Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN

ODEMA PARU (ACUTE LONG ODEMA)

DI SUSUN OLEH:
1. Nita Sofiani P27220015 1xx
2. Ratriningdyah W. K. A P27220015 117
3. Rumanti Puji P P27220015 121

POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA


JURUSAN KEPERAWATAN
2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Nendrastuti, (2010) edema paru akut merupakan kondisi di
mana cairan terakumulasi di dalam paru-paru, biasanya diakibatkan oleh
ventrikel kiri jantung yang tidak memompa secara adekuat. Edema paru akut
terjadi oleh karena adanya aliran cairan dari darah ke ruang intersisial paru
yang selanjutnya ke alveoli paru, melebihi aliran cairan kembali ke darah atau
melalui saluran limfatik.
Bertambahnya cairan dalam ruang di luar pembuluh darah paru-paru
disebut edema paru akut. Edema paru akut merupakan komplikasi yang biasa
dari penyakit jantung dan kebanyakan kasus dari kondisi ini dihubungkan
dengan kegagalan jantung. Edema paru akut dapat menjadi kondisi kronik
atau dapat berkembang dengan tiba-tiba dan dengan cepat menjadi ancaman
hidup. Tipe yang mengancam hidup dari edema paru terjadi ketika sejumlah
besar cairan tiba-tiba berpindah dari pembuluh darah paru ke dalam paru,
dikarenakan masalah paru, serangan jantung, trauma, atau bahan kimia toksik.
Ini dapat juga menjadi tanda awal dari penyakit jantung koroner.
Mengingat begitu berbahayanya edema paru akut bagi kesehatan maka
kelompok akan membahas mengenai edema paru akut dan asuhan
keperawatan yang diberikan. Diharapkan perawat mampu memberikan asuhan
keperawatan yang efektif dan mampu ikut serta dalam upaya penurunan angka
insiden edema paru akut melalui upaya promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi edema paru ?
2.Bagaimana etiologi dari edema paru?
3.Bagaimana anatomi fisiologi dari edema paru ?
4.Bagaimana patofisiologi dari edema paru ?
5.Apa maninfestasi klinis dari edema paru ?
6.Apa saja penegak diagnose dari edema paru ?
7.Bagaimana penatalaksanaan dari edema paru ?
8.Apa saja komplikasi dari edema paru ?
9.Bagaimana pathway dar edema paru ?

C. Tujuan Penulisan
Mahasiswa mampu:
1.Menjelaskan tentang anatomi dan fisiologi edema paru akut
2.Menjelaskan tentang definisi, etiologi, maninfestasi klinis dan komplikasi
edema paru akut
3.Menjelaskan tentang patofisiologi edema paru akut
4.Menjelaskan tentang pemeriksaan diagnostik dan penatalaksanaan edema
paru akut
5.Memberikan gambaran pembahasan kasus tentang pengkajian, diagnosa,
intervensi, implementasi dan evaluasi
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Penyakit Edema Paru Akut
1. Definisi

Menurut Setiati et al., (2014) Edema paru adalah penumpukan


abnormal cairan didalam paru-paru baik dalam spasium interstitial atau
dalam alveoli. Edema Paru merupakan suatu keadaan terkumpulnya cairan
patologi di ekstravaskuler dalam paru. Akumulasi cairan yang luas
diinterstitium paru dapat terjadi karena ada gangguan keseimbangan
antara tekanan hidrostatik dan onkotik dalam kapiler paru dan jaringan
sekitarnya. Tekanan hidrostatik menggerakkan cairan dari pembuluh darah
ke interstitium, sedangkan tekanan onkotik yang ditentukan oleh
konsentrasi protein didalam darah, menggerakkan cairan kedalam
pembuluh darah. Tekanan yang seimbang dipertahankan oleh tekanan
hidrostatik intrakapiler antara 8-12 mmHg dan tekanan onkotik protein
plasma sebesar 25 mmHg.

