MATERI BAHASAN
Sejarah mencatat, sebelum abad ke-16, kehidupan masyarakat di wilayah nusantara kita
rukun dan damai. Masyarakat nusantara hidup dalam wilayah kerajaan-kerajaan yang dipimpim
oleh Raja dengan kearifan lokalnya sesuai dengan tempat atau wilayah yang dipimpinnya.
Keutuhan dan kedamaian kehidupan bermasyarakat menjadi retak ketika para penjajah mulai
berdatangan. Para penjajah, khususnya Belanda, pada tahun 1602 datang ke wilayah nusantara
dan menerapkan politik adu domba -yaitu memecah belah, saling menghasut antara kelompok
satu dengan kelompok lainnya- dikenal dengan ‘devide et impera’.
Organisasi pertama yang bersifat nasional adalah berdirinya ‘Boedi Oetomo’ tanggal 20
Mei 1908. Momentum berdirinya organisasi ini dikenal sebagai ‘Zaman Perintis’ dan diabadikan
sebagai ‘Hari Kebangkitan Nasional’. Organisasi ini dibentuk untuk menyatukan keinginan
masyarakat nusantara untuk melepaskan diri dari penjajahan dan berjuang untuk mendirikan
negara.
Perjuangan ini kemudian ditegaskan –disebut Zaman Penegas- melaui Sumpah Pemuda
pada tanggal 28 Oktober 1928. Isi Sumpah Pemuda tersebut adalah:
1. Kami Putra dan Putri Indonesia, mengaku bertanah air yang satu, Tanah Air
Indonesia;
2. Kami Putra dan Putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, Bangsa Indonesia;
3. Kami Putra dan Putri Indonesia, menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa
Indonesia.
Isi sumpah tersebut apabila dianalisis, terutama sumpah satu dan dua, erat kaitannya
dengan syarat pokok (unsur konstitutif) adanya negara, yaitu: wilayah, penduduk, dan
pemerintah.
Ketua BPUPKI adalah Dr. Radjiman Wedyodiningrat dan 63 anggota dari setiap wilayah
Indonesia ditambah 7 anggota tanpa hak suara. Pada sidang pertama tanggal 29 Mei-1 Juni 1945
membahas tentang rumusan dasar negara. Pada tanggal 29 Mei 1945 Mr. Muhammad Yamin
mengusulkan Dasar Negara Indonesia Merdeka, yaitu:
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan.
3. Ke-Tuhanan.
4. Peri Kerakyatan.
5. Kesejahteraan Rakyat (Keadilan Sosial)
Sedangkan Prof. Dr. Soepomo mengemukakan teori-teori negara , yaitu :
Kelima prinsip dasar tersebut diberi nama Pancasila. Selain itu Ir. Soekarno juga
mengusulkan Trisila dan Ekasila (Prinsip Gotong Royong).
Banyaknya usulan tentang dasar negara Indonesia ini, maka perlu dibentuk panitia kecil yang
disebut ‘Panitia Sembilan’ –karena terdiri dari Sembilan tokoh, diantaranya Ir. Soekarno, Drs.
Mohammad Hatta, Mr. A.A. Maramis, K.H. Wahid Hasyim- dan berhasil merumuskan dasar
negara pada tanggal 22 Juni 1945, yaitu:
Rumusan dasar hasil dari Panitia Sembilan tersebut dikenal dengan Jakarta Charter atau
‘Piagam Jakarta’. Sebelumnya sidang BPUPKI kedua dilaksanakan tanggal 10-16 Juni 1945
membahas tentang rancangan undang-undang dasar. Pada tanggal 14 Juli 1945, Ir. Soekarno
melaporkan hasil kerja panitia kecil dan melaporkan tiga hal pokok, yaitu: pernyataan Indonesia
Merdeka, Pembukaan Undang-Undang Dasar, dan Undang-Undang Dasar (dikenal dengan
batang tubuh).
