Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli hingga bulan September tahun 2016 di
Umum milik yayasan Muhammadiyah yang terletak di Jl. Wates KM 5,5, Sleman,
Yogyakarta dan merupakan Rumah Sakit pendidikan tipe c. Pada saat dilakukan
berdiri pada tahun 2008 serta saat ini memiliki 25 mesin hemodialisa. Mesin
pasien umum, 2 mesin hemodialisa untuk pasien positif hepatitis, dan 1 mesin
hemodialisa untuk kasus emergency. Jumlah pasien pada bulan Juli 2016 sebesar
134 pasien, bulan Agustus 2016 sebesar 148 pasien, dan pada bulan September
perawat strata satu serta 9 perawat diploma tiga yang memiliki sertifikat
hemodialisa. Unit hemodialisa dipimpin satu orang kepala perawat. Jam kerja unit
hemodialisa dimulai pukul 07.00 hingga 19.00 WIB yang terbagi menjadi 2 shift
Instrumen Infection Control Risk Assesment (ICRA) yang dikeluarkan oleh CDC
adalah instrumen yang digunakan untuk menilai pengendalian resiko infeksi di rumah
sakit. Ada beberapa unsur yang dinilai pada penilaian ICRA. Apabila unsur atau
elemen yang dinilai tersebut baik maka dapat mengendalikan infeksi di rumah sakit.
untuk menilai unit HD. Penilaian dinilai dari program dan infrastrukturnya, serta
Instrumen penilaian ICRA ini terdiri dari 3 bagian utama yaitu : Facility
of Facility Practices. Adapun yang menjadi unsur penilaian dalam instrumen ini adalah
Bagian 2 : Program Pengendalian Infeksi dan Infrastruktur Commented [dMU1]: Beda font nih?
Kebersihan Lingkungan
Keamanan Injeksi
Gamping
Kegiatan dalam penelitian ini meliputi diskusi panel, telusur dokumen, wawancara
Karakteristik responden
1. Jenis Kelamin
Laki-laki 2 50
Perempuan 2 50
Total 4 100.0
2. Pendidikan
D3 4 100
S1 0 0
Total 4 100.0
3. Lama Bekerja
< 1 tahun 0
1 tahun – 5 tahun 0
Total 4 100.0
Tahap evaluasi ICRA tools ini bertujuan untuk mengetahui pertanyaan yang dapat
diterapkan di unit hemodialisa sesuai dengan ICRA tools sehingga nantinya dapat dinilai.
Hemodialisa adalah salah satu unit yang ada di rumah sakit, yang pelayanannya secara
langsung berhadapan dengan pasien. Oleh sebab itu evaluasi yang dilakukan sangat penting
dilakukan agar kualitas pelayanan yang dilakukan memenuhi standar. Standar pelayanan
inilah yang dapat menjaga atau meningkatkan kualitas kesehatan pasien hemodialisa. Hasil
Demografi Fasilitas Kesehatan adalah bagian pertama penilaian. Bagian ini menilai
atau menggambarkan profil fasiltas kesehatan, bagian ini terdiri dari 8 butir unsur yang
harus dinilai.
Dapat dinilai
Penilaian Dapat dinilai Tidak Dapat dinilai Total
dengan catatan
Jumlah 8 1 0 9
Pada bagian ini terdapat 7 unsur yang dapat dinilai secara langsung dengan presentase
88.89%, 2 unsur dapat dinilai dengan modifikasi atau dengan catatan sebesar 11.11%. Pada
peniliaian nama fasilitas disini dapat dinilai. Pada bagian ID organisasi fasilitas NHSN tidak dapat
dinilai karena NHSN (National Healthcare Safety Network) merupakan jaringan keamanan
kesehatan nasional yang ada di Amerika Serikat. Pada pertanyaan nomor 2 ini dapat di ganti
dengan pertanyaan nama rumah sakit yang berafiliasi tanpa melihat ID organisasi NHSN. Tanggal
penilaian dapat dinilai. Jenis penilian dapat dinilai. Alasan penilaian dapat dinilai. Pada pertanyaan
apakah fasilitas ini berafiliasi dengan rumah sakit dapat dinilai, yang dimaksud dengan berafiliasi
menurut KKBI adalah bagian atau anggota sehingga disini pertanyaan ini dapat dinilai. Pada
pertanyaan apakah fasilitas mengacu pada rantai dialisis disini dapat digunakan, yang dimaksud
dengan rantai dialisis adalah suatu jaringan dialisis klinik yang dimana diantaranya adalah
menggunakan Da Vita, Fresenius Medical Care, Dialysis Clinic, INC (DCI). Pertanyaan ini dapat
dinilai. Pertanyaan selanjutnya mengenai layanan apa saja yang ditawarkan dan sensus usia
Penilaian pada bagian ini berfungsi untuk melihat program pengendalian infeksi dan
infrastruktur di Unit Hemodialisa Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping. Terdiri dari
11 domain dan 65 butir penilaian. Berikut hasil penilaian terhadap instrumen ICRA di bagian
2:
Tabel 3 Bagian 2 Berupa Program Pengendalian Infeksi dan Infrastruktur Commented [dMU2]: Konsistensi penggunaan kata, mau
“tabel, atau table?”
