep
dasar keperawatan DHF yang terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan, serta
intervensi.

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. KONSEP DASAR MEDIS DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER ( DHF )

1. Pengertian

Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh
penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypti (betina). (Effendy, 1995)
Demam Berdarah Dengue (Dengue Haemorrhagic Fever (DHF)) adalah penyakit
yang terdapat pada anak dan dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot
dan sendi, yang biasanya memburuk setelah dua hari pertama. (Noer, 1999)
Demam Berdarah Dengue adalah suatu penyakit demam berat yang sering mematikan
disebabkan oleh virus, ditandai oleh permeabilitas kapiler, kelainan
hemostatis, dan pada kasus berat, sindrom syok kehilangan protein.
(Behrman, et al, 2000)
Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue adalah penyakit
menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan
nyamuk aedes aegypti. (Nursalam, dkk, 2008)
Jadi, Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi melalui gigitan nyamuk
aedes aegypti (betina) dan terdapat pada anak dan dewasa.

2. Anatomi dan Fisiologi Sistem Hematologi

a. Pembuluh Darah

4
1) Struktur

Dinding arteri terdiri atas tiga lapis, yaitu :


a) Tunika adventisia, lapisan terluar yang terdiri atas jaringan ikat yang fibrus
b) Tunika media, lapisan tengah yang berotot dan elastik
c) Tunika intima, lapisan dalam yang endotelial

2) Jenis – Jenis

a) Arteri dan Arteriol

Arteri merupakan struktur berdinding tebal yang membawa darah


keluar dari jantung, selalu membawa darah segar berisi O2, kecuali arteri
pulmoner yang membawa darah ’kotor’ yang memerlukan oksigenasi.
Arteri yang besar disebut Aorta yang diameternya ± 25 mm (1
inchi) dan memiliki banyak sekali cabang. Arteri dan arteriol berukuran 4
mm (0,16 inchi) saat mencapai jaringan.
Arteri dan arteriol memperoleh perdarahan dari sebuah sistem
pembuluh yang khusus, yang dikenal sebagai vasa vasorum; keduanya juga
disarafi oleh serabut – serabut saraf yang ramping yang melingkari dinding
pembuluh darah.

b) Vena dan Venula

Vena dan venula membawa darah ke arah jantung dan selalu


membawa darah yang miskin akan oksigen, kecuali vena pulmoner.
Struktur dinding vena yang tipis dan sedikit ototnya memungkinkan
dinding vena mengalami distensi lebih besar dibanding arteri.

5
Sistem saraf simpatis yang mempersarafi otot vena dapat
merangsang vena untuk berkontriksi sehingga menurunkan volume vena
dan menaikkan volume darah dalam sirkulasi umum.

c) Kapiler

Kapiler adalah pembuluh darah yang sangat kecil dan disitu arteriol
berakhir dan venula mulai (Pearce, 1997 : 145). Kapiler membentuk jalinan
pembuluh darah bercabang – cabang di dalam sebagian besar jaringan
tubuh.
Dinding kapiler tidak memiliki otot polos maupun adventisia dan
tersusun hanya oleh satu lapis sel endotel. Diameter kapiler ± 5 – 10 µm.
Struktur dinding kapiler yang tipis ini memungkinkan transpor nutrisi yang
cepat dan efisien ke sel dan mengangkut sisa metabolisme.

d) Pembuluh Limfe

Pembuluh limfe merupakan sistem kmpleks pembuluh berdinding


tipis yang mirip dengan kapiler darah. Pembuluh limfe berfungsi untuk
mengumpulkan cairan limfa dari jaringan dan organ serta mengangkat
cairan tersebut ke sirkulasi vena.

