Anda di halaman 1dari 22

PEDOMAN

PELAYANAN PASIEN DIALISIS


RUMAH SAKIT dr. R. GOETENG TAROENADIBRATA
PURBALINGGA

RUMAH SAKIT dr. R. GOETENG TAROENADIBRATA


PURBALINGGA JAWA TENGAH
INDONESIA
2015
PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA
RSUD dr. R. GOETENG TAROENADIBRATA
Jalan Tentara Pelajar no. 22 Telp (0281) 891016, 896645 Fax (0281) 893279

KEPUTUSAN DIREKTUR RSUD dr. R. GOETENG TAROENADIBRATA


PURBALINGGA
NOMOR: / / 2015

TENTANG
PEMBERLAKUAN PEDOMAN PELAYANAN PASIEN DIALISIS
RSUD dr. R. GOETENG TAROENADIBRATA PURBALINGGA

DIREKTUR RSUD dr.R GOETENG TAROENADIBRATA PURBALINGGA


Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan RSUD dr. R
Goeteng Taroenadibrata Purbalingga, maka diperlukan
penyelenggaraan pelayanan yang bermutu tinggi dari setiap gugus
tugas/ unit pelayanan yang ada;
b. bahwa pelayanan Pasien dialisis merupakan salah pelayanan di RSUD
dr. R Goeteng Taroenadibtrata Purbalingga;
c. bahwa agar pelayanan pasien dialisis di rumah sakit dapat terlaksana
dengan baik, perlu adanya Surat Keputusan Direktur tentang
pemberlakuan pedoman pelayanan pasien dialisis di RSUD dr. R
Goeteng Taroenadibrata Purbalingga sebagai landasan bagi
penyelenggaraan pelayanan;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam a, b
dan c, perlu ditetapkan dengan Keputusan Direktur RSUD dr. R
Goeteng Taroenadibrata Purbalingga.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kesehatan


(Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 5063);
2. Undang - Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153,
tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072);
3. Undang – undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen (Lenbaran Negara Nomor 42 Tahun 1999);
4. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
(Lembaran Negara 4431 Tahun 2004);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1996 tentang Tenaga
Kesehatan;
6. SK Menkes No 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan
Minimal Rumah Sakit;
7. SK Menkes 1165.A./Menkes/SK/II/X/2004 tentang Komisi Akreditasi
Rumah Sakit.

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR RSUD dr. R GOETENG


TAROENADIBRATA PURBALINGGA TENTANG
PEMBERLAKUAN PEDOMAN PELAYANAN PASIEN DIALISIS
DI RSUD dr. R GOETENG TAROENADIBRATA PURBALINGGA.
Kesatu : Pedoman pelayanan Pasien dialisis di RSUD dr. R Goeteng Taroenadibrata
Purbalingga sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini,
menjadi acuan pelayanan pasien 24 jam.
Kedua : Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pelayanan pasien dialisis di
RSUD dr. R Goeteng Taroenadibrata Purbalingga dilaksanakan oleh
Dokter penanggung jawab unit hemodialisa, dibawah koordinasi Direktur
RSUD dr. R Goeteng Taroenadibrata Purbalingga.
Ketiga : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dan apabila dikemudian
hari ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapan ini, akan diadakan
perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Purbalingga,
Pada tanggal : 31 Februari 2015
PLT.DIREKTUR RSUD dr. R. GOETENG
TAROENADIBRATA PURBALINGGA
KABID DIKLAT DAN REKAM MEDIK

dr. JUSI FEBRIANTO, MPH.


PEMBINA
NIP.19700219 200212 1 004
Tembusan Kepada Yth.:
1. Pejabat Struktural
2. Ka.Komite Medis
3. Ka.SPI/Ka.Instalasi/Case Manager/Ka.Ruang
4. Arsip.
DAFTAR ISI

Keputusan Direktur RS Goeteng Taroenadibrata Purbalingga.................................. i


Daftar isi.................................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar belakang ...............................................................................................
2. Tujuan pedoman ............................................................................................
3. Ruang lingkup pelayanan ...............................................................................
4. Batasan operasional .......................................................................................
5. Landasan hukum ............................................................................................