Edema paru terjadi ketika hidrostatik kapiler paru meningkat


melebihi tekanan onkotik, terjadi peningkatan aliran cairan dan koloid dari
pembuluh darah ke ruang interstitial dan alveoli. Cairan yang terbentuk
pada proses filtrasi dari kapiler ke ruang interstitial akan di drainase oleh
sistim limfatik. Pada peningkatan tekanan atrium yg kronik, terjadi
hipertropi sistem limfatik, yang melindungi paru dari edema,sehingga
pada gagal jantung kronik. (Smeltzer & Bare, 2002)
2. Etiologi
Penyebab terjadinya odema paru menurut Muttaqin(2014) dibagi menjadi
2, yaitu:
a. Edema paru kardiogenik
Yaitu edema paru yang disebabkan karena gangguan pada jantung atau
sistem kardiovaskuler.
1) Penyakit pada arteri koronaria
Arteri yang menyuplai darah untuk jantung dapat menyempit
karena adanya deposit lemak (plaques). Serangan jantung terjadi
jika terbentuk gumpalan darah pada arteri dan menghambat aliran
darah serta merusak otot jantung yang disuplai oleh arteri
tersebut. Akibatnya, otot jantung yang mengalami gangguan tidak
mampu memompa darah lagi seperti biasa.
2) Kardiomiopati
Penyebab terjadinya kardiomiopati sendiri masih idiopatik.
Menurut beberapa ahli diyakini penyebab terbanyak terjadinya
kardiomiopati dapat disebabkan oleh infeksi pada miokard
jantung (miokarditis), penyalahgunaan alkohol dan efek racun
dari obat-obatan seperti kokain dan obat kemoterapi.
Kardiomiopati menyebabkan ventrikel kiri menjadi lemah
sehingga tidak mampu mengkompensasi suatu keadaan dimana
kebutuhan jantung memompa darah lebih berat pada keadaan
infeksi. Apabila ventrikel kiri tidak mampu mengkompensasi
beban tersebut, maka darah akan kembali ke paru-paru. Hal inilah
yang akan mengakibatkan cairan menumpuk di paru-paru
(flooding).
3) Gangguan katup jantung
Pada kasus gangguan katup mitral atau aorta, katup yang
berfungsi untuk mengatur aliran darah tidak mampu membuka
secara adekuat (stenosis) atau tidak mampu menutup dengan
sempurna (insufisiensi). Hal ini menyebabkan darah mengalir
kembali melalui katub menuju paru-paru.
4) Hipertensi
Hipertensi tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya
penebalan pada otot ventrikel kiri dan dapat disertai dengan
penyakit arteri koronaria.
b. Edema paru non kardiogenik
Yaitu edema paru yang bukan disebabkan karena keainan pada jantung
tetapi paru itu sendiri. Pada non-kardiogenik, odema dapat disebabkan
oleh beberapa hal, antara lain:
1) Infeksi pada paru
2) Lung injury, seperti emboli paru, smoke inhalation dan infark
paru.
3) Paparan toxic
4) Reaksi alergi
5) Acute respiratory distress syndrome (ards)
6) Neurogenik
3. Anatomi Fisiologi

Secara harafiah pernapasan berarti pergerakan oksigen dari


atmosfer menuju ke sel-sel dan keluarnya karbon dioksida dari sel-sel ke
udara bebas. Proses pernapasan terdiri dari beberapa langkah di mana
sistem pernapasan, sistem saraf pusat dan sistem kardiovaskuler
memegang peranan yang sangat penting. Pada dasarnya, sistem
pernapasan terdiri dari suatu rangkaian saluran udara yang menghantarkan
udara luar agar bersentuhan dengan membran kapiler alveoli, yang
merupakan pemisah antara sistem pernapasan dengan sistem
kardiovaskuler. Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru
adalah hidung, faring, laring, trakea, bronkus, dan bronkiolus atau
bronkiolus terminalis. Saluran pernapasan dari hidung sampai bronkiolus
dilapisi oleh membran mukosa yang bersilia. Ketika udara masuk ke
dalam rongga hidung, udara tersebut disaring, dihangatkan dan
dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa
respirasi yang terdiri dari epitel toraks bertingkat, bersilia dan bersel
goblet.

Setelah bronkiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit


fungsional paru-paru, yaitu tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari (1)
bronkiolus respiratorius, yang terkadang memiliki kantung udara kecil
atau alveoli pada dindingnya, (2) duktus alveolaris, seluruhnya dibatasi
oleh alveoli, dan (3) sakus alveolaris terminalis, merupakan struktur akhir
paru-paru. Alveolus pada hakekatnya merupakan suatu gelembung gas
yang dikelilingi oleh suatu jalinan kapiler, maka batas antara cairan dan
gas membentuk suatu tegangan permukaan yang cenderung mencegah
suatu pengembangan pada waktu inspirasi dan cenderung kolaps pada
waktu ekspirasi. Tetapi, untunglah alveolus dilapisi oleh zat lipoprotein
yang dinamakan surfaktan, yang dapat mengurangi tegangan permukaan
dan mengurangi resistensi terhadap pengembangan pada waktu inspirasi,
dan mencegah kolaps alveolus pada waktu ekspirasi.

Ruang alveolus dipisahkan dari interstisium paru oleh sel epitel


alveoli tipe I, yang dalam kondisi normal membentuk suatu barrier yang
relatif non-permeabel terhadap aliran cairan dari interstisium ke rongga-
rongga udara. Fraksi yang besar ruang interstisial dibentuk oleh kapiler
paru yang dindingnya terdiri dari satu lapis sel endotel di atas membran
basal, sedang sisanya merupakan jaringan ikat yang terdiri dari jalinan
kolagen dan jaringan elastik, fibroblas, sel fagositik, dan beberapa sel lain.
Faktor penentu yang penting dalam pembentukan cairan ekstravaskular
adalah perbedaan tekanan hidrostatik dan onkotik dalam lumen kapiler
dan ruang interstisial, serta permeabilitas sel endotel terhadap air, solut,
dan molekul besar seperti protein plasma. Faktor-faktor penentu ini
dijabarkan dalam hukum starling.(Muttaqin, 2014)