Program Pengendalian Infeksi dan Infrastruktur
Pada bagian 2 dari 65 unsur 63 unsur dapat diterapkan dengan nilai presentase 98.5%. Dimana 2
unsur yang tidak dapat dinilai terdapat pada subbagian program pengendalian infeksi dan
dimana 12 pertanyaan ini dapat dinilai semua. Namun ada 2 pertanyaan yang dapat dinilai
namun tidak dapat digunakan, yaitu pertanyaan ke 2 dan ke 3. Pertanyaan ke 2 adalah
“apakah fasilitas kesehatan berpartisipasi dalam ESRD (End Stage Renal Disease) Network
Improvement Activity (QIA) adalah suatu organisasi atau komunitas yang ada di Amerika
Serikat mengenai pencegahan infeksi pada gagal ginjal agar dapat meningkatkan kualitas
hidup pasien gagal ginjal, namun fasilitas kesehatan tergabung dalam PERDALIN.
profesi, dimana terdapat profesi dokter dan perawat. Dibidang dokter terdapat PERNEFRI
(Perhimpunan Nefrologi Indonesia) dan dibidang perawat terdapat IPDI (Ikatan Perawat
Dialysis). Organisasi tersebut tidak mengatur mengenai HAIs secara nasional di Indonesia.
ini dapat dinilai namun di rumah sakit tidak menggunakan karena hal ini terkait dengan
sebuah komunitas atau organisasi teridiri dari 9 hal program yaitu surveilens dan umpan
balik menggunakan NHSN, audit cuci tangan dilakukan satu bulan sekali dan diberikan
umpan balik dari staf RS, merawat kateter atau mengobservasi akses vascular,
mengedukasi dan melihat kompetensi secara berkala selama 6-12 bulan, mengedukasi
dinilai.
4. Pada bagian Surveilans dan Pelaporan Penyakit, semua butir dapat dinilai.
8. Pada bagian Penggunaan dan Pemrosesan Ulang Dializer, semua butir dapat dinilai.
10. Pada bagian Kateter dan Perawatan Vaskuler Lainnya, semua butir dapat dinilai.
Penilaian pada bagian ini berfungsi untuk melihat secara langsung dilapangan apakah
program pengendalian infeksi di Unit Hemodialisa Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping
dapat diterapkan oleh petugas dilapangan. Bagian 3 penilaian dilakukan pada saat penilaian bagian
Kesimpulan Kesesuaian
Untuk melihat tingkat kesesuaian instrumen maka pada bagian 1 Demografi Fasilitas dan
bagian 2 Program dan Pengendalian Fasilitas dijumlahkan menjadi satu dan dibagi keseluruhan,
Pelatihan,
Kompetensi dan
4 100% 0 0% 0 0% 4
3. Audit Pengendalian
Infeksi
Keamanan Tenaga
7 100% 0 0% 0 0% 7
4. Kesehatan
Surveilans dan
5. 5 100% 0 0% 0 0% 5
Pelaporan Penyakit
Kebersihan
6. Pernapasan/Etika 6 100% 0 0% 0 0% 6
Batuk
Alat Pelindung
4 100% 0 0% 0 0% 4
7. Diri/APD
Kebersihan
7 100% 0 0% 0 0% 7
8. Lingkungan
Penggunaan dan
Pemrosesan Ulang 7 100% 0 0% 0 0% 7
9.
