Anda di halaman 1dari 24

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Unit Hemodialisa di RS PKU Muhammadiyah Gamping

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli hingga bulan September tahun 2016 di

RS PKU Muhammadiyah Gamping yang merupakan salah satu Rumah Sakit

Umum milik yayasan Muhammadiyah yang terletak di Jl. Wates KM 5,5, Sleman,

Yogyakarta dan merupakan Rumah Sakit pendidikan tipe c. Pada saat dilakukan

penelitian Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping belum melakukan

akreditasi. Rumah Sakit Muhammadiyah Gamping memiliki unit hemodialisa yang

berdiri pada tahun 2008 serta saat ini memiliki 25 mesin hemodialisa. Mesin

hemodialisa dibagi menjadi beberapa, diantaranya 22 mesin digunakan untuk

pasien umum, 2 mesin hemodialisa untuk pasien positif hepatitis, dan 1 mesin

hemodialisa untuk kasus emergency. Jumlah pasien pada bulan Juli 2016 sebesar

134 pasien, bulan Agustus 2016 sebesar 148 pasien, dan pada bulan September

2016 sebesar 145 pasien.

Pada unit hemodialisa terdapat 1 dokter Konsultan Ginjal Hipertensi, 2 dokter

Spesialis Penyakit Dalam yang sudah tersertifikasi Hemodialisa, serta terdapat 1

perawat strata satu serta 9 perawat diploma tiga yang memiliki sertifikat

hemodialisa. Unit hemodialisa dipimpin satu orang kepala perawat. Jam kerja unit

hemodialisa dimulai pukul 07.00 hingga 19.00 WIB yang terbagi menjadi 2 shift

pagi dan sore


B. Instrumen Infection Control Risk Assesment (ICRA)

Instrumen Infection Control Risk Assesment (ICRA) yang dikeluarkan oleh CDC

adalah instrumen yang digunakan untuk menilai pengendalian resiko infeksi di rumah

sakit. Ada beberapa unsur yang dinilai pada penilaian ICRA. Apabila unsur atau

elemen yang dinilai tersebut baik maka dapat mengendalikan infeksi di rumah sakit.

CDC mengeluarkan 4 instrumen yang sudah dijelaskan sebelumnya, dan pada

penelitian di unit HD instrumen yang digunakan adalah instrument yang dikhususkan

untuk menilai unit HD. Penilaian dinilai dari program dan infrastrukturnya, serta

penerapan program tersebut di unit HD untuk mengevaluasi program pencegahan dan

pengendalian infeksi yang sudah dilakukan.

Instrumen penilaian ICRA ini terdiri dari 3 bagian utama yaitu : Facility

Demographics, Infection Control Program and Infrastructure, and Direct Observation

of Facility Practices. Adapun yang menjadi unsur penilaian dalam instrumen ini adalah

Bagian 1 : Demografi Fasilitas

Bagian 2 : Program Pengendalian Infeksi dan Infrastruktur Commented [dMU1]: Beda font nih?

Pelatihan, Kompetensi dan Audit Pengendalian Infeksi

Keamaan Tenaga Kesehatan

Surveilans dan Pelaporan Penyakit

Kebersihan Pernapasan/Etika Batuk

Alat Pelindung Diri

Kebersihan Lingkungan

Penggunaan dan Pemrosesan Ulang Alat Dialisis (jika ada)


Kebersihan Tangan

Kateter dan Peralatan Vaskuler lain

Keamanan Injeksi

Bagian 3 : Kebersihan Tangan

Dalam penelitian ini dilakukan dua tahapan, yaitu:

a. Tahap penilaian Instrumen

b. Hasil Penggunaan Instrumen di Unit Hemodialisa RS PKU Muhammadiyah

Gamping

C. Hasil Evaluasi Instrumen ICRA CDC

Kegiatan dalam penelitian ini meliputi diskusi panel, telusur dokumen, wawancara

dan observasi di unit Hemodialisa RS PKU Muhammadiyah Gamping. Penelitian ini

dimulai pada bulan Juli hingga Oktober 2016.

Karakteristik responden

Table 1. Karakteristik Responden


No. Karakteristik Total %

1. Jenis Kelamin

Laki-laki 2 50

Perempuan 2 50
Total 4 100.0

2. Pendidikan

D3 4 100

S1 0 0

Total 4 100.0

3. Lama Bekerja

< 1 tahun 0

1 tahun – 5 tahun 0

> 5 tahun 4 100

Total 4 100.0

Tahap evaluasi ICRA tools ini bertujuan untuk mengetahui pertanyaan yang dapat

diterapkan di unit hemodialisa sesuai dengan ICRA tools sehingga nantinya dapat dinilai.

Hemodialisa adalah salah satu unit yang ada di rumah sakit, yang pelayanannya secara

langsung berhadapan dengan pasien. Oleh sebab itu evaluasi yang dilakukan sangat penting

dilakukan agar kualitas pelayanan yang dilakukan memenuhi standar. Standar pelayanan

inilah yang dapat menjaga atau meningkatkan kualitas kesehatan pasien hemodialisa. Hasil

penilaian terdapat pada lampiran

Bagian 1 Demografi Fasilitas

Demografi Fasilitas Kesehatan adalah bagian pertama penilaian. Bagian ini menilai

atau menggambarkan profil fasiltas kesehatan, bagian ini terdiri dari 8 butir unsur yang

harus dinilai.