4. Patofisiologi
Menurut Smeltzer & Bare(2002) Edema paru terjadi jika terdapat
perpindahan cairan dari darah ke ruang interstitial atau ke alveoli yang
melebihi jumlah pengembalian cairan kedalam pembuluh darah dan
aliran cairan ke system pembuluh limfe. Dalam keadaan normal terjadi
pertukaran cairan koloid dan solute dari pembuluh darah ke ruang
interstitial. Pada kapiler paru, seperti pada kapiler sistemik, filtrasi
ditentukan oleh tekanan filtrasi efektif yaitu perbedaan antara gradient
tekanan hidrostatik dan onkotik. Peningkatan tekanan filtrasi efektif pada
pembuluh darah paru menimbulkan bendungan paru, filtrasi cairan
plasma ke dalam ruang interstisial menyebabkan edema paru interstisial,
dan pergerakan cairan plasma ke dalam alveolus menimbulkan edema
paru alveolus.
Peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler paru terjadi jika kerja
pemompaan ventrikel kiri tidak adekuat. Penyebabnya adalah penurunan
kekuatan miokardium atau keadaan yang menuntut peningkatan kerja
miokardium, stenosis katup mitral atau regurgitasi. Akibatnya,
peningkatan tekanan atrium kiri akan dihantarkan ke belakang pembuluh
darah paru.
System limfatik dipersiapkan untuk menerima larutan, koloid, dan
cairan baik dari pembuluh darah. Akibat tekanan yang lebih negativ di
derah interstitial peribronkial dan perivaskular dan dengan peningkatan
kemampuan dari interstitium nonalveolar ini, cairan lebih sering
meningkat jumlahnya di tempat ini ketika kemampuan memompa dari
saluran limfatik tersebut berlebihan. Bila kapasitas dari saluran limfe
terlampaui dalam hal jumlah sairan maka akan terjadi edema. Gangguan
drainase limfatik mempermudah pembentukan edema paru. Biasanya
kelebihan cairan filtrasi akan dibuang melalui system limfatik. Namun,
kemampuan system limfatik paru relative rendah, bahkan dalam keadaan
yang fisiologis.
Diperkirakan pada pasien dengan berat 70 kg dalam keadaan
istirahat kapasitas system limfe kira-kira 20 ml/jam. Pada percobaan
didapatkan kapasitas system limfe bisa mencapai 200 ml/jam pada orang
dewasa dengan ukuran rata-rata. Jika terjadi peningkatan tekanan atrium
kiri yang kronik, system limfe akan mengalami hipertrofi dan mempunyai
kemampuan untuk mentransportasikan filtrate kapiler dalam jumlah yang
lebih besar sehingga dapat mencegah terjadinya edema. Sehingga
sebagai konsekuensi terjadi edema interstisial, saluran nafas yang kecil
dan pembuluh darah kan terkompresi. Jika gagal jantung kanan terjadi
bersamaan dengan gagal jantung kiri, tekanan vena sistemik akan
meningkat, begitu pula tekanan pada tempat drainase pembuluh limfatik
ke dalam vena di sudut vena sehingga menghambat drainase limfatik.
Tekanan onkotik di kapiler berkurang pada hipoproteinemia sehingga
mendukung terjadinya edema paru. Hipoproteinemia biasanya terjadi
akibat hiperhidrasi, contohnya pada suplai cairan yang banyak atau tidak
sesuai pada pasien dengan penurunan ekskresi ginjal (misalnya, akibat
gagaj ginjal). Penurunan pembentukan protein plasma di hati atau
kehilangan protein plasma, contohnya melalui ginjal yaitu sindrom
nefrotik, juga menurunkan konsentrasi protein plasma.
Peningkatan permeabilitas kapiler dapat menimbulkan edema paru.
Peningkatan permeabilitas dinding kapiler terhadap protein akan
menurunkan gradient tekanan onkotik sehingga meningkatkan tekanan
filtrasi efektif. Permeabilitas kapiler, misalnya dapat ditingkatkan dengan
inhalasi gas korosif atau inspirasi O2 murni yang lama. Efek dari
bendungan paru adalah penurunan perfusi paru sehingga menghambat
pengambilan O2 maksimal. Pelebaran pembuluh darah yang terbendung
mencegah perbesaran alveolus dan menurunkan komplians paru. Selain
itu, bronkus menyempit karena pelebaran pembuluh darah dan resistensi
pernapasan yang meningkat.
Pada udema paru interstisial, ruang interstisial di antara kapiler dan
alveolus meningkat. Akibatnya, terjadi gangguan difusi yang terutama
mengganggu pengambilan oksigen. Jika akibat aktivitas fisik kebutuhan
oksigen menjadi meningkat, konsetrasi oksigen di dalam darah akan
turun. Tekanan yang terus meningkat dan kerusakan dinding alveolus
menyebabkan filtrasi ke dalam ruang alveolus. Alveolus yang terisi cairan
tidak lagi teribat dalam proses pernapasan (pertukaran gas) dan pintasan
arteriovenosa fungsional (arteri pulmonalis ke vena pulmonalis) terjadi
bersamaan dengan penurunan O2 di dalam darah arteri sistemik (sianosis
sentral). Cairan memasuki jalan napas sehingga meningkatkan resistensi
jalan napas. Peningkatan filtrasi cairan ke dalam rongga pleura (efusi
pleura) juga menghambat pernapasan(Herdman & Kamitsuru, 2018).

