Anda di halaman 1dari 37

1.

Anatomi dan Fisiologi Jantung

A. Anatomi

Gambar 1. kanan: Anterior Cor (Sumber: Atlas Anatomi Sobotta). kiri:Posterior Cor
(Sumber: Atlas Anatomi Sobotta)

Gambar 2. Anuli Fibrosi Valvae Cor (Sumber: Anatomi Klinik Snell)

Gambar 3. Perbandingan Tebal Dinding Cor (Sumber:Atlas Anatomi Sobotta)


Gambar 4. Diseksi Ventriculum Dextrum (Sumber: Anatomi Klinik Snell)

Gambar 5. Cabang Arteria Coronarius Cor (Sumber: Atlas Anatomi Sobotta)


B. Fisiologi

Gambar 6. Sistem Kardiovaskular (Sumber: Fisiologi Terintegrasi)


Gambar 7. Sistem Konduksi Kardiovaskular (Sumber: Fisiologi Terintegrasi)
Gambar 8. Cardiac Cycle (Sumber: Fisiologi Terintegrasi)

C. Histologi

Gambar 9. Histologi Arteri dan Vena (Sumber: Histologi diFiore)


2. Penyakit jantung hipertensi (HHD)

A. Definisi Hypertension Heart Disease (HHD)

Penyakit jantung hipertensi adalah suatu penyakit yang berkaitan dengan dampak
sekunder pada jantung karena hipertensi sistemik yang lama dan berkepanjangan. Sampai saat ini
prevalensi hipertensi di Indonesia berkisar antara 5-10%. Sejumlah 85-90% hipertensi tidak
diketahui penyebabnya atau disebut sebagai hipertensi primer (hipertensi esensial atau idiopatik).
Hanya sebagian kecil hipertensi yang dapat ditetapkan penyebabnya (hipertensi sekunder).

Hipertensi heart disease (HHD) adalah istilah yang diterapkan untuk menyebutkan penyakit
jantung secara keseluruhan, mulai dari left ventricle hyperthrophy (LVH), aritmia jantung,
penyakit jantung koroner, dan penyakit jantung kronis, yang disebabkan karena peningkatan
tekanan darah, baik secara langsung maupun tidak langsung.

B. Etiologi Hypertension Heart Disease (HHD)

Menurut Braverman(2009) yang dikutip dalam jurnal Zulkipli(2009) menyatakan bahwa


tekanan darah tinggi meningkatkan beban kerja jantung, dan seiring dengan berjalannya waktu
hal ini dapat menyebabkan penebalan otot jantung. Karena jantung memompa darah melawan
tekanan yang meningkat pada pembuluh darah yang meningkat, ventrikel kiri membesar dan
jumlah darah yang dipompa jantung setiap menitnya (cardiac output) berkurang. Tanpa terapi,
gejala gagal jantung akan makin terlihat. Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan penyakit
jantung iskemik ( menurunnya suplai darah untuk otot jantung sehingga menyebabkan nyeri dada
atau angina dan serangan jantung) dari peningkatan suplai oksigen yang dibutuhkan oleh otot
jantung yang menebal.

Tekanan darah tinggi juga berpenaruh terhadap penebalan dinding pembuluh darah yang
akan mendorong terjadinya aterosklerosis (peningkatan kolesterol yang akan terakumulasi pada
dinding pembuluh darah). Hal ini juga meningkatkan resiko seangan jantung dan stroke.
Penyakit jantung hipertensi adalah penyebab utama penyakit dan kematian akibat hipertensi.

Kelainan jantung hipertensi dapat diderita karena terjadi pengapuran di dinding pembuluh
jantung. Pembuluh jantung mengalami penyempitan karena tekanan darah meningkat drastis.
penyempitan tersebut mengakibatkan aliran darah pada bagian jantung berkurang karena terjadi
gangguan selama proses memompa darah.

Karena aliran darah ke jantung berkurang, penderita akan merasakan nyeri di bagian dada. rasa
nyeri ini dapat berdampak pada fungsi otot jantung. kerja otot jantung akan melemah. Jika tidak
segera ditangani, masalah ini dapat menyebabkan serangan jantung.
Faktor - Faktor Risiko
1. Hipertensi Merupakan salah satu faktor resiko utama penyebab terjadinya HHD. Komplikasi
yang terjadi pada hipertensi esensial biasanya akibat perubahan struktur arteri dan arterial
sistemik, terutama terjadi pada kasus-kasus yang tidak diobati. Perubahan hipertensi
khususnya pada jantung disebabkan karena :
a. Meningkatnya tekanan darah. Peningkatan tekanan darah merupakan beban yang berat
untuk jantung, sehingga menyebabkan hipertropi ventrikel kiri atau pembesaran ventrikel kiri
(faktor miokard). Keadaan ini tergantung dari berat dan lamanya hipertensi.
b. Mempercepat timbulnya arterosklerosis. Tekanan darah yang tinggi dan menetap akan
menimbulkan trauma langsung terhadap dinding pembuluh darah arteri koronaria sehingga
memudahkan terjadinya arterosklerosis koroner (faktor koroner).

2. Hiperkolesterolemia. Hiperkolesterolemia merupakan masalah yang cukup panting karena


termasuk faktor resiko utama HHD di samping Hipertensi dan merokok. Beberapa parameter
yang dipakai untuk mengetahui adanya resiko HHD dan hubungannya dengan kadar
kolesterol darah:
a. Kolesterol Total. Kadar kolesterol total yang sebaiknya adalah ( 200 mg/dl, bila > 200
mg/dl berarti resiko untuk terjadinya HHD meningkat . Kadar kolesterol Total normal < 200
mg/dl, Agak tinggi (Pertengahan) 200-239 mg/dl, Tinggi >240 mg/dl
b. LDL Kolesterol. LDL (Low Density Lipoprotein) kontrol merupakan jenis kolesterol yang
bersifat buruk atau merugikan (bad cholesterol) : karena kadar LDL yang meninggi akan
rnenyebabkan penebalan dinding pembuluh darah. Kadar LDL kolesterol lebih tepat sebagai
penunjuk untuk mengetahui resiko HHD dari pada kolesterol total Kadar LDL Kolesterol
Normal < 130 mg/dl, Agak tinggi (Pertengahan) 130-159 mg/dl, Tinggi >160 mg/dl
c. HDL Koleserol : HDL (High Density Lipoprotein) kolesterol merupakan jenis kolesterol
yang bersifat baik atau menguntungkan (good cholesterol) : karena mengangkut kolesterol
dari pembuluh darah kembali ke hati untuk di buang sehingga mencegah penebalan dinding
pembuluh darah atau mencegah terjadinya proses arterosklerosis. Kadar HDL Kolesterol
Normal < 45 mg/dl Agak tinggi (Pertengahan)35-45 mg/dl Tinggi >35 mg/dl Jadi makin
rendah kadar HDL kolesterol, makin besar kemungkinan terjadinya HHD. Kadar HDL
kolesterol dapat dinaikkan dengan mengurangi berat badan, menambah exercise dan berhenti
merokok.
d. Rasio Kolesterol Total : HDL Kolesterol Rasio kolesterol total: HDL kolesterol sebaiknya
(4.5 pada laki-laki dan 4.0 pada perempuan). makin tinggi rasio kolesterol total : HDL
kolesterol makin meningkat resiko HHD.
e. kadar Trigliserida. Trigliserid didalam yang terdiri dari 3 jenis lemak yaitu Lemak jenuh,
Lemak tidak tunggal dan Lemak jenuh ganda. Kadar triglisarid yang tinggi merupakan faktor
resiko untuk terjadinya HHD. Kadar Trigliserid Normal < 150 mg/dl Agak tinggi 150 – 250
mg/dl Sangat Sedang 250-500 mg/dl Tinggi >500 mg/dl Kadar trigliserid perlu diperiksa
pada keadaan sbb : Bila kadar kolesterol total > 200 mg/dl, HHD, ada keluarga yang
menderita HHD < 55 tahun, ada riwayat keluarga dengan kadar trigliserid yang tinggi, ada
penyakit DM & pankreas.