Tabel 2 Demografi Fasilitas


Demografi Fasilitas

Dapat dinilai
Penilaian Dapat dinilai Tidak Dapat dinilai Total
dengan catatan

Jumlah 8 1 0 9

Persentase 88.89% 11.11% 0% 100%

Pada bagian ini terdapat 7 unsur yang dapat dinilai secara langsung dengan presentase

88.89%, 2 unsur dapat dinilai dengan modifikasi atau dengan catatan sebesar 11.11%. Pada

peniliaian nama fasilitas disini dapat dinilai. Pada bagian ID organisasi fasilitas NHSN tidak dapat

dinilai karena NHSN (National Healthcare Safety Network) merupakan jaringan keamanan

kesehatan nasional yang ada di Amerika Serikat. Pada pertanyaan nomor 2 ini dapat di ganti

dengan pertanyaan nama rumah sakit yang berafiliasi tanpa melihat ID organisasi NHSN. Tanggal

penilaian dapat dinilai. Jenis penilian dapat dinilai. Alasan penilaian dapat dinilai. Pada pertanyaan

apakah fasilitas ini berafiliasi dengan rumah sakit dapat dinilai, yang dimaksud dengan berafiliasi

menurut KKBI adalah bagian atau anggota sehingga disini pertanyaan ini dapat dinilai. Pada

pertanyaan apakah fasilitas mengacu pada rantai dialisis disini dapat digunakan, yang dimaksud

dengan rantai dialisis adalah suatu jaringan dialisis klinik yang dimana diantaranya adalah

menggunakan Da Vita, Fresenius Medical Care, Dialysis Clinic, INC (DCI). Pertanyaan ini dapat

dinilai. Pertanyaan selanjutnya mengenai layanan apa saja yang ditawarkan dan sensus usia

terbanyak pasien dapat dinilai.

Bagian 2 Program Pengendalian Infeksi dan Infrastruktur

Penilaian pada bagian ini berfungsi untuk melihat program pengendalian infeksi dan

infrastruktur di Unit Hemodialisa Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping. Terdiri dari

11 domain dan 65 butir penilaian. Berikut hasil penilaian terhadap instrumen ICRA di bagian

2:
Tabel 3 Bagian 2 Berupa Program Pengendalian Infeksi dan Infrastruktur Commented [dMU2]: Konsistensi penggunaan kata, mau
“tabel, atau table?”
Program Pengendalian Infeksi dan Infrastruktur

Dapat Jadi satu halaman ya..


Kalo ga bisa font nya dibuat 10
dinilai Tidak Dapat Dengan spasi 1
Dapat dinilai
dengan dinilai
No. Unsur Penilaian Total
catatan

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

Program Pengendalian Infeksi dan


1. 10 83.33% 0 0% 2 16.67% 12
Infrastruktur

Pelatihan, Kompetensi dan Audit


4 100% 0 0% 0 0% 4
2. Pengendalian Infeksi

Keamanan Tenaga Kesehatan 7 100% 0 0% 0 0% 7


3.

4. Surveilans dan Pelaporan Penyakit 5 100% 0 0% 0 0% 5

Kebersihan Pernapasan/Etika Batuk 6 100% 0 0% 0 0% 6


5.

6. Alat Pelindung Diri/APD 4 100% 0 0% 0 0% 4

Kebersihan Lingkungan 7 100% 0 0% 0 0% 7


7.
Penggunaan dan Pemrosesan Ulang
8. 7 100% 0 0% 0 0% 7
Dializer

9. Kebersihan Tangan 2 100% 0 0% 0 0% 2

Kateter dan Perawatan Vaskuler


10. 6 100% 0 0% 0 0% 6
Lainnya

11. Keamanan Injeksi 5 100% 0 0% 0 0% 5

Total / Persentase 63 98.50 0 0% 2 1.5% 65

Pada bagian 2 dari 65 unsur 63 unsur dapat diterapkan dengan nilai presentase 98.5%. Dimana 2

unsur yang tidak dapat dinilai terdapat pada subbagian program pengendalian infeksi dan

infrastruktur. Pada sub bagian yang lain dapat digunakan 100%.

1. Program pengendalian infeksi dan infrastruktur

Pada bagian program pengendalian infeksi dan infrastruktur terdapat 12 pertanyaan

dimana 12 pertanyaan ini dapat dinilai semua. Namun ada 2 pertanyaan yang dapat dinilai
namun tidak dapat digunakan, yaitu pertanyaan ke 2 dan ke 3. Pertanyaan ke 2 adalah

“apakah fasilitas kesehatan berpartisipasi dalam ESRD (End Stage Renal Disease) Network

Healthcare-Associated Infection (HAIs) Quality Improvement Activity (QIA)?” dapat

dinilai ya atau tidak. ESRD Network Healthcare-Associated Infection (HAIs) Quality

Improvement Activity (QIA) adalah suatu organisasi atau komunitas yang ada di Amerika

Serikat mengenai pencegahan infeksi pada gagal ginjal agar dapat meningkatkan kualitas

hidup pasien gagal ginjal, namun fasilitas kesehatan tergabung dalam PERDALIN.

PERDALIN adalah organisasi dibidang pencegahan pengendalian infeksi. Fasilitas

kesehatan tidak berpartisipasi dalam CDC Dialysis BSI Prevention Collaborativ.

Di Indonesia organisasi yang dibidang gagal ginjal merupakan organisasi di bidang

profesi, dimana terdapat profesi dokter dan perawat. Dibidang dokter terdapat PERNEFRI

(Perhimpunan Nefrologi Indonesia) dan dibidang perawat terdapat IPDI (Ikatan Perawat

Dialysis). Organisasi tersebut tidak mengatur mengenai HAIs secara nasional di Indonesia.