5. Maninfestasi Klinis

a. Serangan khas terjadi pada malam hari setelah berbaring selama


beberapa jam dan biasanya didahului dengan rasa gelisah, ansietas,
dan tidak dapat tidur.
b. Awalan sesak nafas mendadak dan rasa asfiksia (seperti kehabisan
nafas), tangan menjadi dingin dan basah, bantalan kuku menjadi
sianotik, dan warna kulit menjadi abu-abu.
c. Nadi cepat dan lemah, vena leher distensi
d. Batuk hebat menyebabkan peningkatan jumlah sputum mukoid.
e. Dengan makin berkembangnya edema paru, ansietas berkembang
menjadi mendekati panic, pasien mulai bingung, kemudian stupor.
f. Napas menjadi bising dan basah, dapat mengalami asfiksia oleh cairan
bersemu darah dan berbusa (dapat tenggelam oleh cairan sendiri).
g. Manifestasi klinis edem paru secara spesifik juga dibagi dalam 3
stadium :
1) Stadium 1
Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen
akan memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit
meningkatkan kapasitas difusi gas CO. Keluhan pada stadium ini
mungkin hanya berupa adanya sesak nafas saat bekerja.
Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan, kecuali
mungkin adanya ronkhi pada saat inpsirasi karena terbukanya
saluran nafas yang tertutup saat inspirasi.
2) Stadium 2
Pada stadium ini terjadi edem paru interstisial. Batas pembuluh
darah paru menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur
dan septa interlobularis menebal (garis kerley B). Adanya
penumpukan cairan di jaringan kendor interstisial, akan lebih
memperkecil saluran nafas kecil, terutama di daerah basal oleh
karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi refleks
bronkhokonstriksi. Sering terdengar takipnea. Meskipun hal ini
merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takipnea
juga membantu memompa aliran limfe sehingga penumpukan
cairan interstisial diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya
terdapat sedikit perubahan saja.
3) Stadium 3
Pada stadium ini terjadi edem alveolar. Pertukaran gas sangat
terganggu, terjadi hipoksemia dan hipokapsia. Penderita nampak
sesak sekali dengan batuk berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan
volume paru yang lain turun dengan nyata.
6. Penegak Diagnosa
a. Pemeriksaan laboratorim rutin (DL, BGA, LFT, RFT) dan BNP.
b. Foto thorax : dapat menunjukan perbesaran jantung, bayangan
mencerminkan dilatasi/hipertrofi bilik, atau perubahan dalam
pembuluh darah mencerminkan peningkatan tekanan pulmonal.
Kontur abnormal mis .. bulging pada perbatasan jantung kiri, dapat
menunjukan aneurisme ventrikel
c. Sonogram ( ekokardiogram, ekokardiogram dopple ) : dapat
menunjukan dimensi perbearan bilik, perubahan dalam fungsi/struktur
katup, atau area penurunan kontraktilitas ventricular
d. EKG : Hiportrofi atrial atau ventricular, penyimpangan aksis, iskemia,
dan kerusakan pola mungkin terlihat, disritmia mis… takikardia,
fiblirasi atrial, munkin sering terdapat KVP, kenaikan segmen ST/T
persisten 6 minggu atau lebih setelah infark miokard menunjukan
adanya aneurisme ventricular ( dapat mengakibatkan gagal / disfungsi
jantung )Pemeriksaan ekokardiografi
7. Penatalaksanaan
Menurut Irawaty, (2010) Sasaran penatalaksanaan medical adalah untuk
mengurangi volume total yang bersirkulasi dan untuk memperbaiki
pertukaran pernafasan.
a. Oksigenasi:
1) Diberikan dalam konsentrasi yang adekuat untuk menghilangkan
hipoksia dan dipsnea.
2) Oksigen dengan tekanan intermiten atau tekanan positif kontinu,
jika tanda tanda hipoksia menatap.
3) Intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanik, jikaterjadi gagal napas.
4) Tekanan ekspirasi akhir positif (PEEP)
5) Gas darah arteri (GDA).
b. Farmakoterapi :
1) Morfin : IV dalam dosis kecil untuk mengurangi ansietas dan
dispnea, merupakan kontra indikasi pada cedera faskuler serebral,
penyakit pulmonal kronis, atau syok kardiogenik. Siapkan selalu
nalokson hidroklorida (narcan) untuk depresi pernafasan luas.
2) Diuretik : furosemid (lasix) IV untuk membuat evek diuretik cepat.
3) Aminivilin : untuk mengi dan bronkospasme, drip IV kontinu dalam
dosis sesuai berat badan
c. Perawatan sportif
1) Baringkan pasien tegak, dengan tungkai kaki dibawah, lebih baik
bila kaki terjuntai di samping tempat tidur, untuk membantu arus
Blik vena ke jantung
jantung.
2) Yakinkan pasien, gunakan sentuhan untuk memberikan kesan
realitas yang konkrit
3) Maksimalkan waktu kegiatan di tempat tidur
4) Berikan informasi yang sering, sederhana, jelas tentang apa yang
sedang di lakukan untuk mengatasi kondisi dan apa makna respon
terhadap pengobatan.
8. Komplikasi
Komplikasi menurut Bahloul et al., (2013) yang mungkin terjadi pada
edema paru,meliputi :
a. Gagal nafas
Pada pasien dengan Edema paru kemungkinan untuk terjadi Gagal
napas sangat tinggi jika tidak dilakukan penatalaksanaan dengan tepat.
Hal ini dikarenakan terjadinya akumulasi cairan pada alveoli yang
menyebapkan ketidakmampuan paru untuk melakukan pertukaran gas
O2 dan CO2 secara adekuat, sehingga mengakibatkan pasokan
Oksigen ke jaringan paru menjadi sedikit.
b. Asidosis respiratorik
c. Henti jantung

