Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah sebuah Negara rawan gempa, dimana bencana tersebut
harus dihadapi dalam setiap saat maupun dalam waktu tertentu. Oleh karena itu
penanggulangan bencana harus ditangani secara integral, holistik dan
komprehensif.
Beberapa tahun terakhir ini intensitas bencana (seperti: gempa bumi,
tsunami, gunung meletus, banjir, dsb) sering terjadi. Bencana tersebut tidak hanya
menimpa wilayah Indonesia, tapi juga menimpa wilayah belahan bumi lainnya. Di
Indonesia sebagaimana diketahui bahwa titik-titik rawan gempa/bencana (antara
lain di daerah Aceh, Yogyakarta, Padang, Bengkulu, dan Papua), merupakan daerah
titik rawan gempa. Selain disebabkan oleh faktor alam dan atau non alam, juga oleh
faktor manusia. Bencana yang disebabkan oleh faktor alam; seperti gempa bumi,
tsunami, gunung meletus, banjir, dan tanah longsor, dan lain-lain, sementara yang
disebabkan oleh faktor manusia adalah seperti konflik sosial antar kelompok atau
antar komunitas masyarakat, dan terror.
Untuk mengatasi permasalahan bencana tersebut, berbagai pihak telah
terlibat dalam persoalan tersebut, namun peran vital Negara tidak dapat dinafikan,
dalam hal ini Pemerintah harus bertanggung jawab dalam penanggulanggan
bencana. Selain karena bencana (baik yang disebabkan oleh faktor alam dan atau
non alam, maupun oleh faktor manusia), kerusakan lingkungan, kerugian harta
benda dan dampak psikologis, serta sangat berpengaruh besar terhadap
kesejahteraan warga negara. Akibat dari peristiwa tersebut dampak dari bencana
juga bersifat kompleks sehingga dapat mempengaruhi stabilitas ekonomi, politik,
dan sosial.
Tanggung jawab pemerintah, sesuai dengan bunyi Pembukaan Undang-
Undang Dasar RI Tahun 1945 yang mengamanatkan bahwa:
“Pemerintah atau Negara Kesatuan Republik Indonesia melindungi segenap
bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sistem penanggulangan bencana terpadu?
2. Bagaimana aspek etik legal dalam penanggulangan bencana?
3. Apa saja kebijakan pada tahapan proses penanggulangan bencana?
C. Tujuan
Agar mahasiswa mengerti tentang sistem penanggulangan bencana dan
dapat menambah wawasan masyarakat secara umum sehingga dapat turut serta
dalam upaya penanggulangan bencana.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sistem Penanggulangan Bencana


Sistem nasional penanggulangan bencana merupakan sistem pengaturan
yang menyeluruh tentang kelembagaan, penyelenggaraan, tata-kerja dan
mekanisme serta pendanaan dalam penanggulangan bencana, yang ditetapkan
dalam pedoman atau peraturan dan perundangan. Sistem nasional
PENANGGULANGAN BENCANA ini terdiri dari komponen-komponen,
yaitu: hukum, peraturan dan perundangan, kelembagaan, perencanaan,
penyelenggaraan PB, pengelolaan sumber daya, serta pendanaan sebagaimana
tertera pada Gambar di bawah ini.

gambar. Sistem Nasional Penanggulangan Bencana


1. Sub Sistem Legislasi:
Legislasi merupakan salah satu sub sistem dalam sistem nasional
penanggulangan bencana yang menjelaskan mengenai peraturan-peraturan
perundangan yang berkaitan dengan penanggulangan bencana di Indonesia,
yang antara lain adalah sebagai berikut:
a. Nasional:
1) Undang-undang Nomor 24/2007
2) Peraturan Pemerintah:
a) Penyelenggaraan PB (PP. No. 21/2007)