3. Merokok. Orang yang merokok > 20 batang perhari dapat mempengaruhi atau memperkuat
efek dua faktor utama resiko lainnya. Penelitian Framingham mendapatkan kematian
mendadak akibat HHD pada laki-laki perokok 10 kali lebih besar dari pada bukan perokok
dan pada perempuan perokok 4.5 kali lebih dari pada bukan perokok. Efek rokok adalah
menyebabkan beban miokard bertambah karena rangsangan oleh katekolamin dan
menurunnya komsumsi O2 akibat inhalasi CO atau dengan perkataan lain dapat
menyebabkan takikardi, vasokonstrisi pembuluh darah, merubah permeabilitas dinding
pembuluh darah dan merubah 5-10 % Hb menjadi carboksi -Hb. Disamping itu dapat
menurunkan HDL kolesterol tetapi mekanismenya belum jelas . Makin banyak jumlah rokok
yang dihisap, kadar HDL kolesterol makin menurun. Perempuan yang merokok penurunan
kadar HDL kolesterolnya lebih besar dibandingkan laki-laki perokok. Merokok juga dapat
meningkatkan tipe IV abnormal pada diabetes disertai obesitas dan hipertensi, sehingga
orang yan gmerokok cenderung lebih mudah terjadi proses aterosklerosis dari pada yang
bukan perokok. Apabila berhenti merokok penurunan resiko HHD akan berkurang 50 % pada
akhir tahun pertama setelah berhenti merokok dan kembali seperti yang tidak merokok
setelah berhenti merokok 10 tahun.

B. Faktor Risiko Lainnya


1. Umur. Telah dibuktikan adanya hubungan antara umur dan kematian akibat HHD. Sebagian
besar kasus kematian terjadi pada laki-laki umur 35-44 tahun dan meningkat dengan
bertambahnya umur.
2. Jenis kelamin. Di Amerika Serikat gejala HHD sebelum umur 60 tahun didapatkan pada 1 dari
5 laki-laki dan 1 dari 17 perempuan . Ini berarti bahwa laki-laki mempunyai resiko HHD 2-3 kali
lebih besar dari perempuan.
3. Geografis. Resiko HHD pada orang Jepang masih tetap merupakan salah satu yang paling
rendah di dunia. Akan tetapi ternyata resiko HHD yang meningkat pada orang jepang yang
melakukan imigrasi ke Hawai dan Califfornia . Hal ini menunjukkan faktor lingkungan lebih
besar pengaruhnya dari pada genetik.
4. Ras. Perbedaan resiko HHD antara ras didapatkan sangat menyolok, walaupun bercampur
baur dengan faktor geografis, sosial dan ekonomi . Di Amerika serikat perbedaan ras perbedaan
antara ras caucasia dengan non caucasia (tidak termasuk Negro) didapatkan resiko HHD pada
non caucasia kira-kira separuhnya.
5. Diet. Didapatkan hubungan antara kolesterol darah dengan jumlah lemak di dalam susunan
makanan sehari-hari ( diet ). Makanan orang Amerika rata-rata mengandung lemak dan
kolesterol yang tinggi sehingga kadar kolesterol cendrung tinggi. Sedangkan orang Jepang
umumnya berupa nasi dan sayur-sayuran dan ikan sehingga orang jepang rata-rata kadar
kolesterol rendah dan didapatkan resiko HHD yang lebih rendah dari pada Amerika.
Beberapa petunjuk diet untuk menurunkan kolesterol :
• Makanan harus mengandung rendah lemak terutama kadar lemak jenuh tinggi.
• Mengganti susunan makanan dengan yang mengandung lemak tak jenuh.
• Makanan harus mengandung rendah kolesterol.
• Memilih makanan yang tinggi karbohidrat atau banyak tepung dan Berserat .
• Makanan mengandung sedikit kalori bila berat badan akan diturunkan padta obesitas dan
memperbanyak exercise.
6. Obesitas. Obesitas adalah kelebihan jumlah lemak tubuh > 19 % pada laki-laki dan > 21 %
pada perempuan . Obesitas sering didapatkan bersama-sama dengan hipertensi, DM, dan
hipertrigliseridemi. Obesitas juga dapat meningkatkan kadar kolesterol dan LDL kolesterol .
Resiko HHD akan jelas meningkat bila BB mulai melebihi 20 % dari BB ideal. penderita yang
gemuk dengan kadar kolesterol yang tinggi dapat menurunkan kolesterolnya dengan mengurangi
berat badan melalui diet ataupun menambah exercise.
7. Diabetes. Intoleransi terhadap glukosa sejak dulu telah diketahui sebagai predisposisi penyakit
pembuluh darah. Penelitian menunjukkan laki-laki yang menderita DM resiko HHD 50 % lebih
tinggi daripada orang normal, sedangkan pada perempuaan resikonya menjadi 2 kali lipat.
8. Exercise. Exercise dapat meningkatkan kadar HDL kolesterol dan memperbaiki kolaterol
koroner sehingga resiko HHD dapat dikurangi.
Exercise bermanfaat karena :
 Memperbaiki fungsi paru dan pemberian O2 ke miokard
 Menurunkan BB sehingga lemak tubuh yang berlebihan berkurang bersama-sama dengan
menurunkan LDL kolesterol.
 Membantu menurunkan tekanan darah
 Meningkatkan kesegaran jasmani.

9. Perilaku dan Kebiasaan lainnya. Dua macam perilaku seseorang telah dijelaskan sejak tahun
1950 yaitu : Tipe A dan Tipe B. Tipe A umumnya berupaya kuat untuk berhasil, gemar
berkompetisi, agresif, ambisi, ingin cepat dapat menyelesaikan pekerjaan dan tidak
sabar.Sedangkan tipe B lebih santai dan tidak terikat waktu . Resiko HHD pada tipe A lebih
besar daripada tipe B.
10. Perubahan Keadaan Sosial dan stress. Perubahan angka kematian yang menyolok terjadi di
Inggris dan Wallas . Korban serangan jantung terutama terjadi pada pusat kesibukan yang
banyak mendapat stress. Penelitian Supargo dkk ( 1981-1985 ) di FKUI menunjukkan orang
yang stress 1,5 kali lebih besar mendapatkan resiko HHD stress disamping dapat menaikkan
tekanan darah juga dapat meningkatkan kadar kolesterol darah.
C. Epidemiologi Hypertension Heart Disease (HHD)
D. Patofisiologi Hypertension Heart Disease (HHD)

Hipertrofi ventrikel kiri merupakan kompensasi jantung menghadapi tekanan darah tinggi
ditambah dengan faktor neurohormonal yang ditandai oleh penebalan konsentrik otot jantung
(hipertrofi konsentris). Fungsi diastolik akan mulai terganggu akibat dari gangguan relaksasi
ventrikel kiri, kemudian disusul oleh dilatasi ventrikel kiri (hipertrofi eksentris). Rangsangan
simpatis dan aktivasi sistem RAA memacu mekanisme frank-starling melalui peningkatan
volume diastolik ventrikel sampai tahap tertentu dan pada akhirnya akan terjadi gangguan
kontraksi miokard (penurunan/gangguan fungsi sistolik).
Iskemia miokard (asimtomatik, angina pectoris, infark jantung dll) dapat terjadi karena
kombinasi akselerasi proses aterosklerosis dengan peningkatan kebutuhan oksigen miokard
akibat dari HVK. HVK, iskemia miokard dan gangguan fungsi endotel merupakan faktor utama
kerusakan miosit pada hipertensi.
D. Manifestasi Klinik Hypertension Heart Disease (HHD)

Pada tahap awal, seperti hipertensi pada umumnya kebanyakan pasien tidak ada keluhan. Bila
simptomatik, maka biasanya disebabkan oleh:

1. Peningkatan tekanan darah itu sendiri seperti berdebar-debar, rasa melayang (dizzy) dan
impoten.
2. Cepat capek, sesak napas, sakit dada, bengkak kedua kaki atau perut. Gangguan vaskular
lainnya adalah epistaksis, hematuria, pandangan kabur karena perdarahan retina, transient
cerebral ischemic.
3. Penyakit dasar seperti pada hipertensi sekunder: polidipsia, poliuria, kelemahan otot pada
aldosteronisme primer, peningkatan berat badan cepat dengan emosi yang labil pada
sindrom Cushing. Feokromositoma dapat muncul dengan keluhan episode sakit kepala,
palpitasi, banyak keringat, dan rasa melayang saat berdiri (postural dizzy).

E. Diagnosis Hypertension Heart Disease (HHD)

Diagnosis penyakit jantung hipertensi didasarkan pada riwayat, pengkuran tekanan darah,
pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan laboratorium.

1. Riwayat

Pemeriksaan awal pasien hipertensif harus menyertakan riwayat lengkap dan pemeriksaan fisis
untuk mengkonfirmasi diagnosis hipertensi, menyaring faktor-faktor risiko penyakit
kardiovaskular lain, menyaring penyebab-penyebab sekunder hipertensi, mengidentifikasi
konsekuensi kardiovaskular hipertensi dan komorbiditas lain, memeriksa gaya hidup terkait
tekanan darah, dan menentukan potensi intervensi.