9. Pathway

Oedema Paru

Obat Neuroge Keadaan Inhalasi Obstruksi Sepsi Gangguan


obatan nik tenggela oksigen jalan s sirkulasi jantung
m nafas

Kerusakan Resultan esudasi cairan Ketidakmampua


membran alveolar ke dalam jaringan n jantung kiri
kapiler paru interstisial untuk memompa

Cairan dalam Aliran darah ke Peningkatan


pembuluh darah alveoli tetap vena pulmonalis
keluar ke jaringan berlangsung
paru

Difusi lapisan hipoksemi Kekurangan O2 Tekanan


surfaktan a pada jaringan Hidrostatis ↑
darah

Alkalosis Hiperventilasi Pembesaran


↓intoreleransi
respiratorik cairan ke
aktifitas
jaringan
interstitasial

Cepat ARDS
Nutris lelah Alveoli terisi
i↓ cairan

Kesadaran ↓
Tidak terjadi Ekspansi paru ↓
difusi
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian Primer
a. Airways
1) Ada tidaknya Sumbatan atau penumpukan secret.
2) Ada tidaknya suara Wheezing atau krekles.
3) Terganggu tidaknya Kepatenan jalan nafas.
4) Jika pasien syok kemungkinan terjadi penurunan kesadaran
b. Breathing
1) Apakah Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat.
2) Apakah RR lebih dari 24 kali/menit dan irama ireguler dangkal.
3) Apakah Ekspansi dada tidak penuh.
4) Penggunaan otot bantu nafas.
c. Circulation
1) Nadi lemah, tidak teratur.
2) Capillary refill.
3) Takikardi.
4) TD meningkat / menurun.
5) Edema.
6) Gelisah.
7) Akral dingin.
8) Kulit pucat, sianosis.
9) Output urine menurun.
d. Disability
Status mental : Tingkat kesadaran secara kualitatif dengan Glascow
Coma Scale (GCS) dan secara kwantitatif yaitu
1) Compos mentis : Sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua
pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya
2) Apatis : keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan
kehidupan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh
3) Somnolen : keadaan kesadaran yang mau tidur saja. Dapat
dibangunkan dengan rangsang nyeri, tetapi jatuh tidur lagi
4) Delirium : keadaan kacau motorik yang sangat, memberontak,
berteriak-teriak, dan tidak sadar terhadap orang lain, tempat, dan
waktu
5) Sopor/semi koma : keadaan kesadaran yang menyerupai koma,reaksi
hanya dapat ditimbulkan dengan rangsang nyeri
6) Koma : keadaan kesadaran yang hilang sama sekali dan tidak dapat
dibangunkan dengan rangsang apapun.
e. Exposure
1) Suhu tubuh tinggi, menggigil, wajah tampak kemerahan.
2) Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor.
3) Tampak bintik merah pada kulit (petekia), uji torniquet (+),
epistaksis, ekimosis, hematoma, hematemesis, melena.
4) Hiperemia pada tenggorokan.
5) Nyeri tekan pada epigastrik.
6) Pada palpasi teraba adanya pembesaran hati dan limpa.
7) Pada renjatan (derajat IV) nadi cepat dan lemah, hipotensi,
ekstremitas dingin,gelisah, sianosis perifer, nafas dangkal.
Pengkajian Sekunder
a. AMPLE
1) Alergi : Riwayat pasien tentang alergi yang dimungkinkan pemicu
terjadinya penyakitnya.
2) Medikasi : Berisi tentang pengobatan terakhir yang diminum
sebelum sakit terjadi (Pengobatan rutin maupun accidental).
3) Past Illness : Penyakit terakhir yang diderita klien, yang
dimungkinkan menjadi penyebab atau pemicu terjadinya sakit
sekarang.
4) Last Meal : Makanan terakhir yang dimakan klien.
5) Environment/ Event : Pengkajian environment digunakan jika
pasien dengan kasus Non Trauma dan Event untuk pasien Trauma.

