PPOK Wicak
PPOK Wicak
PENDAHULUAN
PPOK atau Penyakit Paru Obstruksi Kronis merupakan penyakit yang dapat
dicegah dan dirawat dengan beberapa gejala ekstrapulmonari yang signifikan, yang dapat
mengakibatkan tingkat keparahan yang berbeda pada tiap individual.
Asap rokok merupakan satu-satunya penyebab terpenting, jauh lebih
penting dari faktor penyebab lainnya. Faktor resiko genetik yang paling sering
dijumpai adalah defisiensi alfa-1 antitripsin, yang merupakan inhibitor sirkulasi
utama dari protease serin.
Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease
(GOLD) 2007, dibagi atas 4 derajat, yaitu : derajat 1 (PPOK ringan), derajat 2
(PPOK sedang), derajat 3 (PPOK berat), derajat 4 (PPOK sangat berat).
Penderita PPOK akan datang ke dokter dan mengeluhkan sesak nafas, batuk-batuk
kronis, sputum yang produktif, faktor resiko (+). Sedangkan PPOK ringan dapat
tanpa keluhan atau gejala. Dan baku emas untuk menegakkan PPOK adalah uji
spirometri.
Penatalaksanaan bisa dibedakan berdasarkan derajat tingkat keparahan
PPOK. PPOK eksaserbasi didefinisikan sebagai peningkatan keluhan/gejala pada
penderita PPOK berupa 3P yaitu: 1. Peningkatan batuk/memburuknya batuk 2.
Peningkatan produksi dahak/phlegm 3. Peningkatan sesak napas.. Komplikasi bisa
terjadi gagal nafas, infeksi berulang dan cor pulmonal. Prognosa PPOK
tergantung dari stage / derajat, penyakit paru komorbid, penyakit komorbid lain.
(Riyanto dan Hisyam, 2006)
1
BAB II
Tinjauan Pustaka
2.1. Definisi
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah Penyakit paru yang dapat
di cegah dan di obati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya
reversibel, bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru
terhadap partikel atau gas yang beracun/ berbahaya, disertai efek ekstapatu yang
berkonstribusi terhadap derajat berat penyakit. Karateristik hambatan aliran udara
pada PPOK disebabkan oleh gabungan antara obstruksi saluran nafas kecil
(Obstruksi Bronkiolitis) dan kerusakan parenkim (emfidema yang bervariasi pada
setiap individu. PPOK seringkai timbul pada usia pertengahan akibat merokok
dalam waktu yang lama. PPOK sendiri juga mempunyai efek sistemik yang
bermakna sebagai petanda sudah terdapat kondisi komorbid lain nya. (PDPI,
2011)
Pada prakteknya cukup banyak penderita bronkitis kronik juga
memperlihatkan tanda-tanda emfisema, termasuk penderita asma persisten berat
dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria
PPOK.
Pertambahan penduduk
Industrialisasi
2
2.2 Anatomi Saluran Pernafasan
3
Pleura merupakan membrane serosa yang tersusun dari lapisan sel
embriogenik berasal dari jaringan selom intraembrional dan bersifat
memungkinkan organ yang diliputinya mampu berkembang, mengalami
retraksi atau deformasi sesuai dengan proses perkembangan anatomis dan
fisiologis suatu organisme. Pleura viseral membatasi permukaan luar
parenkim paru termasuk fisura interlobaris, sementara pleura parietal
membatasi dinding dada yang tersusun dari otot dada dan tulang iga, serta
diafragma, mediastinum dan struktur servikal. Pleura viseral dan parietal
memiliki perbedaan inervasi dan vaskularisasi. Pleura viseral diinervasi
saraf-saraf otonom dan mendapat aliran darah dari sirkulasi pulmoner,
sementara pleura parietal diinervasi sarafsaraf interkostalis dan nervus
frenikus serta mendapat aliran darah sistemik. Pleura visceral dan pleura
parietal terpisah oleh rongga pleura yang mengandung sejumlah tertentu
cairan pleura. (Irandi, 2013)
a) Riwayat merokok
Perokok aktif
Perokok pasif
Bekas perokok
4
Ringan : 0-200
Sedang : 200-600
Berat : >600
3. Hipereaktiviti bronkus
2.4 Patogenesis
5
fibrosis, metaplasi sel goblet dan hipertropi otot polos penyebab utama
obstruksi jalan napas seperti pada gambar 1.