BAB II STANDAR KETENAGAAN


1. Kualiikasi sumber daya manusia .....................................................................
2. Distribusi ketenagaan ......................................................................................
3. Pengaturan jaga ..............................................................................................

BAB III STANDAR ASILITAS


1. Denah ruang ...................................................................................................
2. Standar asilitas ................................................................................................

BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN .................................................................


BAB V LOGISTIK ...................................................................................................
BAB VI KESELAMATAN PASIEN ............................................................................
BAB VII KESELAMATAN KERJA .........................................................................
BAB VIII PENGENDALIAN MUTU ..........................................................................
BAB IX PENUTUP ......................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Peningkatan pembangunan kesehatan di Indonesia seharusnya diikuti secara seimbang
oleh perbaikan mutu pelayanan kesehatan baik di sarana pelayanan kesehatan maupun
praktek perorangan. Adanya globalisasi serta industrialisasi yang cepat di sektor kesehatan
berdampak pada cara melakukan tindakan, baik berupa terapi, pemakaian alat, pemberian
resep dan sebagainya sehingga tindakan tersebut sesuai indikasi yang tepat.
Disamping itu dengan adanya Undang-Undang Perlindungan Konsumen serta
terkaitnya praktek kedokteran terhadap aspek medis, legal, etis, psikologis, sosial budaya
serta finansial maka perlu dibuat suatu pedoman pelayanan kesehatan yang bertujuan
memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat dan memberikan rasa aman bagi
dokter/tenaga medik dalam melakukan praktek kedokteran. Hal ini juga berlaku pada
pelayanan dialisis dimana umumnya pasien dengan penyakit ginjal kronik membutuhkan
pengobatan yang berulang dan melibatkan peralatan/mesin dengan teknologi tinggi serta
kompetensi tenaga kesehatan yang memadai.

2. Tujuan pedoman
a. Umum :
Meningkatkan kualitas pelayanan pasien gagal ginjal melalui pedoman pelayanan
hemodialisis yang berorientasi pada keselamatan dan keamanan pasien.
b. Khusus :
- Memberi acuan regulasi pelayanan hemodialisis
- Memberikan acuan manajemen pelayanan hemodialisis
- Memberi acuan tugas pokok dan fungsi serta kompetensi masing-masing tenaga yang
terlibat dalam pelayanan hemodialisis
- Memberi acuan sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam pelayanan hemodialisis
- Memberi acuan sistem/pola pembiayaan yang berkaitan dengan pelayanan hemodialisis
3. Ruang lingkup pelayanan
Ruang lingkup pelayanan pasien dialisis di Rumah Sakit dr. R.Goeteng
Taroenadibrata Purbalingga meliputi :
a. Pelayanan pasien hemodialisis rawat jalan
b. Pelayanan pasien hemadialisis rawat inap

4. Batasan operasional

a. Jumlah pasien penyakit ginjal kronik makin meningkat


Seperti di negara lain, prevalensi Penyakit Ginjal Kronis meningkat dari tahun ke
tahun. Penyakit ini biasanya disebabkan oleh beberapa keadaan seperti hipertensi,
diabetes melitus, glomerulonefritis kronik, penyakit obtruksi-infeksi terutama oleh
karena batu, dll. Data pola 50 penyakit utama di rawat jalan se-Indonesia tahun 2004
menempatkan Hipertensi pada peringkat ke-3 dengan 411.355 kunjungan dan diabetes
melitus pada peringkat ke-7 dengan 326.462 kunjungan.

b. Penyakit ginjal kronik merupakan masalah besar di Indonesia.