Pada bagian pertanyaan ke 3 mengenai “Apakah fasilitas kesehatan berpartisipasi

dalam CDC Dialysis BSI (Bloodstream Infections) Prevention Collaborative?”, pertanyaan

ini dapat dinilai namun di rumah sakit tidak menggunakan karena hal ini terkait dengan

NHSN. CDC Dialysis BSI (Bloodstream Infections) Prevention Collaborative adalah

sebuah komunitas atau organisasi teridiri dari 9 hal program yaitu surveilens dan umpan

balik menggunakan NHSN, audit cuci tangan dilakukan satu bulan sekali dan diberikan

umpan balik dari staf RS, merawat kateter atau mengobservasi akses vascular,

mengedukasi dan melihat kompetensi secara berkala selama 6-12 bulan, mengedukasi

pasien, pengeluaran kateter, menggunakan chlorhexidine untuk membersihakan kulit,

disenfeksi kateter, dan penggunaan antimikroba.


2. Pada bagian Pelatihan, Kompetensi dan Audit Pengendalian Infeksi, semua butir dapat

dinilai.

3. Pada bagian Keamanan Tenaga Kesehatan, semua butir dapat dinilai.

4. Pada bagian Surveilans dan Pelaporan Penyakit, semua butir dapat dinilai.

5. Pada bagian Kebersihan Pernapasan/Etika Batuk, semua butir dapat dinilai.

6. Pada bagian Alat Pelindung Diri/APD, semua butir dapat dinilai.

7. Pada bagian Kebersihan Lingkungan, semua butir dapat dinilai.

8. Pada bagian Penggunaan dan Pemrosesan Ulang Dializer, semua butir dapat dinilai.

9. Pada bagian Kebersihan Tangan, semua butir dapat dinilai.

10. Pada bagian Kateter dan Perawatan Vaskuler Lainnya, semua butir dapat dinilai.

11. Pada bagian Keamanan Injeksi, semua butir dapat dinilai.

Bagian 3. Observasi Pengendalian Infeksi

Penilaian pada bagian ini berfungsi untuk melihat secara langsung dilapangan apakah

program pengendalian infeksi di Unit Hemodialisa Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping

dapat diterapkan oleh petugas dilapangan. Bagian 3 penilaian dilakukan pada saat penilaian bagian

berlangsung sehingga nilai observasi sama dengan nilai pada bagian 2.

Kesimpulan Kesesuaian

Untuk melihat tingkat kesesuaian instrumen maka pada bagian 1 Demografi Fasilitas dan

bagian 2 Program dan Pengendalian Fasilitas dijumlahkan menjadi satu dan dibagi keseluruhan,

sehingga hasil yang didapat terdapat pada tabel 4 berikut:

Tabel 4 Kesesuaian Instrumen ICRA


Dapat dinilai
Dapat dinilai Tidak Dapat dinilai
dengan catatan
No. Unsur Penilaian Total
Jumlah % Jumlah % Jumlah %

Demografi Fasilitas 8 88.89% 1 11.11% 0 0% 9


1.
Program
Pengendalian Infeksi 10 83.33% 0 0% 2 16.67% 12
2.
dan Infrastruktur

Pelatihan,
Kompetensi dan
4 100% 0 0% 0 0% 4
3. Audit Pengendalian
Infeksi

Keamanan Tenaga
7 100% 0 0% 0 0% 7
4. Kesehatan

Surveilans dan
5. 5 100% 0 0% 0 0% 5
Pelaporan Penyakit

Kebersihan
6. Pernapasan/Etika 6 100% 0 0% 0 0% 6
Batuk

Alat Pelindung
4 100% 0 0% 0 0% 4
7. Diri/APD

Kebersihan
7 100% 0 0% 0 0% 7
8. Lingkungan

Penggunaan dan
Pemrosesan Ulang 7 100% 0 0% 0 0% 7
9.
Dializer

10. Kebersihan Tangan 2 100% 0 0% 0 0% 2

Kateter dan
11. Perawatan Vaskuler 6 100% 0 0% 0 0% 6
Lainnya

12. Keamanan Injeksi 5 100% 0 0% 0 0% 5

Total / Persentase 71 95.95% 1 1.35% 2 2.7% 74


Pada tabel diatas unsur yang dapat dinilai pada instrumen ini sejumlah 74 unsur dengan presentase

sebesar 95.95%, unsur yang dapat dinilai dengan catatan sejumlah 1 dengan presentase sebesar

1.35%, dan unsur yang tidak dapat dinilai sejumlah 2 dengan presentase sebesar 2.7%.

D. Hasil Penilaian Risiko Infeksi di Unit Hemodialisa Rumah Sakit PKU Muhammadiyah

Gamping

Penilaian risiko infeksi di Unit Hemodialisa Rumah Sakit PKU Muhammadiyah

Gamping berdasarkan hasil dari penilaian instrumen ICRA dilakukan dengan cara mengekslusi

domain atau butir penilaian yang tidak dapat dinilai.

1. Bagian 1 Demografi Fasilitas

Pada bagian ini semua penilaian yaitu dari 7 pertanyaan dapat dinilai semua sesuai

dengan kondisi yang telah disesuaikan.

2. Bagian 2 Program Pengendalian Infeksi dan Infrastruktur

Penilaian pada bagian ini didapatkan dari hasil wawancara dengan IPCN, Ketua Unit

Hemodialisa dan dua orang petugas Unit Hemodialisa RS PKU Muhammadiyah Gamping,

selain melalui wawancara dilakukan pula telusur dokumen terhadap kebijakan, SOP maupun

data lainnya yang berkaitan dengan program pengendalian infeksi dan infrastruktur. Penilaian

ini terdiri dari 11 domain dan 63 butir penilaian, berikut hasil penilaian yang telah didapatkan

Tabel 1 Hasil Penilaian Risiko Infeksi Bagian 2 Berupa Progran Pengendalian Infeksi dan
Infrastruktur
Jumlah Unsur
No. Unsur Penilaian Hasil Penilaian Persentase
Penilaian
Program Pengendalian Infeksi dan 70%
10 7
1. Infrastruktur

Pelatihan, Kompetensi dan Audit 100%


4 4
2. Pengendalian Infeksi

Keamanan Tenaga Kesehatan 7 5 71,43%


3.