3
b) Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana (PP. No. 22/2007).
c) Peran Lembaga Internasional dan Lembaga Asing Non Pemerintah
(PP. No. 23/2007).
3) Peraturan Presiden: Pembentukan Badan Nasional Penanggulangan
Bencana ( BNPB No. Perpres 8/2008).
4) Peraturan Kepala Badan Penanggulangan Bencana
b. Daerah:
1) Peraturan Daerah.
2) Pembentukan BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah).
2. Sub Sistem Kelembagaan:
Kelembagaan merupakan hal yang penting bagi sebuah institusi.
Dengan adanya sub system kelembagaan dalam sistem kerja yang baik akan
menciptakan kinerja institusi yang baik pula. Salah satu unsur sub sistem
kelembagaan adalah terdapatnya bagan struktur kelembagaan.
a. Pembentukan BPBD:
Di setiap daerah Propinsi dibentuk BPBD Propinsi. BPBD Propinsi
berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Gubernur. Pembentukan
BPBD Kab/kota berdasarkan ancaman/bahaya yang mengancam
daerahnya. BPBD Kab/9Kota berada di bawah dan bertanggung jawab
kepada Bupati/Walikota. Dalam membentuk BPBD, Pemerintah Propinsi
dan Pemerintah Kab/Kota berkoordinasi dengan BNPB [UU 24/2007
Pasal 19 ayat (2)].
b. Kedudukan BPBD:
Kedudukan BPBD Propinsi berada di bawah dan bertanggung jawab
kepada Gubernur, sedangkan BPBD Kab/Kota berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota.
c. Tugas dan Fungsi BPBD Provinsi dan Kabupaten/Kota:
1. Menetapkan pedoman dan pengarahan sesuai dengan kebijakan
PEMDA dan BNPB.
2. Menetapkan standarisasi dan kebutuhan penyelenggaraan PB.
3. Menyusun, menetapkan dan menginformasikan peta rawan bencana.
4. Melaksanakan penyelenggaraan PB.

4
5. Melaporkan penyelenggaraan PB kepada Gub/Bupati/Walikota.
6. Mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran.
7. Mengendalikan pengumpulan dan penyaluran uang dan barang
3. Sub sistem Perencanaan:
Inti dari sub sistem perencanaan ini adalah pemaduan PB dalam
Perencanaan Pembangunan (Nasional / Daerah), yang terdiri dari pemaduan
PB dalam RPJP ( Rencana Pembangunan Jangka Panjang) (D), RPJM
(Rencana Pembangunan Jangka Menengah)(D) dan RKP (Rencana Kerja
Pemerintah ) (D) dan Penyusunan RAN-PRB ( Rencana Aksi Nasional
Pengurnagan Resiko Bencana ) dan RAD-PRB ( Rencana Aksi Daerah
Pengurangan Reciso Bencanan)
a. Pemaduan PB dalam Perencanaan Pembangunan (Nasional /
Daerah)
1) PB dalam RPJP (D), RPJM (D) dan RKP (D).
2) Penyusunan RAN-PRB dan RAD-PRB.
b. Perencanaan PB:
Dalam perencanaan PB, hal yang dilakukan antara lain adalah:
1) Pembuatan Rencana PB (Disaster Management Plan).
2) Rencana Kedaruratan (Emergency Plan).
3) Rencana Kontinjensi (Contingency Plan).
4) Rencana Operasi (Operation Plan).
5) Rencana Pemulihan (Recovery Plan).
4. Sub sistem Pendanaan
Dalam sub sistem pendanaan, berbagai hal yang berhubungan dengan
keuangan dalam penanggulangan bencana akan dikelola dengan sebaik-
baiknya. Sumber dana dalam penanggulangan bencana tersebut adalah
sebagai berikut:
a. Dana DIPA (APBN/APBD)
1) Untuk mendukung kegiatan rutin dan operasional
lembaga/departemen terutama untuk kegiatan pengurangan risiko
bencana.

5
2) DAK untuk pemda Provinsi/Kab/Kota diwujudkan dalam mata
anggaran kebencanaan, disesuaikan dengan tingkat kerawanan dan
kemampuan daerah.
b. Dana contingency
Dana contingency di gunakan untuk penanganan kesiapsiagaan.
c. Dana Siap Pakai (on call).
Dana ini di manfaatkan untuk bantuan kemanusiaan (relief) pada Dana
Sosial yang berpola hibah.
d. Dana yang bersumber dari masyarakat.

