PPD Trisnu
PPD Trisnu
BAB I
LATAR BELAKANG KELUARGA BINAAN
1
Jenis Hubungan
No Nama Umur Pendidikan Pekerjaan
Kelamin dgn KK
I Nyoman Kepala
1. L 80 th Tamat SD Buruh Tani
Lirta Keluarga
Ni Wayan
2. P 65 th Tamat SD Istri KK Buruh tani
Lirta
Wayan
3. L 55 th SMK Anak I KK Montir
Sutandar
Mangku
4. P 52 th SMP Anak II KK Buruh tani
Jendra
a b
d c
Laki-laki
Perempuan
a) I Nyoman Lirta – KK
b) Ni Wayan Lirta – Istri KK
c) Wayan Sutandar – Anak I KK
d) Mangku Jendra – Anak II KK
2
sehari-hari, pengambilan keputusan berada di tangan kepala keluarga. Putu Sujana
bekerja sebagai nelayan, sedangkan istrinya bekerja sebagai pedagang atau pemilik
warung. Anak pertama sudah bekerja membantu ayahnya sebagai nelayan,
sedangkan anak kedua dan ketiga bekerja sebagai buruh di ladang.
a b
c d e
Keterangan :
Laki-laki
Perempuan
3
a) I Putu Sujana – KK
b) Ni Nyoman Candri – Istri KK
c) Gede Reno – Anak I KK
d) Nengah Kasta – Anak II KK
e) Komang Puja Aksara – Anak III KK
I Kadek Kepala
1 33 tahun Tamat SD Petani/Pekebun Menikah
Cakra Keluarga
Ni
2 Nengah Istri 33 tahun Tamat SD Petani/Pekebun Menikah
Suba
4
Komang
4 Diarta Anak 10 tahun SD Tidak sekolah Belum menikah
Adnyana
Ni Putu
6 Puspita Anak 3 tahun Tidak sekolah Tidak sekolah Belum menikah
Yani
a b
c d e f g
Keterangan :
Laki-laki
Perempuan
a. I Kadek Cakra
b. Ni Nengah Suba
c. I Nengah Dedyana
d. Komang Diarta Adnyana
e. I Ketut Suandika
f. Ni Putu Puspita Yani
g. Krama Adnyana
5
1.2. Status Sosial Ekonomi
1. Keluarga Bapak I Nyoman Lirta
Penghasilan keluarga berasal dari hasil bekerja sebagai buruh di ladang jagung dan
bawang. Beliau memiliki jam kerja yang fleksibel sesuai dengan kemampuannya
dan oleh karena ladangnya berada disebelah rumah beliau. Pekerjaan tersebut
berupa merawat ladang bawang dan jagung yang dimilikinya hingga datangnya
musim panen. Mangku Jendra, istri bapak I Nyoman Lirta bekerja sebagai buruh
tani di ladang yang dimilikinya juga. Selain bekerja sebagai buruh tani di ladang
yang dimilikinya, beliau dan istrinya juga memiliki 10 ayam kampung dan 2 ekor
sapi yang rutin dirawat setiap harinya. Dengan demikian dapat dikatakan
penghasilan pak Nyoman Lirta dan bu Wayan Lirta tidak menentu. Rata-rata
sebulan penghasilan Bapak Nyoman Lirta sekitar Rp 1.000.000,00 dan penghasilan
istrinya sebulan rata-rata Rp. 500.000,00. Anak-anak sudah bekerja dan memiliki
penghasilan sendiri namun telah berkeluarga dan tinggal ditempat yang berbeda,
sehingga total penghasilan keluarga ini sebulan adalah Rp 1.500.000,00. Beliau juga
mendapatkan uang dari anak beliau yang sudah berpenghasilan setiap bulannya
sekitar Rp 500.000,00. Keluarga ini mendapat bantuan beras dari pemerintah.
Keluarga ini tinggal di pondok di dusun Dukuh yang berukuran 6x4 m dan memiliki
TV 21 inci dan sebuah motor.
6
Kelebihan uang yang dimiliki digunakan untuk merawat ataupun membeli ternak.
Namun dalam sehari-harinya penghasilan yang didapatkan hanya cukup untuk
kebutuhan pokok sehari-hari dan biaya ternak beliau.
B. Sosial
No Kebutuhan sosial Biaya kebutuhan
1 Iuran banjar Rp. 50.000,00/bulan
2 Upacara/karya Menyesuaikan
C. Kebutuhan Lain-Lain
No Kebutuhan lain-lain Biaya kebutuhan
1 Listrik Rp 50.000,00
7
dengan kegiatan sehari-harinya seperti merawat ladang hingga panen dengan
penghasilan sekitar Rp 30.000,00 per harinya. Rata-rata sebulan penghasilan
keluarga Bapak Putu Sujana sekitar Rp 1.200.000,00, penghasilan istrinya
sebulan rata-rata Rp 5.000.000,00 dan dari penghasilan anak kedua dan ketiga
beliau sekitar Rp 2.000.000,00 sehingga total penghasilan keluarga ini sebulan
adalah Rp 8.200.000,00. Keluarga ini tidak mendapat bantuan beras dari
pemerintah. Keluarga ini tinggal di rumah dengan ukuran sekitar 7x4 m di
dusun Dukuh, keluarga ini juga memiliki 2 buah TV 21 inci dan tiga buah
motor.