b. Pengkajian Head to toe


1. Kepala
Inspeksi : Warna rambut, kebersihan rambur,rontok/tidak
Palpasi : ada benjolan atau tidak
2. Mata
Inspeksi : Bentuk mata, warna sklera dan konjungtiva, akomodasi mata
3. Hidung
Inspeksi : Ada benjolan atau tidak, bentuk hidung
4. Telinga
Inspeksi : Bentuk, kebersihan telinga, terdapatsedikit cilia
Palpasi :Teksturpina, helix kenyal.
5. Mulut
Inspeksi : bentuk bibir, ada stomatitis atau tidak, warna bibir.
6. Leher
Inspeksi : Simetris atau tidak
Palpasi : Kelenjar limfe tidak teraba, kelenjar tiroid tidak membesar.
7. Paru
Inspeksi : Bentuk dada asimetris Pasien biasanya mempergunakan otot-
otot bantu nafas dengan lebih baik saat respirasi, akan terlihat retraksi
inspirasi pada sela interkostal dan fossa supraklavikula yang menunjukan
tekanan negatif intrapleural yang besar dibutuhkan pada saat inpsirasi
Palpasi : Vokal fremitus kanan kiri tidak sama Perkusi : pekak
Auskultasi : Terdengar ronki basah setengah lapangan paru atau
lebihTerdapat takipnea, ortopnea (menifestasi lanjutan)., batuk dengan
sputuk yang berwarna kemerahan serta JVP meningkat.. Terdapat juga
edem perifer, akral dingin dengan sianosis . Dan pada edem paru non
kardiogenik didapatkan Pada pemeriksaan fisik, pada perkusi terdengar
keredupan dan pada pemeriksaan auskultasi di dapat ronki basah dan
bergelembung pada bagian bawah dada.
8. Jantung
Inspeksi : Ictus kordis terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba
Perkusi : Pekak
Auskultasi : Pemeriksaan jantung dapat ditemukan gallop, bunyi
jantung 3 dan 4
9. Abdomen
Inspeksi : simetris
Auskultasi : Hitung bising usus
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Timpani
10. Ekstremitas
Inspeksi : Atas /bawah simetris atau tidak, hitung jumlah jari
11. Integumen
Inspeksi : Terlihat sianosis pada kuku
Palpasi : Akral dingin

2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan akumulasi
protein dan cairan dalam interstitial/area alveolar
b. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
penumpukan secret
c. Ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan menurunnya ekspensi
paru skunder terhadap penumpukan cairan dalam alveoli
d. Kelebihan cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
e. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan, ketidak
seimbangan suplai nutrisi dan kebutuhan oksigen
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Gangguan Respiratory Status: 1. Posisikan pasien 1. Untuk
pertukaran gas Ventilation semi fowler memaksimalkan
b.d cairan Kriteria Hasil: 2. Observasi TTV ventilasi
dalam 1. Sesak nafas 3. Observasi 2. Mengetahui
interstitial/area berkurang respiratory rate perkembangan
alveolar 2. RR dalam dan SpO₂ umum pasien
rentang normal 4. Berikan terapi 3. Mengetahui
18-20 x/menit O₂ kadar nilai SpO₂
5. Kolaborasi 4. Agar sesak nafas
dengan dokter berkurang
dalam 5. Membantu
pemberian mempercepat
terapi obat penyembuhan
pasien
Dx: Bersihan jalan 1. Dengan BHSP
1. BHSP pada
ketidakefektifa napas efektif dapat
pasien dan
n bersihan setelah dilakukan keluarga pasien mempermudah
jalan nafas fisioterapi napas
2. Lakukan pemberian
berhubungan dan penghisapan tindakan
fisioterapi napas
dengan sekret 2. Sehingga dengan
dan penghisapan
penumpukan sekret secara fisioterapi napas
sekret Kriteria Hasil akan melepaskan
kontinu
3. Berikan sekret dari
 Hilangnya
oksigenasi dinding alveoli
dispnea
sebelum sehingga
 Bunyi napas
dilakukan memudahkan
bersih/tidak
penghisapan untuk dialkukan
ada ronkhi
sekret penghisapan
 Mengeluark
4. Kaji dan catat 3. Sehingga
an sekret
karakteristik menambah
tanpa
sputum cadangan
kesulitan
5. Berkolaborasi oksigen sehingga

dengan dokter pada saat

dalam dilakukan

pemberian terapi penghisapan

seperti Morfin, sekret klien tidak

furosemid, mengalami

aminofilin. kekurangan
oksigen karena
dengan
menghisap sekret
oksigen juga ikut
terhisap
4. Untuk
mengidentifikasi
sputum
5. Pengobatan yang
diberikan
berdasar indikasi
sangat membantu
dalam proses
terapi
keperawatan

Ketidakefektifa Respiratory status : 1. Posisikan pasien 1. Untuk


n pola nafas ventilation semi fowler memaksimalkan
berhubungan kriteria hasil : 2. Auskultasi suara potensial ventilasi
dengan nafas pasien 2. Untuk mengetahui
1. Frekuensi,
menurunya 3. Monitor vital hasil penurunan
irama,
ekspansi paru sign pasien daerah ventilasi
kedalaman
sekunder 4. Kolaborasi 3. Untuk mengetahui
pernapasan
terhadap dalam status RR pasien
dalam batas
penumpukan pemberian terapi 4. Meningkatkan
normal
cairan dalam oksigen ventilasi dan
2. Tidak
alveoli asupan oksigen
menggunakan
otot-otot bantu
pernapasan
3. Tanda Tanda
vital dalam
rentang normal
(tekanan darah,
nadi,
pernafasan) (TD
120-90/90-60
mmHg, nadi 80-
100 x/menit, RR
: 18-24 x/menit,
suhu 36,5 – 37,5
C