Hal ini dapat dilihat dari jumlah tindakan hemodialisis yang dilakukan di rumah
sakit milik departemen kesehatan dan pemda sepanjang tahun 2005 sebanyak
125.441.Data smester I tahun 2006 PT Askes bahkan menyebutkan bahwa hemodialisis
tindakan rawat jalan yang paling banyak dibiayai dengan besaran dana 4.372.168.679
rupiah.
Saat ini, unit hemodialisis di Indonesia yang terdata di PERNEFRI sebanyak
±4000 unit, sementara Indonesia membutuhkan sekitar 6000 unit mesin
hemodialisis.Melihatbesarnya jumlahtindakan dan kecenderungan peningkatan jumlah
pasien yang memerlukan dialisis,maka sangatlah penting bagi dokter memperhatikan
kualitas pelayanandengan cara menerapkan manajemen dan penatalaksanaan terpadu
yang dibantu oleh tenaga medik dan paramedik lainnya.
5. Landasan hukum
a. UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
b. UU Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah
c. UU Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran
d. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 269/Menkes/SK/Per/II/2008 tentang Rekam
Medis.
e. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1333/Menkes/SK/II tahun 1999 tentang
Standar Pelayanan Rumah sakit.
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

Untuk mencapai tujuan dan sasaran yang optimal dari program pelayanan hemodialisis
perlu ditata pengorganisasian pelayanan dengan tugas dan wewenang yang jelas dan terinci
secara administrasi maupun teknis.
A. Ketenagaan
Ketenagaan pelayanan hemodialisis terdiri dari :
1. Tenaga medis (Supervisor, dokter penanggung jawab SpPD bersertifikat HD, dokter
pelaksana bersertifikat HD)
2. Perawat ( enam perawat mahir dan satu perawat biasa)
3. Tenaga administrasi
4. Tenaga lainnya yang mendukung program

B. Kompetensi
1. Supervisor hemodialisis adalah dokter Internis sebagai konsultan hemodialisis.
2. Dokter penanggung jawab hemodialisis adalah dokter Internis yang telah mempunyai
sertifikat pelatihan hemodialisis dipusat pendidikan yang diakreditasi dan disahkan oleh
PERNEFRI
3. Dokter pelaksana hemodialisis adalah dokter Internis yang telah menpunyai sertifikat
pelatihan hemodialisis dipusat pendidikan yang diakreditasi dan disahkan oleh
PERNEFRI
4. Perawat mahir hemodialisis adalah perawat yang bersertifikat pelatihan dipusat
pendidikan yang diakreditasi dan disahkan oleh PERNEFRI
5. Perawat biasa adalah lulusan akademi keperawatan

C. Klasifikasi dan Uraian Tugas


1. Supervisor
Seorang dokter spesialis penyakit dalam konsultasi ginjal hipertensi yang diakui oleh
PERNEFRI dan bertugas sebagai pengawas supervisor. Disamping itu dapat juga
bertugas sebagai penanggung jawab unit dialisis dan/atau dokter pelaksana unit
hemodialisis.
2. Penangung jawab
Seorang dokter spesialis penyakit dalam yang telah mendapat pelatihan dialisis di pusat
pelatihan dialisis yang diakui/diakreditasi oleh PERNEFRI dan bertugas sebagai
penanggung jawab unit dialisis. Disamping itu dapat juga bertugas sebagai dokter
pelaksana unit hemodialisis.
3. Dokter pelaksana
Seorang dokter yang telah mendapat pelatihan dialisis dipusat pelatihan dialisis yang
diakreditasi oleh PERNEFRI dan bertugas sebagai dokter pelaksana unit hemodialisis.
4. Perawat mahir
Perawat yang telah menempuh pendidikan khusus dialisis dan perawat ginjal intensif di
pusat pelatihan dialisis yang diakui PERNEFRI
5. Perawat
Seorang lulusan akademi keperawatan yang memberikan asuhan keperawatan dan
membantu tugas perawat mahir HD
6. Teknisi
Minimal SMU/STM atau perawat dengan pelatihan khusus mesin dialisis dan
perlengkapannya. Bertugas menyiapkan mesin dan perlengkapannya, menjalankan dan
merawat mesin dialisis dan pengolahan air, bekerjasama dengan teknisi pabrik
pembuatannya (produsen/agen)
BAB III
STANDAR FASILITAS

Untuk mencapai tujuan dan sasaran yang optimal dari program pelayanan
hemodialis perlu ditata pengorganisasian pelayanan dengan tugas dan wewenang yang
jelas dan terinci secara admistrasi maupun teknis.