B. Sosial
No Kebutuhan sosial Biaya kebutuhan
1 Iuran banjar Rp. 50.000/bulan
2 Upacara/karya Menyesuaikan
C. Kebutuhan Lain-Lain
No Kebutuhan lain-lain Biaya kebutuhan
8
1 Listrik Rp 50.000,00
9
b. Listrik dan Air
Biaya listrik sebulannya beliau menggunakan pulsa listrik sebesar Rp
46.000,00, sedangkan untuk keperluan air beliau mengeluarkan sebesar Rp
220.000,00 untuk sebulan penggunaan. Untuk kebutuhan listrik dan air masih
dapat tertutupi dari pendapatan sehari-harinya.
c. Pendidikan
Untuk sektor pendidikan anak beliau yang pertama bersekolah SMK dan
anak beliau yang kedua bersekolah SD di SD 1 Abang Batudinding, untuk anak
yang kedua sudah mendapatkan dana BOS dari pemerintah sebesar Rp
460.000,00 dan setiap bulannya bebas biaya pendidikan, sedangkan untuk anak
pertama beliau membayar setiap bulannya sebesar Rp 20.000,00 setelah
dikurangi karena memiliki 3 kartu indonesia miskin.
C. Sosial
No Kebutuhan social Biaya kebutuhan
1 Iuran banjar Rp. 50.000,00
2 Upacara/karya Menyesuaikan
D. Kebutuhan Lain-Lain
No Kebutuhan lain-lain Biaya kebutuhan
1 Listrik Rp 46.000,00
2 Air Rp 220.000,00
10
1.3. Rumusan Masalah Masing – Masing Keluarga Binaan
1. Keluarga I Nyoman Lirta
Berdasarkan penelusuran didapatkan bahwa dalam keluarga bapak I Nyoman Lirta
terdapat perilaku hidup yang tidak sehat seperti jarang mencuci tangan, jarang
menyikat gigi, jarang minum air, jangka waktu bekerja fisik yang lama, minum air
dari keran secara langsung dan lingkungan rumah atau pekerjaan yang kurang
bersih.
Saat ini Bapak Nyoman Lirta mengeluh adanya sesak dan batuk berdahak
berwarna kekuningan yang dirasa semakin memberat, dikatakan sebelumnya
beliau memiliki kebiasaan merokok yang termasuk berat, Bapak I Nyoman Lirta
mengaku saat ini beliau sudah mampu mengurangi konsumsi rokok beliau. Selain
terhadap perokok, asap rokok juga berbahaya untuk orang disekitarnya yang
menghirup asap rokok.
Bapak I Nyoman Lirta juga memiliki keluhan berupa nyeri pada sendi-sendi kecil
seperti di jari tangan baik kanan atau kiri yang dirasakan memberat ketika bangun
pagi dan keluhan dirasa mengganggu kegiatan dan pekerjaanya sehari-hari, istri
pak Nyoman Lirta biasanya menggunakan boreh yang dioleskan disekitar sendi
untuk mengurangi keluhan nyeri suaminya. Sedangkan istri beliau memiliki
keluhan berupa sering merasa sakit kepala terutama pada leher dan mudah lelah,
dikatakan beliau memiliki riwayat tensi darah tinggi namun tidak terkontrol. Ibu
Wayan Lirta juga memiliki keluhan berupa pandangan yang dirasa semakin lama
semakin kabur apabila membaca dalam jarak dekat, keluhan serupa juga dirasakan
olah Bapak I Nyoman Lirta.
11
batang rokok tiap harinya. Rokok membuatnya lebih bertenaga dan semangat
bekerja. Ibu Ni Nyoman Candri memiliki keluhan sering merasa lemas dan sakit
kepala berulang, dari puskesmas beliau hanya diberikan obat yang mengurangi
keluhannya namun dirasakan tidak akan bertahan lama. Kedua anak Bapak I Putu
Sujana mengaku tidak merasakan keluhan yang cukup mengganggu kehidupan
sehari-harinya.
12
BAB II
KEGIATAN PADA KELUARGA BINAAN
13
Evaluasi perilaku mencuci tangan, menggosok
gigi, dan kebersihan diri serta lingkungan
8. 24 Agustus Perpisahan dan pemberian kenang-kenangan
2018
Partisipasi keluarga Bapak I Nyoman Lirta sangat baik. Partisipasi berupa diskusi
secara aktif dan praktek perilaku hidup sehat yang dilakukan secara antusias. Perilaku
minum air 8 gelas mulai dicoba oleh bapak I Nyoman Lirta mengingat pentingnya
kesehatan dan manfaat yang diperoleh.
