Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN TETAP

PRAKTIKUM SATUAN OPERASI 1

KETIDAKPASTIAN PENGUKURAN DALAM PERCOBAAN

SULAIMAN
05031381823054

TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PALEMBANG

2019
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengukuran merupakan kegiatan yang sangat penting dalam setiap percobaan


ilmiah, seperti penelitian dan praktikum. Dalam ilmu-ilmu eksak, kegiatan
pengukuran yang akurat merupakan kunci keberhasilan dalam pengolahan data dan
penyediaan informasi. Namun, dalam setiap kegiatan pengukuran selalu ada sebuah
ketidakpastian nilai pengukuran. Hal itu dapat diakibatkan oleh keterbatasan alat
maupun keterbatasan orang yang melakukan pengukuran. Untuk mendapatkan
tingkat ketepatan nilai yang tinggi, pengukuran biasanya dilakukan dengan
menggunakan alat ukur yang mempunyai keakuratan yang tinggi dan dilakukan
secara berulang-ulang sehingga didapatkan sejumlah data yang mendekati nilai
sebenarnya yang kemudian dapat diolah kembali dengan menggunakan kaidah-
kaidah statistika (Burhanuddin, 2014).
Nilai pengukuran yang akurat merupakan bagian penting dalam setiap
praktikum. Oleh karena itu, diperlukan alat ukur yang mempunyai tingkat ketelitian
yang tinggi sehingga dapat menghasilkan nilai pengukuran dengan keakuratan yang
tinggi. Akurasi alat ukur menggambarkan ukuran ketepatan nilai hasil pengukuran
dengan nilai sebenarnya. Dengan demikian tingkat presisi dan akurasi suatu alat ukur
menjadi sangat penting dalam menentukan sebuah ketidakpastian pengukuran (Lia,
2013).

B. Tujuan

Praktikan dapat mengetahui ketidakpastian pengukuran dalam percobaan atau


kesalahan (error) dalam suatu percobaan serta mengetahui kesalahan-kesalahan
dalam perhitungan.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Pengukuran merupakan bagian dari keterampilan Proses Sains yang