Dializer
Kateter dan
11. Perawatan Vaskuler 6 100% 0 0% 0 0% 6
Lainnya
sebesar 95.95%, unsur yang dapat dinilai dengan catatan sejumlah 1 dengan presentase sebesar
1.35%, dan unsur yang tidak dapat dinilai sejumlah 2 dengan presentase sebesar 2.7%.
D. Hasil Penilaian Risiko Infeksi di Unit Hemodialisa Rumah Sakit PKU Muhammadiyah
Gamping
Gamping berdasarkan hasil dari penilaian instrumen ICRA dilakukan dengan cara mengekslusi
Pada bagian ini semua penilaian yaitu dari 7 pertanyaan dapat dinilai semua sesuai
Penilaian pada bagian ini didapatkan dari hasil wawancara dengan IPCN, Ketua Unit
Hemodialisa dan dua orang petugas Unit Hemodialisa RS PKU Muhammadiyah Gamping,
selain melalui wawancara dilakukan pula telusur dokumen terhadap kebijakan, SOP maupun
data lainnya yang berkaitan dengan program pengendalian infeksi dan infrastruktur. Penilaian
ini terdiri dari 11 domain dan 63 butir penilaian, berikut hasil penilaian yang telah didapatkan
Tabel 1 Hasil Penilaian Risiko Infeksi Bagian 2 Berupa Progran Pengendalian Infeksi dan
Infrastruktur
Jumlah Unsur
No. Unsur Penilaian Hasil Penilaian Persentase
Penilaian
Program Pengendalian Infeksi dan 70%
10 7
1. Infrastruktur
Pada tabel di atas penilaian tingkat risiko pada unit hemodialisa di RS PKU Muhammadiyah
Pada bagian 1 yaitu Demografi Fasilitas dan bagian 2 Program dan Infrastruktur
Pengendalian Infeksi secara presentase dapat dinilai dengan presentasi yang cukup besar
yaitu 94.6%, sehingga ICRA CDC ini dapat digunakan untuk menilai di unit hemodialisa
1. Demografi Fasilitas
Nama fasilitas unit hemodialisa. Nama rumah sakit pada penelitian ini adalah RS
PKU Muhammadiyah Gamping. Tanggal penilaian 19 Juli sampai 29 Oktober 2016. Jenis
penelitian dilakukan secara onsite. Alasan dilakukan penilaian untuk dilakukakan
penelitian. Fasilitas kesehatan ini berafiliasi langsung pada rumash sakit. Seluruh
kebutuhan unit didapat dari rumah sakit. Fasilitas kesehatan tidak mengacu pada rantai
dialisis. Layanan fasilitas kesehatan diberikan pada psien rata-rata usia 26-50 tahun.
RS PKU Muhammadiyah Gamping memiliki TIM PPI, yaitu: IPCO, IPCN dan
IPCLN yang terlatih dalam pencegahan infeksi yang tersedia secara teratur dalam
kesehatan untuk staf adalah pelatihan PPI. Pelatihan PPI dilakukan terutama pada pegawai
baru sebelum menangani pasien langsung. Setelah dilakukannya pelatihan tim PPI di
intensif lain yang focus pada pencegahan HAIs. Fasilitas kesehatan tidak memiliki program
deteksi dini dan manajemen pada staf yang memberikan pelayanan kesehatan awal yang
dicurigai MDROs. Fasilitas kesehatan memberikan informasi/ media edukasi pada pasien
untuk berperan aktif dalam pencegahan pengendalian infeksi berupa poster, leaflet.
dengan topik pencegahan infeksi, yaitu perawatan akses vascular, kebersihan tangan, risiko
ketika jauh dari unit dialisis. Jarak ruang HD dengan unit lainnya lebih dari 2 meter.