Sebagian besar pasien dengan hipertensi tidak memiliki gejala spesifik yang dapat dikaitkan
dengan peningkatan tekanan darah mereka. Walaupun popular dianggap sebagai gejala
peningkatan tekanan arterial, sakit kepala lazim terjadi hanya pada pasien dengan hipertensi
berat. Suatu sakit kepala hipertensif khas terjadi pada waktu pagi dan berlokasi di regio oksipital.
Gejala nonspesifik lain yang dapat berkaitan dengan peningkatan tekanan darah antara lain
adalah rasa pusing, palpitasi, rasa mudah lelah, dan impotensi. Ketika gejala-gejala didapati,
mereka umum berhubungan dengan penyakit kardiovaskular hipertensif atau dengan manifestasi
hipertensi sekunder. Tabel berikut mendaftarkan fitur-fitur nyata yang harus diselidiki dalam
perolehan riwayat dari pasien hipertensif.

Tabel. Riwayat Yang Relevan

Durasi hipertensi

Terapi terdahulu :

Respon dan Efek Samping

Riwayat diet dan psikososial

Faktor-faktor risiko lain:


Perubahan berat badan, dislipidemia, kebiasaam merokok, diabetes, inaktivitas fisik

Bukti-bukti hipertensi sekunder :

Riwayat penyakit ginjal; perubahan penampilan; kelemahan otot; palpitasi, tremor;


banyak berkeringan, sulit tidur, perilaku mendengkur, somnolens siang hari; gejala-
gejala hipo atau hipertiroidisme; penggunaan agen-agen yang dapat meningkatkan
tekanan darah

Bukti-bukti kerusakan organ target :

Riwayat TIA, stroke, kebutaan transien; angina, infark miokardium, gagal jantung
kongestif; fungsi seksual

Komorbiditas lain

2. Pengukuran Tekanan Darah

Pengukuran tekanan darah yang terpercaya tergantung pada perhatian terhadap detail mengenai
teknik dan kondisi pengukuran. Akurasi instrumen pengukur tekanan darah terotomatisasi harus
dikonfirmasi. Sebelum pengukuran tekanan darah, individu harus didudukkan selama 5 menit
dalam kondisi hening dan dengan privasi yang terjaga serta temperatur yang nyaman. Bagian
tengah cuff harus berada sejajar jantung, dan lebar cuff harus setara dengan sekurang-kurangnya
40% lingkar lengan. Penempatan cuff, penempatan stetoskop, dan kecepatan deflasi cuff (2
mmHg/detik) penting untuk diperhatikan. Dalam praktik saat ini, diagnosis hipertensi umumnya
dilandasi oleh pengukuran dalam kondisi duduk di tempat praktik.

3. Pemeriksaan Fisik

Habitus tubuh, seperti tinggi dan berat badan, harus dicatat. Pada pemeriksaan awal, tekanan
harus diukur pada kedua lengan, dan lebih baik pada posisi terlentang, duduk dan berdiri untuk
mengevaluasi keberadaan hipotensi postural. Bahkan jika nadi femoral teraba normal, tekanan
arterial harus diukur sekurangnya sekali pada ekstremitas inferioir pada pasien di mana
hipertensi ditemui sebelum usia 30 tahun. Kecepatan detak jantung juga harus dicatat. Individu
hipertensif memiliki peningkatan prevalensi untuk mengalami fibrilasi atrial. Leher harus
dipalpasi untuk mencari pembesaran kelenjar tiroid, dan para pasien harus diperiksa untuk tanda-
tana hipo dan hipertiroidisme. Pemeriksaan pembuluh darah dapat menyediakan petunjuk
mengenai penyakit vakular yang mendasari dan harus menyertakan pemeriksaan funduskopik,
auskultasi untuk bruit di arteri karotid dan femoral, dan palpasi denyut nadi femoral dan pedal
(pedis). Retina adalah satu-satunya jaringan di mana arteri dan arteriol dapat diamati secara
langsung. Seiring peningkatan tingkat keparahan hipertensi dan penyakit atherosklerotik,
perubahan funduskopik progresif antara lain seperti peningkatan refleks cahaya arteriolar, defek
perbandingan arteriovenous, hemorrhagi dan eksudat, dan, pada pasien dengan hipertensi
maligna, papiledema. Pemeriksaan pada jantung dapat mengungkapkan bunyi jantung kedua
yang menguat karena penutupan katup aorta dan suatu gallop S4 yang dikarenakan kontraksi
artrium terhadap ventrikel kiri yang tidak seiring. Hipertropi ventrikel kiri dapat terdeteksi
melalui keberadaan impuls apikal yang menguat, bertahan, dan bertempat di lateral. Suatu bruit
abdominal, terutama bruit yang berlateralisasi dan terjadi selama sistole ke diastole,
meningkatkan kemungkinan hipertensi renovaskular. Ginjal pasien dengan penyakit ginjal
polikistik dapat dipalpasi di abdomen. Pemeriksaan fisik harus menyertakan pemeriksaan tanda-
tanda CHF dan pemeriksaan neurologis.

4. Tes Laboratorium

Pengukuran fungsi ginjal berulang, elektrolit serum, glukosa puasa, dan lipid dapat dilakukan
setelah pemberian agen antihipertensif baru dan kemudian tiap tahun, atau lebih sering bila
diindikasikan secara klinis. Tes laboratorium yang lebih ekstensif dapat dilakukan bagi pasien
dengan hipertensi resistan-pengobatan yang nyata atau ketika evaluasi klinis menunjukkan
bentuk hipertensi sekunder.

Tabel Tes laboratorium dasar untuk evaluasi awal

Sistem Tes

Ginjal Urinalisis mikroskopik, ekskresi albumin, BUN


atau kreatinin serum

Endokrin Natrium, kalium, kalsium, dan TSH serum


Metabolik Glukosa darah puasa, kolesterol total, HDL dan
LDL, trigliserida

Lain-lain Hematokrit, elektrokardiogram

F. Penatalaksanaan Hypertension Heart Disease (HHD)

1. Perubahan gaya hidup

Modifikasi gaya hidup yang meningkatkan kesehatan direkomendasikan bagi individu dengan
prehipertensi dan sebagai tambahan untuk terapi obat pada individu hipertensif. Intervensi-
intervensi ini harus diarahkan untuk mengatasi risiko penyakit kardiovaskular secara
keseluruhan. Walaupun efek dari intervensi gaya hidup pada tekanan darah adalah jauh lebih
nyata pada individu dengan hipertensi, pada uji jangka-pendek, penurunan berat badan dan
reduksi NaCl diet juga telah terbukti mencegah perkembangan hipertensi.

Tabel Modifikasi gaya hidup untuk mengatasi hipertensi

Reduksi berat badan Memperoleh dan mempertahankan BMI <25


kg/m2

Reduksi garam < 6 g NaCl/hari

Adaptasi rencana diet jenis-DASH Diet yang kaya buah-buahan, sayur-sayuran,


dan produk susu rendah-lemak dengan
kandungan lemak tersaturasi dan total yang
dikurangi

Pengurangan konsumsi alkohol Bagi mereka yang mengkonsumsi alkohol,


minumlah 2 gelas/hari untuk laki-laki dan 1
gelas/hari untuk wanita

Aktivitas fisik Aktivitas aerobik teratur, seperti jalan cepat


selama 30 menit/hari
GAGAL JANTUNG AKUT
a. Definisi
Gagal jantung adalah sindrom klinis yang terjadi pada pasien, dikarenakan abnormalitas
struktur dan atau fungsi jantung bawaan atau didapat, yang berkembang menjadi gejala klinis
(dsypnea dan fatigue) dan tanda (edema dan rales) yang menyebabkan pasien sering masuk RS
berulang, kualitas hidup menurun, dan pemendekan harapan hidup.
Tabel 1. Gagal Jantung adalah Sindrom Klinis dimana pasien memiliki tanda dan gejala:
Gejala tipikal gagal jantung: sesak napas saat istirahat atau olahraga, fatigue, kelelahan,
pembengkakan tungkai
Tanda tipikal gagal jantung: takikardia, takipneu, peningkatan RR, efusi pleura, peningkatan JVP,
edema periferal, hepatomegali
Bukti objektif abnormalitas struktur atau fungsi jantung saat istirahat: kardiomegali, suara S3,
murmur jantung, abnormalitas echokardiogram, peningkatan konsentrasi BNP

Gagal jantung akut (GJA) didefinisikan sebagai serangan cepat/ rapid onset atau adanya
perubahan pada gejala-gejala atau tanda-tanda dari gagal jantung yang berakibat diperlukannya
tindakan atau terapi secara urgent.

