Anda di halaman 1dari 33

DAFTAR ISI

Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Maksud dan Tujuan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bagian-bagian Jalan
2.2 Fungsi hierarki kelas jalan
2.3 Parameter desain Geometrik Jalan
2.4 Komponen-Komponen Geometrik Jalan
BAB III METODOLOGI PERENCANAAN
3.1 Langkah-langkah perencanaan Geometrik jalan
BAB IV ANALISIS DESAIN
4.1 Penentuan Data Perencanaan
4.2 Penentuan Trase Jalan
4.3 Penentuan Klasifikasi Medan
4.4 Perhitungan Elinyemen Horizontal
4.5 Perhitungan Elinyemen Vertikal
4.6 Perhitungan Galian Dan Timbunan
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.


Jalan merupakan salah satu sarana yang harus dipenuhi, guna
terciptanya kelancaran hubungan antara satu tempat dengan tempat yang
lain, yang dalam pembangunannya harus mempertimbangkan kebutuhan
dan potensi dari suatu daerah yang bersangkutan dan disesuaikan dengan
data-data perencanaan.
Mengingat pertimbangan di atas, maka pembangunan jalan raya
harus disesuaikan pula dengan kondisi yang terdapat di daerah tersebut.
Sehingga perencanaan yang matang sangatlah penting agar pembuatan jalan
raya dapat tepat guna dan berumur panjang. Perencanaan inilah yang disebut
dengan Perencanaan Geometrik Jalan.
Perencanaan Geometrik Jalan merupakan bagian dari perencanaan
jalan yang dititikberatkan pada perencanaan bentuk fisik sehingga dapat
memenuhi fungsi dasar dari jalan, yaitu memberikan pelayanan yang
optimum pada arus lalu-lintas dan sebagai akses ke rumah-rumah.
Yang menjadi dasar dalam Perencanaan Geometrik Jalan adalah
sifat gerakan dan ukuran kendaraan, sifat pengemudi dalam mengendalikan
gerak kendaraannya, serta karakteristik arus lalu-lintas. Hal-hal tersebut
haruslah menjadi bahan pertimbangan perencana, sehingga dihasilkan
bentuk dan ukuran jalan, serta ruang gerak kendaraan yang memenuhi
tingkat kenyamanan dan keamanan yang diharapkan.
Seiring dengan kemajuan jaman dan teknologi transportasi di
Indonesia maka peningkatan sarana tersebut perlu dibuat secara merata agar
seluruh lapisan masyarakat dapat merasakan fasilitas tersebut dan
perekonomian masyarakat semakin membaik.
1.2 Maksud Dan Tujuan.
Maksud dan tujuan pembuatan jalan antara titik A ke titik E
melalui titik B, C dan D secara umum adalah memperlancar hubungan suatu
daerah dengan daerah lain, baik hubungan sosial kemasyarakat maupun
hubungan ekonomi.
Sedangkan maksud dan tujuan proyek ini secara khusus adalah
sebagai berikut:
a. Menghasilkan infrastruktur yang aman, efisien pelayanan arus lalu-
lintas dan memaksimalkan ratio tingkat penggunaan atau biaya
pelaksanaan.
b. Memudahkan distribusi bahan baku industri kecil dan
mendistribusikan hasil produksi industri kecil.
c. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah.
d. Memperlancar arus lalu-lintas antar daerah.
e. Memudahkan penduduk untuk mencapai kesejahteraan.
f. Mempertinggi taraf hidup masyarakat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Bagian-bagian Jalan

2.2.1. Ruang Manfaat Jalan (RUMAJA)


Daerah Manfaat Jalan (RUMAJA) dibatasi oleh :
a. Lebarantara batas ambang pengaman konstruksi jalan di kedua
sisi jalan,
b. Tinggi5 meter di atas permukaan perkerasan pada sumbu jalan.
c. Kedalamanruang bebas 1,5 meter di bawah muka jalan.

2.2.2. Ruang Milik Jalan (RUMIJA)


Ruang Milik Jalan (RUMIJA) dibatasi oleh lebar yang sama
dengan Damaja ditambah ambang pengaman konstruksi jalan dengan
tinggi 5 meter dan kedalaman 1.5 meter.