Terminal komputer tidak tertanam bersama, sehingga kebijakan/ procedure tidak terdapat
di rumah sakit. Fasilitas kesehatan tidak memiliki ruang isolasi selain untuk pasien hepatitis
kesehatan memiliki kebijakan/ prosedur untuk proses disinfeksi. Fasilitas tidak pernah
"berdarah ke mesin" yaitu, tempat darah diperbolehkan untuk mencapai atau hampir
Peniliaian KARS versi 2012 bab ke 2 tentang pencegahan dan pengendalian infeksi
mengenai PPI di rumah sakit. Ada 8 elemen PPI yang dinilai, yaitu:
a. Satu atau lebih individu mengawasi seluruh kegiatan pencegahan dan pengendalian
pengendalian infeksi yang melibatkan dokter, perawat dan tenaga lainnya sesuai
pedoman praktek yang akseptabel sesuai dengan peraturan dan perundangan yang
d. Pimpinan rumah sakit menyediakan sumber daya yang cukup untuk mendukung
mengurangi risiko dari infeksi terkait pelayanan kesehatan pada pasien dan tenaga
pelayanan kesehatan.
f. Rumah sakit menggunakan pendekatan berdasar risiko dalam menentukan fokus dari
g. Rumah sakit mengidentifikasi prosedur dan proses terkait dengan risiko infeksi dan
prosedur isolasi yang melindungi pasien, pengunjung dan staf terhadap penyakit
menular dan melindungi dari infeksi pasien yang immunosuppressed, sehingga rentan
infeksi bagi pasien, staf dan orang-orang lainnya. Untuk mencapai tujuan ini, rumah
sakit harus secara proaktif mengidentifikasi dan menelusuri alur risiko, angka dan
angka infeksi yang terkait pelayanan kesehatan ke level yang serendah mungkin.
Rumah sakit dapat menggunakan data indikator (measurement data) dan informasi
sebaik-baiknya dengan memahami angka dan kecenderungan serupa di rumah sakit lain
dan kontribusi data ke dalam data dasar terkait infeksi. Rumah sakit memberikan
pendidikan tentang praktik pencegahan dan pengendalian infeksi kepada staf, dokter,
pasien dan keluarga serta pemberi layanan lainnya ketika ada indikasi keterlibatan
mereka dalam pelayanan. Bukti telah dilakukan ICRA dibutuhkan dalam penilaian
prosedur pencegahan infeksi sebelum perawatan yaitu pada tenaga kesehatan yang baru.
secara tidak berkala. Fasilitas kesehatan melakukan audit secara rutin mengenai
pengendalian infeksi dari para tenaga kesehatan, dilakukakan secara berkala kurang lebih
dalam kurun waktu 2 minggu sekali. Fasilitas kesehatan melakukan audit secara rutin
mengenai pengendalian infeksi dari para tenaga kesehatan. Contoh umpan balik berupa
perbaikan SOP atau pelatihan disesuaikan dengan hasil temuan pada audit.
profilaksis yang tepat untuk tenaga kesehatan tanpa mengeluarkan biaya. Fasilitas
mengimplementasikan rencana aksi yang tepat untuk mengurangi insidensi setiap kejadian.
Fasilitas kesehatan menyediakan vaksin hepatitis B untuk nakes yang mungkin terpapar
darah atau cairan tubuh karena tugas mereka. Tenaga kesehatan yang bekerja di rumah
sakit memiliki potensi atau risiko tertular penyakit berkaitan dengan pekerjaannya,
termasuk virus hepatitis B. Sebagai individu dari populasi masyarakat, mereka memiliki
pula risiko penularan virus hepatitis B dari berbagai sumber (Gugun, 2016). Sedangkan
pengenalan program vaksinasi dan isolasi mesin HD telah membatasi penyebarannya dari
infeksi HBV, tingkat prevalensinya terus berlanjut (Moghaddam., et al, 2012). Fasilitas
kesehatan tidak menyediakan vaksin influenza bagi setiap nakes. Vaksin influenza di
Indonesia belum banyak dilakukan hal ini sering dikaitkan dengan cost namun pada
pedoman merekomendasikan pasien HD untuk vaksin influenza setiap 5 tahun sekali
(Eleftheriadis et al. 2011). Fasilitas kesehatan melakukan skrining dasar TB bagi setiap
nakes. Fasilitas kesehatan memiliki kebijakan pengecualian kerja yang mendorong laporan
penyakit dan tidak dihukum dengan pengurangan gaji, bonus atau kehilangan pekerjaan.