4. Surveilans dan Pelaporan Penyakit 5 4 80%

Kebersihan Pernapasan/Etika Batuk 6 5 83,33%


5.
Alat Pelindung Diri/APD 4 4 100%
6.

7. Kebersihan Lingkungan 7 5 71.43%

Penggunaan dan Pemrosesan Ulang 85,71%


8. 7 6
Dializer

9. Kebersihan Tangan 2 2 100%

10. Kateter dan Perawatan Vaskuler Lainnya 6 4 83.33%

11. Keamanan Injeksi 5 4 80%

Total / Persentase 63 50 79.36%

Pada tabel di atas penilaian tingkat risiko pada unit hemodialisa di RS PKU Muhammadiyah

Gamping sebesar 79.36% dikategorikan pada risiko rendah terhadap infeksi

E. Pembahasan Penilaian Instrumen ICRA CDC

Pada bagian 1 yaitu Demografi Fasilitas dan bagian 2 Program dan Infrastruktur

Pengendalian Infeksi secara presentase dapat dinilai dengan presentasi yang cukup besar

yaitu 94.6%, sehingga ICRA CDC ini dapat digunakan untuk menilai di unit hemodialisa

yang terdapat di RS PKU Muhammadiyah Gamping.

1. Demografi Fasilitas

Nama fasilitas unit hemodialisa. Nama rumah sakit pada penelitian ini adalah RS

PKU Muhammadiyah Gamping. Tanggal penilaian 19 Juli sampai 29 Oktober 2016. Jenis
penelitian dilakukan secara onsite. Alasan dilakukan penilaian untuk dilakukakan

penelitian. Fasilitas kesehatan ini berafiliasi langsung pada rumash sakit. Seluruh

kebutuhan unit didapat dari rumah sakit. Fasilitas kesehatan tidak mengacu pada rantai

dialisis. Layanan fasilitas kesehatan diberikan pada psien rata-rata usia 26-50 tahun.

2. Program dan Infrastruktur Pengendalian Infeksi

RS PKU Muhammadiyah Gamping memiliki TIM PPI, yaitu: IPCO, IPCN dan

IPCLN yang terlatih dalam pencegahan infeksi yang tersedia secara teratur dalam

mengelola program pengendalian. Pelatihan dibidang infeksi yang diberikan fasilitas

kesehatan untuk staf adalah pelatihan PPI. Pelatihan PPI dilakukan terutama pada pegawai

baru sebelum menangani pasien langsung. Setelah dilakukannya pelatihan tim PPI di

rumah sakit melakukan audit setiap 2 minggu untuk menilai.

Dalam 2 tahun terakhir fasilitas kesehatan tidak berpartisipasi dalam program

intensif lain yang focus pada pencegahan HAIs. Fasilitas kesehatan tidak memiliki program

deteksi dini dan manajemen pada staf yang memberikan pelayanan kesehatan awal yang

berpotensi terinfeksi penyakit dari pasien. Fasilitas kesehatan tidak memiliki

kebijakan/prosedur untuk menerapkan kewaspadaan kontak saat kontak dengan yang

dicurigai MDROs. Fasilitas kesehatan memberikan informasi/ media edukasi pada pasien

untuk berperan aktif dalam pencegahan pengendalian infeksi berupa poster, leaflet.

Fasilitas kesehatan menyediakan pendidikan yang terstandar kepada semua pasien

dengan topik pencegahan infeksi, yaitu perawatan akses vascular, kebersihan tangan, risiko

yang berhubungan dengan penggunaan kateter, tanda-tanda infeksi, manajemen akses

ketika jauh dari unit dialisis. Jarak ruang HD dengan unit lainnya lebih dari 2 meter.

Terminal komputer tidak tertanam bersama, sehingga kebijakan/ procedure tidak terdapat
di rumah sakit. Fasilitas kesehatan tidak memiliki ruang isolasi selain untuk pasien hepatitis

B. Fasilitas kesehatan menggunakan mesin hemodialisa waste handling option. Fasilitas

kesehatan memiliki kebijakan/ prosedur untuk proses disinfeksi. Fasilitas tidak pernah

"berdarah ke mesin" yaitu, tempat darah diperbolehkan untuk mencapai atau hampir

mencapai wadah limbah utama atau port WHO.

Peniliaian KARS versi 2012 bab ke 2 tentang pencegahan dan pengendalian infeksi

mengenai PPI di rumah sakit. Ada 8 elemen PPI yang dinilai, yaitu:

a. Satu atau lebih individu mengawasi seluruh kegiatan pencegahan dan pengendalian

infeksi. Individu tersebut kompeten dalam praktek pencegahan dan pengendalian

infeksi yang diperolehnya melalui pendidikan, pelatihan, pengalaman atau sertifikasi.

b. Ada penetapan mekanisme koordinasi untuk seluruh kegiatan pencegahan dan

pengendalian infeksi yang melibatkan dokter, perawat dan tenaga lainnya sesuai

ukuran dan kompleksitas rumah sakit.

c. Program pencegahan dan pengendalian infeksi berdasarkan ilmu pengetahuan terkini,

pedoman praktek yang akseptabel sesuai dengan peraturan dan perundangan yang

berlaku, dan standar sanitasi dan kebersihan.

d. Pimpinan rumah sakit menyediakan sumber daya yang cukup untuk mendukung

program pencegahan dan pengendalian infeksi.