3) Sirkulasi Darah

6
Sirkulasi darah dalam tubuh ada dua, yaitu :
a) Sirkulasi Sistemik
Darah dari ventrikel kiri (jantung) → aorta → arteri → arteriola → kapiler
→ venula → vena cava inferior dan superior → atrium kanan (jantung)
b) Sirkulasi Pulmonal
Darah dari ventrikel kanan (jantung) → arteri pulmonalis → paru – paru
kanan dan kiri → vena pulmonalis → atrium kiri (jantung)

4) Kebutuhan Sirkulasi Jaringan

Presentasi aliran darah yang diterima oleh organ atau jaringan tertentu
ditentukan oleh kecepatan metabolisme jaringan, ketersediaan oksigen, dan
fungsi jaringan. Ketika terjadi peningkatan kebutuhan metabolisme, pembuluh
darah akan berdilatasi untuk meningkatkan aliran O2 dan nutrisi ke jaringan.
Apabila pembuluh darah gagal berdilatasi, maka akan terjadi ischemic
jaringan.

5) Aliran Darah

Aliran darah terjadi disebabkan karena perbedaan tekanan darah antara


sistem arteri (± 100 mmHg) dan vena (± 4 mmHg) dan cairan selalu mengalir
dari daerah bertekanan tinggi ke tekanan rendah.

6) Tahanan Hemodinamika

Faktor terpenting pada sistem vaskuler yang menentukan tahanan


adalah jari – jari pembuluh darah. Peningkatan hematokrit yang sangat tinggi
dapat meningkatkan kekentalan darah dan menurunkan aliran darah kapiler.

b. Darah

Darah adalah organ khusus yang berbeda dengan organ lain karena
berbentuk cairan. Darah diproduksi di sumsum tulang dan nodus limfa. Cairan
darah tersusun atas komponen – komponen, yaitu :

1) Serum Darah / Plasma

Serum atau plasma darah terdiri atas :


a) Air (91,0 %)

7
b) Protein (8,0 %) : Albumin, Globulin, Protrombin, dan Fibrinogen
c) Mineral (0,9 %) : NaCl, Na2CO2, garam dan kalsium, P, Mg, Fe
d) Bahan organik : glukosa, lemak, urea, asam urat, kreatinin, kolesterol,
asam amino
e) Gas : O2 dan CO2
f) Hormon – hormon
g) Enzim
h) Antigen

2) Sel Darah

Sel darah dibagi menjadi :


a) Sel darah merah (Eritrosit)

Bentuk eritrosit adalah cakram bikonkaf, cekung pada kedua sisinya


sehingga dilihat dari samping tampak seperti dua buah bulan sabit yang
saling bertolak belakang. Diameternya ± 8 µm.
Volume eritrosit sekitar 90 m3 dan membrannya sangat tipis
sehingga O2 dan CO2 dapat dengan mudah berdifusi. Eritrosit tersusun
terutama oleh hemoglobin, yaitu protein yang kaya akan zat besi (Pearce,
1997 : 134) sehingga memungkinkan dapat menjalankan fungsi utamanya
sebagai transport O2 antara paru dan jaringan.
Rata – rata panjang hidup eritrosit ± 115 hari. Sel menjadi usang
dan dihancurkan dalam sistema retikulo-endotelial, terutama dalam limfa
dan hati. Bila terjadi perdarahan, maka eritrosit dan Hb hilang. Pada
perdarahan sedang, eritrosit diganti dalam waktu beberapa minggu
berikutnya. Namun, apabila kadar Hb turun sampai 40 % atau di
bawahnya, maka perlu transfusi darah. Nilai normal eritrosit adalah
4.500.000 – 5.500.000 / mm3.

b) Sel darah putih (Leukosit)

Nilai normal leukosit adalah 5.000 – 10.000 / mm3. Leukosit berfungsi


untuk melindungi tubuh terhadap invasi bakteri atau benda asing. Leukosit
dibagi dalam dua kategori, yaitu :
1. Granulosit (60 %)

8
Granulosit ditentukan oleh adanya granula dalam
sitoplasmanya. Diameternya 2 – 3 kali dari eritrosit. Granulosit dibagi
dalam tiga sub grup, yaitu :
 Eosinofil : granula berwarna merah terang dalam sitoplasmanya
 Basofil : granula berwarna biru
 Netrofil : granula berwarna ungu pucat
Eosinofil dan Basofil berfungsi sebagai tempat penyimpanan berbagai
material biologis kuat, seperti histamin, serotonin, dan heparin.