b. Epidemiologi
Gagal jantung adalah masalah seluruh dunia, dengan lebih dari 20 juta orang
mengalaminya. Keseluruhan prevalensi dari gagal jantung pada populasi dewasa di negara
berkembang adalah 2%. Prevalensi gagal jantung mengikuti pola eksponensial, meningkat seiring
usia, dan mempengaruhi 6-10% orang tua > 65 tahun. Walaupun insidensi gagal jantung lebih
rendah pada wanita dibanding pria, wanita setidaknya ½ dari kasus gagal jantung karena memiliki
harapan hidup yang lebih panjang. Sangat sedikit diketahui prevalensi atau risiko menjadi gagal
jantung pada negara berkembang karena kekurangan studi berbasis populasi. Walaupun gagal
jantung dipikirkan dahulu meningkat secara primer dengan left ventricular (LV) ejection fraction
(EF), studi epidemiologi menunjukkan setidaknya sekitar 1.5 pasien yang menjadi gagal jantung
memiliki EF normal atau preserved (> 40-50%). Pasien gagal jantung sekarang dikategorikan
menjadi 2 grup:
1) Gagal jantung dengan penurunan EF (dikenal sebagai systolic failure)
2) Gagal jantung dengan preserved EF (dikenal sebagai diastolic failure)

c. Etiologi
Tabel 2. Etiologi Gagal Jantung
Penurunan Ejeksi Fraksi (< 40%)
Penyakit arteri koroner Noniskemia dilated kardiomiopati
 Infark Miokard*  Gangguan keluarga/genetik
 Iskemia miokard*  Gangguan infiltratif*
Overload pressure kronik  Kerusakan diinduksi toksin/obat
 Hipertensi*  Gangguan metabolisme*
 Penyakit katup obstruktif*  Virus
Overload volume kronik  Penyakit Chagas
 Penyakit katup regurgitasi Gangguan kecepatan dan ritme
 Shunting intrakardiak (kiri ke kanan)  Bradiaritmia kronik
 Shunting ekstrakardiak  Takiaritmia kronik
Preserved Ejeksi Fraksi (> 40-50%)
Hipertrofi patologis Kardiomiopati restriktif
 Primer: kardiomiopati hipertrofi  Kelainan infiltratif (amiloidosis,
 Sekunder: hipertensi sarkoidosis)
Penuaan  Kelainan penyimpanan
(hemokromatosis)
Fibrosis
Gangguan endomyokardial
Penyakit Paru-Jantung
Cor pulmonale
Kelainan vaskular paru
Keadaan Output Tinggi
Kelainan metabolisme Kebutuhan aliran darah berlebih
 Tirotoksikosis  shunting arteriovena sistemik
 Kelainan nutrisi (beri-beri)  Anemia kronik
*Mengindikasi bahwa dapat terjadi juga HF preserved EF
Seperti yang dilihat dalam tabel 2 di atas, sebuah kondisi yang menyebabkan perubahan
struktur ventrikel kiri atau fungsi dapat mempredisposisi pasien untuk menyebabkan gagal
jantung. Walaupun etiologi dari gagal jantung pada pasien dengan preserved EF berbeda dari
penurunan EF, terdapat pertimbangan tumpang tindih antara etiologi dari 2 kondisi ini. Pada
negara industrial, penyakit arteri koroner (CAD) merupakan kausa dominan pada pria dan
perempuan dan bertanggung jawab sekitar 60-75% kasus gagal jantung. Hipertensi berkontribusi
terhadap perkembangan gagal jantung sekitar 75% pasien, meliputi kebanyakan pasien dengan
CAD. Kedua CAD dan hipertensi berinteraksi dan menambahkan risiko dari gagal jantung, serta
DM.
Pada 20-30% kasus HF dengan depresi EF, dasar etiologi tidak diketahui. Pasien ini
dirujuk memiliki kardiomiopati noniskemia, dilated atau idiopatik jika kausa tidak diketahui.
Infeksi virus atau paparan toksin (alkohol atau agen kemoterapi) mungkn juga menyebabkan
kardiomiopati dilated. Lebih lagi, sekarang menjadi meningkat dengan jelas jumlah kasus dilated
cardiomyopathy yang didapat daripada defek spesifik genetik, terlebih lagi di sitoskeleton.
Kebanyakan bentuk dari dilated cardiomyopathy familial diwariskan secara autosomal dominan.
Mutasi gen yang mengkode protein sitoskeleton (Desmin, myosin jantung, vinculin) dan protein
membran inti (lamin) telah diidentifikasi sejauh ini. Dilated cardiomyopathy terkait dengan
Duchenne, Becker, dan distrofi otot ekstremitas girdle. Kondisi yang menyebabkan CO (Cardiac
output) tinggi misalnya: fistula arteriovenosa, anemia itu jarang menjadi penyebab gagal jantung
pada jantung normal. Walaupun demikian, adanya gangguan struktur jantung yang mendasari,
kondisi ini dapat menjadi HF.

d. Faktor Pencetus

Factor yang mungkin berperan dalam dekompensasi akut dengan kegagalanjantung kronik
- pola makan diet
- myocardial ischemic/infarction arrhythmia (takikardi/bradikardi)
- penghentian terapi gagal jantung
calcium antagonist (verapamil, diltiazem)
beta bloker
NSAIDs
Antiarrhythmic agents (semua agents kela 1, sotalol (kelas 3))
Anti-TNF antibodies
- konsumsi alcohol
- kehamilan
- hipertensi yang memburuk
- acute valvular insufficiency

e. Pertimbangan Global
Penyakit Jantung Rematik merupakan penyebab utama dari HF di Afrika dan Asia,
terutama yang muda. Hipertensi adalah kausa terpenting HF di populasi Afrika dan Afrika-
Amerika. Penyakit Chagas adalah kausa utama HF di Amerika Selatan. Tidak mengejutkan,
anemia adalah faktor pencetus HF di banyak negara berkembang. Dikarenakan sosial ekonomi
sedang mengalami perkembangan, epidemiologi HF menjadi sama seperti Eropa Barat dan
Amerika Utara, dengan CAD sebagai kausa terbanyak dari HF. Walaupun kontribusi DM tidak
diketahui dengan baik, diabetes dapat mempercepat atherosklerosis dan sering terkait dengan
hipertensi.
f. Patogenesis

Gambar 1: Patogenesis gagal jantung dengan depresi EF. Gagal jantung bermula setelah indeks kejadian menghasilkan
penurunan inisial kapasitas pompa jantung. Mengikuti penurunan awal kapasitas pompa, mekanisme kompensasi
diaktivasi, meliputi sistem saraf adrenergik, sistem renin angiotensin-aldosteron, dan sistem sitokin. Pada jangka
pendek, sistem ini mampu mengembalikan fungsi kardiovaskular menjadi rentang homeostasis dengan hasil pasien
tetap asimptomatik. Tapi, dengan aktivasi terus menerus dapat menyebabkan kerusakan end organ dengan ventrikel,
dengan perburukan remodeling ventrikel kiri dan dekompensasi cordis.
Gambar 1 menyediakan gambaran konseptual untuk pertimbangan perkembangan dan
progresi HF dengan depresi EF. Seperti terlihat, HF mungkin dilihat sebagai penyakit progresif
yang dimulai setelah indeks kejadian baik kerusakan otot jantung, dengan resultan hilangnya
myosit jantung yang fungsional, atau mengganggu kemampuan myokardium untuk menghasilkan
tenaga, dengan mencegah jantung untuk berkontraksi secara normal. Indeks kejadian ini mungkin
memiliki onset mendadak, seperti kasus IM, mungkin secara bertahap atau mendadak,
sebagaimana juga kasus tekanan hemodinamik dan volume overloading; atau bawaan; juga kasus
kardiomiopati genetik. Terlepas dari kejadian pencetus, semuanya menyebabkan penurunan
kapasitas pompa jantung. Kebanyakan pasien tetap asimptomatik atau secara simptomatik sedikit
diikuti penurunan inisial kapasitas pompa jantung, atau simptomatik yang berkembang hanya
setelah disfungsi ada untuk beberapa waktu. Juga, ketika dilihat di kerangka konsep di atas,
disfungsi ventrikel kiri perlu, tapi tidak cukup, untuk menyebabkan sindrom HF.
Walaupun alasan kenapa pasien dengan disfungsi ventrikel kiri tetap asimptomatik tidak
spesifik, 1 penjelasan potensial adalah adanya mekanisme kompensasi yang teraktivasi dengan
adanya kerusakan jantung dan atau disfungsi ventrikel kiri, dan muncul menetap dan memodulasi
fungsi ventrikel kiri sekitar bulan-tahun. List mekanisme kompensasi telah dijelaskan sejauh ini
meliputi
1) Aktivasi RAA system dan sistem saraf adrenergik, dimana bertanggung jawab terhadap CO
melalui peningkatan retensi air dan garam,
2) Peningkatan kontraktilitas myokardium.