e. Rumah sakit menyusun dan menerapkan program yang komprehensif untuk

mengurangi risiko dari infeksi terkait pelayanan kesehatan pada pasien dan tenaga

pelayanan kesehatan.
f. Rumah sakit menggunakan pendekatan berdasar risiko dalam menentukan fokus dari

program pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit adalah pencegahan,

pengendalian dan pengurangan infeksi terkait pelayanan kesehatan.

g. Rumah sakit mengidentifikasi prosedur dan proses terkait dengan risiko infeksi dan

mengimplementasi strategi untuk menurunkan risiko infeksi.

h. Rumah sakit menyediakan penghalang untuk pencegahan (barrier precaution) dan

prosedur isolasi yang melindungi pasien, pengunjung dan staf terhadap penyakit

menular dan melindungi dari infeksi pasien yang immunosuppressed, sehingga rentan

terhadap infeksi nosokomial.

i. Proses pencegahan dan pengendalian infeksi dirancang untuk menurunkan risiko

infeksi bagi pasien, staf dan orang-orang lainnya. Untuk mencapai tujuan ini, rumah

sakit harus secara proaktif mengidentifikasi dan menelusuri alur risiko, angka dan

kecenderungan infeksi rumah sakit. Rumah sakit menggunakan informasi indikator

untuk meningkatkan kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi dan mengurangi

angka infeksi yang terkait pelayanan kesehatan ke level yang serendah mungkin.

Rumah sakit dapat menggunakan data indikator (measurement data) dan informasi

sebaik-baiknya dengan memahami angka dan kecenderungan serupa di rumah sakit lain

dan kontribusi data ke dalam data dasar terkait infeksi. Rumah sakit memberikan

pendidikan tentang praktik pencegahan dan pengendalian infeksi kepada staf, dokter,

pasien dan keluarga serta pemberi layanan lainnya ketika ada indikasi keterlibatan

mereka dalam pelayanan. Bukti telah dilakukan ICRA dibutuhkan dalam penilaian

akreditasi (KARS, 2012).

3. Pelatihan, Kompetensi dan Audit Pengendalian Infeksi


Fasilitas kesehatan menyediakan pelatihan khusus kepada nakes dalam kebijakan dan

prosedur pencegahan infeksi sebelum perawatan yaitu pada tenaga kesehatan yang baru.

Fasilitas kesehatan melakukan penilaian kompetensi terhadap kebijakan dan prosedur

pencegahan infeksi secara spesifik mencatat/ mendokumentasikan. Namun dilakukan

secara tidak berkala. Fasilitas kesehatan melakukan audit secara rutin mengenai

pengendalian infeksi dari para tenaga kesehatan, dilakukakan secara berkala kurang lebih

dalam kurun waktu 2 minggu sekali. Fasilitas kesehatan melakukan audit secara rutin

mengenai pengendalian infeksi dari para tenaga kesehatan. Contoh umpan balik berupa

perbaikan SOP atau pelatihan disesuaikan dengan hasil temuan pada audit.

4. Keamanan Tenaga Kesehatan

Fasilitas kesehatan menyediakan evaluasi dan mengikuti pasca terpapar, termasuk

profilaksis yang tepat untuk tenaga kesehatan tanpa mengeluarkan biaya. Fasilitas

kesehatan menelusuri keterpaparan nakes, serta mengevaluasi setiap data dan

mengimplementasikan rencana aksi yang tepat untuk mengurangi insidensi setiap kejadian.

Fasilitas kesehatan menyediakan vaksin hepatitis B untuk nakes yang mungkin terpapar

darah atau cairan tubuh karena tugas mereka. Tenaga kesehatan yang bekerja di rumah

sakit memiliki potensi atau risiko tertular penyakit berkaitan dengan pekerjaannya,

termasuk virus hepatitis B. Sebagai individu dari populasi masyarakat, mereka memiliki

pula risiko penularan virus hepatitis B dari berbagai sumber (Gugun, 2016). Sedangkan

pengenalan program vaksinasi dan isolasi mesin HD telah membatasi penyebarannya dari

infeksi HBV, tingkat prevalensinya terus berlanjut (Moghaddam., et al, 2012). Fasilitas

kesehatan tidak menyediakan vaksin influenza bagi setiap nakes. Vaksin influenza di

Indonesia belum banyak dilakukan hal ini sering dikaitkan dengan cost namun pada
pedoman merekomendasikan pasien HD untuk vaksin influenza setiap 5 tahun sekali

(Eleftheriadis et al. 2011). Fasilitas kesehatan melakukan skrining dasar TB bagi setiap

nakes. Fasilitas kesehatan memiliki kebijakan pengecualian kerja yang mendorong laporan

penyakit dan tidak dihukum dengan pengurangan gaji, bonus atau kehilangan pekerjaan.

Fasilitas kesehatan mendidik nakes untuk segera melaporkan penyakit atau cedera terkait

pekerjaan kepada supervisor. Keamanan tenaga kesehatan di Indonesia di atur dalam

Permenkes nomor 66 tahun 2016. Sehingga bagian keamanan tenaga kesehatan harus

diterapkan di rumah sakit.

5. Surveilans dan Pelaporan Penyakit

Fasilitas kesehatan mengetahui angka Blood Stream infection (BSI) atau BSI

Standardized Infection Ratio (SIR). Fasilitas tidak membagi data angka kelajuan dengan

staf klinis yang ada di garis depan. Pemberian antibody hepatitis C tidak diberikan

dikarenakan insidensi terjadi hepatitis C jarang dan terkait harga yang mahal untuk

melakukan vaksin tersebut. Fasilitas kesehatan mengetahui bagaimana melaporkan klaster

infeksi, efek samping, atau kasus baru hepatitis B/C dengan kesehatan masyarakat.