2. Leukosit Mononuklear (Agranulosit) (40 %)

Agranulosit merupakan leukosit dengan inti satu lobus dan


sitoplasmanya bebas granula. Agranulosit terdiri atas :
1. Limfosit

Dalam darah orang dewasa terdapat 30 % limfosit. Limfosit


diproduksi oleh nodus limfe dan jaringan limfoid usus, limfa, dan
kelenjar timus dari sel prekursor yang berasal sebagai sel stem
sumsum. Limfosit berfungsi untuk menghasilkan substansi yang
membantu penyerangan benda asing. Limfosit dapat dikelompokan
menjadi :
a. Limfosit T yang berfungsi untuk membunuh sel secara langsung
atau menghasilkan berbagai limfokin, yaitu suatu substansi yang
memperkuat aktivitas sel fagositik.
b. Limfosit B yang berfungsi untuk menghasilkan antibodi.

Monosit

Dalamdarah orang dewasa terdapat 5 % monosit. Monosit


diproduksi oleh sumsum tulang dan dapat berubah menjadi histiosit
jaringan, termasuk sel Kupfer di hati, makrofag peritoneal,
makrofag alveolar, dan komponen lain sistem retikuloendotelial.

b. Butir pembeku (Trombosit)

Nilai normal trombosit adalah 150.000 – 450.000 / mm3. Trombosit


merupakan partikel kecil dengan diameter 2 – 4 µm yang terdapat dalam
sirkulasi plasma darah. Trombosit dibentuk oleh fragmentasi sel raksasa

9
sumsum tulang (megakariosit) dan produksi trombosit diatur oleh
tromboprotein.
Trombosit berperan dalam mengontrol perdarahan. Apabila terjadi
cedera vaskuler, maka trombosit menggumpal pada tempat cedera tersebut.
Substansi yang dilepaskan dari granula trombosit dan sel darah lainnya
menyebabkan trombosit menmpel satu sama lain dan membentuk tambalan
/ sumbatan. Substansi lain dilepaskan dari trombosit untuk mengaktifasi
faktor pembekuan dalam plasma darah.

Pembekuan darah adalah proses dimana komponen cairan darah


ditransformasi menjadi material semisolid yang dinamakan bekuan darah
(Smeltzer & Bare, 2001 : 930). Bekuan darah tersusun terutama oleh sel – sel
darah yang terperangkap dalam jaring – jaring fibrin. Faktor pembekuan darah
terdiri dari :
i. Faktor I : Fibrinogen
ii. Faktor II : Protrombin
iii. Faktor III : Tromboplastin jaringan
iv. Faktor IV : Kalsium
v. Faktor V : Labil
vi. Faktor VII : Faktor stabil
vii. Faktor VIII : Faktor antihemofilik
viii. Faktor IX : Faktor Christmas
ix. Faktor X : Faktor Stuart - Power
x. Faktor XI : (anteseden) Plasma tromboplastin
xi. Faktor XII : Faktor Hageman

b. Etiologi

Etiologi dari DHF adalah virus dengue tipe1 – 4 (golongan enthropoda bome
golongan B) yang berbentuk batang, bersifat termolabil, sensitif terhadap inaktivasi
oleh dietil eter dan natrium dioksikolat, stabil pada suhu 70OC yang ditularkan melalui
gigitan nyamuk aedes aegypti (betina).

c. Klasifikasi DHF

Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) diklasifikasikan berdasarkan derajat


beratnya penyakit, secara klinis terbagi menjadi : ( WHO, 1986 )