Sebagai tambahan, ada aktivasi keluarga molekul countervailing vasodilator, meliputi


ANP dan BNP, prostaglandin (PGE2 dan PGI2), dan nitrat oksida (NO), yang menyebabkan
vasokonstriksi perifer. Latar belakang genetik, kelamin, usia, atau lingkungan juga
mempengaruhi mekanisme kompensatori ini, dimana memodulasi fungsi LV dalam rentang
homeostasis, seperti kapasitas fungsional pasien hanya secara minimal menetap atau menurun.
Juga pasien mungkin tetap asimptomatik atau sedikit simptomatik sekitar periode tahunan. Akan
tetapi, beberapa titik pasien menjadi simptomatik sepenuhnya, dengan resultant peningkatan
morbiditas dan mortalitas. Walaupun mekanisme pasti yang bertanggung jawab untuk transisi ini
tidak diketahui dengan pasti. Transisi simptomatik HF diikuti dengan peningkatan aktivasi
neurohormonal, adrenergik, dan sistem sitokin yang menyebabkan perubahan adaptif di dalam
miokardium, yang dikenal sebagai LV remodeling.
Sebaliknya, patogenesis HF dengan preserved EF masih diteliti. Walaupun disfungsi
diastolik merupakan satu-satunya mekanisme, tapi beberapa studi komunitas menyatakan
mekanisme tambahan, seperti peningkatan kekakuan vaskuler dan ventrikel, mungkin juga
penting.
g. Patofisiologi

Gambar 2: Aktivasi sistem neurohormonal pada gagal jantung. Penurunan CO pada pasien HF menyebabkan “unloading”
baroreseptor tekanan tinggi (bulat) di ventrikel kiri, sinus karotikus, dan arkus aorta. Pelepasan beban ini menyebabkan
sinyal aferen ke sistem saraf pusat (SSP) yang merangsang pusat kardioregulatori di otak dimana menstimulasi pelepasan
arginine vasopression (AVP) dari hipofisis posterior. AVP (atau ADH) adalah vasokonstriktor kuat yang meningkatkan
permeabilitas duktus kolektivus ginjal, menyebabkan reabsorpsi air bebas. Sinyal aferen ke SSP juga mengaktivasi sistem
saraf simpatis eferen yang menginervasi jantung, ginjal, vaskulatur perifer, dan otot rangka. Stimulasi simpatis ginjal
menyebabkan pelepasan renin, yang menyebabkan peningkatan angiotensin II dan aldosteron. Aktivasi sistem renin-
angiotensin-aldosteron merangsang retensi garam dan air yang menyebabkan vasokonstriksi vaskulatur perifer, hipertrofi
myosit, kematian sel myosit, dan fibrosis myokard. Ketika mekanisme neurohormonal memfasilitasi adaptasi jangka pendek
dengan menjaga tekanan darah, dan juga perfusi ke organ vital, mekanisme neurohormonal sama dipercaya berkontribusi
terhadap perubahan end organ di jantung dan sirkulasi, dan menuju kelebihan retensi air dan garam pada HF parah. [E
Braunwald: Patophysiology of heart failure, in Braunwald’s Heart Disease, 7 th ed, D Zipes et al (eds). Philadelphia,
Elsevier Saunders, pp 509-538, 2005; dan diadaptasi oleh Schrier RW, Abraham WT: N Engl J Med 341:577, 1999.]
Remodeling ventrikel kiri terjadi sebagai respons kejadian kompleks yang terjadi secara
seluler dan molekuler. Perubahan ini meliputi
1) Hipertrofi myosit
2) Perubahan pada sifat kontraksi myosit
3) Hilangnya myosit selama nekrosis, apoptosis dan kematian sel autofagi
4) Desensitisasi β-adrenergik
5) Abnormalitas energetika myokardium dan metabolisme
6) Reorganisasi matriks ekstraseluler dengan disolusi kolagen struktural yang mengelilingi
sekitar myosit dan penggantian dengan matriks interstisial kolagen yang tidak memberikan
penyokong struktural terhadap myosit.
Stimuli biologis untuk perubahan ini meliputi peregangan mekanik myosit, neurohormon yang
bersirkulasi (norepinefrin, angiotensin II), sitokin inflamasi (TNF), dan peptida lain serta growth factor
(endothelin), dan reactive oxygen spesies (superoksida, NO). Walaupun molekul ini secara kolektif
dirujuk sebagai neurohormon, sejarah terminologi entah bagaimana salah sebagai neurohormonal klasik,
seperti norepinefrin dan angiotensin II, mungkin juga disintesis secara langsung di dalam myokardium,
dan juga mungkin juga bekerja dengan cara autokrin dan parakrin. Konsep ini tetap overekspresi dari
molekul aktif biologis ini berkontribusi terhadap progresi HF dengan menciptakan efek deleterious yang
mereka lakukan pada jantung dan sirkulasi. Rasional klinis untuk menggunakan agen farmakologi yang
mengantagonis sistem ini (ACE inhibitor dan beta bloker) dalam menangani pasien dengan HF.
Disfungsi Sistolik
Untuk memahami bagaimana perubahan yang terjadi pada kegagalan myosit jantung
berkontribusi terhadap penurunan fungsi sistolik ventrikel kiri pada HF, sangat disarankan untuk
mengulang kembali biologi sel otot jantung. Aktivasi terus menerus neurohormonal menyebabkan
perubahan transkripsi dan post-transkripsi dalam gen dan protein yang mengatur excitation-contraction
coupling dan interaksi cross bridge (gambar 3). Secara kolektif perubahan ini mengganggu kemampuan
myosit untuk berkontraksi dan demikian berkontribusi terhadap depresi fungsi sistolik LV yang diamati
pada pasien HF.
Gambar 3: Fluks Ca2+ dan struktur kunci yang terlibat dalam excitation-contraction coupling. Panah menunjukkan arah fluks
Ca2+. Ketebalan setiap panah mengindikasi magnitude dari fluks kalsium. 2 siklus Ca2+ meregulasi excitation-contraction
coupling dan relaksasi. Siklus lebih besar keseluruhan intraseluler dan melibatkan fluks Ca2+ menuju dan keluar retikulum
sarkoplasma, sebagaimana juga Ca2+ berikatan ke dan dilepas dari troponin C. Siklus Ca2+ lebih kecil ekstraseluler terjadi ketika
kation bergerak menuju dan keluar sel. Potensial aksi membuka kanal membran plasma Ca2+ yang memperbolehkan masuknya
Ca2+ secara pasif menuju sel dari cairan ekstraseluler (panah A). Hanya sedikit porsi dari Ca 2+ yang masuk sel secara langsung
yang mengaktivasi protein kontraktil (panah A1). Siklus ekstraseluler selesai ketika Ca 2+ secara aktif ditransport keluar dari
cairan ekstraseluler dengan 2 plasma membran fluks yang dimediasi oleh Na-Ca exchanger (panah B1) dan pompa kalsium
membran plasma (panah B2). Pada siklus Ca2+ intraseluler, pelepasan Ca2+ pasif terjadi melalui kanal di sisterna (panah C) dan
menginisiasi kontraksi: uptake aktif Ca2+ oleh pompa Ca2+ dari jaringan sarkotubuler (panah D) merelaksasi jantung. Difusi Ca2+
di dalam retikulum sarkoplasma (panah G) mengembalikan kation aktivator ke sisterna, dimana disimpan dalam kompleks
dengan calsequestrin dan protein terikat kalsium lain. Ca2+ dilepas dari retikulum sarkoplasma memulai sistole ketika berikatan
dengan troponin C (panah E). Penurunan [Ca2+] sitosol oleh retikulum sarkoplasma (SR) menyebabkan ion ini untuk berdisosiasi
dari troponin (panah F) dan merelaksasi jantung. Ca 2+ mungkin juga bergerak di antara mitokondria dan sitoplasma (H).
(Diadaptasi oleh Katz, dengan izin.)
Disfungsi Diastolik
Relaksasi myokardium tergantung proses ATP yang diatur oleh ambilan kalsium sitoplasma
menuju retikulum sarkoplasma (SR) oleh retikulum sarkoplasma Ca2+ adenosine trifosfatase (SERCA2A)
dan ekstrusi dari kalsium oleh pompa sarkolemma (gambar 3). Reduksi konsentrasi ATP, seperti yang
terjadi pada iskemia, mungkin mengganggu proses ini dan menyebabkan perlambatan relaksasi
myokardium. Jika pengisian ventrikel kiri terlambat karena komplians LV berkurang (misalnya karena
hipertrofi atau fibrosis), tekanan pengisian LV akan tetap meningkat pada akhir diastole (gambar 4).
Peningkatan HR secara disproporsi memendekan waktu untuk pengisian diastolik, dimana mungkin
menyebabkan peningkatan tekanan pengisian LV, pada ventrikel yang non-komplians. Peningkatan LV
end-diastolic filling pressure menyebabkan peningkatan pulmonary capillary pressure, dimana
berkontribusi terhadap pengalaman dsypnea pada pasien dengan disfungsi diastolik. Penting, disfungsi
diastolik dapat terjadi sendiri atau dengan disfungsi sistolik pada pasien HF.
Gambar 4: Mekanisme yang menyebabkan disfungsi diastolik direfleksikan dalam relasi P-V. Separuh bawah dari loop P-V
digambarkan. Garis tebal merepresentasikan subjek normal; garis putus merepresentasi pasien dengan disfungsi diastolik.
Remodeling Ventrikel Kiri
Remodeling ventrikel merujuk terhadap perubahan massa LV, volume, bentuk dan komposisi
jantung yang terjadi karena kerusakan jantung dan/atau abnromalitas hemodinamik. LV remodeling
mungkin berkontribusi secara independen terhadap progresi HF oleh beban mekanik yang terjadi oleh
perubahan geometri dari LV yang sudah diremodeling. Sebagai contoh, perubahan bentuk ventrikel kiri
dari revolusi prolate ellipsoid menuju bentuk lebih bulat selama remodeling LV menyebabkan
peningkatan stres dinding meridional dari LV, dimana menciptakan beban mekanik de novo untuk
kegagalan jantung. Sebagai tambahan terhadap peningkatan LV EDV, penipisan dinding ventrikel kiri
juga terjadi sebagaimana ventrikel kiri mulai untuk dilatasi. Peningkatan penipisan dinding terjadi
berbarengan dengan peningkatan afterload yang diciptakan oleh dilatasi LV yang menyebabkan afterload
mismatch yang mungkin juga berkontribusi terhadap penurunan SV. Lebih lagi, stress dinding end-
diastolik mungkin menyebabkan:
1) Hipoperfusi subendokardium, dengan hasil perburukan fungsi LV
2) Peningkatan stress oksidatif, dengan hasil aktivasi keluarga gen yang sensitif terhadap
pelepasan radikal bebas (TNF dan IL-1β)
3) Ekspresi terus menerus dari gen yang teraktivasi oleh regangan (angiotensin II,
endothelin dan TNF) dan/atau aktivasi regangan oleh jalur sinyal hipertrofi.
Masalah kedua yang penting sebagai hasil dari peningkatan sferisitas ventrikel adalah otot papillary
tertarik, menyebabkan inkompeten katup mitral dan perkembangan menjadi regurgitasi mitral fungsional.
Sebagai tambahan terhadap hilangnya aliran darah ke depan, regurgitasi mitral juga sebagai hasil lebih
lanjut dari overloading hemodinamik ventrikel. Beban mekanik yang terjadi oleh remodeling LV bisa
diekspektasi menyebabkan penurunan CO, peningkatan dilatasi LV (peregangan), dan peningkatan
hemodinamik overloading, dimana semua cukup berkontribusi terhadap progresi HF.
h. differential diagnoses
 Penyakit paru: pneumonia, PPOK, asma eksaserbasi akut, infeksi paru berat misalnya
ARDS, emboli paru
 Penyakit ginjal: gagal ginjal kronik, sindrom nefrotik
 Penyakit hati: sirosis hepatic