14
6. 21 Agustus Evaluasi perilaku mencuci tangan, menggosok
2018 gigi, dan kebersihan diri serta lingkungan
7. 25 Agustus Evaluasi dan motivasi dalam mengurangi
2018 mengonsumsi kopi, dan pentingnya minum air 8
gelas sehari
Evaluasi perilaku mencuci tangan, menggosok
gigi, dan kebersihan diri serta lingkungan
Perpisahan dan pemberian kenang-kenangan
Partisipasi bapak I Putu Sujana sangat baik. Hal ini terlihat dari diskusi aktif yang
dilakukan serta turut serta keluarga untuk mencoba menjalankan praktik yang
diberikan. Bapak I Putu Sujana juga mencoba untuk mengurangi rokok 1 batang tiap
minggunya.
15
6. 11/08/2018 Membahas tentang permasalahan kebersihan lingkungan
rumah keluarga kk dampingan
Partisipasi keluarga Bapak I Kadek Cakra cukup baik. Praktik yang diberikan
sudah mulai dilaksanakan.
16
BAB III
HASIL KEGIATAN DAN PEMBAHASAN
Mengenai penyakit atritis yang dimilikinya, keluarga bapak I Nyoman Lirta kini
mengerti cara untuk mengurangi keluhan nyeri sendi yang dialami pak Nyoman
Lirta. Pemahaman dan penatalaksanaan yang keliru mengenai nyeri atritis sudah
diperbaiki. Ni Wayan Lirta juga sudah diberikan edukasi mengenai hipertensi yang
dimilikinya, dan sebisa mungkin menghindari faktor yang memperburuk keluhan
17
beliau, dengan memperbaiki gaya hidup dan jenis makanan yang dikonsumsi.
Kegiatan promosi perilaku hidup bersih dan sehat mulai dijalankan secara perlahan.
Keluarga mengakui kadang-kadang masih lupa untuk mencuci tangan sebelum dan
sesudah makan, menyikat gigi 2 kali sehari dan memasak air sebelum diminum.
Evaluasi serta pemberian informasi mengenai dampak kesehatan yang diperoleh
terus diberikan agar keluarga memiliki motivasi dalam berperilaku hidup bersih
dan sehat.
18
3.3 Keluarga Bapak I Kadek Cakra
Keluarga bapak I Nyoman Sucipta belum menerapkan perilaku hidup bersih dan
sehat secara benar. Dengan demikian pemberian informasi mengenai langkah
perilaku hidup bersih dan sehat merupakan langkah yang tepat. Keluarga bapak I
Nyoman Sucipta sudah mulai menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat.
Mengenai kondisi Ni Putu Puspita Yani yang mengalami keterlambatan
perkembangan dimana dia belum mampu melakukan aktivitas yang seharusnya
sudah dapat dilakukan sesuai umurnya. Kurangnya pemahaman mengenai
keterlambatan perkembangan ini dapat menjadi masalah berkelanjutan akibat
hilangnya kemandirian Ni Putu Puspita Yani dalam melakukan aktvitas. Selain itu
diperlukan pemahaman mengenai pengrujukan ke dokter spesialis anak konsultan
tumbuh kembang terkait rehabilitasi perkembangan anak untuk menghindari
keterlambatan perkembangan anak lebih lanjut Masalah kebersihan lingkungan
juga menjadi permasalahan yang penting dan harus dicarikan jalan keluar untuk
diselesaikan. Dalam kasus rumah Bapak I Kadek Cakra, belum adanya jamban
sehat sehingga menurunkan tingkat higienitas lingkungan sekitar rumah beliau
19
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
1. Secara keseluruhan, 2 keluarga binaan masih memiliki lingkungan fisik
yang kurang sehat dan masih rendahnya pengetahuan perilaku hidup bersih
dan sehat.
2. Masih terdapat persepsi yang kurang tepat mengenai perilaku merokok dan
konsep penyakit tertentu.
3. Selama kegiatan PPD ini, yang telah saya lakukan adalah mempraktekan
salah satu teori kedokteran keluarga yaitu promosi kesehatan kepada ketiga
keluarga binaan saya dengan cara memberikan informasi tentang suatu
penyakit serta praktek bersama dalam melakukan pola hidup bersih dan
sehat.
4.2 Saran
1. Menganjurkan kepada keluarga binaan akan kebiasaan hidup sehat,
dimulai dari kebersihan diri sendiri, seperti mandi, cuci tangan, sikat gigi
dan menghindari kebiasaan merokok.
2. Persepsi sakit yang kurang tepat di masing-masing keluarga binaan diubah
secara perlahan dengan melibatkan dukungan kader-kader kasehatan dan
peran serta pihak puskesmas yang lebih intensif misalnya dengan
memberikan penyuluhan-penyuluhan dan pelatihan bagaimana hidup sehat
yang baik.