5. Sub sistem IPTEK dan Penyelenggaraan


Sub sistem ini sangat vital dalam penanggulangan bencana, sebab akan
menentukan efektivitas proses penanggulangan bencana. Kegiatan-
kegiatannya adalah sebagai berikut:
a. Pendidikan dan Pelatihan.
Memasukkan pendidikan kebencanaan dalam kurikulum sekolah.
Membuka program studi “disaster management” di perguruan tinggi.
Menyusun standar modul pelatihan manajemen bencana. Melakukan
pelatihan manajer dan teknis penanggulangan bencana. Mencetak tenaga
profesional dan ahli PB.
b. Penelitian dan pengembangan Iptek Kebencanaan:
Pemahaman karakteristik ancaman/hazard dan teknologi
penanganannya.
c. Penerapan Teknologi Penanggulangan Bencana, contoh:
Mapping dan Tataruang (Bappenas di Nabire, Alor). Deteksi
dini/EWS (gunung api, Tsunami, Banjir, Tanah Longsor, dll) (BMG,
ESDM/Vulkanologi, PU). Rumah Tahan Gempa, pengaturan building
code (PU). Teknologi untuk penanganan darurat (Depkes, Basarnas).
Teknologi Pangan untuk bantuan darurat (BPPT, Deptan, Perguruan
Tinggi)

6
B. Aspek Etik Legal Dalam Keperawatan Bencana
1. Aspek Etik
The American Medical Association telah menciptakan aturan baru yang
kuat menangani tugas dokter untuk merawat pasien sejak peristiwa 11
September 2001, namun profesi lainnya belum mengikuti. Sampai saat ini,
penyedia layanan kesehatan akan terus dihadapkan pada pembuatan
keputusan etis menantang dengan sedikit arah (Grimaldi, 2007).
Berikut ini adalah dari kebijakan yang diadopsi oleh American Medical
Association pada tahun 2004: Bencana nasional, regional, dan tanggapan
lokal untuk epidemi, serangan teroris dan bencana lainnya memerlukan
keterlibatan yang luas dari dokter. Karena komitmen mereka untuk merawat
orang sakit dan terluka, dokter individu memiliki kewajiban untuk
memberikan perawatan medis darurat selama bencana. kewajiban etis ini
berlaku bahkan dalam menghadapi risiko lebih besar dari biasanya untuk
mengutamakan keselamatan, kesehatan, atau kehidupan mereka. Tenaga
kerja dokter, bagaimanapun bukan merupakan sumber daya terbatas, karena
itu, ketika berpartisipasi dalam respon bencana, dokter harus
menyeimbangkan manfaat langsung kepada pasien individu dengan
kemampuan untuk merawat pasien di masa depan.
Pernyataan terkait pemberian pelayanan keperawatan: Perawat
mempromosikan, menganjurkan dan berusaha untuk melindungi kesehatan,
keselamatan, dan hak-hak pasien". Dipihak lain perawat berkewajiban
menjaga dirinya sendiri. "Perawat berutang tugas yang sama untuk dirinya
sebelum merawat orang lain, termasuk tanggung jawab untuk menjaga
integritas dan keselamatan, untuk mempertahankan kompetensi dan untuk
melanjutkan pertumbuhan pribadi dan profesional. Perlu penyamaan
persepsi lebih lanjut terkait pernyataan yang sedikit berlawanan di atas yang
menyatakan bahwa perawat memiliki kewajiban untuk memberikan
perawatan bagi pasien dan pernyataan bahwa perawat diwajibkan untuk
menjaga keselamatan diri.
Wynia mendaftar tantangan utama etika yang dihadapi penyedia
layanan kesehatan dalam keadaan darurat kesehatan masyarakat yaitu

7
penjatahan, pembatasan, dan tanggung jawab. Penjatahan
merupakan penawaran khusus dengan alokasi sumber daya. Triage dapat
menimbulkan dilema etika karena mungkin ada sumber daya yang terbatas
dalam kaitannya dengan sejumlah besar orang yang membutuhkan
pengobatan. Beberapa mungkin mempertanyakan apakah triase itu etis.
Pembatasan dapat membatasi kebebasan dan kemerdekaan di kedua
pasien dan pekerja kesehatan. Tantangan ketiga adalah tanggung jawab etis.
Ini mungkin merupakan tantangan terbesar karena sulit untuk memprediksi
apa yang akan dilakukan selama masa crisis. Seperti yang dinyatakan
sebelumnya, kode etik untuk sebagian besar profesi kesehatan hanya
menyarankan bahwa penyedia layanan melaksanakan kewajiban kepada
pasien mereka, sementara pada saat yang sama mereka ambigu dengan
menyatakan bahwa ada juga ada kewajiban untuk mengurus diri sendiri
(Grimaldi, 2007).