Fasilitas kesehatan mengkomunikasikan infeksi atau kolonisasi dengan MDROs saat

dirujuk. Penyelenggaraan surveilans kesehatan merupakan persyaratan program kesehatan

(Permenkes, 2014). Surveilans harus dilakukan pada setiap pelayanan rumah sakit.

Surveilans juga dilakukan setelah pulang dari rumah sakit. Selama surveilans data Hais,

data yang perlu dikumpulkan untuk setiap pasien, yaitu data demografi dan klinis, tanggal

masuk, riwayat medis, diagnosis utama, tanggal infeksi, dan jenis infeksi (Flevari, 2013).

6. Kebersihan Pernapasan/ Etika Batuk


Fasilitas kesehatan memiliki tanda yang dipasang di pintu masuk dengan instruksi

untuk pasien dengan gejala infeksi pernapasan, berupa poster. Fasilitas menyediakan cara

bagi pasien untuk menunjukkan kebersihan tangan di dalam atau deket dengan ruang

tunggu berupa poster langkah cuci tangan. Fasilitas tidak menyediakan ruang dan

mendorong orang dengan gejala infeksi pernapasan untuk duduk jauh dari orang lain sejauh

mungkin. Fasilitas menyediakan tisu dan tempat sampah yang tidak disentuh untuk

membuang tisu. Fasilitas menyediakan masker wajah pada saat pasien masuk dengan

gejala infeksi pernapasan. Fasilitas memiliki kemampuan untuk membedakan pasien

simtomatis (± 2 meter) dari pasien lain selama perawatan dialisis. Bagian ini sangat penting

untuk dinilai karena etika batuk sangat diperlukan untuk mencegah penularan penyakit.

Penyakit ISPA adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di

dunia. Hampir empat juta orang meninggal akibat ISPA setiap tahun, 98%-nya disebabkan

oleh infeksi saluran pernapasan bawah (WHO, 2007). Penerapan etika batuk sangat

diperlukan mengingat masih banyak penderita yang belum menerapkan etika batuk yang

baik dan benar, hal ini untuk meminimalkan penularan penyakit TB Paru (Ema, 2016).

7. Alat Pelindung Diri

Fasilitas kesehatan menyediakan pelatihan pekerjaan tertentu pada nakes untuk

memilih dan menggunakan APD sebelum perawatan serta dilakukan secara berkala.

Fasilitas kesehatan memvalidasi kemampuan nakes dalam penggunaan APD. Fasilitas

kesehatan menyediakan sarung tangan steril maupun tidak steril, baju kerja, pelindung

mata, masker wajah. Pemakaian pelindung mata digunakan tidak pada semua pasien,

pemakaian digunakan pada pasien hepatitis B. Fasilitas kesehatan memiliki

kebijakan/prosedur bagi para staf untuk mengganti/mencuci baju kerja, yaitu baju hanya
digunakan untuk satu kali shift. Pencucian baju untuk pegawai disediakan namun hal ini

kurang efektif dikarenakan pencucian baju dilakukan sendiri dirumah, dengan beberapa

alasan, diantaranya: baju yang tertukar antar pegawai, tidak efisien waktu. APD yang

sering digunakan di unit hemodialisa adalah sarung tangan. Penggunaan APD di rumah

sakit sendiri diatur dalam Permenkes No. 66 tahun 2016 tentang keselamatan dan kesehatan

kerja rumah sakit.

8. Kebersihan Lingkungan

Fasilitas kesehatan memiliki kebijakan dan prosedur tertulis untuk kebersihan dan

disinfektan secara rutin pada lingkungan termasuk staf yang bertanggung jawab dengan

jelas. Fasilitas menyediakan pelatihan spesifik kepada orang yang bertanggung jawab

terhadap kebersihan dan disinfeksi baik sebelum, secara berkala maupun ketika

kebijakan/prosedur diganti. Fasilitas kesehatan tidak melakukan audit secara reguler

(monitor dan dokumentasi) kepatuhan untuk melaksanakan prosedur kebersihan dan

disinfeksi. Fasilitas kesehatanmemiliki kebijakan/prosedur untuk tumpahan darah atau

cairan tubuh lainnya. Tersedianya kebutuhan untuk membersihkan tumpahan darah

(contoh, disinfektan atau spill kit) ada dan dekat. Fasilitas kesehatan memiliki

kebijakan/prosedur untuk pengosongan dan pembersihan wadah sampah yang dapat

dipakai lagi secara rutin (contoh, wadah bocor sebagai bukti pembuangan penyaringan

dan pemipaan. Pengosongan maupun pembersihan. Fasilitas tidak memiliki kebijakan dan

prosedur untuk memastikan bahwa alat medis pakai ulang (seperti termometer, stetoskop,

alat tensi) itu bersih saat dipakai antarpasien. Fasilitas kesehatan memiliki kebijakan dan

prosedur secara rutin untuk membersihkan dan disinfeksi beberapa item, seperti jepit

dialisis, monitor glukosa darah, serta konduktivitas dialisat/pH meter. Persyaratan


kesehatan lingkungan rumah sakit salah satunya tentang kebersihan ruang dan halaman

lingkungan (Kemenkes, 2004).

Di tempat perawatan, kontaminasi permukaan lingkungan dengan berbagai

patogen dan ketekunan patogen ini pada permukaan bisa menjadi penting dan sering.