20
BAGIAN KEDUA – KASUS DOKTER KELUARGA
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) merupakan suatu penyakit kronis progresif
pada paru yang ditandai oleh adanya hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya
reversible dan dapat menimbulkan konsekuensi ekstrapulmoner bermakna yang
berkontribusi terhadap tingkat keparahan beliau.1 PPOK biasanya berhubungan dengan
respons inflamasi abnormal paru terhadap partikel berbahaya dalam udara. PPOK
merupakan suatu penyakit multikomponen yang dicirikan oleh terjadinya hipersekresi
mukus, penyempitan jalan napas, dan kerusakan alveoli paru-paru. Penyakit tersebut
bisa merupakan kondisi terkait bronkitis kronis, emfisema, atau gabungan keduanya.3
Bronkitis kronis adalah kelainan saluran pernafasan yang ditandai oleh batuk kronis
yang menimbulkan dahak selama minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya
dua tahun berturut-turut dan tidak disebabkan oleh penyakit lainnya. Emfisema adalah
kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal pada
bronkiolus terminal, disertai dengan kerusakan dinding alveolus.1,4 Tidak jarang
penderita bronkitis kronik juga memperlihatkan tanda-tanda emfisema, termasuk
penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel
penuh, dan memenuhi kriteria PPOK.4
PPOK mempunyai progresivitas yang lambat, diselingi dengan fase eksaserbasi
akut yang timbul secara periodik. Pada fase eksaserbasi akut terjadi perburukan yang
mendadak dari perjalanan penyakitnya yang disebabkan oleh suatu faktor pencetus dan
ditandai dengan suatu manifestasi klinis yang memberat.4,5 Secara umum resiko
terjadinya PPOK terkait dengan jumlah parikel gas yang dihirup oleh seorang individu
selama hidupnya serta berbagai faktor dalam individu itu sendiri.3
1. Asap Rokok
Dari berbagai partikel gas yang noxius, kebiasaan merokok merupakan faktor
resiko utama dalam terjadinya PPOK.3 Merokok pasif serta merokok saat
21
kehamilan juga berpengaruh pada kejadian PPOK karena mempengaruhi
tumbuh kembang paru dalam uterus. Sejak lama telah disimpulkan bahwa asap
rokok merupakan faktor risiko utama dari bronkitis kronis dan emfisema.
Serangkaian penelitian telah menunjukkan terjadinya percepatan penurunan
volume udara yang dihembuskan dalam detik pertama dari manuver ekspirasi
paksa (FEV1) dalam hubungan reaksi dan dosis terhadap intensitas merokok,
yang ditunjukkan secara spesifik dalam bungkus-tahun (rata-rata jumlah
bungkus rokok yang dihisap per hari dikalikan dengan jumlah total tahun
merokok). Walaupun hubungan sebab akibat antara merokok dan
perkembangan PPOK telah benar-benar terbukti, namun reaksi dari merokok
ini masih sangat bervariasi. Merokok merupakan prediktor signifikan yang
paling besar pada FEV1, hanya 15% dari variasi FEV1 yang dapat dijelaskan
dalam hubungan bungkus-tahun. Temuan ini mendukung bahwa terdapat faktor
tambahan dan atau faktor genetik sebagai kontributor terhadap dampak
merokok pada perkembangan obstruksi jalan nafas.3,6
2. Paparan Pekerjaan
Meningkatnya gejala-gejala respirasi dan obstruksi aliran udara dapat
diakibatkan oleh paparan debu di tempat kerja. Beberapa paparan pekerjaan
yang khas termasuk penambangan batu bara, panambangan emas, dan debu
kapas tekstil telah diketahui sebagai faktor risiko obstruksi aliran udara
kronis.1,6
3. Polusi Udara
Beberapa peneliti melaporkan meningkatnya gejala respirasi pada orang-orang
yang tinggal di daerah padat perkotaan dibandingkan dengan mereka yang
tinggal di daerah pedesaan, yang berhubungan dengan meningkatnya polusi di
daerah padat perkotaan. Pada wanita bukan perokok di banyak negara
berkembang, adanya polusi udara di dalam ruangan yang biasanya
dihubungkan dengan memasak, telah dikatakan sebagai kontributor yang
potensial.5,6
4. Infeksi Berulang Saluran Respirasi
22
Infeksi saluran respirasi telah diteliti sebagai faktor risiko potensial dalam
perkembangan dan progresivitas PPOK pada orang dewasa, terutama infeksi
saluran nafas bawah berulang. Infeksi saluran respirasi pada masa anak-anak
juga telah dinyatakan sebagai faktor predisposisi potensial pada perkembangan
akhir PPOK.3,6
5. Kepekaan Jalan Nafas dan PPOK
Kecenderungan meningkatnya bronkontriksi sebagai reaksi terhadap berbagai
stimulus eksogen, termasuk methakolin dan histamin, adalah salah satu ciri-ciri
dari asma. Bagaimanapun juga, banyak pasien PPOK juga memiliki ciri-ciri
jalan nafas yang hiperesponsif. Pertimbangan akan tumpang tindihnya
seseorang dengan asma dan PPOK dalam kepekaan jalan nafas, obstruksi aliran
udara, dan gejala pulmonal mengarahkan kepada perumusan hipotesis Dutch
yang menegaskan bahwa asma, bronkitis kronis, dan emfisema merupakan
variasi dari dasar penyakit yang sama, yang dimodulasi oleh faktor lingkungan
dan genetik untuk menghasilkan gambaran patologis yang nyata.1,6
6. Defisiensi α1 Antitrypsin (α1AT)
Defisiensi α1AT yang berat merupakan faktor risiko genetik terjadinya PPOK.