a. Etik dalam Keperawatan Bencana


Etik International Council of Nurse (ICN)
1) Tanggung Jawab Utama Perawat
Tanggung jawab utama perawat adalah meningkatkan kesehatan,
mencegah timbulnya penyakit, memelihara kesehatan dan mengurangi
penderitaan. Untuk melaksanakan tanggung jawab utama tersebut,
perawat harus meyakini bahwa :
a) Kebutuhan terhadap pelayanan keperawatan di berbagai tempat
adalah sama.
b) Pelaksanaan praktik keperawatan dititik beratkan pada penghargaan
terhadap kehidupan yang bermartabat dan menjunjung tinggi hak
asasi manusia.
c) Dalam melaksanakan pelayanan kesehatan dan /atau keperawatan
kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat, perawat
mengikutsertakan kelompok dan instansi terkait.

8
2) Perawat, individu, dan anggota kelompok masyarakat.
Tanggung jawab utama perawat adalah melaksanakan asuhan
keperawatan sesuai dengan kebutuhan masyuarakat. Oleh karena itu ,
dalam menjalankan tugas, perawat perlu meningkatkan keadaan
lingkungan kesehatan dengan menghargai nilai-nilai yang ada di
masyarakat, menghargai aadat kebiasaan serta kepercayaan individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat yang menjadi pasien atau kliennya.
Perawat dapat memegang teguh rahasia pribadi (privasi) dan hanya
dapat memberikan keterangan bila diperlukaan oleh pihak yang
berkepentingan atau pengadilan.

3) Perawat dan pelaksanaan praktik keperawatan


Perawat memegang peranan penting dalam menentukan dan
melaksanakan standar praktik keperawatan untuk mencapai
kemampuan yang sesuai dengan standar pendidikan keperawatan.
Perawat dapat mengembangkan pengetahuan yang dimilikinya secara
aktif untuk menopang perannya dalam situasi tertentu. Perawat sebagai
anggota profesi, setiap saat dapat mempertahankan sikap sesuai dengan
standar profesi keperawatan.

4) Perawat dan lingkungan masyarakat


Perawat dapat memprakarsai pembaharuan, tanggap, mempunyai
inisiatif, dan dapat berperan serta secara aktif dalam menentukan
masalah kesehatan dan masalah sosial yang terjadi di masyarakat.

5) Perawat dan sejawat


Perawat dapat menopang hubungan kerja sama dengan teman kerja,
baik tenaga keperawatan maupun tenaga profesi lain di keperawatan.
Perawat dapat melindungi dan menjamin seseorang, bila dalam masa
perawatannya merasa terancam.

9
6) Perawat dan profesi keperawatan
Perawat memainkan peran yang besar dalam menentukan
pelaksanaan standar praktik keperawatan dan pendidikan keperawatan .
Perawat diharapkan ikut aktif dalam mengembangkan pengetahuan
dalam menopang pelaksanaan perawatan secara profesional. Perawat
sebagai anggota profesi berpartisipasi dalam memelihara kestabilan
sosial dan ekonomi sesuai dengan kondisi pelaksanaan praktik
keperawatan.

7) Kode Etik Keperawatan American Nurses Association


a) Perawat memberikan pelayanan dengan penuh hormat bagi martabat
kemanusiaan dan keunikan klien yang tidak dibatasi oleh
pertimbangan status sosial atau ekonomi, atribut personal atau corak
masalah kesehatan.
b) Perawat melindungi hak klien akan privasi dengan memegang teguh
informasi yang bersifat rahasia
c) Perawat melindungi klien dan publik bila kesehatan dan
keselamatannya terancam oleh praktek seseorang yang tidak
berkompoten, tidak etis atau ilegal
d) Perawat memikul tanggung jawab atas pertimbangan dan tindakan
perawatan yang dijalankan masing-masing individu
e) Perawat memelihara kompetensi keperawatan
f) Perawat melaksanakan pertimbangan yang beralasan dan
menggunakan kompetensi dan kualifikasi individu sebagai kriteria
dalam mengusahakan konsultasi, menerima tanggung jawab dan
melimpahkan kegiatan keperawatan kepada orang lain.
g) Perawat turut serta beraktivitas dalam membantu pengembangan
pengetahuan profesi
h) Perawat turut serta dalam upaya-upaya profesi untuk melaksanakan
dan meningfkatkan standar keperawatan