Sumber penularan agen infeksius melalui sentuhan tangan. Lingkungan di unit HD rentan

terhadap kontaminasi dengan patogen yang terbawa darah seperti HBV, HCV dan HIV,

dan agen infeksi lainnya seperti Staphylococcus aureus yang resisten methicillin (MRSA),

Enterococci resisten vankomisin (VRE) dan Clostridium difficile. Mikroorganisme dapat

bertahan di permukaan lingkungan untuk berbagai periode waktu, mulai dari menit, jam

ke hari dan bulan dalam suhu rendah, kelembaban tinggi dan inokulum tinggi. Untuk

mencegah dan mengendalikan penyebaran patogen yang ditransmisikan melalui

lingkungan, pembersihan dan desinfeksi eksternal, permukaan peralatan (yaitu, mesin

HD, dialisis kursi atau tempat tidur, trolley prosedur) dan lingkungan di dalam unit HD

yang sering disentuh pasien dan staf. Dianjurkan untuk membersihkan dan mendisinfeksi

permukaan eksternal dari mesin HD setelah selesai dialisis (Karkar., et al, 2014).

9. Penggunaan dan Pemrosesan Ulang Dializer

Fasilitas menggunakan dialyzer pakai ulang. Fasilitas mencatat pernyataan dan

persetujuan untuk pasien yang berpartisipasi pada pemakaian ulang dialyzer. Fasilitas

memiliki kebijakan dan prosedur untuk memastikan bahwa dializer dibersihkan dan

pemrosesan ulang yang tepat untuk dapat digunakan kembali. Fasilitas melatih personil

yang bertanggung jawab untuk pengolahan ulang dialyzer dengan seleksi dan penggunaan

APD yang tepat dan langkah pengolahan peralatan yang direkomendasikan. Fasilitas tidak

menguji kompetensi personil yang bertanggungjawab dalam pengolahan dialyzer seketika


dan secara berkala. Fasilitas tidak melakukan audit secara reguler (monitor dan dokumen)

tentang kepatuhan untuk melakukan prosedur pengolahan dan menyediakan umpan balik

pada staf atas kinerja yang dilakukan. Fasilitas kesehatan menunjukkan perawatan secara

rutin untuk pengolahan peralatan (contoh reprosesor otomatis) melalui kualifikasi

personel yang berhubungan dengan instruksi perusahaan. Fasilitas kesehatan

membersihkan alat dialyzer setiap satu minggu sekali. Namun untuk monitor angka

kuman pada fasilitas ini belum dilakukan. Pemakaian ulang dialyzer adalah suatu tindakan

pemakaian dialyzer lebih dari satu kali pada pasien yang sama. Dializer setelah digunakan

dalam proses hemodialisa dibersihkan dan dilakukan sterilisasi baik menggunakan mesin

maupun manual (Dharmeizer, 2012). Pada proses penggunaan dan pemrosesan ulang

dialyzer harus dilakukan dengan baik agar tidak terjadi infeksi pada pasien. Penilaian

bagian ini dapat dinilai dan diterapkan di rumah sakit. Di Indonesia belum ada peraturan

atau keputusan mengenai bagaimana proses untuk penggunaan mesin dialyzer.

10. Kebersihan Tangan

Pemenuhan kebutuhan untuk kepatuhan kebersihan tangan yang direkomendasikan

tersedia dan dekat dengan lokasi penggunaan, berupa: gel antiseptik alcohol, bak cuci

tangan, sabun, handuk. Fasilitas kesehatan menunjukkan observasi kegiatan kebersihan

tangan staf setiap bulan (atau lebih sering). Fasilitas menyediakan umpan balik atas

kepatuhan staf klinis berupa apakah proses cuci tangan sudah benar atau belum. Pada

pengamatan dilakukan 30 kali mommen cuci tangan, 11 kali tidak melakukan cuci tangan

5 momment. Pada penilaian akreditasi rumah sakit kebersihan tangan di atur pada bab ke 2

tentang pencegahan dan pengendalian infeksi pada standar PPI 9. Hand hygiene, teknik

barier dan bahan-bahan disinfeksi merupakan instrumen mendasar bagi pencegahan dan
pengendalian infeksi yang benar. Rumah sakit mengidentifikasi situasi dimana masker,

pelindung mata, gaun atau sarung tangan diperlukan dan melakukan pelatihan

penggunaannya secara tepat dan benar. Sabun, disinfektan dan handuk atau pengering

lainnya tersedia di lokasi dimana prosedur cuci tangan dan disinfektan dipersyaratkan

(KARS, 2012). Terdapat penurunan tingkat Hais bila kepatuhan cuci tangan dilakukan

(Salama, 2013). Pendekatan yang menggabungkan pendidikan materi, pengingat cuci

tangan ditempat strategis dan umpan balik kinerja yang berkelanjutan dapat memiliki efek

penting terhadap kepatuhan dan kualitas perawatan infeksi yang didapat di rumah sakit

(Naikoba., et al, 2001).

11. Kateter dan Perawatan Vaskuler Lainnya

Fasilitas kesehatan tidak memberikan pelatihan khusus untuk kateter/perawatan

akses vaskular dan teknik aseptik untuk staf medis yang menangani kateter dan/atau akses

pembuluh darah karena skil ini merupakan skill standar bagi staf medis dalam melakukan

tindakan. Unit hemodialisa RS PKU Muhammadiyah Gamping dari 10 perawat 9 perawat

memiliki sertifikat pelatihan hemodialisa. Fasilitas kesehatan menunjukkan observasi

kinerja staf medis terkait perawatan akses vaskuler dan kateter untuk mengakses praktik

setiap 3 bulanan (atau lebih sering). Fasilitas kesehatan menyediakan umpan balik atas

kepatuhan staf medis berupa insidensi infeksi yang terjadi akibat pemasangan kateter

terlebih apabila terbukti terjadi infeksi paca pemasangan urin, namun tidak dilakukan di

unit HD namun dilakukan di unit bangsal. Fasilitas kesehatan menunjukkan penilaian

kompetensi staf dalam perawatan akses vaskuler dan kateter sebelum perawatan namun

