TINJAUAN PUSTAKA
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh
elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
2.1.2. Etiologi
Menurut (Wijaya & Putri, 2013), Gagal Ginjal Kronik (CKD) dapat
disebabkan oleh :
kematian jaringan ginjal. Lesi yang paling sering adalah ateriklerosis pada
yaitu suatu kondisi yang disebabkan oleh hipertensi lama yang tidak
b. Gangguan Imunologis
infeksi.
c. Infeksi
Infeksi dapat disebabkan oleh beberapa jenis bakteri terutama E.Coli yang
berasal dari kontaminasi tinja pada traktus urinarius bakteri. Bakteri ini
mencapai ginjal melalui aliran darah atau yang lebih sering secara
plenlonefritis.
d. Gangguan metabolic
glomerulus.
e. Gangguan tubulus primer
oleh terjadinya kista atau kantong berisi cairan di dalam ginjal dan organ
lain, serta tidak adanya jaringan ginjal yang bersifat kongenital serta
adanya asidosis.
2.1.3. Patofisiologi
cairan, penanganan garam, serta penimbunan zat-zat sisa masih bervariasi dan
bergantung pada bagian ginjal yang sakit. Sampai fungsi ginjal turun kurang dari
nefron-nefron sisa yang sehat mengambil alih fungsi nefron yang rusak. Nefron
tidak disebabkan atau berhubungan dengan penurunan jumlah nefron, tetapi oleh
peningkatan beban zat dan nefron. Hal ini terjadi karena keutuhan jumlah nefron
yang membawa zat tersebut dan kelebihan air untuk nefron-nefron tersebut tidak
dehidrasi. Jika jumlah nefron yang tidak berfungsi meningkat, maka ginjal tidak
dan plasma tidak dapat di filter dengan mudah melalui tubulus, maka akan terjadi
kelebihan cairan dengan retensi air dan natrium (Muttaqin & Sari, 2011).
Manifestasi klinis menurut (LeMone et al, 2016) yang dapat dilihat dari
a. Manifestasi kardiovaskuler
jantung. Edema paru dapat terjadi karena gagal jantung dan peningkatan
b. Efek Hematologi
Anemia bias muncul pada CKD, disebabkan oleh banyak factor, ginjal
hidup SDM. Kekurangan nutrisi (besi dan folat) dan peningkatan resiko
d. Gangguan Muskuloskeletal
serta efusi pleura. Pada keadaan ini dapat pula sejumlah gangguan
natrium akan terganggu dan retensi natrium terjadi bersama dengan retensi
f. Gangguan endokrin
2.1.5 Klasifikasi
Klasifikasi dari gagal ginjal kronik dapat menurut (Wijaya & Putri, 2013)
meningkat.
m2
m2
72 x creatinine serum
2.1.6 Komplikasi
2017) yaitu :
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin-
angiostensin-aldosteron.
a. Konservatif
b. Dialysis
1) Peritoneal dialysis
dialysis yang bias dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut
2) Hemodialysis
jantung)
c. Operasi
1) Pengambilan batu
2) Transplantasi ginjal
Internasional, 2015).
umumnya yaitu :
regulasi akan menurun. Karena itu pada saat terjadi gangguan ginjal
edema, bronchi basah dalam paru-paru, kelopak mata yang bengkak dan
natrium harus dilakukan pada tahap yang ditolerir dengan tujuan untuk
a. Ortipnea
b. Dyspnea
(CVP)
c. Hepatomegali
e. Oliguria
g. Kongesti paru
a. Dialisis
hiperglikemia juga dapat didiagnosis dengan EEG dan EKG. Bila terjadi
c. Koreksi anemia
hanya dapat diberikan bila ada indikasi yang kuat, misalnya ada
insufisiensi coroner.
d. Koreksi asidosis
e. Pengendalian hipertensi
2.3.1 Pengkajian
Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2016) pengkajian terterfokus pada
pasien kategori diagnose fisiologi dengan sub kategori nutrisi dan cairan.
Kronik adalah :
anasarka dan/edema perifer, berat badan meningkat dalam waktu singkat, distensi
vena jugularis, terdengar suaran nafas tambahan, kadar Hb/Ht turun, oliguria,
intake lebih banyak dari output (balans cairan positif), kongesti paru, ortopnea,
kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung actual
dengan kesehatan.
Diagnose disusun berdasarkan tanda dan gejala yang ditemukan pada klien
dan disesuaikan dengan batasan karakteristik (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016).
ditandai dengan edema anasarka dan/edema perifer, berat badan meningkat dalam
waktu singkat, distensi vena jugularis, terdengar suaran nafas tambahan, kadar
Hb/Ht turun, oliguria, intake lebih banyak dari output (balans cairan positif),
adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada
pengetahuan dan penilaian klinis untuk untuk mencapai luaran (outcome) yang
diharapkan.
Table 2.1 Intervensi Keperawatan
dan klien. Implementasi merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan yang
dokter. Contoh dalam hal pemberian obat oral, kateter urine dan lain-lain.
jenis obat, dosis obat, dan efek samping merupakan tanggung jawab tetapi
ketetapan dosisi pemberian dan ketetapan klien serta respon klien setelah
rujukan dari profesi lain, seperti ahli gizi, phisiotherapi, psikolog dan lain-
2.3.5 Evaluasi
keperawatan antara dasar tujuan keperawatan klien yang telah ditetapkan dengan
respon perilaku klien yang terampil. Evaluasi keperawatan adalah
tujuan pengambilan kepurusan yang terjadi sejauh mana tujuan sudah tercapai.
pasien. Pada tahap evaluasi dibagi menjadi empat tahap yaitu SOAPIER atau
SOAP, yaitu :
kriteria hasil
ada
2012)