Fasilitas kesehatan mendidik nakes untuk segera melaporkan penyakit atau cedera terkait
Permenkes nomor 66 tahun 2016. Sehingga bagian keamanan tenaga kesehatan harus
Fasilitas kesehatan mengetahui angka Blood Stream infection (BSI) atau BSI
Standardized Infection Ratio (SIR). Fasilitas tidak membagi data angka kelajuan dengan
staf klinis yang ada di garis depan. Pemberian antibody hepatitis C tidak diberikan
dikarenakan insidensi terjadi hepatitis C jarang dan terkait harga yang mahal untuk
infeksi, efek samping, atau kasus baru hepatitis B/C dengan kesehatan masyarakat.
(Permenkes, 2014). Surveilans harus dilakukan pada setiap pelayanan rumah sakit.
Surveilans juga dilakukan setelah pulang dari rumah sakit. Selama surveilans data Hais,
data yang perlu dikumpulkan untuk setiap pasien, yaitu data demografi dan klinis, tanggal
masuk, riwayat medis, diagnosis utama, tanggal infeksi, dan jenis infeksi (Flevari, 2013).
untuk pasien dengan gejala infeksi pernapasan, berupa poster. Fasilitas menyediakan cara
bagi pasien untuk menunjukkan kebersihan tangan di dalam atau deket dengan ruang
tunggu berupa poster langkah cuci tangan. Fasilitas tidak menyediakan ruang dan
mendorong orang dengan gejala infeksi pernapasan untuk duduk jauh dari orang lain sejauh
mungkin. Fasilitas menyediakan tisu dan tempat sampah yang tidak disentuh untuk
membuang tisu. Fasilitas menyediakan masker wajah pada saat pasien masuk dengan
simtomatis (± 2 meter) dari pasien lain selama perawatan dialisis. Bagian ini sangat penting
untuk dinilai karena etika batuk sangat diperlukan untuk mencegah penularan penyakit.
Penyakit ISPA adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di
dunia. Hampir empat juta orang meninggal akibat ISPA setiap tahun, 98%-nya disebabkan
oleh infeksi saluran pernapasan bawah (WHO, 2007). Penerapan etika batuk sangat
diperlukan mengingat masih banyak penderita yang belum menerapkan etika batuk yang
baik dan benar, hal ini untuk meminimalkan penularan penyakit TB Paru (Ema, 2016).
memilih dan menggunakan APD sebelum perawatan serta dilakukan secara berkala.
kesehatan menyediakan sarung tangan steril maupun tidak steril, baju kerja, pelindung
mata, masker wajah. Pemakaian pelindung mata digunakan tidak pada semua pasien,
kebijakan/prosedur bagi para staf untuk mengganti/mencuci baju kerja, yaitu baju hanya
digunakan untuk satu kali shift. Pencucian baju untuk pegawai disediakan namun hal ini
kurang efektif dikarenakan pencucian baju dilakukan sendiri dirumah, dengan beberapa
alasan, diantaranya: baju yang tertukar antar pegawai, tidak efisien waktu. APD yang
sering digunakan di unit hemodialisa adalah sarung tangan. Penggunaan APD di rumah
sakit sendiri diatur dalam Permenkes No. 66 tahun 2016 tentang keselamatan dan kesehatan
8. Kebersihan Lingkungan
Fasilitas kesehatan memiliki kebijakan dan prosedur tertulis untuk kebersihan dan
disinfektan secara rutin pada lingkungan termasuk staf yang bertanggung jawab dengan
jelas. Fasilitas menyediakan pelatihan spesifik kepada orang yang bertanggung jawab
terhadap kebersihan dan disinfeksi baik sebelum, secara berkala maupun ketika
(contoh, disinfektan atau spill kit) ada dan dekat. Fasilitas kesehatan memiliki
dipakai lagi secara rutin (contoh, wadah bocor sebagai bukti pembuangan penyaringan
dan pemipaan. Pengosongan maupun pembersihan. Fasilitas tidak memiliki kebijakan dan
prosedur untuk memastikan bahwa alat medis pakai ulang (seperti termometer, stetoskop,
alat tensi) itu bersih saat dipakai antarpasien. Fasilitas kesehatan memiliki kebijakan dan
prosedur secara rutin untuk membersihkan dan disinfeksi beberapa item, seperti jepit
patogen dan ketekunan patogen ini pada permukaan bisa menjadi penting dan sering.