Pada tanggal 7 Agustus 1945 BPUPKI dibubarkan, dan dibentuklah Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) –dikenal dengan Dokuritzu Zumbai Iinkai- beranggotakan 27
orang, diketuai oleh Ir. Soekarno dan wakilnya Drs. Mohammad Hatta. Sedangkan penasihat
PPKI adalah Mr. Achmad Soebardjo.
A. Lahir secara materialistik, yaitu asal usul bahan untuk dasar negara.
Pda tanggal 29 Mei 1945 : Sidang BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia/Dokurittzu Zumbai Coosakai) ketika Mr. Muhamad Yamin menyampaikan pidato
secara lisan.
Pada tanggal 18 Agustus 1945 Sidang PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia/,
Dokuritzu Zumbai Iinkai), ketika mengesahkan UUD 1945.
Prinsip-prinsip dasar yang telah ditemukan oleh peletak dasar (the founding fathers) negara
Indonesia yang kemudian diabstraksikan menjadi satu prinsip dasar filsafat bernegara yaitu
Pancasila.
Sebagai filsafat hidup bangsa Indonesia, Pancasila mengalami ancaman dengan munculnya nilai-
nilai baru dari luar dan pergeseran nilai-nilai yang terjadi dan memunculkan konflik internal.
Padahal Pancasila berbeda dengan prinsip dasar yang dipakai bangsa lain. Setiap bangsa
memiliki local genius (kecerdasan/kreativitas lokal) dan local wisdom (kearifan lokal), yang
berbeda dengan filsafat hidup bangsa lain.
Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan sistem filsafat.
Pengertian Filsafat
Berasal dari bahasa Yunani philein yang berarti cinta, dan sophia yang berarti kebijaksanaan,
kearifan (wisdom). Secara umum filsafat diartikan sebagai keinginan yang sungguh-sungguh
untuk mencari kebenaran sejati.
Filsafat adalah upaya manusia untuk mencari hakikat sesuatu dengan mencari sebab-sebabnya
secara mendalam sejauh akal manusia mampu menjangkaunya.
Ruslan Abdulgani:
Filsafat Pancasila merupakan filsafat negara yang lahir sebagai collective ideologie (cita-cita
bersama) dari seluruh bangsa Indonesia.
Notonagoro:
Filsafat Pancasila memberi pengetahuan dan pengertian ilmiah, yaitu tentang hakikat dari
Pancasila.
Sila-sila Pancasila merupakan satu-kesatuan yang bulat dan utuh (totalitas), apabila terpisah-
pisah maka bukan Pancasila.
Sistem yang bulat dan utuh dapat digambarkan dengan piramida terbalik dengan sila pertama
ada paling atas.
Sila kesatu meliputi, mendasari, dan menjiwai sila kedua, ketiga, keempat, dan kelima.
Sila kedua diliputi, didasari, dan dijiwai sila kesatu, meliputi, mendasari, dan menjiwai sila
ketiga, keempat, dan kelima.
Sila ketiga diliputi, didasari, dan dijiwai sila kesatu dan kedua, serta meliputi, mendasari, dan
menjiwai sila keempat dan kelima.
Sila keempat diliputi, didasari, dan dijiwai sila kesatu, kedua, dan ketiga, serta meliputi,
mendasari, dan menjiwai sila kelima.
Sila kelima diliputi, didasari, dan dijiwai sila kesatu, kedua, ketiga, dan keempat.
Kausa Materialis, yaitu sebab yang berhubungan dengan bahan. Pancasila digali dari nilai-nilai
sosial budaya bangsa Indonesia.
Kausa Formalis, yaitu sebab yang berhubungan dengan bentuknya. Pancasila yang ada dalam
Pembukaan UUD 1945 memenuhi bentuk formal sesuai kebenaran ilmiah sebagai syarat negara.
Kausa Efisiensi, yaitu kegiatan BPUPKI dan PPKI dalam menyusun dan merumuskan Pancasila
menjadi dasar negara Indonesia.
Kausa Finalis, berhubungan dengan tujuan, yaitu tujuan diusulkannya Pancasila sebagai dasar
negara Indonesia merdeka.