2.2.3. Ruang Pengawasan Jalan (RUWASJA)


Ruang Pengawasan Jalan (RUWASJA) adalah ruang sepanjang
jalan di luar Damaja yang dibatasi oleh tinggi dan lebar tertentu,
diukur dari sumbu jalan sebagai berikut :
1. Jalan Arteri minimum 20 meter,
2. Jalan Kolektor minimum 15 meter,
3. Jalan Lokal minimum 10 meter.
Untuk keselamatan pemakai jalan, Ruwasja di daerah tikungan
ditentukan oleh jarakpandang bebas.
Gambar 2.7 Rumaja, Rumija, Ruwasja di lingkungan jalan antar kota

2.2. Fungsi hierarki kelas jalan

Jalan umum menurut fungsinya berdasarkan pasal 8 Undang-


undang No 38 tahun 2004 tentang Jalan dikelompokkan ke dalam jalan
arteri, jalan kolektor, jalan lokal, dan jalan lingkungan.

1. Jalan arteri merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan


utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan
jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna.
2. Jalan kolektor merupakan jalan umum yang berfungsi melayani
angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang,
kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.
3. Jalan lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah,
dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
4. Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani
angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan
rata-rata rendah.

Didalam pasal 6 dan pasal 9 Peraturan Pemerintah No 34 tahun


2006 tentang Jalan dijelaskan bahwa fungsi jalan terdapat pada sistem
jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder yang merupakan
bagian dari Sistem jaringan jalan merupakan satu kesatuan jaringan jalan
yang terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan
sekunder yang terjalin dalam hubungan hierarki.

Sistem jaringan jalan primer merupakan sistem jaringan jalan yang


menghubungkan antarkawasan perkotaan, yang diatur secara berjenjang
sesuai dengan peran perkotaan yang dihubungkannya. Untuk melayani lalu
lintas menerus maka ruas-ruas jalan dalam sistem jaringan jalan primer tidak
terputus walaupun memasuki kawasan perkotaan. Sistem jaringan jalan
sekunder merupakan sistem jaringan jalan yang menghubungkan
antarkawasan di dalam perkotaan yang diatur secara berjenjang sesuai
dengan fungsi kawasan yang dihubungkannya.

2.3. Parameter Desain Geometrik Jalan


Dalam sebuah perencanaan geometrik jalan terdapat beberapa
parameter perencanaan, dimana parameter ini merupakan penentu tingkat
kenyamanan dan keamanan yang dihasilkan oleh suatu geometrik jalan.
Berikut ini merupakan parameter-parameter dalam perencanaan geometrik
jalan.
2.3.1. Kendaraan Rencana
Kendaraan rencana adalah kendaraan yang dimensi dan radius
putarnya dipakai sebagai acuan dalam perencanaan geometrik.
Untuk perencanaan geometrik jalan, ukuran lebar kendaraan rencana
akan mempengaruhi lebar lajur yang dibutuhkan. Sifat membelok
kendaraan akan mempengaruhi perencaanaan tikungan, dan lebar
median diamana mobil diperkenankan untuk memutar (U turn).
Daya kendaraan akan mempengaruhi tingkat klandaian yang dipilih,
dan tinggi tempat pengemudi akan mempengaruhi jarak pandangan
pengemudi. Kendaraan rencana mana yang akan dipilih sebagai
dasar perencanaan geometrik jalan ditentukan oleh fungsi jalan dan
jenis kendaraan dominan yang memakai jalan tersebut.
Pertimbangan biaya tentu juga ikut menetukan kendaraan rencana
yang dipilih sebagai kriteria perencanaan.
Kendaraan Rencana dapat dikelompokkan ke dalam 3 kategori,
yaitu :
1. Kendaraan Kecil, diwakili oleh mobil penumpang.
2. Kendaraan Sedang, diwakili oleh truk 3 as tandem atau oleh bus
besar 2 as.
3. Kendaraan Besar, diwakili oleh truk-semi-trailer.
Dimensi dasar untuk masing-masing kategori kendaraan
rencana ditunjukkan dalam tabel 2.3, gambar 2.1, gambar 2.2,
gambar 2.3 menampilkan sketsa dimensi kendaraanrencana tersebut.