Kelebihan Tujuan fluid 1. Monitor TTV 1. Mengetahui


volume cairan balance 2. Monitor keadaan umum
berhubungan kriteria hasil : indikasi pasien
dengan 1. Terbebas dari kelebihan 2. Untuk
mekanisme odema cairan (oedem) mengetahui
regulasi 2. Bunyi nafas 3. Batasi masukan terjadinya oedem
bersih cairan pada 3. Untuk
3. Tidak ada pasien mengurangi
dispnue 4. Kolaborasi oedem
pemberian 4. Untuk
diuretik mengurangi
cairan dalam
tubuh yang
berlebih
Intoleransi Toleransi aktivitas 4. Bantu aktivitas 5. Meminimalkan
Aktivitas dengan kriteria perawatan diri kelelahan dan
berhubungan hasil : yang diperluka membantu
dengan 5. Observasi keseimbangan
5. Tanda tanda
kelemahan, respon pasien suplai dan
vital normal
ketidak terhadap kebutuhan
6. Status respirasi
seimbangan aktivitas. Catat oksigen
pertukaran gas
suplai nutrisi laporan dispnea, 6. Menetapkan
dan ventilasi
dan kebutuhan peningkatan kemampuan atau
adekuat
oksigen kelemahan dan kebutuhan pasien
7. Dapat
perubahan tanda dan memudahkan
beraktivitas fisik
vital selama dan dalam
tanpa disertai
setelah aktivitas menentukan
peningkatan
6. Jelaskan pilihan intervensi
TTV
pentingnya keperawatan
istirahat dalam yang sesuai
rencana untuk pasien
pengobatan dan 7. Tirah baring
perlunya dipertahankan
keseimbangan selama fase akut
aktivitas dan untuk
istirahat menurunkan
kebutuhan
metabolic,
menghemat
energy untuk
penyembuhan
RESUME KEPERAWATAN GADAR
ACUTE LONG OEDEMA

A. Pengkajian
1. Data Pasien
Nama : Tn. S
Umur : 61 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Semampir Tengah VI
Triage : P₁
Diagnose Medis : Acute Long Oedema
2. Pengkajian Primer
Airway : Tidak terdapat sumbatan pada jalan nafas berupa secret
Breathing : Pasien tampak sesak nafas, nafas dangkal, RR: 30 x/menit,
terdapat suara tambahan ronchi, terpasang alat bantu O₂
menggunakan rebreathing mask 8 lpm
Circulation : TD: 120/80 mmHg, N: 101 x/menit, CRT > 3 detik, SpO₂
96%, akral dingin
Disabillity : Kesadaran Composmentis GCS E₄V₅M₆, gerakan ekstremitas
bagian atas baik, gerakan ekstremitas bagian bawah sulit untuk
digerakkan
Exposure : Terdapat bekas luka di ekstremitas bagian bawah sebelah kiri,
kedua kaki tampak oedema dan sukar untuk digerakkan
3. Pengkajian Sekunder
Hidung : Terpasang alat bantu O₂ dengan rebreathing mask 8 lpm
Mulut : Mukosa bibir kering
Dada : Jantung :
Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak
Auskultasi : Irama jantung reguler
Palpasi : Ictus Cordis teraba
Perkusi : Suara pekak

Paru-paru :
Inspeksi : Ekspansi dada dangkal
Auskultasi : Terdapat suara tambahan rocnhi
Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan
Perkusi : Suara pekak

Abdomen : Inspeksi : Tidak ada lesi , tidak terdapat asites


Auskultasi : Peristaltik usus 10 x/menit
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Suara timpani
Genetalia : Terpasang kateter
Ekstremitas : Ekstremitas bagian atas baik, ekstremitas bagian bawah
terdapat oedema dikedua kaki dan sukar untuk digerakkan

B. Diagnosa
1. Gangguan pertukaran gas b.d cairan dalam interstitial/area alveolar
2. Pola nafas tidak efektif b.d menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap
penumpukan cairan dalam alveoli
3. Kelebihan volume cairan b.d gangguan mekanisme regulasi
C. Intervensi
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Gangguan Respiratory 6. Posisikan 6. Untuk
pertukaran gas b.d Status: Ventilation pasien semi memaksimalk
cairan dalam Kriteria Hasil: fowler an ventilasi
interstitial/area 3. Sesak nafas 7. Observasi 7. Mengetahui
alveolar berkurang TTV perkembangan
4. RR dalam 8. Observasi umum pasien
rentang respiratory 8. Mengetahui
normal 18-20 rate dan SpO₂ kadar nilai
x/menit 9. Berikan SpO₂
terapi O₂ 9. Agar sesak
10. Kolaborasi nafas
dengan berkurang
dokter dalam 10. Membantu
pemberian mempercepat
terapi obat penyembuhan
pasien
Pola nafas tidak Respiratory 1. Posisikan 1. Untuk
efektif b.d Status: Ventilation pasien semi memaksimalka
menurunnya Kriteria Hasil: fowler n ventilasi
ekspansi paru 1. RR, suara 2. Auskultai 2. Mengetahui
sekunder terhadap nafas dalam suara nafas hasil
penumpukan batas normal, 3. Monitor vital penurunan
cairan dalam RR 18-20 sign daerah
alveoli x/menit, suara 4. Kolaborasi ventilasi
vasikuler dalam 3. Mengetahui
2. Tidak pemberian perkembangan
menggunakan terapi O₂ umum pasien
otot bantu 4. Meningkatkan
pernafasan ventilasi dan
3. TTV dalam asupan O₂
batas normal
TD: 120/80
mmHg, N: 80-
100 x/menit,
S: 36,5°C -
37,5°C
Kelebihan cairan Fluid balance 1. Monitor TTV 1. Mengetahui
b.d gangguan Kriteria hasil: 2. Monitor keadaan
mekanisme 1. Terbebas dari indikasi umum pasien
regulasi oedema kelebihan 2. Mengetahui
2. Bunyi nafas cairan terjadinya
bersih (oedema) oedema
3. Tidak ada 3. Batasi 3. Untuk
dyspnea masukan mengurangi
cairan pada oedema
pasien 4. Untuk
4. Kolaborasi mengurangi
pemberian cairan dalam
diuretik tubuh yang
berlebih
D. Implementasi
Waktu No Implementasi Respon TTD
Dx
16.30 1,2 Memposisikan DS : -
semi fowler DO :
- Pasien tampak dalam
posisi semi fowler
- Pasien tampak masih
sesak nafas

