LP Alo Presus
LP Alo Presus
DI SUSUN OLEH:
1. Nita Sofiani P27220015 1xx
2. Ratriningdyah W. K. A P27220015 117
3. Rumanti Puji P P27220015 121
C. Tujuan Penulisan
Mahasiswa mampu:
1.Menjelaskan tentang anatomi dan fisiologi edema paru akut
2.Menjelaskan tentang definisi, etiologi, maninfestasi klinis dan komplikasi
edema paru akut
3.Menjelaskan tentang patofisiologi edema paru akut
4.Menjelaskan tentang pemeriksaan diagnostik dan penatalaksanaan edema
paru akut
5.Memberikan gambaran pembahasan kasus tentang pengkajian, diagnosa,
intervensi, implementasi dan evaluasi
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Penyakit Edema Paru Akut
1. Definisi
4. Patofisiologi
Menurut Smeltzer & Bare(2002) Edema paru terjadi jika terdapat
perpindahan cairan dari darah ke ruang interstitial atau ke alveoli yang
melebihi jumlah pengembalian cairan kedalam pembuluh darah dan
aliran cairan ke system pembuluh limfe. Dalam keadaan normal terjadi
pertukaran cairan koloid dan solute dari pembuluh darah ke ruang
interstitial. Pada kapiler paru, seperti pada kapiler sistemik, filtrasi
ditentukan oleh tekanan filtrasi efektif yaitu perbedaan antara gradient
tekanan hidrostatik dan onkotik. Peningkatan tekanan filtrasi efektif pada
pembuluh darah paru menimbulkan bendungan paru, filtrasi cairan
plasma ke dalam ruang interstisial menyebabkan edema paru interstisial,
dan pergerakan cairan plasma ke dalam alveolus menimbulkan edema
paru alveolus.
Peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler paru terjadi jika kerja
pemompaan ventrikel kiri tidak adekuat. Penyebabnya adalah penurunan
kekuatan miokardium atau keadaan yang menuntut peningkatan kerja
miokardium, stenosis katup mitral atau regurgitasi. Akibatnya,
peningkatan tekanan atrium kiri akan dihantarkan ke belakang pembuluh
darah paru.
System limfatik dipersiapkan untuk menerima larutan, koloid, dan
cairan baik dari pembuluh darah. Akibat tekanan yang lebih negativ di
derah interstitial peribronkial dan perivaskular dan dengan peningkatan
kemampuan dari interstitium nonalveolar ini, cairan lebih sering
meningkat jumlahnya di tempat ini ketika kemampuan memompa dari
saluran limfatik tersebut berlebihan. Bila kapasitas dari saluran limfe
terlampaui dalam hal jumlah sairan maka akan terjadi edema. Gangguan
drainase limfatik mempermudah pembentukan edema paru. Biasanya
kelebihan cairan filtrasi akan dibuang melalui system limfatik. Namun,
kemampuan system limfatik paru relative rendah, bahkan dalam keadaan
yang fisiologis.
Diperkirakan pada pasien dengan berat 70 kg dalam keadaan
istirahat kapasitas system limfe kira-kira 20 ml/jam. Pada percobaan
didapatkan kapasitas system limfe bisa mencapai 200 ml/jam pada orang
dewasa dengan ukuran rata-rata. Jika terjadi peningkatan tekanan atrium
kiri yang kronik, system limfe akan mengalami hipertrofi dan mempunyai
kemampuan untuk mentransportasikan filtrate kapiler dalam jumlah yang
lebih besar sehingga dapat mencegah terjadinya edema. Sehingga
sebagai konsekuensi terjadi edema interstisial, saluran nafas yang kecil
dan pembuluh darah kan terkompresi. Jika gagal jantung kanan terjadi
bersamaan dengan gagal jantung kiri, tekanan vena sistemik akan
meningkat, begitu pula tekanan pada tempat drainase pembuluh limfatik
ke dalam vena di sudut vena sehingga menghambat drainase limfatik.
Tekanan onkotik di kapiler berkurang pada hipoproteinemia sehingga
mendukung terjadinya edema paru. Hipoproteinemia biasanya terjadi
akibat hiperhidrasi, contohnya pada suplai cairan yang banyak atau tidak
sesuai pada pasien dengan penurunan ekskresi ginjal (misalnya, akibat
gagaj ginjal). Penurunan pembentukan protein plasma di hati atau
kehilangan protein plasma, contohnya melalui ginjal yaitu sindrom
nefrotik, juga menurunkan konsentrasi protein plasma.
Peningkatan permeabilitas kapiler dapat menimbulkan edema paru.