Sumber penularan agen infeksius melalui sentuhan tangan. Lingkungan di unit HD rentan
terhadap kontaminasi dengan patogen yang terbawa darah seperti HBV, HCV dan HIV,
dan agen infeksi lainnya seperti Staphylococcus aureus yang resisten methicillin (MRSA),
bertahan di permukaan lingkungan untuk berbagai periode waktu, mulai dari menit, jam
ke hari dan bulan dalam suhu rendah, kelembaban tinggi dan inokulum tinggi. Untuk
HD, dialisis kursi atau tempat tidur, trolley prosedur) dan lingkungan di dalam unit HD
yang sering disentuh pasien dan staf. Dianjurkan untuk membersihkan dan mendisinfeksi
permukaan eksternal dari mesin HD setelah selesai dialisis (Karkar., et al, 2014).
persetujuan untuk pasien yang berpartisipasi pada pemakaian ulang dialyzer. Fasilitas
memiliki kebijakan dan prosedur untuk memastikan bahwa dializer dibersihkan dan
pemrosesan ulang yang tepat untuk dapat digunakan kembali. Fasilitas melatih personil
yang bertanggung jawab untuk pengolahan ulang dialyzer dengan seleksi dan penggunaan
APD yang tepat dan langkah pengolahan peralatan yang direkomendasikan. Fasilitas tidak
tentang kepatuhan untuk melakukan prosedur pengolahan dan menyediakan umpan balik
pada staf atas kinerja yang dilakukan. Fasilitas kesehatan menunjukkan perawatan secara
membersihkan alat dialyzer setiap satu minggu sekali. Namun untuk monitor angka
kuman pada fasilitas ini belum dilakukan. Pemakaian ulang dialyzer adalah suatu tindakan
pemakaian dialyzer lebih dari satu kali pada pasien yang sama. Dializer setelah digunakan
dalam proses hemodialisa dibersihkan dan dilakukan sterilisasi baik menggunakan mesin
maupun manual (Dharmeizer, 2012). Pada proses penggunaan dan pemrosesan ulang
dialyzer harus dilakukan dengan baik agar tidak terjadi infeksi pada pasien. Penilaian
bagian ini dapat dinilai dan diterapkan di rumah sakit. Di Indonesia belum ada peraturan
tersedia dan dekat dengan lokasi penggunaan, berupa: gel antiseptik alcohol, bak cuci
tangan staf setiap bulan (atau lebih sering). Fasilitas menyediakan umpan balik atas
kepatuhan staf klinis berupa apakah proses cuci tangan sudah benar atau belum. Pada
pengamatan dilakukan 30 kali mommen cuci tangan, 11 kali tidak melakukan cuci tangan
5 momment. Pada penilaian akreditasi rumah sakit kebersihan tangan di atur pada bab ke 2
tentang pencegahan dan pengendalian infeksi pada standar PPI 9. Hand hygiene, teknik
barier dan bahan-bahan disinfeksi merupakan instrumen mendasar bagi pencegahan dan
pengendalian infeksi yang benar. Rumah sakit mengidentifikasi situasi dimana masker,
pelindung mata, gaun atau sarung tangan diperlukan dan melakukan pelatihan
penggunaannya secara tepat dan benar. Sabun, disinfektan dan handuk atau pengering
lainnya tersedia di lokasi dimana prosedur cuci tangan dan disinfektan dipersyaratkan
(KARS, 2012). Terdapat penurunan tingkat Hais bila kepatuhan cuci tangan dilakukan
tangan ditempat strategis dan umpan balik kinerja yang berkelanjutan dapat memiliki efek
penting terhadap kepatuhan dan kualitas perawatan infeksi yang didapat di rumah sakit
akses vaskular dan teknik aseptik untuk staf medis yang menangani kateter dan/atau akses
pembuluh darah karena skil ini merupakan skill standar bagi staf medis dalam melakukan
kinerja staf medis terkait perawatan akses vaskuler dan kateter untuk mengakses praktik
setiap 3 bulanan (atau lebih sering). Fasilitas kesehatan menyediakan umpan balik atas