4) Rakyat, unsur mutlak adanya negara, harus bekerja sama dan bergotong royong; serta
5) Adil, yaitu memberi keadilan pada diri sendiri dan orang lain yang menjadi haknya.
Konsep Pancasila yang dikenal oleh masyarakat dan bangsa Indonesia adalah Pancasila sebagai
Dasar Negara Republik Indonesia dan Pancasila sebagai Kepribadian Bangsa Indonesia.
Pancasila sebagai kepribadian bangsa Indonesia dalam aplikasinya disebut mengamalkan
Pancasila secara subjektif, sedangkan Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia
disebut mengamalkan Pancasila secara objektif.
Pengamalan subjektif, yaitu pengamalan secara individual dalam kehidupan sehari-hari dan
bermasyarakat. Dalam hal ini disebut perwujudan dari pengertian Pancasila sebagai pandangan
hidup bangsa Indonesia (way of life). Tiap warga negara dapat berbeda dalam mengamalkan nilai
Pancasila secara subjektif.
Contoh: Orang Indonesia mengamalkan sila kesatu dengan memeluk agama yang berbeda.
Pengamalan objektif, yaitu pengamalan secara individual dan sosial dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diatur melalui undang-undang.
Setiap sesuatu yang ilmiah apabila didekati secara filosofis hakikatnya mempertanyakan tiga hal
pokok, yaitu:
Menurut Notonagoro, hakikat dasar ontologis Pancasila adalah manusia. Mengapa? Karena
manusia adalah subjek hukum pokok dari sila-sila Pancasila.
Dimaksudkan sebagai upaya untuk mencari hakikat Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan.
Menurut Titus (1984:20) terdapat tiga persoalan mendasar dalam epistemologi, yaitu:
Sumber pengetahuan Pancasila adalah nilai-nilai yang ada pada bangsa Indonesia itu sendiri.
Sedangkan susunan Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan maka Pancasila memiliki
susunan yang bersifat formal logis, baik dalam susunan maupun isi arti dari sila-sila Pancasila.
Susunan kesatuan Pancasila bersifat hierarkis, dan berbentuk piramidal.
Teori pengetahuan dan kebenaran manusia merupakan suatu sintesis yang harmonis di antara
potensi-potensi kejiwaan manusia, yaitu akal, rasa, dan kehendak manusia untuk mendapatkan
kebenaran yang tertinggi.
Watak pengetahuan yang dianut dalam Pancasila, bahwa ilmu pengetahuan pada hakikatnya
tidak bebas nilai karena harus diletakkan pada kerangka moralitas kodrat manusia serta moralitas
religius dalam upaya untuk mendapatkan suatu tingkatan pengetahuan dalam hidup manusia.
Pancasila secara epistemologis harus menjadi dasar moralitas bangsa dalam membangun
perkembangan sains dan teknologi dewas ini.
Kajian aksiologi pada hakikatnya adalah membahas tentang nilai praksis atau manfaat dari
Pancasila.
Nilai adalah sesuatu yang berharga, dapat diartikan worth yaitu ‘keberhagaan’ atau goodnes
yaitu ‘kebaikan’. Nilai bersifat subjektif dan objektif.
Tujuan Pancasila dijadikan dasar negara Indonesia agar bangsa Indonesia dapat mengaplikasikan
nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
dalam sikap dan perilakunya secara sistematis, fundamental, dan menyeluruh (tidak terpisah-
pisah dan memiliki makna sendiri-sendiri, tetapi memiliki makna yang utuh).
1
Bandingkan dengan I.B.S. Wesnawa dan I.B.Kumara Adi Adnyana, Pancasila Dasar dan Falsafah Negara
RI (Denpasar : Upada Sastra, 1994) hal. 2 yang menggunakan istilah pendekatan sejarah, pendekatan
Pendekatan historis dilakukan dengan maksud untuk memahami latar belakang
dan proses dijadikannya Pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar negara Republik
Indonesia.
ketatanegaraan dan pendekatan filosofis. Sedangkan P.J.Suwarno, Pancasila Budaya Bangsa Indonesia (Yogyakarta
: Penerbit Kanisius, 1993) menggunakan istilah pendekatan historis, filosofis dan sosio-yuridis ketatanegaraan.