Tabel 2.3. Dimensi Kendaraan Rencana

Dimensi Kendaraan (cm) Tonjolan (cm) Radius Putar Radius


Katergori Tonjolan
Kendaraan (cm)
Rencana Tinggi Lebar Panjang Depan Belakang Min Maks
Kecil 130 210 580 90 150 420 730 780
Sedang 410 260 1210 210 240 740 1280 1410
Besar 410 260 2100 1.2 90 290 1400 1370
Gambar 2.1. Dimensi Kendaraan Kecil

Gambar 2.2. Dimensi Kendaraan Sedang

Gambar 2.3. Dimensi Kendaraan Besar


Gambar 2.4. Jari-Jari Manuver Kendaraan Kecil
Gambar 2.5. Jari-JD ari Manuver Kendaraan Sedang
Gambar 2.6. Jari-Jari Manuver Kendaraan Besar
2.3.2. Satuan Mobil Penumpang (SMP)
SMP adalah angka satuan kendaraan dalam hal kapasitas jalan,
di mana mobil penumpang ditetapkan memiliki satu SMP. SMPuntuk
jenis jenis kendaraan dan kondisi medan lainnya dapat dilihat dalam tabel
2.4.
Tabel 2.4. Ekivalen Mobil Penumpang (emp)

Datar/
No. Jenis Kendaraan Pegunungan
Perbukitan

1 Sedan, Jeep, Station Wagon. 1,0 1,0


Pick-Up, Bus Kecil, Truck
2 Kecil. 1,2-2,4 1,9-3,5
3 Bus dan Truck Besar 1,2-5,0 2,2-6,0

2.3.3. Volume Lalu-lintas Harian Rencana (VLHR)


Volume Lalu-lintas Harian Rencana (VLHR) adalah prakiraan
volume lalu-lintas harian pada akhir tahun rencana lalu-lintas
dinyatakan dalam SMP/hari.Volume Jam Rencana (VJR) adalah
prakiraan volume lalu-lintas pada jam sibuk tahun rencana lalu-
lintas, dinyatakan dalam SMP/jam, dihitung dengan rumus:

K
VJR  VLHR 
F
Keterangan:
K = faktor volume lalu-lintas jam sibuk, dan
F = adalah faktor variasi tingkat lalu-lintas perseperempatjam
dalam satu jam.
VJR digunakan untuk menghitung jumlah lajur jalan dan
fasilitas lalu-lintas lainnyayang diperlukan.
Tabel 2.5. Penentuan faktor-K dan faktor-F berdasarkan
Volume Lalu-lintas HarianRata-rata.

2.3.4. Kecepatan Rencana


Kecepatan rencana (VR) pada suatu ruas jalan adalah kecepatan
yang dipilih sebagai dasar perencanaan geometrik jalan yang
memungkinkan kendaraan-kendaraan bergerak dengan aman dan
nyaman dalam kondisi cuaca yang cerah, lalu-lintas yang lengang,
dan pengaruh samping jalan yang tidak berarti.
Tabel 2.6. Kecepatan Rencana, VR, sesuai klasifikasi fungsi
dan kiasifikasi medan jalan.

Untuk kondisi medan yang sulit, VR suatu segmen jalan dapat


diturunkan dengan syaratbahwa penurunan tersebut tidak lebih dari
20 km/jam.
2.4. Komponen-Komponen Geometrik Jalan Alinyemen Horisontal dan
Alinyemen Vertikal

2.4.1. Alinyemen Horisontal


Alinyemen horisontal adalah proyeksi sumbu jalan padda
bidang horisontal. Alinyemen horisontal dikenal juga dengan nama
“situasi jalan” atau “trase jalan”. Alinyemen horisontal terdiri garis-
garis lurus yang dihubungkan dengan garis-garis lengkung. Garis-
garis lengkung trsebut dapat terdiri dari busur lingkaran ditambah
busur peralihan, busur peralihan saja atau busur lingkaran saja

2.4.1.1. Gaya Sentrifugal


Apabila suatu kendaraan bergerak dengan kecepatan
tetap V pada bidang datar atau miring dengan lintasan
berbentuk suatu lengkung seperti lingkaran, maka pada
kendaraan tersebut bekerja gaya kecepatan V dan gaya
sentrifugal F. Gaya Sentrtifugal mendorong kendaraan
secara radial keluar dari lajur jalannya berarah tegak lurus
terhadap gaya kecepatan V. Gaya ini menimbulkan rasa
tidak nyaman pada pengemudi.