j. Algoritma Penegakan Diagnosis

 Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, elektrokardiografi, foto toraks,


ekokardiografi Doppler, dan kateterisasi.
 Menggunakan kriteria Framingham. Diagnosis ditegakkan bila terdapat paling sedikit satu kriteria
mayor dan dua kriteria minor
Gagal jantung dapat diklasifikasikan menurut beberapa faktor. The New York Heart
Association (NYHA) Classification for Heart Failure membaginya menjadi 4 kelas,
berdasarkan hubungannya dengan gejala dan jumlah atau usaha yang dibutuhkan untuk
menimbulkan gejala, sebagai berikut:
1. Kelas I: Penderita dengan gagal jantung tanpa adanya pembatasan aktivitas fisik, dimana
aktivitas biasa tidak menimbulkan rasa lelah dan sesak napas.
2. Kelas II: Penderita dengan gagal jantung yang memperlihatkan adanya pembatasan aktivitas
fisik yang ringan, merasa lega jika beristirahat.
3. Kelas III: Penderita dengan gagal jantung yang memperlihatkan adanya pembatasan
aktivitas fisik yang ringan, kegiatan fisik yang lebih ringan dari kegiatan biasa sudah
member gejala lelah, sesak napas.
4. Kelas IV: Penderita dengan gagal jantung yang tidak sanggup melakukan kegiatan apapun
tanpa keluhan, gejala sesak napas tetap ada walaupun saat beristirahat.

i. penatalaksanaan
Tujuan :
- Menentukan diagnosa yang tepat
- Menyingkirkan kelainan yang menyerupai gagal jantung
- Memberikan pengobatan untuk mengurangi keluhan
Tindakan dan pengobatan ditujukan pada aspek-aspek :
- Mengurangi beban kerja
- Memperkuat kontraksi miokard
- Mengurangi kelebihan cairan dan garam
- Melakukan tindakan dan pengobatan khusus terhadap penyakit, faktor pencetus dan kelainan
yang mendasari
Tatalaksana :
- Non Farmakologi
 Edukasi mengenai gagal jantung, penyebab dan bagaimana mengenal serta upaya bila timbul
keluhan, dan dasar pengobatan
 Edukasi aktivitas seksual, serta rehabilitasi
 Edukasi pola diet, kontrol asupan garam, air dan kebiasaan alcohol
 Monitor berat badan, hati-hati dengan kenaikan berat badan yang tiba-tiba
 Istirahat  menurunkan konsumsi O2
 Olahraga
 Mengurangi berat badan pada pasien dengan obesitas
 Menghentikan kebiasaan merokok
 Konseling mengenai obat-obatan, dan menghindari obat tertentu, yaitu: NSAID, antiaritmia
kelas I, verapamil, diltiazem, dihidropiridin efek cepat, antidepresan trisiklik, steroid
- Farmakologi
 Reduksi volume preload
 Vasodilator
 Nitroglycerin
Secara sublingual dapat mereduksi volume preload selama 5 menit dan mengurangi sebagian
voleme afterload.Namun harus dihindari pada pasien dengan kerusakan ventrikel kiri karena
perfusi jaringan yang lemah. Dosisnya 0,4-0,6 mg sublingual atau 0,2-2 ug/kgBB/menit iv.
 Diuretik
Mengeluarkan kelebihan cairan, sehingga pembebanan jantung berkurang
 Furosemida
Dosisnya 20-40 mg/hari untuk kasus ringan dan 40-80 mg/hari untuk kasus berat atau untuk
efek cepat intravena 500 mg i.v. Bila furosemida tidak menghasilkan efek secukupnya
karena terdapat resistensi diuretika maka ditambahkan thiazida.
 Hidroklorotiazid
 Klortalidon
 Triamteren
 Amlorid
 Asam etakrinat
 Morphine sulfate  efek anxiolysis yang mengurangi produksi katekolamin dan resistensi
perifer.
 Reduksi dari resistensi perifer (afterload reduction)
 ACE inhibitor
Kaptopril, enalapril, lisinopril, dllbanyak digunakan pada gagal jantung kronis, juga setelah
infark pada pasien tertentu.Senyawa ini merupakan vasodilator paling cocok pada gagal
jantung dengan menghindari peningkatan angoitensin II yang seringkali timbukl pada
penyakit ini yang berdaya mengurangi beban jantung yang sudah lemah dan gejala-
gejalanya. Kaptopril dosisnya 2 x 6,25 mg.
 Antagonis-Ca
Ttidak terdapat kesepakatan berhubungan dengan efek inotrop negatifnya.
 AT-II-blockers
Antagonis angiotensin: losartan, valsartan, irbesartan, dll dapat digunakan pula. Obat-obat
ini berkhasiat vasodilatasi perifer dan mengurangi preload maupun afterload darah.
 Vasodilator koroner
Nitroprusida, prazosin, hidralazin obat-obat ini menurunkan afterload dengan jalan
vasodilatasi arteri.
 Hydralazine dipakai pada pasien yang tidak dapat mentoleransi ACE-inhibitor, selain itu
juga dapat digunakan pada wanita hamil.
 Nitroprusid 0,5-1 ug/kg BB/menit iv  Nitrat sebagai dilator vena mengurangi preload
darah.
 Prasozin peroral 2-5 mg
 Meningkatkan kontraktilitas jantung
 Digitalisasi
Digoksin
Memperkuat daya kontraksi otot jantung yang lemah sehingga memperkuat fungsi pompa,
berdasarkan peningkatan kadar kalsium. Sering kali diuretika dikombinasi dengan zat
inotropik positif digoksin, yang juga berdaya mengatasi resistensi diuretika dengan cara
memperbaiki volume menit jantung. Zat-zat inotropik positif lainnya seperti dopaminergika
tidak dianjurkan karena kerjanya terlalu kuat tanpa memiliki efek kronotropik negatif,
lagipula cenderung mngekibatkan aritmia, oleh karena itu obat-obat ini hanya digunakan i.v.
pada keadaan akut (shock jantung dsb.).Penghambat fosfodiesterase pun tidak dianjurkan
berhubung efek buruknya terhadap sel jantung.
 Cedilanid
 Folia digitalis
Cara pemberian digitalis:
Dosis Permulaan (digitalisasi) Dosis
Cepat Lambat Pemeliharaan
Cedilanid 1-2 ml iv kemudian 1-2
ml tiap 4-6 jam sampai
tercapai digitalisasi (max:
6-8 ml/hari)