Walaupun hanya 1-2% dari pasien-pasien PPOK yang mewarisi defisiensi
α1AT, pasien-pasien ini menunjukkan bahwa faktor genetik memiliki pengaruh
terhadap kecenderungan untuk berkembangnya PPOK. α1AT adalah suatu anti-
protease yang diperkirakan sangat penting untuk perlindungan terhadap
protease yang terbentuk secara alami oleh bakteri, leukosit PMN, dan
monosit.3,6
Poin penting yang dapat ditemukan pada anamnesis beliau PPOK diantaranya:
Sesak napas yang semakin lama semakin memberat terutama saat melakukan
aktivitas berat (terengah-engah), sesak berlangsung lama, hingga sesak yang
tidak pernah hilang sama sekali dengan atau tanpa bunyi mengi.
Batuk yang berlangsung lama dan berulang, dapat dengan produksi sputum pada
awalnya sedikit dan berwarna putih kemudian menjadi banyak dan kuning keruh.
23
Riwayat merokok atau perokok pasif, riwayat terpapar zat iritan dalam jumlah
bermakna.
Riwayat penyakit emfisema pada keluargat erdapat faktor predisposisi pada masa kecil,
misalnya berat badan lahir rendah (BBLR), infeksi saluran pernafasan berulang,
lingkungan dengan asap rokok dan polusi udara.
Pemeriksaan fisik pasien PPOK dapat bervariasi dari tidak ditemukan kelainan sampai
kelainan jelas dan tanda inflasi paru.
Inspeksi
1. Pursed-lips breathing (mulut setengah terkatup/mencucu)
Sikap seseorang yang bernafas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang
memanjang. Ini diakibatkan oleh mekanisme tubuh yang berusaha
mengeluarkan CO2 yang tertahan di dalam paru akibat gagal nafas kronis.
2. Penggunaan alat bantu napas
Penggunaan otot bantu napas terlihat dari retraksi dinding dada, hipertropi
otot bantu nafas, serta pelebaran sela iga
3. Barrel chest
Barrel chest merupakan penurunan perbandingan diameter antero-posterior
dan transversal pada rongga dada akibat usaha memperbesar volume paru.
Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di leher
dan edema tungkai.
4. Pink puffer
Pink puffer adalah gambaran yang khas pada emfisema, yaitu kulit
kemerahan pasien kurus, dan pernafasan pursed-lips breating.
5. Blue bloater
Blue bloater adalah gambaran khas pada bronkitis kronis, yaitu pasien
tampak sianosis sentral serta perifer, gemuk, terdapat edema tungkai dan
ronki basah di basal paru.
Palpasi
24
Pada palpasi dada didapatkan vokal fremitus melemah dan sela iga melebar.
Terutama dijumpai pada pasien dengan emfisema dominan.
Perkusi
Hipersonor akibat peningkatan jumlah udara yang terperangkap, batas jantung
mengecil, letak diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah terutama pada
emfisema.
Auskultasi
Suara nafas vesikuler normal atau melemah, terdapat ronki dan atau mengi pada
waktu bernafas biasa atau pada ekspirasi paksa, ekspirasi memanjang, bunyi
jantung terdengar jauh.
Pemeriksaan Penunjang
Uji Faal Paru dengan Spirometri dan Bronkodilator (post-bronchodilator)
Uji faal paru berguna untuk menegakkan diagnosis, melihat
perkembangan penyakit, dan menentukan prognosa. Pemeriksaan ini penting
untuk memperlihatkan secara obyektif adanya obstruksi saluran nafas dalam
berbagai tingkat.
Spirometri digunakan untuk mengukur volume maksimal udara yang
dikeluarkan setelah inspirasi maksimal, atau disebut Forced vital capacity
(FVC). Spirometri juga mengukur volume udara yang dikeluarkan pada satu
detik pertama pada saat melakukan manuver tersebut, atau disebut dengan
Forced Expiratory Volume in 1 second (FEV1). Rasio dari kedua pengukuran
inilah (FEV1/FVC) yang sering digunakan untuk menilai fungsi paru. Penderita
PPOK secara khas akan menunjukkan penurunan dari FEV1 dan FVC serta
nilai FEV1/FVC < 70%. Pemeriksaan post-bronchodilator dilakukan dengan
memberikan bonkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, dan 15-20 menit
kemudian dilihat perubahan nilai FEV1. Bila perubahan nilai FEV1 <20%,
maka ini menunjukkan pembatasan aliran udara yang tidak sepenuhnya
reversibel. Uji ini dilakukan saat PPOK dalam keadaan stabil (di luar
eksaserbasi akut). Dari hasil pemeriksaan spirometri setelah pemberian
25
bronkodilator dapat digunakan untuk menentukan klasifikasi penyakit PPOK
berdasarkan derajat obstruksinya. Klasifikasi berdasarkan GOLD kriteria
adalah:
1. Stage I : Ringan
Pemeriksaan spirometri post-bronchodilator menunjukan hasil rasio
FEV1/FVC < 70% dan nilai FEV1 ≥ 80% dari nilai prediksi.