Struktur Organisasi
Adanya klasifikasi rumah sakit berdasarkan kemampuan layanan dilihat dari
aspek kompetensi, SDM, Fasilitas sarana serta kepemilikan menyebabkan bervariasinya
pengelolaan layanan mulai dari organisasi sampai dengan pembiayaan dirumah sakit.

Struktur organisasi unit HD di RS dr. R. Goeteng Taroenadibrata Putbalingga

DIREKTUR

Denah ruang hd
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

A. Konsep Pelayanan Hemodialisis :


1. Dilakukan secara komprehensif
2. Pelayanan dilakukan sesuai standar
3. Peraturan yang tersedia harus memenuhi ketentuan
4. Semua tindakan harus terdokumentasi dengan baik
5. Harus ada system monitor dan evaluasi.

B. Prosedur pelayanan Hemodialisis :

Ketepatan pemberian pelayanan harus dimulai pada saat kontak pertama dengan
pasien. Hal ini merupakan tanggungjawab semua staf baik klinisi atau admisi.
Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan pelayanan hemodialisis, untuk itu
pengkajian sesaat pasien datang sangatlah penting, dengan menggali informasi klinik yang
lengkap, meliputi :
1. Anamnesis dan atau alloanamnesis yang lengkap. Informasi yang digali adalah keluhan
kesehatan sekarang, dahulu dan riwayat penyakit yang ada pada keluarga.
Alloanamnesis dilakukan pada keluarga terdekat pasien.
2. Pemeriksaan fisik secara lengkap dari kepala sampai kaki untuk mengidentifikasi
kelainan-kelainan yang ada, terutama pada organ-organ vital, yang jika tidak segera
dilakukan penanganan segera akan berakibat fatal.
3. Pemeriksaan penunjang sesuai indikasi yang diperoleh dari hasil anamnesa dan
pemeriksaan fisik lengkap.
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik serta penunjang yang dilakukan
diharapkan dokter dan perawat mampu mengidentifikasi masalah-masalah kesehatan yang
ada dan direncanakan asuhan yang tepat, sesuai dengan kebutuhan pasien.
1. Tindakan inisial Hemodialisis ( HD pertama) dilakukan melalui pemeriksaan/konsultasi
dengan konsultan atau dokter spesialis penyakit dalam yang telah bersertifikat HD
Inisiasi hemodialisis dilakukan pada pasien dengan:
 TKK/LFG < 10 mL/ menit dengan gejala uremia atau malnutrisi
 TKK/LFG < 5mL/ menit walaupun tanpa gejala
 Indikasi khusus:
- Terdapat komplikasi akut (edema paru, hiperkalemia, asidosis metabolik berulang)
- Pada pasien dengan nefropati diabetik dapat dilakukan lebih awal
2. Setiap tindakan Hemodialisis terdiri dari :
Persiapan pelaksanaan Hemodialisis : 30 menit
Pelaksanaan Hemodialisis : 5 jam
Evaluasi pasca Hemodialisis : 30 menit
Sehingga untuk setiap pelaksanaan Hemodialisis diperlukan waktu dari persiapan
sampai dengan waktu pasca Hemodialisis minimal 6 jam.
3. Harus memberikan pelayanan sesuai standar profesi dan memperhatikan hak pasien
termasuk membuat informed consent
4. Apabila kondisi pasien post hemodialisis belum stabil maka pasien di rawat inapkan
sampai kondisi pasien stabil baru pasien diijinkan pulang oleh DPJP.
5. Pasien yang rutin hemodialisis di Rumah Sakit secara periodik dilakukan pemeriksaan
HbsAg Anti HCV tiap enam bulan,TIBC dan Fe tiap tiga bulan, Hemoglobin tiap bulan
6. Pemakaian dializer ulang lima kali pakai yaitu dengan empat kali re use dalam pasien
yang sama.