(Sumber : PDPI,2010)
6
2.5 Klasifikasi
7
2.6 Diagnosis Banding
Asma
Pneumotoraks
(Sumber : PDPI,2010)
8
2.7 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan :
- Mengurangi gejala
1. Edukasi
2. Obat – obatan
3. Terapi oksigen
4. Ventilasi mekanik
5. Nutrisi
6. Rehabilitasi
2.8.1 Edukasi
9
masih bersifat reversibel, menghindari pencetus dan memperbaiki derajat
adalah inti dari edukasi atau tujuan pengobatan dari asma.
10
5. Penyesuaian aktivitas
1. Berhenti merokok
3. Penggunaan oksigen
Berapa dosisnya
5. Tanda eksaserbasi :
Sputum bertambah
11
6. Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi
Ringan
12
2.8.2 obat – obatan
a. Bronkodilator
- Golongan antikolinergik
13
penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan
mempermudah penderita.
- Golongan xantin
b. Antiinflamasi
c. Antibiotika
14
d. Antioksidan
e. Mukolitik
f. Antitusif
15
(Sumber : PDPI,2010)
3 Terapi Oksigen
16
a. Manfaat oksigen :
- Mengurangi sesak
- Memperbaiki aktiviti
- Mengurangi vasokonstriksi
- Mengurangi hematokrit
b. Indikasi
17
ataupun ICU. Pemberian oksigen untuk penderita PPOK yang dirawat di
rumah dibedakan :
- Nasal kanul
- Sungkup venturi
- Sungkup rebreathing
- Sungkup nonrebreathing
Pemilihan alat bantu ini disesuaikan dengan tujuan terapi oksigen dan
kondisi analisis gas darah pada waktu tersebut.
18
4 Ventilasi Mekanik
- Volume control
- Pressure control
19
- Kualiti hidup
NPV tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan obstruksi saluran napas atas,
disamping harus menggunakan perlengkapan yang tidak sederhana.
2.8.5 Nutrisi
- Antropometri
20
Mengatasi malnutrisi dengan pemberian makanan yang agresis tidak akan
mengatasi masalah, karena gangguan ventilasi pada PPOK tidak dapat
mengeluarkan CO2 yang terjadi akibat metabolisme karbohidrat. Diperlukan
keseimbangan antara kalori yang masuk denagn kalori yang dibutuhkan, bila
perlu nutrisi dapat diberikan secara terus menerus (nocturnal feedings) dengan
pipa nasogaster.
- Hipofosfatemi
- Hiperkalemi
- Hipokalsemi
- Hipomagnesemi
21
2.8.6 Terapi Pembedahan
Bertujuan untuk :
1. Bulektomi
3. Transplantasi paru
(Sumber : PDPI,2010)
22
2.9 Komplikasi
1. Gagal napas
2. Infeksi berulang
3. Kor pulmonal
- Hasil analisis gas darah Po2 < 60 mmHg dan Pco2 > 60 mmHg, dan
pH normal, penatalaksanaan :
- Bronkodilator adekuat
- Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu latihan atau waktu tidur
- Antioksidan
Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing Gagal napas akut pada
gagal napas kronik, ditandai oleh :
- Demam
- Kesadaran menurun
- Infeksi berulang
23
Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan
terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang.
Pada kondisi kronik ini imuniti menjadi lebih rendah, ditandai dengan
menurunnya kadar limposit darah.
Kor pulmonal :
2.10 Pencegahan
- Berhenti merokok
24
BAB III
DIAGNOSA PPOK
3. Diagnosis
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala,
gejala ringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan
kelainan jelas dan tanda inflasi paru
A. Gambaran klinis
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
25
Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)
Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis
leher dan edema tungkai
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau
pada ekspirasi paksa ekspirasi memanjang bunyi jantung terdengar
jauh
Pink puffer
Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan
pernapasan pursed – lips breathing
Blue bloater
26
Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema
tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer
Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang
memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan
retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik.
Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan rutin
Faal paru
Uji bronkodilator
27
Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 -
20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan
VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml
Darah rutin
Radiologi
Hiperinflasi
Hiperlusen
Diafragma mendatar
Normal
b. Pemeriksaan khusus
Faal paru
28
Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti
Paru Total (KPT), VR/KRF, VR/KPT meningkat
Sgaw meningkat
Jentera (treadmill)
29
Gagal napas akut pada gagal napas kronik
Radiologi
Elektrokardiografi
Ekokardiografi
Bakteriologi
30
DAFTAR PUSTAKA
31
12. Slamet H 2006. PPOK Pedoman Praktis Diagnosis & Penatalaksanaan
di Indonesia. Jakarta:. p. 1-18.
13. Wedzicha JA, 2011. Beonchodilator therapy for COPD. New England
Journal Medicine. Diakses tgl 6 Agustus 2011.
32