16. 35 1,2,3 Memonitor vital DS :


sign Pasien mengatakan sesak
nafas
DO :
- Pasien tampak gelisah
- TD: 120/60 mmHg
N: 101 x/menit
RR: 30 x/menit
S: 36°C
- CRT > 3 detik

16.45 1,2 Memberikan terapi DS:


O₂ Pasien mengatakan bersedia
DO:
- Terpasang alat bantu
O₂ rebreathing mask 8
lpm
- Pasien tampak rileks

17.00 3 Memberikan DS : -
injeksi furosemide DO :
- Furosemide 40 mg
masuk via infus

17.40 1,2 Memonitor DS :


respiratory rate dan Pasien mengatakan sesak
SpO₂ nafas berkurang
DO :
- RR: 26 x/menit
- SpO₂ 97%

E. Evaluasi
Waktu No Evaluasi TTD
Dx
18.30 1 S : Pasien mengatakan sesak nafas sudah berkurang
O: - Pasien tampak rileks
- Terpasang rebreathing mask 8 lpm
- RR: 26 x/menit
- SpO₂ : 97%
- Akral hangat
A: Masalah gangguan pertukaran gas teratasi
sebagian
P : Intervensi dilanjutkan :
- Posisikan pasien semi fowler
- Observasi TTV
- Observasi respiratory rate dan SpO₂
- Berikan terapi O₂
- Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
terapi obat
18.30 2 S : Pasien mengatakan sesak nafas berkurang
O: - Pasien tampak tenang
- Pasien dalam posisi semi fowler
- TD: 122/70 mmHg
- N: 98 x/menit
- RR: 26x/menit
- SpO₂ 97 %
- S: 36°C
A: Masalah pola nafas tidak efektif teratasi
sebagian
P : Intervensi dilanjutkan:
- Posisikan pasien semi fowler
- Auskultai suara nafas
- Monitor vital sign
- Kolaborasi dalam pemberian terapi O₂
18.30 3 S:-
O: - Kaki pasien tampak oedema
- Urine keluar 100 cc
- Hasil foto thorax menunjukkan adanya
cardiomegali
A: Masalah kelebihan volume cairan belum teratasi
P :Intervensi dilanjutkkan :
- Monitor TTV
- Monitor indikasi kelebihan cairan (oedema)
- Batasi masukan cairan pada pasien
- Kolaborasi pemberian diuretik

DAFTAR PUSTAKA

1. C.Baughman, Diane, C Hackley JoAnn.1996.Keperawatan Medikal


Bedah.Jakarta:EGC
2. Gleadle Jonathan 2006 Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Erlangga
3. NANDA International. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi, Dan
Klasifikasi 2012-2014/Editor, T. Heather Herdman; Alih Bahasa, Made
4. Sumarwati, Dan Nike Budhi Subekti ; Editor Edisi Bahasa Indonesia, Barrah
Bariid, Monica Ester, Dan Wuri Praptiani. Jakarta; EGC

Bahloul, M., Chaari, A., Dammak, H., Samet, M., Chtara, K., Chelly, H., … Bouaziz,
M. (2013). Pulmonary edema following scorpion envenomation: Mechanisms,
clinical manifestations, diagnosis and treatment. International Journal of
Cardiology. https://doi.org/10.1016/j.ijcard.2011.10.013

Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2018). NANDA International Nuring Diagnoses:


Definitions and Classification, 2018-2020. Igarss 2018.
https://doi.org/10.1007/s13398-014-0173-7.2

Irawaty, M. (2010). Penatalaksanaan Edema Paru pada Kasus VSD dan Sepsis VAP
Treatment of Lung Oedema in VSD and VAP Sepsis. Anestesia & Critical Care.

Muttaqin, A. (2014). Asuhan Keperrawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Kardivaskular dan Hematologi. Salemba Medika.
https://doi.org/10.1111/j.1365-2036.2010.04567.x

Nendrastuti, H. (2010). EDEMA PARU AKUT KARDIOGENIK DAN NON


KARDIOGENIK. Majalah Kedokteran Respirasi.

Setiati, S., Alwi, I., Sudoyo, A. W., K, M. S., Setiyohadi, B., & Syam, A. F. (2014).
Buku Ajar AIlmu Penyakit Dalam. InternaPublishing.
https://doi.org/10.1007/978-3-319-15207-3

Smeltzer, S., & Bare, B. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8. EGC : Jakarta. https://doi.org/10.1037/1524-9220.4.1.3

Anda mungkin juga menyukai