Anda di halaman 1dari 3

NOMOR 8

Identifikasi dalam kedokteran gigi forensik ada beberapa macam, yaitu (Lukman, 2006):
1. Identifikasi ras korban maupun pelaku melalui gigi-geligi dan antropologi ragawi.
2. Identifikasi seks atau jenis kelamin korban melalui gigi-geligi, tulang rahang, dan
antropologi ragawi.
3. Identifikasi umur korban (janin) melalui benih gigi.
4. Identifikasi umur korban melalui gigi susu (decidui).
5. Identifikasi umur korban melalui gigi campuran.
6. Identifikasi umur korban melalui gigi tetap.
7. Identifikasi korban melalui kebiasaan menggunakan gigi.
8. Identifikasi korban melalui pekerjaan menggunakan gigi.
9. Identifikasi golongan darah korban melalui air liur.
10. Identifikasi golongan darah korban melalui pulpa gigi.
11. Identifikasi DNA korban melalui analisa air liur dan jaringan dari sel dalam rongga mulut.
12. Identifikasi korban melalui gigi palsu yang dipakainya.
13. Identifikasi wajah korban melalui rekontruksi tulang rahang dan tulang facial.
14. Identifikasi melalui wajah korban.
15. Identifikasi korban melalui pola gigitan pelaku.
16. Identifikasi korban melalui eksklusi pada korban bencana massal.
17. Identifikasi melalui radiologi kedokteran gigi forensik.
18. Identifikasi melalui fotografi kedokteran gigi forensik, misalnya teknik fotografi
superimposisi yang dilakukan dengan menumpang-tindihkan foto postmortem dan foto
wajah antemortem, teknik ini dilakukan apabila identifikasi dengan teknik lain seperti rekam
medik gigi, sidik jari, dan DNA tidak dapat dilakukan, selain itu harus tersedia foto
antemortem yang fokus pada wajah.

NOMOR 9
Data gigi antemortem atau disebut juga data-data prakematian gigi-geligi adalah
keterangan tertulis, catatan atau gambaran dalam kartu perawatan gigi atau keterangan dari
keluarga atau orang yang terdekat.
Keterangan data-data biasanya berisi :
1) Nama penderita
2) Umur
3) Jenis kelamin
4) Pekerjaan
5) Tanggal perawatan, penambalan , pencabutan, dan lain-lain
6) Pembuatan gigi tiruan ,orthodonti, dan lain-lain
7) Foto Roentgen

Data-data postmortem adalah data-data hasil pemeriksaan forensik yang dilihat dan
ditemukan pada jenazah korban (Depkes RI, 2006). Pemeriksaan gigi postmortem dilakukan oleh
dokter gigi atau dokter gigi forensik. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan melakukan
pencatatan kelainan-kelainan sesuai formulir yang ada, roentgen gigi, roentgen kepala jenazah,
dan bila perlu cetakan gigi jenazah untuk dianalisa (Depkes RI, 2006).
Untuk data postmortem, yang perlu dicatat pada pemeriksaan gigi adalah:
1. Gigi yang ada dan tidak ada, bekas gigi yang tidak ada apakah lama atau baru terjadi.
2. Gigi yang ditambal, jenis bahan dan kalsifikasinya.
3. Anomali bentuk dan posisi gigi.
4. Karies atau kerusakan gigi yang ada.
5. Jenis dan bahan restorasi, perawatan dan rehabilitasi yang mungkin ada.
6. Atrisi atau pengikisan dataran kunyah karena proses mengunyah. Derajat atrisi akan
berbanding lurus dengan usia.
7. Pertumbuhan gigi molar ketiga.
Pemeriksaan gigi postmortem ini diharapkan dapat memberikan informasi berupa ciri-ciri
khas pada gigi, yaitu jenis kelamin, umur, kebiasaan, pekerjaan, status sosial, golongan darah,
ras, dan DNA

NOMOR 10
Bencana masal yang terjadi secara hebat dan tidak terduga akan menimbulkan
banyaknya korban jiwa yang tidak dikenali atau tidak memiliki identitas. Kesulitan mengenali
korban akibat bencana atau kecelakaan masal sering menimbulkan permasalah dalam bidang
kedokteran forensik. Dengan demikian, kegiatan identifikasi korban bencana masal (Disaster
Victim Identification) menjadi kegiatan yang sangat penting dan dilaksanakan hampir pada
setiap kejadian yang menimbulkan korban jiwa dalam jumlah yang banyak.
Disaster Victim Identification (DVI) adalah sebuah prosedur untuk mengidentifikasi
korban mati akibat bencana masal secara ilmiah dan dapat dipertanggungjawabkan serta
mengacu pada standar Interpol. Proses DVI menggunakan bermacam-macam metode dan
teknik. Interpol telah menentukan adanya Primary Identifier (PI) yang terdiri dari sidik
jari, odontologi, dan DNA serta Secondary Identifier (SI) yang terdiri dari medis, aksesoris,
dan fotografi. Menurut standar Interpol, identifikasi identitas disebut sah dan benar apabila
telah berhasil diuji oleh minimal satu Primary Identifier atau dua Secondary Identifier.

Anda mungkin juga menyukai