merupakan pengumpulan informasi baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif.
Dengan melakukan pengukuran , dapat diperoleh besarnya atau nilai suatu besaran
atau bukti kualitatif. Dalam pengukuran ada yang dikatakan ketepatan dan ketelitian
pengukuran. Ketepatan adalah jika suatu besaran diukur beberapa kali (pengukuran
berulang) dan menghasilkan angka-angka yang menyebar di sekitar harga yang
sebenarnya maka pengukuran dikatakan “akurat”. Pada pengukuran ini, harga rata-
ratanya mendekati harga yang sebenarnya. Sedangkan, ketelitian adalah jika hasil-
hasil pengukuran terpusat di suatu daerah tertentu maka pengukuran disebut presisi
(harga tiap pengukuran tidak jauh berbeda). Suatu pengukuran selalu disertai oleh
ketidakpastian. Beberapa penyebab ketidakpastian tersebut antara lain adanya Nilai
Skala Terkecil (NST), kesalahan kalibrasi, kesalahan titik nol, kesalahan paralaks,
fluktuasi parameter pengukuran, dan lingkungan yang saling mempengaruhi serta
tingkat keterampilan pengamat yang berbeda-beda. Dengan demikian sangan sulit
untuk mendapatkan nilai sebenarnya suatu besaran melalui pengukuran. Beberapa
panduan bagaimana cara memperoleh hasil pengukuran seteliti mungkin diperlukan
dan bagaimana cara melaporkan ketidakpastian yang menyertainya. Kita mengukur
setiap besaran fisik dalam satuannnya masing-masing, menggunakan perbandingan
terhadap suatu standar. Satuan adalah nama unik yang kita tetapkan untuk
mengukur besaran tersebut (Muchtar, 2015).
Dalam pengukuran terdapat besaran pokok yaitu besaran yang satuannya
telah didefinisikan terlebih dahulu yang terdiri dari panjang, masssa, waktu, suhu,
kuat arus listrik, intensitas cahaya dan jumlah zat dan besaran turunan yaitu
besaran yang satuannya diperoleh dari besaran pokok yang terdiri dari luas, volume,
massa jenis, kecepatan, percepatan, gaya, usaha, daya, tekanan dan momentum.
Bentuk ketidakpastian pengukuran terdiri atas ketidakpastian bersistem dan
ketidakpastian acak (rambang). Ketidakpastian bersistem terdiri atas kesalahan
kalibrasi, kesalahan titik nol, kerusakan komponen alat, gesekan, kesalahan paralaks.
Ketidakpastian rambang (acak) merupakan kesalahan yang bersumber dari gejala
yang tidak mungkin dikendalikan atau diatasi berupa perubahan yang berlangsung
sangat cepat sehingga pengontrolan dan pengaturan di luar kemampuan.
Ketidakpastian berbeda antara pengukuran tunggal dengan pengukuran berulang.
Pengukuran tunggal adalah pengukuran yang hanya dilakukan satu kali saja.
Keterbatasan skala alat ukur dan keterbatasan kemampuan mengamati serta banyak
sumber kesalahan lain, mengakibatkan hasil pengukuran selalu dihinggapi
ketidakpastian. Nilai X sampai goresan terkhir dapat diketahui dengan pasti, namun
bacaan selebihnya adalah terkaan atau dugaan belaka sehingga patut diragukan.
Angka 2 pada persamaan di atas menunjukkan satu skala (nilai antar dua goresan
terdekat) masih dapat dibagi 2 bagian secara jelas oleh mata. berulang merupakan
pengukuran yang dilakukan lebih dari satu kali, akan tetapi dapat dibedakan anta
pengukuran yang dilakukan beberapa kali (2 atau 3 kali) dengan pengukuran yang
cukup sering (10 kali atau lebih. Deviasi adalah selisih antara tiap hasil pengukuran
dari nilai rata-ratanya. Pelaporan ketidakpastian pengukuran berbeda antara
pengukuran tunggal dengan pengukuran berulang. Pada pengukuran tunggal,
ketidakpastiannya diberi lambang Δx. Lambang Δx merupakan ketidakpastian
mutlak. Semakin kecil Δx, semakin tepat hasil pengukuran. Selain, ketidakpastian
mutlak ada pula ketidakpastian relatif. Makin tinggi ketidakpastian relatif, makin
tinggi ketelitian yang dicapai pada pengukuran. Saat menghitung jawaban dari
beberapa hasil pengukuran, yang masingmasing memiliki ketepatan tertentu, kita
harus memberikan hasil jawaban dengan jumlah angka penting yang benar. Secara
umum, angka penting dalam pengukuran adalah digit yang telah diketahui dan dapat
diandalkan (selain angka nol yang digunakanuntuk menentukan titik desimal) atau
perkiraan digit pertama. Saat mengalikan beberapa besaran, jumlah angka penting
dalam jawaban akhir harus sama dengan jumlah angka penting dalam besaran yang
angka pentingnya paling sedikit. Selain angka penting ada juga massa jenis
(kerapatan) suatu zat. Massa jenis didefinisikan sebagai massa per satuan volume.
Zat yang berbeda juga memiliki massa jenis yang berbeda karena perbedaan massa
dan susunan atom. Hukum-hukum fisika menyatakan hubungan antara besaran-
besaran fisik, seperti panjang, waktu, gaya, energi, dan suhu. Jadi, kemampuan untuk
mendefinisikan besaran-besaran tersebut secara tepat dan mengukur secara teliti
merupakan suatu syarat dalam fisika (Nirmala. A. N. 2014).
Pengukuran setiap besaran fisik mencakup perbandingan besaran tersebut
dengan beberapa nilai satuan besaran tersebut, yang telah didefinisikan secara tepat.
Semua besaran fisik dapat dinyatakan dalam beberapa satuan-satuan pokok. Sebagai
contoh, kelajuan dinyatakan dalam satuan panjang dan satuan waktu, misalnya meter
per sekon atau mil per jam. Banyak besaran seperti gaya,momentum, kerja, en ergi,
dan daya, dapat dinyatakan dalam tiga besaran pokok – panjang, waktu dan massa.
Pemilihan satuan standar untuk besaran-besaran pokok ini mengahasilkan suatu
sistem satuan. . secara universal dalam masyrakat ilmiah adalah Sistem
Internasional (SI). Sistem satuan yang digunakan Jangka sorong mempunyai dua
rahang dan satu penduga. Rahang dalam digunakan untuk mengukur diameter dalam
atau sisi dalam suatu benda. Rahang luar untuk mengukur diameter luar atau sisi luar
suatu benda. Sedangkan penduga digunakan untuk mengukur kedalaman. Skala
utama pada jangka sorong memiliki skala dalam cm dan mm. Sedangkan skala
nonius pada jangka sorong memiliki panjang 9 mm dan di bagi dalam 10 skala,
sehingga beda satu skala nonius dengan satu skala pada skala utama adalah 0,1 mm
atau 0,01 cm. Jadi, skala terkecil pada jangka sorong adalah 0,1 mm atau 0,01 cm.
Jangka sorong tepat digunakan untuk mengukur diameter luar, diameter dalam,
kedalaman tabung, dan panjang benda sampai nilai 10 cm . Penggaris atau mistar
berbagai macam jenisnya, seperti penggaris yang berbentuk lurus, berbentuk segitiga
yang terbuat dari plastik atau logam, mistar tukang kayu, dan penggaris berbentuk
pita (meteran pita). Mistar mempunyai batas ukur sampai 1 meter, sedangkan
meteran pita dapat mengukur panjang sampai 3 meter. Mistar memiliki ketelitian 1
mm atau 0,1 cm. Posisi mata harus melihat tegak lurus terhadap skala ketika
membaca skala mistar. Hal ini untuk menghindari kesalahan pembacaan hasil
pengukuran akibat beda sudut kemiringan dalam melihat atau disebut dengan
kesalahan paralaks. Karena sudut tersebut harusnya itu dapat sama dengan kelompok
yang lainnya (Zainal, T. 2012).
III. PELAKSANAAN PRAKTIKUM