Hari ke-2:

1-2 ml tiap 4-6 jam


dengan max. 4-6 ml
(sampai tercapai
digitalisasi tergantung
irama jantung
Digoksin Sama 3x0,25 mg 2-3 x 0,125 mg
sampai
tercapai
digitalisasi
Folia digitalis 3x100 mg 2-3 x 50 mg
sampai
tercapai
digitalisasi

Dosis dan cara pemberian digitalis bergantung pada beratnya gagal jantung. Pada gagal jantung
berat dengan sesak napas hebat dan takikardi lebih dari 120/menit, biasanya diberikan digitalisasi
cepat.Pada gagal jantung ringan diberikan digitalisasi lambat.Pemberian digitalisasi per oral
paling sering dilakukan karena paling aman.Pemberian dosis besar tidak selalu perlu, kecuali bila
diperlukan efek maksimal secepatnya, misalnya pada fibrilasi atrium rapid response. Dengan
pemberian oral dosis biasa (pemeliharaan), kadar terapeutik dalam plasma dicapai dalam waktu 7
hari. Pemberian secara intravena hanya dilakukan pada keadaan darurat, harus dengan hati-hati,
dan secara perlahan-lahan.

 Aminsimpatomimetik
 Dobutamine
Secara intravena mempunyai efek inotropik positif dengan efek kronotropik negative yang
ringan, selain itu juga memiliki efek vasodilator ringan.
 Dopamine
Dihindari pada pasien hipotensi karena efek vasodilatasinya yang kuat.
- Pemakaian Alat dan Tindakan Bedah
 Revaskularisasi (perkutan, bedah)
 Operasi katup mitral
 Aneurismektomi
 Kardiomioplasti
 External Cardiac Support
 Pacu Jantung
 Heart transplantation
- Tindakan Khusus
 Ditujukan pada kelainan yang mendasari gagal janutng
 Pada gangguan mekanis akibat stenosis katup, valvuloplasti balon atau pembedahan perlu
dilakukan bila keadaan memungkinkan.
 Angiografi koroner perlu dilakukan pada penderita yang diduga menderita penyakit
jantung koroner
 Pada waktu perawatan gagal jantung berat, penatalaksanaan akan lebih terarah apabila
dalam dilakukan pemantauan hemodinamik terutama tekanan vena sentral dan tekanan
pembuluh baji paru. Ini dapat dilakukan dengan pemasangan kateter Swan Ganz.

j. pencegahan
- Pencegahan primordial
Ditujukan pada masyarakat dimana belum tampak adanya resiko gagal jantung.Upaya ini
bertujuan memelihara kesehatan setiap orang yang sehat agar tetap sehat dan terhindar dari
segala jenis penyakit termasuk penyakit jantung.Cara hidup sehat merupakan dasar
pencegahan primordial penyakit gagal jantung seperti mengkomsumsi makanan sehat, tidak
merokok, berolah raga secara teratur, meghindari stress, seta memelihara lingkungan hidup
yang sehat.
- Pencegahan Primer
Pencegahan primer ditujukan pada masyarakat yang sudah menunjukkan adanya faktor
risiko gagal jantung. Upaya ini dapat dilakukan dengan membatasi komsumsi makanan yang
mengandung kadar garam tinggi, mengurangi makanan yang mengandung kolesterol tinggi,
mengontrol berat badan dengan membatasi kalori dalam makanan sehari-hari serta
menghindari rokok dan alkohol.
- Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan pada orang yang sudah terkena gagal jantung bertujuan
untuk mencegah gagal jantung berlanjut ke stadium yang lebih berat. Pada tahap ini dapat
dilakukan dengan diagnosa gagal jantung,tindakan pengobatan denagn tetap
mempertahankan gaya hidup dan mengindari faktor resiko gagal jantung.
- Pencegahan tersier
Pencegahan tersier bertujuan untuk mencegah komplikasi yang lebih berat atau kematian
akibat gagal jantung. Upaya yang dilakukan dapat berupa latihan fisik yang teratur untuk
memperbaiki fungsional pasien gagal jantung.
k. Prognosis
Selain banyak evaluasi dan penanganan HF, perkembangan HF simptomatik tetap membawa
prognosa buruk. Studi berbasis komunitas mengindikasi bahwa 30-40% pasien mati dalam 1 tahun
diagnosis dan 60-70% mati dalam 5 tahun, secara umum disebabkan GJK memburuk atau GJA
(mungkin dikarenakan aritmia ventrikel). Walaupun sulit untuk memprediksi prognosis per
individual, pasien dengan gejala saat istirahat (NYHA IV) memiliki 30-70% angka mortalitas
tahunan, dimana pasien dengan NYHA kelas II (aktivitas sedang) memiliki angka kematian tahunan
5-10%. Juga, status fungsional adalah prediktor penting untuk outcome pasien.

l. SKDI
4. Pemeriksaan Fisik
1. Interpretasi Physical Exam:

General Consideration:

No. Hasil Pemeriksaan Fisik Nilai Normal Interpretasi


1. General examination:
- Compos mentis Compos mentis Normal
- Orthopnoe (+) (-) Abnormal
- height 160 cm, 18,5-24,9 Normal
weight 59 kg
BMI: 23,05
- BP 140/90 mmHg 120/80 mmHg Hipertensi
- RR: 32 x/menit 12-20 x/menit Takipneu
- PR: 109 x/menit 60-100 x/menit Tachicardi

Specific Consideration:

1. Head and neck:


- JVP(5+2) cmH2O (5-2)cmH20 Abnormal

- wheezing (-) (-) Normal


2. Thorax:

- HR 109x/menit 60-100 x/menit Tachicardi


- Murmur (-) Normal
- S3 Gallop (+) (-) Abnormal
- Basal Rales(+) (-) Abnormal

3. Abdomen:
(-) Abnormal
liver is palpable 2 fingers
(Hepatomegaly)
below the costal arch
4. Extremities:
(-) Abnormal
ankle edema
-

2. Mekanisme abnormal Physical Exam:


General Consideration :
o Orthopneu
Orthopneu dihasilkan dari redistribusi cairan dari sirkulasi splanchnic dan ekstremitas bawah
menuju sirkulasi sentral selama berbaring, dimana menyebabkan peningkatan pulmonary
capillary pressure.Batuk malam merupakan manifestasi yang sering dari proses ini dan
sering terlihat pada pasien HF. Orthopnea secara umum lega jika pasien duduk atau tidur
dengan tambahan bantal.
Mekanisme: saat berbaring (posisi paru-paru lebih rendah dibandingkan pada saat
posisi tegak)  redistribusi cairan dari sirkulasi viscera dan extermitas inferior ke
sirkulasi utama  menambah aliran balik pembuluh darah dan meningkatkan tekanan
kapiler paru-paru  sesak (orthopnoe)
o BP 140/90 mmHg, Interpretasi : hipertensi
Mekanisme: Stroke volume yang tidak mencukupi menyebabkan terjadinya
penurunan tekanan dinding arteri. Penurunan ini dideteksi oleh baroreseptor yang
selanjutnya memicu saraf simpatis untuk meningkatkan tekanan arteri dengan
melakukan vasokontriksi. Vasokontriksi ini kemudian memicu system RAA.
Angiotensin II yang dihasilkan menyebabkan vasokontriksi juga dan sekaligus
mengaktifkan aldosteron sehingga terjadi retensi cairan di ginjal. Peristiwa inilah
yang menyebabkan BP yang terukur adalah 140/90 mmHg.
o RR = (Takipnea) 32x/min
Makna dari meningkatnya RR, pasien mengalami sesak nafas (Takipnea) yang
disebabkan karena adanya cairan/eksudat yang memenuhi rongga perikardium dan
paru-paru sehingga terjadi gangguan pertukaran O2 dan menyebabkan jaringan
kekurangan O2 yang harus dikompensasi dengan peningkatan respiratory rate.
Hal ini juga disebabkan oleh gagal jantung yang dialami Mr. HT , sehingga
berkurangnya cardiac output dan berkurangnya aliran darah ke jaringan dan jaringan
kekurangan O2.