Peningkatan permeabilitas dinding kapiler terhadap protein akan
menurunkan gradient tekanan onkotik sehingga meningkatkan tekanan
filtrasi efektif. Permeabilitas kapiler, misalnya dapat ditingkatkan dengan
inhalasi gas korosif atau inspirasi O2 murni yang lama. Efek dari
bendungan paru adalah penurunan perfusi paru sehingga menghambat
pengambilan O2 maksimal. Pelebaran pembuluh darah yang terbendung
mencegah perbesaran alveolus dan menurunkan komplians paru. Selain
itu, bronkus menyempit karena pelebaran pembuluh darah dan resistensi
pernapasan yang meningkat.
Pada udema paru interstisial, ruang interstisial di antara kapiler dan
alveolus meningkat. Akibatnya, terjadi gangguan difusi yang terutama
mengganggu pengambilan oksigen. Jika akibat aktivitas fisik kebutuhan
oksigen menjadi meningkat, konsetrasi oksigen di dalam darah akan
turun. Tekanan yang terus meningkat dan kerusakan dinding alveolus
menyebabkan filtrasi ke dalam ruang alveolus. Alveolus yang terisi cairan
tidak lagi teribat dalam proses pernapasan (pertukaran gas) dan pintasan
arteriovenosa fungsional (arteri pulmonalis ke vena pulmonalis) terjadi
bersamaan dengan penurunan O2 di dalam darah arteri sistemik (sianosis
sentral). Cairan memasuki jalan napas sehingga meningkatkan resistensi
jalan napas. Peningkatan filtrasi cairan ke dalam rongga pleura (efusi
pleura) juga menghambat pernapasan(Herdman & Kamitsuru, 2018).
5. Maninfestasi Klinis
9. Pathway
Oedema Paru
Cepat ARDS
Nutris lelah Alveoli terisi
i↓ cairan
Kesadaran ↓
Tidak terjadi Ekspansi paru ↓
difusi
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian Primer
a. Airways
1) Ada tidaknya Sumbatan atau penumpukan secret.
2) Ada tidaknya suara Wheezing atau krekles.
3) Terganggu tidaknya Kepatenan jalan nafas.
4) Jika pasien syok kemungkinan terjadi penurunan kesadaran
b. Breathing
1) Apakah Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat.
2) Apakah RR lebih dari 24 kali/menit dan irama ireguler dangkal.
3) Apakah Ekspansi dada tidak penuh.
4) Penggunaan otot bantu nafas.
c. Circulation
1) Nadi lemah, tidak teratur.
2) Capillary refill.
3) Takikardi.
4) TD meningkat / menurun.
5) Edema.
6) Gelisah.
7) Akral dingin.
8) Kulit pucat, sianosis.
9) Output urine menurun.
d. Disability
Status mental : Tingkat kesadaran secara kualitatif dengan Glascow
Coma Scale (GCS) dan secara kwantitatif yaitu
1) Compos mentis : Sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua
pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya
2) Apatis : keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan
kehidupan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh
3) Somnolen : keadaan kesadaran yang mau tidur saja. Dapat
dibangunkan dengan rangsang nyeri, tetapi jatuh tidur lagi
4) Delirium : keadaan kacau motorik yang sangat, memberontak,
berteriak-teriak, dan tidak sadar terhadap orang lain, tempat, dan
waktu
5) Sopor/semi koma : keadaan kesadaran yang menyerupai koma,reaksi
hanya dapat ditimbulkan dengan rangsang nyeri
6) Koma : keadaan kesadaran yang hilang sama sekali dan tidak dapat
dibangunkan dengan rangsang apapun.
e. Exposure
1) Suhu tubuh tinggi, menggigil, wajah tampak kemerahan.
2) Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor.
3) Tampak bintik merah pada kulit (petekia), uji torniquet (+),
epistaksis, ekimosis, hematoma, hematemesis, melena.
4) Hiperemia pada tenggorokan.
5) Nyeri tekan pada epigastrik.
6) Pada palpasi teraba adanya pembesaran hati dan limpa.
7) Pada renjatan (derajat IV) nadi cepat dan lemah, hipotensi,
ekstremitas dingin,gelisah, sianosis perifer, nafas dangkal.
Pengkajian Sekunder
a. AMPLE
1) Alergi : Riwayat pasien tentang alergi yang dimungkinkan pemicu
terjadinya penyakitnya.
2) Medikasi : Berisi tentang pengobatan terakhir yang diminum
sebelum sakit terjadi (Pengobatan rutin maupun accidental).
3) Past Illness : Penyakit terakhir yang diderita klien, yang
dimungkinkan menjadi penyebab atau pemicu terjadinya sakit
sekarang.
4) Last Meal : Makanan terakhir yang dimakan klien.