dilakukan tidak secara berkala. Fasilitas kesehatan menggunakan larutan chlorhexidine

berbasis alkohol (>0.5%) sebagai antiseptik kulit selama penggantian kateter. Fasilitas
tidak menerapkan salep antibiotik atau salep povidine-iodine pada saat mengeluarkan

kateter selama diganti. Fasilitas menekan pusat kateter dengan antiseptik yang tepat setelah

tutup dipindah dan sebelum kateter digunakan. Fasilitas menekan pusat kateter secara rutin

ketika jarum penghubung berpindah. Pentingnya perawatan akses vascular karena akses

vascular langsung merupakan faktor resiko utama pada pasien HD (APIC, 2010). Sejumlah

praktik yang dirancang untuk mengurangi risiko infeksi untuk perawatan kateter perkutan,

yaitu :

a) Akses keluar kateter harus diperiksa pada posisi kateter yang tepat dan tidak adanya

infeksi sebelum mengakses aliran darah pada setiap dyalisis.

b) Teknik aseptik harus digunakan untuk mencegah kontaminasi sistem kateter, termasuk

penggunaan masker untuk staf dan sarung tangan pasien, dan untuk semua sistem

kateter terhubung dalam keadaan bersih,prosedur pelepasan dan pemakaian pakaian.

c) Pusat kateter dapat direndam dalam larutan povidone-iodine atau dibungkus dengan

kasa jenuh dengan larutan povidone-iodine selama 5 menit sebelum melepaskan

penutupnya.

d) Masker harus digunakan oleh pasien dan masker dengan pelindung mata harus dipakai

oleh karyawan.

e) Sarung tangan dipakai sekali serta harus dipakai untuk prosedur pemasangan (inisiasi

sesi dialisis).

f) Setelah melepaskan penutup, penghubung harus dilap dengan chlorhexidine, alkohol,

atau povidone-iodine.

g) Pusat kateter harus dihubungkan segera untuk membatasi terpaparnya udara.

h) Prosedur juga harus diikuti pada akhir sesi dialisis atau untuk alasan lain
i) Kateter harus dijaga seminimal mungkin; Jika terdapat masalah pada aliran mereka

harus ditangani secepat mungkin.

j) Perawatan pada akses keluar: Pembukaan pintu keluar kateter harus diganti setiap 3

hari (setelah setiap sesi HD) jika kasa / tape, atau setiap 7 hari jika digunakan dressing

transparan kapan pun jika dressingnya basah atau kotor.

k) Akses kateter harus dibersihkan / didesinfeksi pada saat mengganti pakaian dengan

menggunkan chlorhexidine /larutan alkohol atau povidon-iodin; Salep harus dioleskan

(povidone-iodine atau triple antibiotics).

l) Penggunaan chlorhexidine dapat diterapkan pada akses keluar (APIC, 2010).

12. Keamanan Injeksi

Fasilitas kesehatan memenuhi kebutuhan untuk kepatuhan memberikan injeksi

yang aman dan tersedia dekat dengan penggunaan, yaitu wadah benda tajam dan

jarum/kanula dengan fitur keselamatan. Fasilitas memiliki kebijakan/prosedur untuk

memastikan bahwa wadah benda tajam kosong dan/atau diganti secara reguler dan kapan

itu dibutuhkan. Fasilitas kesehatan tidak menggunakan ruang bersih yang memisahkan

ruang perawatan untuk penyimpanan dan persiapan injeksi medis. Tidak ada ruang yang

tersedia dan dapat digunakan untuk penyimpanan dan persiapan injeksi. Fasilitas kesehatan

memiliki kebijakan/prosedur kebersihan saat injeksi disiapkan secara rutin. Fasilitas

kesehatan tidak menggunakan jarum suntik saline prefilled atau vial saline sekali pakai

untuk mendorong, dorongan menggunakan dari larutan saline pasien yang digunakan untuk

dialisis. Pada observasi keamanan injeksi sangat baik dilakukan, contoh petugas

memasukan jarum ke tutup jarum yang sudah dilakukan menggunakan tekhnik satu jari.

Tekhnik ini dilakukan untuk meminimalisir tertusuknya jarum. Pemerintah mengatur


mengenai keselamatan petugas kesehatan melalui adanya K3 dengan mengeluarkan

Keputusan Meteri Kesehatan Republik Indonesia tentang Standar Kesehatan dan

Keselamatan Kerja di Rumah Sakit tahun 2010. Peraturan tersebut mengatur mengenai

pengelolaan limbah tajam, pengawasan dan pelaporan (Kemenkes, 2010). Rumah sakit

memiliki SOP mengenai pengelolaan limbah tajam.

Praktek injeksi yang aman selain prinsip dasar aseptik, terdapat tekniknya

tambahannya yang spesifik. Rekomendasi untuk pasien HD yang diterbitkan oleh CDC

dan APIC, yang meliputi:

a) Semua obat suntik tunggal untuk sekali pakai tunggal dan larutan digunakan untuk

satu pasien dan satu pemakaian.

b) Obat multi dosis dikemas menjadi satu bila memungkinkan.

c) Persiapan obat harus dilakukan dalam area bersih serta terpisah dengan pasien.

d) Tidak membawa tempat obat multi dosis dari tempat sat uke tempat lainnya atau

membawa botol obat, Jarum suntik, penyeka alkohol atau persediaan di saku.

e) Obat atau persediaan yang tidak digunakan yang dibawa ke pasien harus digunakan

hanya untuk pasien tersebut tidak untuk pasien lain.

f) Jika nampan digunakan untuk mengirimkan obat ke pasien individu, mereka harus

dibersihkan antar pasien (Karkar, Bouhaha, and Dammang 2014).

Anda mungkin juga menyukai