C. Alur Pasien dalam Pelayanan Hemodialisis


 Pasien baru yang datang dari RS lain/ unit hemodialisis lain
1. Pasien/penanggung jawab pasien diarahkan ke admisi rawat jalan untuk melakukan
pengisian data pasien baru.
2. Setelah mendaftar, pasien diarahkan ke IGD untuk dilakukan pemeriksaan oleh Dokter
yang meliputi : Anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium yang terdiri
dari pemeriksaan Hematologi Rutin 1, Ureum, Creatinin, HbsAg, dan anti HCV. Setelah
dilakukan pemeriksaan, maka pasien dirawat inapkan sambil menunggu instruksi
selanjutnya dari dokter Sp. PD dan konfirmasi dengan perawat hemodialisa untuk jadwal
pelaksanaan hemodialisa .
3. Pasien pindahan dari RS lain/ Unit Hemodialisa lain wajib membawa Travelling
Dialysis.

 Pasien Lama
1. Pasien/penanggung jawab pasien diarahkan untuk dating sesuai jadwal hemodialisa yang
sudah dijadwalkan.
2. Setelah pasien mendapatkan hasil cetak nomor urut, pasien diarahkan menuju poliklinik
hemodialisis.

 Pasien yang berasal dari Rawat Inap (termasuk Ruang Intensif)


1. Tindakan hemodialisis dilakukan atas instruksi Dokter Spesialis Penyakit Dalam sesuai
indikasi
2. Perawat di ruang perwatan menghubungi perawat hemodialisa untuk mengkonfirmasi
ketersediaan tempat
3. Apabila jadwal dan tempat tersedia, maka pasien dilakukan screening pemeriksaan
HbsAg dan Anti HCV, kemudian pasien diantar ke poliklinik hemodialisis.

D. Penggunaan Dialiser Reuse


Penggunaan dialiser reuse adalah suatu tindakan penggunaan ulang dialiser / lebih dari satu
kali yang telah diproses secara baku untuk pada pasien yang sama. Penggunaan dialiser reuse
harus ada persetujuan tertulis (Informed concent) dari pasien tentang keuntungan dan
kerugian menggunakan dialiser reuse, diberikan secara tertulis sebelum melakukan
hemodialisis untuk pertama kali dan berlaku seterusnya selama pasien masih menjalani
hemodialisis di Rumah Sakit Sari Asih Karawaci Kota Tangerang.
Keuntungan menggunakan dialiser reuse adalah mengurangi biaya hemodialisis, mengurangi
gejala klinik selama hemodialisis, mengurangi kejadian anafilaksis, dan menaikan
biokompatibilitas dialiser. Sedangkan kerugiannya yaitu berupa kontaminasi bakteri,
kemungkinan terjadi transmisi agen infeksi, timbul keluhan yang berhubungan dengan zat
kimia yang dipakai dalam proses ulang dan penurunan perfomance dialiser. Pelaksanaan
dialiser reuse sesuai dengan prinsip kewaspadaan universal dan sesuai prosedur manual (SPO
Prosedur Manual Reuse Dialiser dan SPO penggunaan Dialiser Reuse). Kriteria
penghentian dialiser reuse:
a. Volume kompartemen darah dialiser dibawah 80% dari volume kompartemen darah
dialiser awal
b. Perubahan fisik dialiser dari warna putih menjadi hitam/ kecoklatan
c. Terdapat tanda-tanda reaksi anafilaktik dan reaksi pirogenik yang berat pada pasien
BAB V
LOGISTIK

A. Obat dan alat kesehatan

1. Obat
No Nama Obat Satuan Kekuatan
1. Adrenalin HCL Ampul 1 mg
2. Dexametason Ampul 4 mg
3. Dopamin Ampul 200 mg
4. KCL 1 mEq/ml Flacon 25 ml
5. Heparin 5.000 IU Flacon 5000 unit/ml
6. Gluconas galcii Ampul
7. Bicarbonat Natrikus 8,4 % Flacon 25 ml
8. Antalgin Ampul
9. Clonidin Ampul 0,15 mg
10. Dextrose 40% Flacon 25 ml
11. Diazepam Ampul 10 mg
12. Lidocain HCL 2 % Ampul 20 mg/ml
13. NaCL 0,9 % Kolf 500 ml
14. Dextrose 5 % dan 10 % Kolf 500 ml
15. Nifedipin Tablet 5 mg
16. Captopril Tablet 12,5 mg
17. Isosorbit dinitrate Tablet 5 mg
18. Paracetamol Tablet 500 mg
19. H2O2 Larutan 3%
20. Iodine Povidone Larutan 10 %
21. Antiseptik (savlon, hibiscrup, dll) Larutan
22. Alkohol 70 % Larutan