10
i. Derajat I : demam, mual, muntah, anorexia, tanpa perdarahan spontan, uji
torniquet positif, trombositopenia, dan hemokonsentrasi.
ii. Derajat II : derajat I disertai perdarahan spontan pada kulit atau tempat lain.
iii. Derajat III : ditemukan kegagalan sirkulasi, nadi cepat dan lemah, tekanan darah
lemah dan rendah, gelisah, sianotis di sekitar mulut, hidung, dan
ujung jari (tanda dini renjatan).
iv. Derajat IV : renjatan berat dengan nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat
diukur.

d. Patofisiologi

Hal pertama yang terjadi setelah virus masuk ke dalam tubuh penderita adalah
viremia yang menyebabkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri
otot, pegal – pegal di seluruh tubuh, ruam atau bintik – bintik merah pada kulit
(ptekie), hiperemi tenggorokan, dan hal lain yang mungkin terjadi, seperti pembesaran
kelenjar getah bening, pembesaran hati (hepatomegali), dan pembesaran limfa
(splenomegali).
Peningkatan permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan berkurangnya
volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi, dan hipoproteinemia, serta efusi
dan renjatan (syok).
Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama, maka akan timbul anoksia
jaringan, metabolik asidosis, dan kematian.
Gangguan hemostasis pada DHF menyangkut tiga faktor, yaitu : perubahan
vaskuler, trombositopenia, dan gangguan koagulasi.

11
PATOFLOW
Infeksi Dengue Heterologus Sekunder

Replikasi Virus Respon Antibodi Anamnesti

Kompleks Antibodi Virus

Demam,mual, Agregasi trombosit Aktivasi koagulasi Aktivasi komplemen


Muntah
Komplemen ↑

Gangguan fungsi Pembersihan trombosit Pelepasan Trombosit Faktor Hageman Anafilatoksin ( C3a C5a )
Trombosit oleh RES faktor III diaktivasi
Ptekie
Kadar histamin
Trombositopenia Ekimosis Koagulapati dalam urine 24 jam ↑
Konsumtif Sistem Kinin
Epistaksis

Dehidrasi Faktor pembekuan ↓ Kinin Permeabilitas vaskular ↑

Ht ↑
FDP ↑
Kebocoran Na+ ↓
Plasma
Efusi serosa

Edema
Perpindahan cairan
dari IVF ke interstitial Hepatomegali

Splenomegali

Perdarahan yang berlebihan

Hipovolemia

Syok

12
Hipoksia jaringan

DIC Asidosis Metabolik

Perdarahan Masif

Kematian

13
e. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis yang timbul bervariasi berdasarkan derajat DHF dengan


masa inkubasi antara 13 – 15 hari, antara lain :
i. Demam akut (suhu meningkat tiba – tiba)
ii. Perdarahan pada kulit (ptekie, ekimosis, hematom)
iii. Perdarahan, seperti epistaksis, hematemesis, hematuri, dan melena
iv. Keluhan pada saluran pernapasan, seperti batuk, pilek, sakit waktu menelan
v. Keluhan pada saluran pencernaan : mual, muntah, anorexia, diare, konstipasi
vi. Keluhan sistem tubuh lain : nyeri atau sakit kepala; nyeri otot, tulang, dan sendi;
nyeri otot abdomen; nyeri ulu hati; pegal; kemerahan pada kulit; kemerahan pada
muka (flushing); pembengkakan sekitar mata, lakrimasi, dan fotopobia; otot – otot
sekitar mata sakit bila disentuh dan pergerakan bola mata terasa pegal
vii. Renjatan

f. Komplikasi

Komplikasi potensial yang mungkin terjadi :


i. Gagal jantung (CHF)
ii. Gagal ginjal (CRF)
iii. Hipotensi
iv. Sianosis hati
v. Stroke
vi. Ensepalitis dengue
vii. Edema paru

g. Pemeriksaan Diagnostik

i. Darah

Pada DHF umumnya dijumpai trombositopenia dan hemokonsentrasi. Uji


torniquet yang positif merupakan pemeriksaan penting. Masa pembekuan masi
dalam batas normal, tetapi masa perdarahan biasanya memanjang.
Pada analisis kuantitatif ditemukan penurunan faktor II, V, VII, IX, dan X.
Pada pemeriksaan kimia darah tampak hipoproteinemia, hiponatremia,
serta hipokloremia. SGPT, SGOT, ureum, dan pH darah meningkat sedangkan
reserve alkali merendah.