5) Environment/ Event : Pengkajian environment digunakan jika
pasien dengan kasus Non Trauma dan Event untuk pasien Trauma.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan akumulasi
protein dan cairan dalam interstitial/area alveolar
b. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
penumpukan secret
c. Ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan menurunnya ekspensi
paru skunder terhadap penumpukan cairan dalam alveoli
d. Kelebihan cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
e. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan, ketidak
seimbangan suplai nutrisi dan kebutuhan oksigen
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Gangguan Respiratory Status: 1. Posisikan pasien 1. Untuk
pertukaran gas Ventilation semi fowler memaksimalkan
b.d cairan Kriteria Hasil: 2. Observasi TTV ventilasi
dalam 1. Sesak nafas 3. Observasi 2. Mengetahui
interstitial/area berkurang respiratory rate perkembangan
alveolar 2. RR dalam dan SpO₂ umum pasien
rentang normal 4. Berikan terapi 3. Mengetahui
18-20 x/menit O₂ kadar nilai SpO₂
5. Kolaborasi 4. Agar sesak nafas
dengan dokter berkurang
dalam 5. Membantu
pemberian mempercepat
terapi obat penyembuhan
pasien
Dx: Bersihan jalan 1. Dengan BHSP
1. BHSP pada
ketidakefektifa napas efektif dapat
pasien dan
n bersihan setelah dilakukan keluarga pasien mempermudah
jalan nafas fisioterapi napas
2. Lakukan pemberian
berhubungan dan penghisapan tindakan
fisioterapi napas
dengan sekret 2. Sehingga dengan
dan penghisapan
penumpukan sekret secara fisioterapi napas
sekret Kriteria Hasil akan melepaskan
kontinu
3. Berikan sekret dari
Hilangnya
oksigenasi dinding alveoli
dispnea
sebelum sehingga
Bunyi napas
dilakukan memudahkan
bersih/tidak
penghisapan untuk dialkukan
ada ronkhi
sekret penghisapan
Mengeluark
4. Kaji dan catat 3. Sehingga
an sekret
karakteristik menambah
tanpa
sputum cadangan
kesulitan
5. Berkolaborasi oksigen sehingga
dalam dilakukan
furosemid, mengalami
aminofilin. kekurangan
oksigen karena
dengan
menghisap sekret
oksigen juga ikut
terhisap
4. Untuk
mengidentifikasi
sputum
5. Pengobatan yang
diberikan
berdasar indikasi
sangat membantu
dalam proses
terapi
keperawatan
A. Pengkajian
1. Data Pasien
Nama : Tn. S
Umur : 61 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Semampir Tengah VI
Triage : P₁
Diagnose Medis : Acute Long Oedema
2. Pengkajian Primer
Airway : Tidak terdapat sumbatan pada jalan nafas berupa secret
Breathing : Pasien tampak sesak nafas, nafas dangkal, RR: 30 x/menit,
terdapat suara tambahan ronchi, terpasang alat bantu O₂
menggunakan rebreathing mask 8 lpm
Circulation : TD: 120/80 mmHg, N: 101 x/menit, CRT > 3 detik, SpO₂
96%, akral dingin
Disabillity : Kesadaran Composmentis GCS E₄V₅M₆, gerakan ekstremitas
bagian atas baik, gerakan ekstremitas bagian bawah sulit untuk
digerakkan
Exposure : Terdapat bekas luka di ekstremitas bagian bawah sebelah kiri,
kedua kaki tampak oedema dan sukar untuk digerakkan
3. Pengkajian Sekunder
Hidung : Terpasang alat bantu O₂ dengan rebreathing mask 8 lpm
Mulut : Mukosa bibir kering
Dada : Jantung :
Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak
Auskultasi : Irama jantung reguler
Palpasi : Ictus Cordis teraba
Perkusi : Suara pekak
Paru-paru :
Inspeksi : Ekspansi dada dangkal
Auskultasi : Terdapat suara tambahan rocnhi
Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan
Perkusi : Suara pekak
B. Diagnosa
1. Gangguan pertukaran gas b.d cairan dalam interstitial/area alveolar
2. Pola nafas tidak efektif b.d menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap
penumpukan cairan dalam alveoli
3. Kelebihan volume cairan b.d gangguan mekanisme regulasi
C. Intervensi
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Gangguan Respiratory 6. Posisikan 6. Untuk