2. Alat Kesehatan
No Nama Alat Kesehatan
1. Hollow fiber berbagai ukuran
2. Blood line
3. AV fistula
4. Disposable syringe
5. Kassa steril
6. Infus set dan tranfusi set
7. Masker disposable
8. Sarung tangan steril
9. Plester
10. Oksigen tabung
11. Citrit acid ,bayclean (untuk desinfektan mesin sesuai dengan petunjuk
pabrik)
12. Campuran perasetic acid % H2O2 (untuk dialiser proses ulang)

B. Persyaratan Minimal Bangunan dan Prasarana


1. Unit hemodialisis mempunyai bangunan dan prasarana yang sekurang-kurangnya terdiri
dari :
a. Ruang hemodialisis
Ruang hemodialisis mempunyai kapasitas untuk 6 mesin hemodialisis.
Rasio mesin hemodialisis dengan luas ruangan sekurang-kurangnya sebesar 1 : 8
m2 .
b. Ruangan pemeriksaan/konsulatasi
c. Ruangan dokter.
d. Ruangan kooordinator Hemodialisa.
e. Ruangan perawat (nurse station)
f. Ruangan re use
g. Ruangan pengolahan air (water treatment)
h. Ruangan penyimpanan obat
i. Ruangan administrasi pasien
j. Ruangan penunjang non medik yang sekurang-kurangnya terdiri dari pantry,
gudang peralatan.
k. Ruang penunggu pasien dan ruang transit pasien.
l. Toilet yang masing-masing terdiri dari toilet untuk petugas, toilet untuk pasien dan
toilet penunggu pasien
m. Spoelhok
2. Seluruh ruangan harus memenuhi persyaratan minimal untuk kebersihan, ventilasi,
penerangan dan mempunyai sistem keselamatan kerja dan kebakaran
3. Mesin hemodialisis dipergunakan untuk memberikan pelayanan harus secara berkala
dikalibrasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku
4. Mempunyai fasilitas listrik dan penyediaan air bersih (water treatment) yang
mempunyai persyaratan kesehatan
5. Mempunyai sarana untuk mengolah limbah dan pembuangan sampah sesuai peraturan
yang berlaku (septic tank besar/rujukan limbah padat infeksius)

C. Persyaratan Minimal Peralatan


Suatu unit hemodialisis mempunyai peralatan meliputi :
1. Sekurang-kurangnya 4 mesin hemodialisis yang siap pakai dan jenis mesin hemodialisis
tersebut harus terdaftar di departemen kesehatan
2. Tempat tidur/kursi untuk tempat pasien yang sedang menjalani hemodialisis
3. Peralatan medik standar seperti stetoskop, tensimeter, timbangan badan ,bedside
monitor dan sebagainya, dengan jumlah sesuai kebutuhan.
4. Sebaiknya mempunyai peralatan yangdiperlukan untuk resusitasi bila pasien henti
jantung paru.
5. Peralatan re use dialiser manual atau otomatik
6. Nurse call system
7. Peralatan pengolahan air sehingga air untuk dialisis memenuhi standar AAMI
(association for the advancement of medical indtrumentation)
8. Peralatan sterilisasi alat medis
9. Generator listrik berkapasitas sekurang-kurangnya sebesar kebutuhan untuk
menjalankan mesin hemodialisis yang ada
10. Peralatan pemadam kebakaran (APAR )
11. Peralatan komunikasi eksternal (telpon dan faks)
12. Peralatan untuk kegiatan perkantoran
13. Peralatan untuk mengelola limbah dan sampah
14. Perlengkapan dan peralatan lain sesuai kebutuhan
BAB VI
KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