kepatuhan staf medis berupa insidensi infeksi yang terjadi akibat pemasangan kateter
terlebih apabila terbukti terjadi infeksi paca pemasangan urin, namun tidak dilakukan di
kompetensi staf dalam perawatan akses vaskuler dan kateter sebelum perawatan namun
berbasis alkohol (>0.5%) sebagai antiseptik kulit selama penggantian kateter. Fasilitas
tidak menerapkan salep antibiotik atau salep povidine-iodine pada saat mengeluarkan
kateter selama diganti. Fasilitas menekan pusat kateter dengan antiseptik yang tepat setelah
tutup dipindah dan sebelum kateter digunakan. Fasilitas menekan pusat kateter secara rutin
ketika jarum penghubung berpindah. Pentingnya perawatan akses vascular karena akses
vascular langsung merupakan faktor resiko utama pada pasien HD (APIC, 2010). Sejumlah
praktik yang dirancang untuk mengurangi risiko infeksi untuk perawatan kateter perkutan,
yaitu :
a) Akses keluar kateter harus diperiksa pada posisi kateter yang tepat dan tidak adanya
b) Teknik aseptik harus digunakan untuk mencegah kontaminasi sistem kateter, termasuk
penggunaan masker untuk staf dan sarung tangan pasien, dan untuk semua sistem
c) Pusat kateter dapat direndam dalam larutan povidone-iodine atau dibungkus dengan
penutupnya.
d) Masker harus digunakan oleh pasien dan masker dengan pelindung mata harus dipakai
oleh karyawan.
e) Sarung tangan dipakai sekali serta harus dipakai untuk prosedur pemasangan (inisiasi
sesi dialisis).
atau povidone-iodine.
h) Prosedur juga harus diikuti pada akhir sesi dialisis atau untuk alasan lain
i) Kateter harus dijaga seminimal mungkin; Jika terdapat masalah pada aliran mereka
j) Perawatan pada akses keluar: Pembukaan pintu keluar kateter harus diganti setiap 3
hari (setelah setiap sesi HD) jika kasa / tape, atau setiap 7 hari jika digunakan dressing
k) Akses kateter harus dibersihkan / didesinfeksi pada saat mengganti pakaian dengan
yang aman dan tersedia dekat dengan penggunaan, yaitu wadah benda tajam dan
memastikan bahwa wadah benda tajam kosong dan/atau diganti secara reguler dan kapan
itu dibutuhkan. Fasilitas kesehatan tidak menggunakan ruang bersih yang memisahkan
ruang perawatan untuk penyimpanan dan persiapan injeksi medis. Tidak ada ruang yang
tersedia dan dapat digunakan untuk penyimpanan dan persiapan injeksi. Fasilitas kesehatan
kesehatan tidak menggunakan jarum suntik saline prefilled atau vial saline sekali pakai
untuk mendorong, dorongan menggunakan dari larutan saline pasien yang digunakan untuk
dialisis. Pada observasi keamanan injeksi sangat baik dilakukan, contoh petugas
memasukan jarum ke tutup jarum yang sudah dilakukan menggunakan tekhnik satu jari.
Keselamatan Kerja di Rumah Sakit tahun 2010. Peraturan tersebut mengatur mengenai
pengelolaan limbah tajam, pengawasan dan pelaporan (Kemenkes, 2010). Rumah sakit
Praktek injeksi yang aman selain prinsip dasar aseptik, terdapat tekniknya
tambahannya yang spesifik. Rekomendasi untuk pasien HD yang diterbitkan oleh CDC
a) Semua obat suntik tunggal untuk sekali pakai tunggal dan larutan digunakan untuk
c) Persiapan obat harus dilakukan dalam area bersih serta terpisah dengan pasien.
d) Tidak membawa tempat obat multi dosis dari tempat sat uke tempat lainnya atau
membawa botol obat, Jarum suntik, penyeka alkohol atau persediaan di saku.
e) Obat atau persediaan yang tidak digunakan yang dibawa ke pasien harus digunakan
f) Jika nampan digunakan untuk mengirimkan obat ke pasien individu, mereka harus