10
i) Perawat turut serta dalam upaya-upaya profesi untuk membentuk
dan membina kondisi kerja yang mendukung pelayanan
keperawatan yang berkualitas
j) Perawat turut serta dalam upaya-upaya profesi untuk melindungi
publik terhadap informasi dan gambaran yang salah serta
mempertahankan integritas perawat
k) Perawat bekerja sama dengan anggota profesi kesehatan atau warga
masyarakat lainnya dalam meningkatkan upaya-upaya masyarakat
dan nasional untuk memenuhi kebutuhan kesehatan public

2. Aspek legal
a. SAMARITAN LAW: menolong karena kerelaan menolong yang
membutuhkan
b. UU PENANGGULANGAN BENCANA UU No. 24 Tahun 2017:
tindakan saat tanggap bencana
c. UU KESEHATAN, UU No. 36 Thn 2009 (63) Pengobatan dan
perawatan menggunakan ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan
1) Pasal 32: Pada kondisi darurat pelayanan kesehatan diberikan tanpa
uang muka
2) Pasal 53 (3): pelayanan kesehatan harus mendahulukan pertolongan
penyelamatan nyawa pasien dibandingkan kepentingan lainnya
3) Pasal 58 (3): tuntutan ganti rugi tidak berlaku jika utk
menyelamatkan nyawa dalam keadaan darurat
4) Pasal 82; 83: pelayanan pada kondisi darurat dan bencana
d. UU No.38 Tahun 2014 PASAL 28 (AYAT 3): Praktik keperawatan
didasarkan pada: kode etik, standar pelayanan, standar profesi, dan SOP
e. UU No. 38 Tahun 2014 PASAL 35:
1) Dalam kondisi darurat perawat dapat melakukan tindakan medis dan
pemberian obat sesuai kompetensinya
2) Tujuan menyelamatkan nyawa dan mencegah kecacatan lebih lanjut

11
3) Keadaan darurat merupakan keadaan mengancam nyawa atau
kecacatan
4) Keadaan darurat ditetapkan olehperawat dg hasil evaluasi
berdasarkan keilmuannya

C. Kebijakan Pemerintah Indonesia Berkaitan dengan Penanggulangan


Bencana
Apa itu Bencana, menurut UU No.24/2007 tentang Penanggulangan
Bencana, bencana adalah Peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam
dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan
baik oleh faktor alam dan/ atau faktor non alam maupun faktor manusia
sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Pengertian bencana menurut International Strategy for Disaster Reduction
(ISDR): Suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat,
sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari
segi materi, ekonomi atau lingkungan dan melampaui kemampuan masyarakat
yang bersangkutan untuk mengatasi dengan menggunakan sumber daya mereka
sendiri.
Sistem nasional penanggulangan di Indonesia dibuat menuju upaya
penanggulangan bencana secara tepat. Pada tahun 2008, PERATURAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG
BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA, bahwa untuk
melaksanakan ketentuan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007
tentang Penanggulangan Bencana, dipandang perlu menetapkan Peraturan
Presiden tentang Badan Nasional.
Penanggulangan Bencana BNPB mempunyai tugas:
a. Memberikan pedoman dan pengarahan terhadap usaha penanggulangan
bencana yang mencakup pencegahan bencana, penanganan tanggap darurat,
rehabilitasi, dan rekonstruksi secara adil dan setara;
b. Menetapkan standarlisasi dan kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan
bencana berdasarkan peraturan perundangundangan;