A. Tempat dan Waktu

Praktikum satuan operasi 1 ini dilakukan pada tanggal 15 Februari 2019


pukul 10:00 – 12:00 WIB di Laboratorium satop 1 Hasil Pertanian, Fakultas
Pertanian Palembang.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah: 1) Jangka sorong, dan
2) Penggaris.
Bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah: 1) Penghapus pensil,
2) pena, 3) pensil, 4) Spidol,

C. Cara Kerja

Cara kerja dalam praktikum kali ini adalah:


1. Seluruh praktikan diberikan penjelasan dari asisten tentang penggunaan jangka
sorng.
2. Penjelasan tersebut dicatat oleh masing-masing praktikan.
3. Salah satu praktikan ditunjuk unutk menjelaskan kembali tentang penggunaan
jangka sorong.
4. Masing-masing benda praktikan diukur dengan jangka sorong, dengan berbagai
ketebalan. Ulangi perlakuan sebanyak 3 kali.
5. Hitung data berdasarkan ketidakpastian pengukuran dalam percobaan.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Hasil dari praktikum kali ini adalah:


Nama Benda
Percobaan
Pena Penghapus Pensil Spidol
1 6,5 mm 12 mm 7 mm 13,5 mm
2 7,5 mm 12 mm 7,5 mm 13 mm
3 6,5 mm 6,5 mm 7 mm 14,5 mm
Total 20,5 mm 36,5 mm 24 mm 46,1mm
Rata-rata 6,83 mm 12,16 mm 7,16 mm 13,66 mm

2. sesatan relatif
Nama benda Jangka sorong Penggaris
Pena 0,217 % 4,87 %
Penghapus 0,135 % 2,739 %
Pensil 0,243 % 4,651 %
Spidol 0,111 % 2,439 %
B. Pembahasan