Sebelum menjalani hemodialisis di Rumah Sakit dr. R. Goeteng Taroenadibrata


Purbalingga, pasien baru atau pasien traveling harus di lakukan pemeriksaan
laboratorium terlebih dahulu yaitu HbSAg dan Anti HCV. Apabila dalam pemeriksaan
laboratorium didapat HbSAg positif maka pasien harus dirujuk ke Rumah Sakit ?, bila
dalam pemeriksaan laboratorium didapatkan Anti HCV positif hemodialisis masih bisa
dilakukan di Rumah Sakit dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga namun dengan
single use dializer. Pemeriksaan laboratorium HbSAg, AntiHCV diulang setiap enam
bulan sekali .
Pelayanan pasien hemodialisis harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Pelaksanaan kewaspadaan universal (universal precautions) yang ketat (pasien,
staf dan penggunaan alat medik/non medik), termasuk hand hygiene sebelum dan
sesudah melakukan pekerjaan.
b. Penataan ruang, aksesibilitas, penerangan dan pemilihan material harus sesuai
dengan ketentuan yang mengacu pada patient safety.
c. Isolasi mesin hemodialisis hanya diharuskan pada pengindap virus hepatitis B,
tidak pada pengindap virus hepatitis C, HIV, Leptospirosis , MRSA positif dan
ESBL positif.
d. Pemakaian dialiser proses ulang hanya diperkenankan pada pasien Anti HCV
negatif, HIV negatif, IgM leptospora negatif, MRSA negatif dan ESBL negatif.
Sedangkan untuk pasien HbsAg positif dan HIV positif kita rujuk ke rumah sakit
lain yang menyediakan mesin khusus untuk pasien tersebut.
BAB VII
PENGENDALIAN MUTU

Kegiatan evaluasi dan pengendalian mutu terdiri dari :


1. Evaluasi internal : dinilai dari SDM, sarana prasarana hemodialisis
2. Evaluasi eksternal : dinilai dari kegiatan hemodialisis (jumlah pasien, edukasi
hemodialisis, morbiditas dan mortalitas, tarif hemodialisis yang di monitor oleh
kebijakan tarif yang berlaku pada rumah sakit.
3. Evaluasi terhadap buku pedoman pelayanan hemodialisis akan dilakukan setiap 5
tahun sekali oleh PERNEFRI dan DepKes.
Semua rangkaian pelayanan hemodialisis pada pasien dilakukan secara terkoordinasi
dan terintegrasi dalam suatu rekam medic agar asuhan yang diterima oleh pasien terencana
dengan baik, terpantau sehingga pelayanan yang diberikan dapat secara optimal dan sesuai
dengan kebutuhan asuhan pasien. Dokumentasi pelayanan hemodialisis berupa formulir
hemodialisis / Pengawasan Keperawatan Hemodialisis dan Catatan Dokter, Hasil
Pemeriksaan Laboratorium, Catatan Pendidikan Kesehatan.
BAB VIII
PENUTUP

Dengan meningkatnya jumlah penderita yang memerlukan pelayanan hemodialisis, maka


sepatutnya menjadi perhatian unsur-unsur pemberi pelayanan untuk meningkatkan dan
mengembangkan pelayanan demi pemenuhan kebutuhan tersebut. Selain sarana dan prasarana,
pengembangan dan peningkatan sumber daya manusia juga perlu diperhatikan.
Upaya terus menerus untuk mengacu pada standar pelayanan terbaik adalah harapan dari
para konsumen kesehatan. Melalui pelayanan prima,diharapkan kualitas hidup para penderita
gagal ginjal kronis dapat ditingkatkan dan dapat berperan produktif pada bangsa dan negara.
DAFTAR PUSTAKA

1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 812/MENKES/PER/VII/2010


tentang Penyelengaraan Pelayanan Dialisis Pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan
2. Buku Pedoman Pelayanan Hemodialisis di Sarana Pelayanan Kesehatan Depkes RI tahun
2008.
3. Konsensus Dialisis. Perhimpunan Nefrologi Indonesia. 2003

Anda mungkin juga menyukai