B. Pengertian Pancasila sebagai Dasar Negara
C. Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa dilihat dari
tiga pendekatan
2
I.B.S. Wesnawa dan I.B. Kumara Adi Adnyana, Ibid., hal. 3.
3
Kini lembaga ini sudah dibubarkan pasca kejatuhan Soharto setelah reformasi menggelinding.
4
BP-7 Pusat, Bahan Penataran P4, UUD 1945, GBHN (Jakarta : BP-7 Pusat, 1993) hal. 15.
Istilah “Pancasila” pertama kali dapat ditemukan dalam buku “ Sutasoma”
karya Mpu Tantular yang ditulis pada zaman Majapahit (abad ke-14). Dalam
buku itu, istilah Pancasila diartikan sebagai perintah kesusilaan yang lima
jumlahnya (Pancasila Krama) dan berisi lima larangan untuk : (1) melakukan
kekerasan, (2) mencuri, (3) berjiwa dengki, (4) berbohong, dan (5) mabuk akibat
minuman keras. Selanjutnya istilah “sila” itu sendiri dapat diartikan sebagai
aturan yang melatarbelakangi perilaku seseorang atau bangsa; kelakuan atau
perbuatan yang menurut adab (sopan santun); dasar; adab; akhlak; moral5 .
Pancasila diusulkan oleh Ir. Soekarno sebagai dasar negara pada sidang
Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia6 . Sejak saat
itu pula Pancasila digunakan sebagai nama dari pandangan hidup bangsa
indonesia, meskipun untuk itu terdapat beberapa tata urut dan rumusan yang
berbeda. Sejarah rumusan Pancasila itu tidak dapat kita pisahkan dengan sejarah
perjuangan bangsa Indonesia, dan tidak dapat pula dipisahkan dari sejarah
perumusan Undang-undang Dasar 1945.
5
Ibid., hal. 8.
6
Lihat Saafroedin Bahar, et al (Penyunting), Risalah Sidang BPUPKI dan PPKI 29 Mei 1945-19 Agustus
1945 ( Jakarta : Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1992).
7
Padmo Wahyono, Membudayakan UUD 1945 ( Jakarta : Ind-Hild Co.,1991) hal. 62.
8
Azhary, Negara Hukum Indonesia ( Jakarta : UI-Press, 1995) hal. 120.
9
Ibid., hal. 120-121.
norma yang paling tinggi merupakan sumber bagi semua norma atau hukum yang
ada di bawahnya. Dan sungguh tepat apabila TAP MPRS No. XX/MPRS/196610
dalam tata urutan perundang-undangan menempatkan Pancasila pada tempat
tertinggi, sebagai sumber dari segala sumber hukum. Inilah yang menjadi ciri atau
unsur utama Negara Hukum Indonesia, yaitu hukum bersumber pada Pancasila.
10
Kini dengan Tap MPR No. III/MPR/2000 Tap MPRS ini di cabut.
11
Loc. Cit.
12
Loc. Cit.
tingkah laku dan perbuatan dalam kehidupan sehari-hari, dalam kehidupan masyarakat,
berbangsa dan bernegara bagi bangsa indonesia di manapun mereka berada.
Sebelum seseorang bersikap, bertingkah laku, atau berbuat, terlebih dulu ia akan
berfikir tentang sikap tingkah laku dan perbuatan mana yang sebaiknya di lakukan. Hasil
pemikirannya merupakan suatu putusan dan putusan itu disebut nilai. Nilai adalah sifat,
keadaan atau kualitas dari sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, baik lahir
maupun batin.
Setiap orang di adalam kehidupannya sadar atau tidak sadar tentu memiliki
falsafah hidup atau pandangan hidup. Pandangan hidup atau falsafah hidup seseorang
adalah kristalisasi nilai-nilai yang diyakini kebenaran, ketetapan dan kemanfaatannya.
Itulah yang kemudian menimbulkan tekad untuk mewujudkannya dalam bentuk sikap,
tingkah laku dan perbuatan.