2. Stage II : Sedang
Rasio FEV1/FVC < 70% dengan perkiraan nilai FEV1 diantara 50-80%
dari nilai prediksi.
3. Stage III : Berat
Rasio FEV1/FVC < 70%, dan nilai menunjukkan FEV1 diantara 30-50%
dari nilai prediksi.
4. Stage IV : Sangat Berat
Rasio FEV1/FVC < 70%, nilai FEV1 diperkirakan kurang dari 30%
ataupun kurang dari 50% dengan kegagalan respirasi kronik.
Foto Torak PA dan Lateral
Foto torak PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit
paru lain. Pada penderita emfisema dominan didapatkan gambaran hiperinflasi,
yaitu diafragma rendah dan rata, hiperlusensi, ruang retrosternal melebar,
diafragma mendatar, dan jantung yang menggantung/penduler (memanjang
tipis vertikal). Sedangkan pada penderita bronkitis kronis dominan hasil foto
thoraks dapat menunjukkan hasil yang normal ataupun dapat terlihat corakan
bronkovaskuler yang meningkat disertai sebagian bagian yang hiperlusen.
Analisa Gas Darah (AGD)
Pada PPOK tingkat lanjut, pengukuran analisa gas darah sangat penting
dilakukan dan wajib dilakukan apabila nilai FEV1 pada penderita menunjukkan
nilai < 40% dari nilai prediksi dan secara klinis tampak tanda-tanda kegagalan
respirasi dan gagal jantung kanan seperti sianosis sentral, pembengkakan
ekstrimitas, dan peningkatan jugular venous pressure. Analisa gas darah arteri
menunjukkan gambaran yang berbeda pada pasien dengan emfisema dominan
26
dibandingkan dengan bronkitis kronis dominan. Pada bronkitis kronis analisis
gas darah menunjukkan hipoksemi yang sedang sampai berat pada pemberian
oksigen 100%. Dapat juga menunjukkan hiperkapnia yang sesuai dengan
adanya hipoventilasi alveolar, serta asidosis respiratorik kronik yang
terkompensasi. Gambaran seperti ini disebabkan karena pada bronkitis kronis
terjadi gangguan rasio ventilasi/perfusi (V/Q ratio) yang nyata. Sedangkan pada
emfisema, rasio V/Q tidak begitu terganggu oleh karena baik ventilasi maupun
perfusi, keduanya menurun disebabkan berkurangnya jumlah unit ventilasi dan
capillary bed. Oleh karena itu pada emfisema gambaran analisa gas darah arteri
akan memperlihatkan normoksia atau hipoksia ringan, dan normokapnia.
Analisa gas darah berguna untuk menilai cukup tidaknya ventilasi dan
oksigenasi, dan untuk memantau keseimbangan asam basa.
Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan bakteriologi Gram pada sputum diperlukan untuk mengetahui pola
kuman dan memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas berulang
merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di
Indonesia.
Pemeriksaan Darah rutin
Pemeriksaan darah digunakan untuk mengetahui adanya faktor pencetus seperti
leukositosis akibat infeksi pada eksaserbasi akut, polisitemia pada hipoksemia
kronik.
Pemeriksaan penunjang lainnya
Pemeriksaan Electrocardiogram (EKG) digunakan untuk mengetahui
komplikasi pada jantung yang ditandai oleh kor pulmonale atau hipertensi
pulmonal. Pemeriksaan lain yang dapat namun jarang dilakukan antara lain uji
latih kardiopulmoner, uji provokasi bronkus, CT-scan resolusi tinggi,
ekokardiografi, dan pemeriksaan kadar alpha-1 antitryipsin.
27
Diagnosis Banding
28
1.1 LATAR BELAKANG KASUS
Nama : I Nyoman Lirta
Umur : 80 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Buruh Tani
Status Perkawinan : Sudah kawin
Data Keluarga:
Jenis Hubungan
No Nama Umur Pendidikan Pekerjaan
Kelamin dgn KK
I Nyoman Kepala
1. L 80 th Tamat SD Buruh Tani
Lirta Keluarga
Ni Wayan
2. P 65 th Tamat SD Istri KK Buruh tani
Lirta
Wayan
3. L 55 th SMK Anak I KK Montir
Sutandar
Mangku
4. P 52 th SMP Anak II KK Buruh tani
Jendra
Beliau sudah lama memiliki keluhan sesak napas dan batuk lama. Keluhan sesak
dikatakan seperti memenuhi seluruh bagian dada. Keluhan tetap tidak membaik
meskipun dilakukan perubahan posisi tubuh. Beliau mengatakan sudah mengalami
keluhan sejak 1 tahun yang lalu namun dirasa tidak terlalu mengganggu aktivitas
beliau. Beliau sudah biasa merasakan sesak saat aktivitasnya sehari-hari. Beliau
juga mengeluhkan batuk, beliau mengatakan batuk terus-menerus, tidak ada yang
memperberat atau memperingan keluhan. Batuk dikatakan disertai dahak. Beliau
29
mengatakan volume dahaknya sekitar satu tutup botol aqua dan warnanya putih
kekuningan dan tidak disertai darah.