14
ii. Urine

Mungkin ditemukan albuminuria ringan.

iii. Sumsum Tulang

Pada awal sakit biasanya hiposeluler, kemudian menjadi hiperseluler pada


hari ke–5 dengan gangguan maturasi sedangkan pada hari ke-10 biasanya sudah
kembali normal untuk semua sistem.

iv. Serologi

Uji serologi untuk infeksi dengue dapat dikategorikan atas dua kelompok
besar, yaitu :
1. Uji serologi memakai serum ganda

Serum yang diambil pada masa akut dan masa konvalesen. Pada uji ini
yang dicari adalah kenaikan antibodi antidengue sebanyak minimal empat kali.
Termasuk dalam uji ini ialah pengikatan komplemen (PK), uji neutralisasi
(NT), dan uji dengue blot.

2. Uji serologi memakai serum tunggal

Pada uji ini yang dicari adalah ada tidaknya atau titer tertentu antibodi
antidengue. Termasuk dalam golongan ini adalah uji dengue blot yang
mengukur antibodi antidengue tanpa memandang kelas antibodinya; uji Ig M
antidengue yang mengukur hanya antibodi antidengue dari kelas Ig M.

v. Isolasi Virus

Bahan pemeriksaan adalah darah pasien, jaringan – jaringan, baik dari


pasien hidup (melalui biopsi) dan pasien meninggal (autopsi).

h. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien dengan DHF adalah sebagai berikut :
i. Lakukan tirah baring atau istirahat baring
ii. Pemberian diet makanan lunak

15
iii. Berikan minum banyak (2 – 2,5 liter / hari) dapat berupa : susu, teh manis, sirup,
dan beri penderita oralit.
Pemberian cairan merupakan hal yang paling penting bagi penderita DHF
iv. Pemberian cairan intravena (biasanya Ringer Laktat, NaCl faali).
Ringer Laktat merupakan cairan intravena yang paling sering digunakan karena
mengandung Na+ 130 mEq / L, K+ 4 mEq / L, korektor basa 28 mEq / L, Cl- 109
mEq / L, dan Ca2+ 3 mEq / L.
v. Monitor tanda – tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tekanan darah, dan
pernapasan); jika kondisi pasien memburuk, maka observasi ketat tiap jam.
vi. Periksa Hb, Ht, dan trombosit setiap hari.
vii. Pemberian obat antipiretik.
Sebaiknya dari golongan asetaminofen, eukinin atau dipiron (kolaborasi dengan
dokter). Dan juga pemberian kompres dingin atau hangat.
viii. Monitor tanda – tanda perdarahan lebih lanjut.
ix. Pemberian antibiotik bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder (kolaborasi dengan
dokter).
x. Monitor tanda – tanda dini renjatan, meliputi : keadaan umum, perubahan tanda –
tanda vital, hasil – hasil pemeriksaan laboratorium yang memburuk.
xi. Apabila timbul kejang, dapat diberikan diazepam (kolaborasi dengan dokter).
xii. Transfusi darah bila penderita mengalami perdarahan yang membahayakan.

Tindakan perawatan invasif :

a. Pemasangan infus untuk pemberian cairan melalui intravena.


b. Pengambilan darah vena untuk pemeriksaan kimia atau hematologi darah.
c. Pengambilan darah arteri untuk pemeriksaan Analisa Gas Darah dengan
menambahkan heparin ke dalam darah yang akan diperiksa.
d. Pemasangan Nasogastric Tube (NGT) untuk mengeluarkan cairan lambung pada
perdarahansaluran pencernaan atas.