Nilai-nilai Pancasila dijadikan dasar dan motivasi dalam segala sikap, tingkah laku
dan perbuatan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara untuk mencapai
tujuan nasionalnya sebagaimana terkandung dalam Pembukaan UUD 1945.
*Hernadi Affandi
A. Pendahuluan
Pancasila memiliki fungsi yang bermacam-macam, seperti sudah dijelaskan sebelumnya.
Salah satu fungsi lainnya adalah sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia.
Fungsi tersebut sangat erat kaitannya dengan Pancasila sebagai dasar negara di mana
semua hukum yang ada di Indonesia harus bersumber dari atau merupakan penjabaran
dari Pancasila itu sendiri. Pancasila adalah sebagai sumber dalam pembentukan hukum di
Indonesia.
Sebagai implementasi dari Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum di
Indonesia, seluruh hukum harus bersumber dari Pancasila. Apabila terdapat hukum yang
tidak sesuai atau bahkan bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung di dalam
Pancasila, artinya hukum tersebut tidak bersumber dari Pancasila, sehingga harus
dibatalkan atau dicabut. Konsekuensi segala hukum di Indonesia yang bersumber dari
Pancasila tentu tidak boleh bertentangan dengan sumbernya sendiri.
Penempatkan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara serta sekaligus
dasar filosofis negara membawa konsekuensi setiap materi muatan peraturan perundang-
undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Hal ini sejalan dengan asas di dalam hukum bahwa peraturan perundang-undangan yang
lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi. Segala hukum di Indonesia baik yang tertulis maupun tidak tertulis bersumber dari
Pancasila, sehingga tidak boleh bertentangan dengan Pancasila.
Hal itu juga sebagai konsekuensi bahwa peraturan perundang-undangan yang
lebih rendah merupakan pelaksanaan atau penjabaran dari peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi. Secara normatif, peraturan perundang-undangan yang ada di bawah
atau lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi. Keberlakuan peraturan perundang-undangan dapat dilihat dari hirarki dan
materi muatannya.
Secara hirarkis, peraturan perundang-undangan yang tertinggi di Indonesia adalah
UUD 1945. Apabila ditelusuri, UUD 1945 juga bersumber dari Pancasila atau dijiwai
oleh Pancasila. Selanjutnya, UUD 1945 dijabarkan ke dalam peraturan perundang-
undangan yang lebih rendah bahkan sampai ketentuan yang bersifat teknis. Dengan
demikian, seluruh peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia baik langsung
atau tidak langsung merupakan penjabaran dari Pancasila, sehingga tidak boleh
bertentangan dengan Pancasila.
E. Penutup
Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum menunjukkan bahwa semua
hukum yang ada di Indonesia, khususnya hukum tertulis, harus menggunakan Pancasila
sebagai sumbernya. Apabila terdapat hukum tertulis, khususnya peraturan perundang-
undangan, yang tidak sesuai apalagi bertentangan dengan Pancasila akan berakibat dapat
dibatalkan karena tidak memenuhi landasan filosofis maupun dasar negara.
Pancasila harus menjadi tolok ukur dalam membentuk hukum tertulis, khususnya
peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, para pembentuk peraturan perundang-
undangan baik di Pusat maupun di Daerah harus menggunakan Pancasila sebagai tolok
ukurnya. Keadilan yang diharapkan adalah keadilan yang sesuai dengan Pancasila bukan
keadilan sebagaimana dimaksud dalam ideologi lain.
Kehadiran Pancasila dalam setiap hukum Indonesia merdeka artinya bahwa
hukum tersebut harus bersumber dan menjabatkan Pancasila. Oleh karena itu, seluruh
hukum itu mulai dari yang paling tinggi harus menjadikan Pancasila sebagai sumbernya
dan kemudian dijabarkan ke dalam peraturan perundang-undangan yang lebih rendah.
Dengan demikian, segala jenis peraturan perundang-undangan mulai dari yang paling
tinggi sampai dengan yang paling rendah harus bersumber dari Pancasila.