Pengukuran yang dilakukan pada praktikum ini adalah pengukuran penjang,


pengukuran massa dan pengukuran waktu dan suhu. Dalam pengukuran pasti
menggunakan alat ukur yang berbeda untuk setiap pengukuran. Pada pengukuran
panjang digunakan 2 alat ukur yaitu : mistar, jangka sorong. Sesuai dengan teori
bahwa setiap alat ukur memiliki ketidak pastian dan tingkat ketelitian yang berbeda
antara alat ukur yang satu dengan yang lainnya. Mistar memiliki tingkat ketelitian
sebesar 1mm = 0,1cm dan memiliki ketidakpastin sebesar 0,05 cm = 0,5mm. Jangka
sorong mimiliki tingkat ketelitian sebesar 0,1 mm = 0,01 cm dan ketidakpastian
sebesar 0,05mm. Jangka sorong tepat digunakan untuk mengukur diameter luar,
diameter dalam, kedalaman tabung, dan panjang benda sampai nilai 10 cm. Sesuai
dengan hasil praktikum didapatkan hasil pengukuran pena menggunakan mistar
sebesar 20,00 mm, menggunakan jangka sorong sebesar 20,13 mm. Faktor lain yang
mendukung ketidakpastian ini adalah kesalahan paralaks atau posisi mata pada saat
membaca hasil pengukuran. Mata yang tidak tepat berada di atas skala, juga akan
mengakibatkan kesalahan pengukuran. Ini dapat membuat hasil dari penelitian
sangan jauh lah berbeda dibandingkan dengan kenyataannya. Pada penghapus itu
hasilnya .... karena pada saat mengukur mungkin kita salah melihat angka yang
berdempetan pada jangka sorong ataupun juga pada alat itu sendiri yang rusak
ataupun alat tersebut tidak kencang di kuncinya. Begitu juga dengan pena hasil
penelitian kami hasilnya itu .... yang berbeda dengan hasil dari kelompok lain,
mungkin di karenakan kami salah dalam mengukur dan mungkin kami salah dalam
meletakkan pena pada jangka sorong yang mungkin membuat pena tersebut
bergerak, atau kita sendiri yang salah dalam melihat anggka atapun juga alat itu
sendiri yang mengalami masalah. Sedangkan pada pensil itu juga sama hasilnya ...
berbeda dengan hasil dari kelompok lain mungkin dikarenakan permukaaan pensil
yang licin yang dapat menyebabkan salah dalam pengukurnnya. Dan yang terakir itu
pada spidol yang hasilnya itu agak tidak jauh berbeda dengan kelompok yang lain itu
mungkin di karenakan spidol itu dengan permukaan yang bulat yang mungkin semua
praktikan itu mengambil posisi pengukuran yang sama, yang dapat menghasilkan
nilai yang tidak jauh berbeda pada saat penelitian. Jelas bahwa jangka sorong
memiliki ketelitian yang lebih tinggi di bandingkan dengan mistar. Ini juga
ditunjukkan dengan terdapatnya beberapa angka di belakang koma pada hasil
pengukuran menggunakan jangka sorong. Di karenakan jangka sorong itu mem
unyai ketelitian yang lebih baik dari pada mistar yang di gunakan kita pada
praktikum tadi.
Semua kesalahan tersebut biasanya dapat terjadi karena praktikan kurang
teliti dalam membaca alat ataupun saat kita menggunaka alat. Jadi pada saat
praktikum lebih baik kita fokus dalam meneliti apa yang di kerjakan supaya hal
seperti ini tidak terjadi lagi pada saat penelitian. Mungkin ini di sebabkan oleh
kesalahan-kesalahan dalam praktikum yang telah dibahas pada teori singkat dan
mungkin juga karena kurang teliti dalam pembacaan hasil. Itulah hasil yang di
dapatkan banyak sekali yang salah atau mungkin seuruhnya itu mengalami
kegagalan baik itu pada praktikan itu sendiri atau pun dari alat yang di gunakan,
yang dapat menyebabkan kesalahan data yang di dapatkan.
V. KESIMPULAN
Kesimpulan dari praktikum kali ini adalah:
1. Ketelitian hasil dari praktikum kali ini adalah banyak sekali terjadi kesalahan
pada saat praktikum
2. Pada pengukuran kali ini kesalahan diakibatkan oleh perbedaan tingkat ketelitian
dan kesalahan paralaks.
3. Pengukuran spidol memiliki selisih yang paling kecil.
4. Pengukuran penghapuslah yang paling besar selisihnya di antara 3 bahan-bahan
tadi.
5. Jika kita ingin mengukur sesuatu yang memiliki ketelitian lebih, kita harus
menggunakan jangka sorong ketimbang penggaris, karena jangkasorong
ukrannya lebih kecil lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Brady, James E. 2013. “Kimia Universitas Edisi Kelima”. Jilid Pertama. Penerbit
Erlangga: Jakarta.

Day, R.A. Jr and, A. L. Underwood. 2012. “Analisis Kimia Kualitatif”. Edisi Revisi
Terjemahan. R.Soendoro dkk. Erlangga: Jakarta

muchtar, M. 2015. Makalah ketidkpastian pengukuran fisika. (online).


https://www.academia.edu/9697433/makalah_ketidakpastian_pengukuran_fis
ika. (diakses pada tanggal 26 februari 2019).

Nirmala. A. N. 2014. Laporan Fisika Dasar Pengukuran. (online).


https://id.sribd.com/docunment/85266330/Laporan fisik dasar pengukuran.
(diakses pada tanggal 26 Februari 2019).

Zainal, T. 2012. Makalah satuan operasi pengukuran. (online).


https://www.academia.edu/636377581/makalah_satuan_oepasi_pengukuran.
(diakses pada tanggal 26 februari 2019).

Anda mungkin juga menyukai