Ketika merasa sesak, beliau hanya mengusap usapkan minyak kayu putih di dada
dan hidungnya 2 hingga 3 kali sehari. Biasanya dengan istirahat yang cukup, sesak
tidak akan terasa memburuk. Pak Nyoman Lirta tidak pernah memeriksakan
dirinya ke Dokter karena alasan biaya.
Riwayat keluhan nyeri dada, sesak saat tidur, tidur dengan diganjal bantal tinggi,
berdebar yang megarah pada penyakit jantung disangkal oleh beliau. Riwayat
sering kencing, sering makan, haus, dan penurunan berat badan tanpa penyebab
pasti yang mengarah ke diabetes mellitus juga disangkal oleh beliau. Riwayat
asthma dan alergi dikatakan tidak ada.
Pasien memiliki riwayat merokok sejak muda dan menghabiskan 1-1,5 bungkus
rokok setiap hari. Pasien mengatakan dulu di rumahnya memasak menggunakan
kayu bakar dan sering terpapar asapnya. Tetapi saat ini sudah menggunakan
kompor gas. Riwayat minum-minuman beralkohol disangkal oleh pasien.
Tanda-Tanda Vital
Kondisi Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4 V5 M6
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 86 kali/menit
Respirasi : 24 kali/menit
Suhu aksila : 36,7o C
SpO2 : 92%
Berat badan : 56 kg
Tinggi badan : 160 cm
30
BMI : 21,8 kg/m2
Pemeriksaan Umum
Status Generalis
Kepala : Normocephali
Mata : anemis -/-, ikterus -/-, reflek pupil +/+ isokor,
edema palpebra -/-
THT : sekret -/- , hiperemis pada faring (-), Tonsil T1/T1
Leher : JVP PR+0 cmH2O, Pembesaran KGB (-)
Thorax
Cor
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis tidak teraba
Perkusi : batas kiri : MCL sinistra
batas kanan : PSL dekstra
Auskultasi : S1 tunggal S2 tunggal, reguler, murmur (-)
Pulmo
Inspeksi : Gerak pernafasan simetris statis dan dinamis, sela iga melebar
(+), retraksi otot napas (-), barrel chest (+)
Palpasi : Vokal fremitus normal/normal, sela iga melebar (+),
nyeri tekan (-)
Perkusi : hipersonor hipersonor
hipersonor hipersonor
hipersonor hipersonor
letak diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah.
Auskultasi : Bronchial Ronki Wheezing
+ + - - - -
+ + + - - -
+ + - - + +
Abdomen
31
Inspeksi : distensi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Nyeri tekan (-),
Hepar : tidak teraba
Lien : tidak teraba
Ginjal : tidak teraba
Perkusi : timpani (+)
- -
Ekstremitas : akral hangat + + Edema
- -
+ +
32
BAB II
ANALISIS SITUASI KELUARGA KASUS
33
Keluarga bapak I Nyoman Lirta memiliki hewan peternakan berupa 10 ekor ayam
kampung dan dua ekor sapi dikandangkan dan dirawat dengan baik.
34
2.4 Aspek Sosial Psikologis Keluarga Binaan
Aspek sosial psikologis pada keluarga ini sangat baik. Hal tersebut dapat terlihat dari
hubungan yang rukun dalam keluarga tersebut. Berdasarkan hasil pengamatan setiap
dilakukan kunjungan, saya disambut dengan baik dan diantarkan oleh anaknya ke
pondok orang tuanya. Mereka juga saling bahu membahu dalam mengatur semua
urusan rumah tangga. Tidak terdapat perselisihan yang berarti antara penderita dengan
keluarganya. Selain itu, hubungan dengan tetangga sekitar juga nampak harmonis.
Terlihat dari pada setiap kunjungan, anaknya biasanya berkunjung sore hari ke
rumahnya untuk mengobrol bersama ataupun makan bersama.
35
BAB III
RUMUSAN MASALAH DAN SOLUSI
36
mengganggu aktivitas beliau. Beliau sudah biasa merasakan sesak saat
aktivitasnya sehari-hari. Beliau juga mengeluhkan batuk, beliau mengatakan
batuk terus-menerus, tidak ada yang memperberat atau memperingan keluhan.
Batuk dikatakan disertai dahak. Beliau mengatakan volume dahaknya sekitar
satu tutup botol aqua dan warnanya putih kekuningan dan tidak disertai darah.
37
yang diderita I Nyoman Lirta harus juga disampaikan pada keluarga agar keluarga
turut berperan dalam menciptakan kondisi lingkungan yang sehat bagi I Nyoman
Lirta.