F  m.a

G V2
m dan A
g R

dimana :

G = berat kendaraan

g = gravitasi bumi

a = percepatan sentrifugal

V = kecepatan kendaraan

R = jari-jari lengkung lintasan

Gaya yang mengimbangi gaya sentrifugal dapat berasal dari :

1. Gaya gesekan melintang antara ban kendaraan dan permukaan


jalan.
Gaya gesekan melintang adalah besarnya gesekan yang
timbul antara ban dan permukaan jalan dalam arah melintang
jalan yang berfungsi untuk mengimbangi gaya
sentrifugal.Perbandingan antara gaya gesekan melintang dan
gaya normal yang bekerja disebut koefisien gesekan
melintang.Besarnya koefisien gesekan melintang dipengaruhi
oleh beberapa factor seperti jenis dan kondisi ban, tekanan ban,
kekasaran permukaan perkerasan, kecepatan kendaraan dan
keadaan cuaca.
2. Kemiringan melintang permukaan pada lengkung horizontal
(superelvasi)
Komponen berat kendaraan untuk mengimbangi gaya
sentrifugal diperoleh dengan membuat kemiringan melintang
jalan. Kemiringan melintang jalan pada lengkung horizontal
yang bertujuan untuk memperoleh komponen berat kendaraan
guna mengimbangi gaya sentrifugal biasanya disebut
superelevasi. Semakin besar superelevasi semakin besar pula
komponen berat kendaraan yang didapat.Superelevasi
maksimum yang dapat digunakan pada jalan raya dibatasi oleh
beberapa keadaan, seperti :
 Keadaan cuaca, seperti sering turun hujan, berkabut. Di
daerah yang memiliki 4 musim, superelevasi maksimum
yang dipilih dpengaruhi juga sering dan banyaknya salju
yang turun.
 Jalan ynag berada di daerah yang sering turun hujan,
berkabut atau turun salju, superelevasi maksimum lebih
rendah daripada jalan yang berada di daerah yang selalu
bercuaca baik.
 Keadaan medan seperti datar, berbukit-bukit atau
pegunungan.
Di daerah datar superelevasi maksimum dapat dipilih lebih
tinggi daripada daerah berbukit-bukit atau pegunungan.
Dalam hal ini batasan superelevasi maksimum yang
dipilih lebih ditentukan dari kesukaran yang dialami dalam
hal pembuatan dan pelaksanaan dari jalan dengan
superelevasi maksimum yang besar. Di samping itu,
superelevasi maksimum yang terlalu tinggi akan
menyebabkan rasa tidak nyaman bagi pengemudi yang
mengendarai kendaraannya dengan kecepatan rendah.
 Keadaan lingkungan, perkotaan (urban) atau luar kota
(rural).
Di dalam kota kendaraan bergerak lebih perlahan-lahan,
banyak persimpangan-persimpangan, rambu lalu lintas
yang harus diperhatikan, arus pejalan kaki, arus lalu lintas
yang lebih padat, sehingga sebaiknya superrelevasi
maksimum di perkotaan dipilih lebih kecil daripada di luar
kota.
 Komposisi jenis kendaraan dari arus lalu lintas.
Banyaknya kendaraan berat yang bergerak lebih lambat
serta adanya kendaraan yang ditarik oleh hewan atau
kendaraan yang tak bermesin, mengakibatkan gerak arus
lalu lintas menjadi tak menentu. Pada kondisi ini
sebaiknya dipilih superelevasi maksimum yang lebih
rendah.