12
c. Menyampaikan informasi kegiatan penanggulangan bencana kepada
masyarakat;
d. Melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada presiden
setiap sebulan sekali dalam kondisi normal dan setiap saat dalam kondisi
darurat bencana;
e. Menggunakan dan mempertanggungjawabkan sumbangan/bantuan
nasional dan internasional;
f. Mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari
anggaran pendapatan dan belanja negara;
g. Melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundangundangan;
dan
h. Menyusun pedoman pembentukan badan penanggulangan bencana daerah.
Secara umum, DASAR HUKUM penanggulangan bencana di Indonesia
(Yultekni,2012), yaitu:
a. UUD 1945 RI, Pasal 4, Ayat 1
b. UU No.24 Th. 2007 Tentang Penanggulangan Bencana
c. PP No. 38 Th. 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan
d. PP No. 21 Th. 2008 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana
e. PP No. 32 Th. 2008 Tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana.
f. Pepres No. 8 Th. 2008 Tentang BNPB
Karena kebijakan terbaru yang dibuat oleh pemerintah adalah perundangan
tahun 2008, maka kami akan membahas tentang kebijakan perundangan
penanggulangan bencana tahun 2008.Kami menyajikan dalam 4 kategori:
a. Pada tahap kesiapan
Paragraf 4, Pepres No. 8 Th. 2008 Tentang BNPB, Deputi Bidang
Pencegahan dan Kesiapsiagaan
1) Pasal 19 berisi:
a) Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Kepala BNPB.
b) Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan dipimpin oleh
Deputi.

13
2) Pasal 20
Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan mempunyai tugas
mengkoordinasikan dan melaksanakan kebijakan umum di bidang
penanggulangan bencana pada prabencana serta pemberdayaan
masyarakat.
3) Pasal 21
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20,
Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan menyelenggarakan
fungsi:
a) perumusan kebijakan umum di bidang penanggulangan bencana pada
prabencana serta pemberdayaan masyarakat;
b) pengkoordinasian dan pelaksanaan kebijakan umum di bidang
penanggulangan bencana pada prabencana serta pemberdayaan
masyarakat;
c) pelaksanaan hubungan kerja di bidang penanggulangan bencana pada
prabencana serta pemberdayaan masyarakat;
d) pemantauan, evaluasi, dan analisis pelaporan tentang pelaksanaan
kebijakan umum di bidang penanggulangan bencana pada
prabencana serta pemberdayaan masyarakat.
b. Pada saat tanggap darurat bencana
1) Terdapat pada Pasal 23
Deputi Bidang Penanganan Darurat mempunyai tugas
mengkoordinasikan dan melaksanakan kebijakan umum di bidang
penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat.
2) Pasal 24
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23,
Deputi Bidang Penanganan Darurat menyelenggarakan fungsi:
a) perumusan kebijakan umum di bidang penanggulangan bencana
pada saat tanggap darurat dan penanganan pengungsi;
b) pengkoordinasian dan pelaksanaan kebijakan umum di bidang
penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat dan
penanganan pengungsi;

14
c) komando pelaksanaan penanggulangan bencana pada saat tanggap
darurat;
d) pelaksanaan hubungan kerja di bidang penanggulangan bencana
pada saat tanggap darurat dan penanganan pengungsi;
e) pemantauan, evaluasi, dan analisis pelaporan tentang pelaksanaan
kebijakan umum di bidang penanggulangan bencana pada saat
tanggap darurat dan penanganan pengungsi.
c. Rehabilitasi dan Rekonstruksi
1) Pasal 25
a) Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Kepala BNPB.
b) Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi dipimpin oleh Deputi.
2) Pasal 26
Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi mempunyai tugas
mengkoordinasikan dan melaksanakan kebijakan umum di bidang
penanggulangan bencana pada pascabencana.
3) Pasal 27
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26,
Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi menyelenggarakan
fungsi:
a) perumusan kebijakan umum di bidang penanggulangan bencana
pada pascabencana;
b) pengkoordinasian dan pelaksanaan kebijakan umum di bidang
penanggulangan bencana pada pascabencana;
c) pelaksanaan hubungan kerja di bidang penanggulangan bencana
pada pascabencana;
d) pemantauan, evaluasi, dan analisis pelaporan tentang pelaksanaan
kebijakan umum di bidang penanggulangan bencana pada
pascabencana.

15
d. Deputi Bidang Logistik dan Peralatan
1) Pasal 28
a) Deputi Bidang Logistik dan Peralatan berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Kepala BNPB.
b) Deputi Bidang Logistik dan Peralatan dipimpin oleh Deputi.
2) Pasal 29
Deputi Bidang Logistik dan Peralatan mempunyai tugas melaksanakan
koordinasi dan dukungan logistik dan peralatan dalam penyelenggaraan
penanggulangan bencana.
3) Pasal 30
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29,
Deputi Bidang Logistik dan Peralatan menyelenggarakan fungsi:
a) Perumusan kebijakan di bidang logistik dan peralatan dalam
penyelenggaraan penanggulangan bencana;
b) Pelaksanaan penyusunan perencanaan di bidang logistik dan
peralatan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana;
c) Pemantauan, evaluasi, analisis, pelaporan pelaksanaan kebijakan
dibidang logistik dan peralatan dalam penyelenggaraan.