16
3. KONSEP DASAR KEPERAWATAN DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER (

DHF )

1. Pengkajian

a. Identitas Pasien

Nama, umur (pada DHF, paling sering menyerang anak – anak dengan
usia kurang dari 15 tahun), jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua,
pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua.

b. Keluhan Utama

Alasan / keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang ke rumah
sakit adalah panas tinggi dan anak lemah.

c. Riwayat Penyakit Sekarang

Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil dan


saat demam, kesadaran compos mentis. Turunnya panas terjadi antara hari ke – 3
dan ke – 7, dan anak semakin lemah. Kadang – kadang disertai dengan keluhan
batuk pilek, nyeri telan, mual, muntah, anoreksia, diare / konstipasi, sakit kepala,
nyeri otot dan persendian, nyeri ulu hati dan pergerakan bola mata terasa pegal,
serta adanya manifestasi perdarahan pada kulit, gusi (grade III, IV), melena atau
hematemesis.
d. Riwayat Penyakit Yang Pernah Diderita

Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF, anak bisa mengalami
serangan ulangan DHF dengan tipe virus yang lain.

.
e. Kondisi Lingkungan

Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang


kurang bersih, seperti air yang menggenang dan gantungan baju di kamar.

f. Pola Kebiasaan

1) Nutrisi dan metabolisme : frekuensi, jenis, pantangan, nafsu makan berkurang,


dan nafsu makan menurun.

17
2) Eliminasi alvi (buang air besar). Kadang – kadang anak mengalami diare /
konstipasi. Sementara DHF grade III – IV bisa terjadi melena.
3) Eliminasi urine (buang air kecil) perlu dikaji apakah sering kencing, sedikit /
banyak, sakit / tidak. Pada DHF grade IV sering terjadi hematuria.
4) Tidur dan istirahat. Anak sering mengalami kurang tidur karena mengalami
sakit / nyeri otot dan persendian sehingga kuantitas dan kualitas tidur maupun
istirahatnya kurang.
5) Kebersihan. Upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan
cenderung kurang terutama untuk membersihkan tempat sarang nyamuk aedes
aegypti.
6) Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upaya untuk
menjaga kesehatan.

g. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik, meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi dari


ujung rambut sampai ujung kaki. Berdasarkan tingkatan (grade) DHF, keadaan
fisik anak adalah sebagai berikut :
a. Grade I : kesadaran compos mentis, keadaan umum lemah, tanda – tanda
vita dan nadi lemah.
b. Grade II : kesadaran compos mentis, keadaan umum lemah, ada perdarahan
spontan : ptekie, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah,
kecil, dan tidak teratur.
c. Grade III : kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum lemah, nadi lemah,
kecil, dan tidak teratur, serta tensi menurun.
d. Grade IV : kesadaran coma, tanda – tanda vital : nadi tidak teraba, tensi tidak
terukur, pernapasan tidak teratur, ekstremitas dingin, berkeringat,
dan kulit tampak biru.

1) Sistem Integumen

Adanya ptekie pada kulit, turgor kulit menurun, dan muncul keringat
dingin, dan lembab. Kuku sianosis / tidak.

2) Kepala dan leher

18
Kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena demam (flusy),
mata anemis, hidung kadang mengalami perdarahan (epsitaksis) pada grade II,
III, IV. Pada mulut didapatkan bahwa mukosa mulut kering, terjadi perdarahan
gusi, dan nyeri telan. Sementara tenggorokan mengalami hiperemia pharing
dan terjadi perdarahan telinga (pada grade II, III, IV).

3) Dada

Bentuk simetris dan kadang – kadang terasa sesak. Pada foto thorax
terdapat adanya cairan yang tertimbun pada paru sebelah kanan (efusi pleura),
rales +, ronchi + yang biasanya terdapat pada grade III dan IV.

4) Abdomen

Mengalami nyeri tekan, pembesaran hati (hepatomegali) dan asites.