Specific Consideration :
o JVP (5+2) cm H2O
Akibat dari gagal jantung kiri tekanan vaskuler paru meningkat  darah dari
ventrikel kanan sulit masuk ke paru  peningkatan kontraktilitas ventrikel kanan
(agar darah bisa masuk ke dalam paru)  peningkatan tekanan pada vena sistemik
dan peningkatan tekanan vena cava superior  peningkatan JVP
o Basal Rales
Kongesti paru tekanan arteri dan vena pulmonal meningkat dimana tekanan vena
yang meningkat  keseimbangan tekanan hidrostatik dan osmotik terganggu
sehingga terjadi ekstravasasi cairan ke rongga alveolar hal inilah yang menyebabkan
bunyi ronkhi dan mengi terjadi.
o Palpable Liver
o Gagal jantung kanan, ventrikel kanan pada saat sistol tidak mampu memompa darah
 tekanan akhir diastol ventrikel kanan akan meninggi  tekanan di atrium kanan
meninggi  bendungan v. cava superior, v.cava inferior, dan seluruh system vena 
bendungan di v. jugularis dan v. hepatica (hepatomegali)
o Minimal Ankle Edema
Penimbunan cairan dalam ruang interstisial.
Disfungsi sistolik/diastolik  gangguan fungsi ventrikel kanan  curah jantung
ventrikel kanan menurun  peningkatan tekanan vena pulmonalis  peningkatan
tekanan arteri pulmonalis (hipertensi pulmonal)  peningkatan tekanan di ventrikel
dan atrium kanan  peningkatan tekanan vena sistemik  bendungan darah di vena
perifer penumpukan cairan di jaringan perifer  ankle edema

5. Pemeriksaan Laboratorium

Interpretasi

No Hematologi Nilai Skenario Nilai Rujukan Interpretasi

1 Hemoglobin 10,7 g/dL Laki-laki : 13-18 g/dL Turun


Perempuan : 12-15 g/dL
3 3
2 WBC 6.800/ mm 5.000 – 10.000 /mm Normal
3 3
3 Trombosit 190.000/mm 150 – 400 ribu /mm Normal

4 Cholesterol Total 209 mg/dL <200 mg/dL Meningkat

5 LDL 135 mg/Dl <130 mg/dL Meningkat

6 HDL 29 mg/dL ≥ 40 mg% Turun

7 Triglyceride 130 mg/dL 40-160 mg/dL Normal

8 Fasting Blood Glucose 98 mg/dL GDP 80-126 mg/dL Normal

9 Ureum 40 mg/dL 15 – 40 mg% Normal

10 Creatinine 1,01 mg/dL 0,6 – 1,3 mg% Normal

11 Sodium 135 mg/dL 135-145 mg/dL Normal

12 Potassium 4,2 mmol/L 3,5-5 mmol/L Normal

13 Urinalysis Normal finding Normal


Mekanisme abnormal
Hemoglobin (Anemia)
Inflamasi memegang peranan penting dalam mekanisme terjadinya anemia pada gagal jantung.
Sitokin proinflamasi seperti TNF-α, IL-1, dan IL-6 meningkat pada gagal jantung, dan
menyebabkan gangguan pada berbagai aspek eritropoiesis seperti mengurangi sekresi
eritropoietin serta menurunkan aktifitas eritropoietin pada precursor eritrosit dalam sumsum
tulang. Sitokin proinflamasi juga meningkatkan kadar hepcidin, suatu peptide yang dihasilkan
oleh hepatosit. Hepcidin menyebabkan gangguan absorbs besi di duodenum, meningkatkan
ambilan besi ke dalam makrofag serta menghambat pelepasan besi dari makrofag. Hal ini
menyebabkan besi terperangkap dalam makrofag sehingga mengurangi bioavailabilitas cadangan
besi untuk sintesis hemoglobin.

Total kolestrol, LDL, HDLmeningkat

Total kolestrol, LDL, HDL meningkat kemungkinan karena kebiasaan merokoknya yang berat.
Kadar serum kolesterol dan trigliserida yang tinggi dapat menyebabkan terbentuknya
arterosklerosis. Pada arterosklerosis ditemukan pengendapan lemak (foam cell) pada tunika
intima dan meluas ke tunika media. Kolesterol dan trigliserida dibawa dalam darah oleh protein
pengangkut lemak atau lipoprotein. Lipoprotein yang berdensitias tinggi (HDL) membawa lemak
ke seluruh tubuh, termasuk endotel arteri. Lipoprotein meresap ke dalam sel sehingga kolesterol
dan trigliserida membentuk radikal bebas sehingga merusak endotel yang mengakibatkan
terjadinya kerusakan elastisitas pembuluh arteri dalam merangsang syaraf simpatis dan
parasimpatis. Tumpukan lemak yang terlepas membentuk emboli yang menyumbat pembuluh
darah kecil, sehingga jaringan sekitar mengalami iskemik yang berkembang menjadi kematian
sel (infark). Makrofag akan "memakan" LDL yang telah dioksidasi melalui reseptor scavenger
membentuk sel busa atau "foam cell" dan selanjutnya akan menjadi “fatty streaks”. Aktivasi ini
menghasilkan sitokin dan faktor-faktor pertumbuhan yang akan merangsang proliferasi dan
migrasi sel-sel otot polos dari tunika media ke tunika intima dan penumpukan molekul matriks
ekstraselular seperti elastin dan kolagen, yang mengakibatkan pembesaran plak dan terbentuk
fibrous cap. Orang dengan kadar kolesterol melebihi 300 ml/dL memiliki resiko 4 kali lebih
tinggi untuk mengalami jantung korones dibandingkan kadar orang dengan kadar kolesterol 200
mg/dL.
6. Pemeriksaan Tambahan
ECG : Sinus Rhytm, LAD, HR 120 x/min, slow progression of R wave, LV strain (+)
Chest X-Ray : CTR 65%, boot-shaped cardiac, Kerley’s B line (+), signs of cephalization (+)

Test Reference Result Interpretasi

LAD (-) (+) Penyimpanan sumbu ventrikel


ke arah kri karena adanya
hipertrofi ventrikel kiri

HR 60-100x/menit 120x/menit Takikardi

LV Strain (-) LV Strain Hipertensi Ventrikel

CTR < 50% 65% Hipertrofi Ventrikel

Foto Cardio (-) boot- Hipertrofi Ventrikel


shaped
cardiac
Kerley’s Line (-) (+) Penebalan Septum Interlobular

Sign Of (-) (+) Hipertensi Ventrikel


cephalization

4. Mekanisme abnormal pada pemeriksaan tambahan

o LAD
Menunjukkan berubahnya arah resultan QRS dari yang awalnya ke kiri bawah, menjadi ke
arah kanan atas. Hal ini disebabkan oleh besarnya impuls yang mampu menggeser aksis ke
kiri, dalam kasus disebabkan oleh LVH

o HR 120x/min
Dalam kasus disebabkan oleh berkurangnya aliran darah akibat CHF. Tubuh
mengkompensasi dengan meningkatkan HR.

o LV strain
LVH sering berhubungan dengan depresi segmen ST dan inversi dalam dari gelombang T.
Perubahan ini tampak di sandapan prekordial, V5 dan V6. pada sandapan ekstremitas
terdapat pula perubahan ST-T berlawanan dengan defleksi dominan dari gelombang QRS.
Jika aksis ekg adalah vertikal maka akan tampak perubahan di sadapan II, III, aVF, jika
horizontal maka akan tampak perubahan di sadapan I dan aVL.


o CTR 65%
Normalnya dibawah 50%, didapat dari perbandingan lebar jantung dengan lebar
thorax.Pada kasus dibabkan karena adanya hipertrofi ventrikel pada jantung

o Booth shaped
Penampakan radiologis dimana pinggang jantung membentuk sudut fix sehingga jantung
menyerupai sepatu. Mengindikasikan adanya hipertrofi ventrikel kanan
o

o Kerley's line +

Garis Kerley merupakan garis mendatar dari dinding thorak ke medial kira-kira 3-4 cm.
Edema interstitial menyebabkan paru berbercak-bercak tipis, halus, sehingga gambaran
radiolusen paru berubah menjadi suram. Garis Kerley ini muncul akibat terbendungnya
aliran limfe karena edema intraalveolar. Edema ini menunjukkan septal line yang dikenal
sebagai Kerley’s line.

Anda mungkin juga menyukai