B. Berkesinambungan
Berkesinambungan adalah prinsip yang berusaha agar upaya kesehatan tidak
berhenti saat penderita sudah merasa sehat, namun terus berlanjut dalam upaya
mempertahankan kesehatan penderita tersebut. Dalam hal ini, perlu adanya
pemantauan terhadap upaya preventif yang dilakukan keluarga dan perilaku
penderita dalam menghindari alergen. Evaluasi perlu dilakukan apakah setelah
upaya preventif dan penghindaran alergen masih timbul gejala rinitis alergi.
D. Mengutamakan Pencegahan
1. Pencegahan primer
- Memberikan penjelasan mengenai faktor resiko penyakit paru obstruktif
kronis yaitu penggunaan rokok dan faktor lingkungan
- Menjelaskan kepada keluarga penderita mengenai gejala-gejala penyakit
paru obstruktif kronis.
- Menganjurkan perilaku hidup bersih dan sehat untuk menjaga daya tahan
tubuh dan lingkungan yang bersih dan sehat
38
2. Pencegahan sekunder
- Pencegahan sekunder melalui upaya menghindari paparan noxious agent dan
terapi medikamentosa
- Menganjurkan kepada penderita untuk menghindari paparan kemungkinan
penyebab penyakit paru obstruktif kronis dengan menjauhi sumbernya atau
menggunakan pelindung diri seperti masker
- Rumah dibersihkan agar debu dalam rumah berkurang dan penempatan
barang-barang dilakukan lebih rapi
- Ventilasi di tambah agar terjadi pertukaran udara yang baik dan cahaya
matahari dapat masuk
- Hewan peliharaan agar tidak masuk ke dalam rumah
- Menghindari bahan-bahan karpet dan menggantinya dengan plastik
- Memanfaatkan lahan kosong dengan menanam tanaman dan menyiram
pekarangan agar debu tidak mudah masuk ke dalam rumah.
- Pengunaan antihistamin dan dekongestan untuk meringankan gejala
3. Pencegahan tersier:
Menjelaskan kepada penderita komplikasi yang terjadi apabila dibiarkan yaitu
perburukan dan gejala lain seperti gagal nafas, infeksi berulang dan kor
pulmonale.
39
diberikan KIE agar penderita dan keluarga selalu berperilaku hidup sehat serta
memperhatikan kesehatan lingkungan sekitar.
F. Personal
Mengobati penderita dengan memberikan perlakuan sebagai manusia yang utuh
bukan sekadar mengobati penyakitnya saja. Dalam artian penderita ditangani secara
holistik dari semua aspek kehidupannya, baik secara biologis, psikologis, sosial
ekonomi, budaya, serta agamanya.
- Secara biologis, penderita dan keluarga diberikan penyuluhan mengenai
penyakit paru obstruktif kronis dan komplikasinya, penerapan pola hidup sehat,
dan penjelasan tentang obat-obatan yang diminum, baik cara kerja, sampai efek
sampingnya.
- Secara psikologis, dengan memberi dukungan kepada penderita, yaitu dengan
cara meningkatkan kasih sayang, keharmonisan dalam keluarga dijaga dengan
baik dan perhatian kepada penderita.
- Secara sosial ekonomi, sebaiknya pengobatan yang diberikan disesuaikan
dengan kemampuan ekonomi yang dimiliki oleh keluarga penderita, dimana
untuk pengobatan penyakit paru obstruktif kronis sudah ditanggung asuransi
JKN sehingga penderita dan keluarga dapat segera mengurus segala keperluan
untuk mencari pengobatan dengan memanfaatkan JKN.
- Secara budaya dan agama, pengobatan yang diberikan disesuaikan dengan
kemampuan ekonomi dan budaya setempat serta selama pengobatan disarankan
agar keluarga tetap menjalankan ibadah sebagaimana mestinya.
40
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
1. Keluarga binaan memiliki lingkungan fisik tempat tinggal yang belum terlalu
baik, keadaan ekonomi menengah ke bawah, serta prilaku hidup sehat yang
masih rendah.
2. Persepsi tentang konsep sehat dan sakit pada keluarga ini belum baik, masih
terdapat persepsi yang salah sehingga perlu dibenahi
3. Selama kegiatan PPD ini, khususnya di keluarga binaan I Nyoman Lirta telah
dilakukan beberapa konsep kedokteran keluarga terutama menyangkut promosi
kesehatan dengan memberikan komunikasi, informasi, dan edukasi serta
motivasi baik kepada pihak penderita dan juga keluarganya tentang penyakit
yang sedang atau pernah diderita.
4.2 Saran
1. Menyarankan beliau agar tidak menganggap sepele penyakit paru obstruktif
kronis dan mengupayakan perilaku hidup bersih dan sehat.
2. Keluarga sebaiknya mendukung upaya preventif yang telah disarankan untuk
mengurangi derajat kesakitan penderita dan membantu menjaga kesehatan
penderita
41