D. Pola Pembentukan Sistem Penanggulangan Bencana Tingkat Pusat dan


Daerah
Mengenai sistem penanggulangan bencana tingkat Pusat, terdapat pada
1) Pasal 34
a) Di lingkungan Unsur Pelaksana Penanggulangan Bencana dapat
dibentuk 2 (dua) Pusat sebagai unsur penunjang tugas dan fungsi Unsur
Pelaksana Penanggulangan Bencana.
b) Pusat dipimpin oleh Kepala Pusat yang berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Kepala BNPB.
2) Pasal 35
Pembentukan Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34
ditetapkan oleh Kepala BNPB setelah mendapatkan persetujuan tertulis dari
Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara.

16
Mengenai sistem penanggulangan bencana tingkat daerah juga ditetapkan
di dalam Pepres No. 8 Th. 2008 Tentang BNPB yang terdapat pada
KETENTUAN LAIN-LAIN:
3) Pasal 63
a) Untuk melaksanakan tugas penanggulangan bencana di daerahbaik
Provinsi maupun Kabupaten/ Kota dibentuk Badan Penanggulangan
Bencana Daerah yang selanjutnya disebut BPBD yang ditetapkan
dengan Peraturan Daerah.
b) Pembentukan BPBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
melalui koordinasi dengan BNPB.
c) BNPB mengadakan rapat koordinasi dengan BPBD,
sekurangkurangnya 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun.
4) Pasal 64
Rincian lebih lanjut mengenai tugas, fungsi, susunan organisasi, dan
tata kerja BNPB ditetapkan oleh Kepala BNPB setelah mendapat
persetujuan tertulis dari Menteri yang bertanggung jawab di bidang
pendayagunaan aparatur negara.

E. Tanggungjawab Pemerintah Daerah dalam Penanggulangan Bencana


1. Pemerintah Daerah bertanggung jawab dalam penyelenggaraan
penanggulangan bencana di wilayahnya. Saat terjadi bencana;
a. Bupati/Walikota sebagai penanggungjawab utama
b. Gubernur memberikan dukungan perkuatan
2. Tanggungjawab Pemerintah Daerah:
a. Mengalokasikan dana penanggulangan bencana
b. Memadukan penanggulangan bencana dalam pembangunan daerah
c. Melindungi masyarakat dari ancaman bencana
d. Melaksanakan upaya pengurangan resiko bencana
e. Melaksanakan tanggap darurat
f. Melakukan rehabilitasi-rekonstruksi pasca bencana
3. Wewenang Pemerintah Daerah dalam Penanggulangan Bencana
a. Merumuskan kebijakan penanggulangan bencana di wilayahnya

17
b. Menentukan status dan tingkat keadaan darurat
c. Mengerahkan potensi sumberdaya di wilayahnya
d. Menjalin kerjasama dengan daerah lain
e. Mengatur dan mengawasi penggunaan teknologi yang berpotensi
menimbulkan bencana
f. Mencegah dan mengendalikan penggunaan sumberdaya alam yang
berlebihan
g. Menunjuk komandan penanganan darurat bencana
h. Melakukan pengendalian bantuan bencana
i. Menyusun perencanaan, pedoman dan prosedur penyelenggaraan
penanggulangan bencana

BAB III
PENUTUP

18
A. Kesimpulan
Indonesia merupakan salah satu yang rawan bencana sehingga diperlukan
manajemen atau penanggulangan bencana yang tepat dan terencana. Manajemen
bencana merupakan serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan
pembangunan yang berisiko timbulnya berencana, kegiatan pencegahan bencana,
tanggap darurat, dan rehabilitasi. Manajemen bencana di mulai dari tahap
prabencana, tahap tanggap darurat, dan tahap pascabencana.
Pertolongan pertama dalam bencana sangat diperlukan untuk meminimalkan
kerugian dan korban jiwa. Pertolongan pertama pada keadaan bencana
menggunakan prinsip triage.

19

Anda mungkin juga menyukai