5) Ekstremitas

Akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi, dan tulang.

h. Pemeriksaan Laboratorium

Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan dijumpai :


1) Hb dan PCV meningkat (≥ 20 %)
2) Trombositopenia (≤ 100.000 / ml)
3) Leukopenia (mungkin normal atau leukositosis)
4) Ig D Dengue positif
5) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan : hipoproteinemia, hipokloremia,
dan hiponatremia.
6) Ureum dan pH darah mungkin meningkat
7) Asidosis metabolik : pCO2 < 35 – 40 mmHg dan HCO3 rendah
8) SGOT / SGPT mungkin meningkat

2. Diagnosa Keperawatan

a. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan peningkatan


permeabilitas pembuluh darah.

19
b. Resiko tinggi terjadinya hipovolemik syok berhubungan dengan berkurangnya
volume intravaskular.
c. Resiko tinggi perdarahan berhubungan dengan penurunan trombosit.
d. Gangguan aktivitas sehari – hari berhubungan dengan kelemahan fisik.
e. Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah, nyeri
ulu hati.

3. Intervensi

a. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan peningkatan


permeabilitas pembuluh darah.
Intervensi :

1) Monitor keadaan umum pasien.


2) Observasi tanda – tanda vital setiap 2 – 3 jam.
3) Perhatikan keluhan pasien, seperti mata berkunang – kunang, pusing, lemah,
ekstremitas dingin, dan sesak napas.
4) Apabila terjadi tanda – tanda syok hipovolemik, baringkan pasien terlentang
tanpa bantal.
5) Pasang infus dan beri terapi cairan intravena jika terjadi perdarahan
(kolaborasi dengan dokter).

b. Resiko tinggi terjadinya hipovolemik syok berhubungan dengan berkurangnya


volume intravaskular.
Intervensi :

1) Kaji ulang keadaan umum klien.


2) Kaji dan observasi tanda – tanda vital.
3) Observasi tanda – tanda syok.
4) Berikan dan anjurkan klien banyak minum.
5) Berikan cairan intravena sesuai program dokter.
6) Kaji intake dan output serta catat pada rekam medis.
7) Jelaskan pentingya cairan.

c. Resiko tinggi perdarahan berhubungan dengan penurunan trombosit.


Intervensi :

1) Monitor tanda – tanda perdarahan.

20
2) Monitor jumlah trombosit dan hematokrit setiap hari.
3) Anjurkan klien untuk istirahat.
4) Jelaskan tentang trombosit pada klien dan keluarga.
5) Libatkan keluarga untuk segera melapor bila terjadi perdarahan yang lanjut.
6) Laporkan dan kolaborasi dengan tim medis bila terjadi perdarahan lebih lanjut.

d. Gangguan aktivitas sehari – hari berhubungan dengan kelemahan fisik.


Intervensi :

1) Kaji keluhan klien.


2) Kaji sejauh mana kemampuan klien dalam melakukan aktivitas.
3) Bantu klien memenuhi kebutuhan (mandi, makan, eliminasi) sesuai tingkat
kemampuan / keterbatasan klien.
4) Bantu klien untuk mandiri sesuai dengan perkembangan kemajuan kondisi
fisiknya.
5) Tempatkan / letakkan barang – barang di tempat yang mudah dijangkau klien.
6) Jelaskan hal – hal yang dapat membantu dan meningkatkan kekuatan fisik
klien.

e. Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah, nyeri


ulu hati.
Intervensi :

1) Kaji keluhan mual, nyeri ulu hati, dan nafsu makan klien.
2) Hidangkan makanan dalam bentuk menarik, keadaan hangat, dan tidak dengan
bau yang merangsang mual.
3) Berikan makanan yang mudah ditelan dan dicerna.
4) Berikan makan dalam porsi kecil dan frekuensi sering.
5) Berikan motivasi pada klien untuk makan.
6) Observasi dan catat jumlah makanan dan minuman yang dihabiskan oleh klien
setiap hari.
7) Jelaskan manfaat nutrisi / makanan dan cairan.
8) Timbang berat badan bila memungkinkan.
9) Laksanakan program pengobatan : berikan terapi antisida (anti emetik).

21

Anda mungkin juga menyukai