pertukaran gas b.d Status: Ventilation pasien semi memaksimalk
cairan dalam Kriteria Hasil: fowler an ventilasi
interstitial/area 3. Sesak nafas 7. Observasi 7. Mengetahui
alveolar berkurang TTV perkembangan
4. RR dalam 8. Observasi umum pasien
rentang respiratory 8. Mengetahui
normal 18-20 rate dan SpO₂ kadar nilai
x/menit 9. Berikan SpO₂
terapi O₂ 9. Agar sesak
10. Kolaborasi nafas
dengan berkurang
dokter dalam 10. Membantu
pemberian mempercepat
terapi obat penyembuhan
pasien
Pola nafas tidak Respiratory 1. Posisikan 1. Untuk
efektif b.d Status: Ventilation pasien semi memaksimalka
menurunnya Kriteria Hasil: fowler n ventilasi
ekspansi paru 1. RR, suara 2. Auskultai 2. Mengetahui
sekunder terhadap nafas dalam suara nafas hasil
penumpukan batas normal, 3. Monitor vital penurunan
cairan dalam RR 18-20 sign daerah
alveoli x/menit, suara 4. Kolaborasi ventilasi
vasikuler dalam 3. Mengetahui
2. Tidak pemberian perkembangan
menggunakan terapi O₂ umum pasien
otot bantu 4. Meningkatkan
pernafasan ventilasi dan
3. TTV dalam asupan O₂
batas normal
TD: 120/80
mmHg, N: 80-
100 x/menit,
S: 36,5°C -
37,5°C
Kelebihan cairan Fluid balance 1. Monitor TTV 1. Mengetahui
b.d gangguan Kriteria hasil: 2. Monitor keadaan
mekanisme 1. Terbebas dari indikasi umum pasien
regulasi oedema kelebihan 2. Mengetahui
2. Bunyi nafas cairan terjadinya
bersih (oedema) oedema
3. Tidak ada 3. Batasi 3. Untuk
dyspnea masukan mengurangi
cairan pada oedema
pasien 4. Untuk
4. Kolaborasi mengurangi
pemberian cairan dalam
diuretik tubuh yang
berlebih
D. Implementasi
Waktu No Implementasi Respon TTD
Dx
16.30 1,2 Memposisikan DS : -
semi fowler DO :
- Pasien tampak dalam
posisi semi fowler
- Pasien tampak masih
sesak nafas
17.00 3 Memberikan DS : -
injeksi furosemide DO :
- Furosemide 40 mg
masuk via infus
E. Evaluasi
Waktu No Evaluasi TTD
Dx
18.30 1 S : Pasien mengatakan sesak nafas sudah berkurang
O: - Pasien tampak rileks
- Terpasang rebreathing mask 8 lpm
- RR: 26 x/menit
- SpO₂ : 97%
- Akral hangat
A: Masalah gangguan pertukaran gas teratasi
sebagian
P : Intervensi dilanjutkan :
- Posisikan pasien semi fowler
- Observasi TTV
- Observasi respiratory rate dan SpO₂
- Berikan terapi O₂
- Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
terapi obat
18.30 2 S : Pasien mengatakan sesak nafas berkurang
O: - Pasien tampak tenang
- Pasien dalam posisi semi fowler
- TD: 122/70 mmHg
- N: 98 x/menit
- RR: 26x/menit
- SpO₂ 97 %
- S: 36°C
A: Masalah pola nafas tidak efektif teratasi
sebagian
P : Intervensi dilanjutkan:
- Posisikan pasien semi fowler
- Auskultai suara nafas
- Monitor vital sign
- Kolaborasi dalam pemberian terapi O₂
18.30 3 S:-
O: - Kaki pasien tampak oedema
- Urine keluar 100 cc
- Hasil foto thorax menunjukkan adanya
cardiomegali
A: Masalah kelebihan volume cairan belum teratasi
P :Intervensi dilanjutkkan :
- Monitor TTV
- Monitor indikasi kelebihan cairan (oedema)
- Batasi masukan cairan pada pasien
- Kolaborasi pemberian diuretik
DAFTAR PUSTAKA
Bahloul, M., Chaari, A., Dammak, H., Samet, M., Chtara, K., Chelly, H., … Bouaziz,
M. (2013). Pulmonary edema following scorpion envenomation: Mechanisms,
clinical manifestations, diagnosis and treatment. International Journal of
Cardiology. https://doi.org/10.1016/j.ijcard.2011.10.013
Irawaty, M. (2010). Penatalaksanaan Edema Paru pada Kasus VSD dan Sepsis VAP
Treatment of Lung Oedema in VSD and VAP Sepsis. Anestesia & Critical Care.
Setiati, S., Alwi, I., Sudoyo, A. W., K, M. S., Setiyohadi, B., & Syam, A. F. (2014).
Buku Ajar AIlmu Penyakit Dalam. InternaPublishing.
https://doi.org/10.1007/978-3-319-15207-3
Smeltzer, S., & Bare, B. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8. EGC : Jakarta. https://doi.org/10.1037/1524-9220.4.1.3