2.4.1.2. Rumus umum lengkung Horizontal


2
G sin α + Fs = 𝐺/𝑔. 𝑉 ⁄𝑅 . cos α

2 2
G sin α + f ( G cos α + 𝐺/𝑔. 𝑉 ⁄𝑅 . sin α ) = 𝐺/𝑔. 𝑉 ⁄𝑅 .
cos α
2
G sin α + f G cos α = 𝐺/𝑔. 𝑉 ⁄𝑅 ( cos α – f sin α )

2
G sin ∝⁄cos ∝ + f G = 𝐺/𝑔. 𝑉 ⁄𝑅 ( 1 – f tg α )
e = tg α
2
e + f = 𝐺/𝑔. 𝑉 ⁄𝑅 ( 1 – e f )

2
e + f = 𝑉 ⁄𝑔. 𝑅

2.4.1.3. Radius Minimum atau derajat lengkung maksimum


AASHTO’90 memberikan 5 metode distribusi nilai e
dan f seperti :
a) Metode pertama
Superelevasi berbanding lurus dengan derajat
lengkung, sehingga hubungan antara superelevasi dan
derajat lengkung berbentuk garis lurus.
Bentuk hubungan garis lurus juga berlaku jika
peninjauan dilakukan untuk kecepatan jalan rata-rata yang
biasanya lebih rendah dari kecepatan rencana ( Vjalan =
80% - 90% kecepatan rencana).

2
e maks + f maks = 𝑉 ⁄127 𝑅𝑚𝑖𝑛

b) Metode kedua
Pada mulanya gaya sentrifugal yang timbul diimbangi
oleh gaya gesekan sampai mencapai f maksimum (gaya
gesekan maksimum). Selanjutnya diimbangi gaya gesekan
dan superelevasi. Hal ini menyebabkan dibutuhkannya
superelevasi yang mendadak besar jika f maksimum telah
dicapai, tetapi pada lengkung-lengkung tumpul tidak
dibutuhkan superelevasi.
2
f maks = 𝑉 ⁄127 𝑅 dan e = 0

c) Metode ketiga
Pada mulanya gaya sentrifugal yang timbul diimbangi
oleh komponen berat kendaraan akibat superelevasi sampai
mencapai nilai maksimum. Setelah nilai maksimum
tercapai, gaya sentrifugal tersebut baru diimbangi bersama-
sama dengan gaya gesekan. Hal ini menuntu f yang
mendadak besar setelah e maks tercapai dan sebaliknya
tidak membutuhkan f pada tikungan yang kurang tajam.
2
e maks = 𝑉 ⁄127 𝑅 dan f = 0

d) Metode keempat
2 jalan rata-rata
e maks = 𝑉 ⁄127 𝑅

e) Metode kelima
𝐾 ( 𝑒 + 𝑓)⁄
D= 𝑉2
dengan : K = 181913,53

2.4.1.4. Panjang Bagian Lurus


Dengan mempertimbangkan faktor keselamatan
pemakai jalan, ditinjau dari segi kelelahan pengemudi,
maka panjang maksimum bagian jalan yang lurus harus
ditempuh dalam waktu tidak lebih dari 2,5 menit (sesuai
VR). Panjang bagian lurus dapat ditetapkan dari Tabel 2.13.
Tabel 2.13.Panjang Bagian Lurus Maksimum.

Panjang Bagian Lurus Maksimum


Fungsi
Datar Perbukitan Pegunungan

Arteri 3.000 2.500 2.000

Kolektor 2.000 1.750 1.500


2.4.1.5. Tikungan

Bentuk bagian lengkung dapat berupa:


a. Spiral-Circle-Spiral (SCS);
b. full Circle (fC); dan
c. Spiral-Spiral (SS).

Superelevasi adalah suatu kemiringan melintang di


tikungan yang berfungsi mengimbangi gaya sentrifugal
yang diterima kendaraan pada saat berjalan melalui
tikungan pads kecepatan VR. Nilai superelevasi maksimum
ditetapkan 10%.
Tabel 2. 16. dapat dipakai untuk menetapkan
Rmin.Jari - jari tikungan minimum (Rmin) ditetapkan
sebagai berikut:
Rmin = VR2 / 127 (emax + f)
di mana :
Rmin = Jari jari tikungan minimum (m),

VR = Kecepatan Rencana (km/j),

Emax = Superelevasi maximum (%),

F =Koefisien gesek, untuk perkerasan aspal


f=0,14-0,24

Tabel 2.14.Panjang Jari-jari Minimum (dibulatkan).

VR, km/jam 120 100 80 60 50 40 30 20

Jari-jari minimum 600 370 210 110 80 50 30 15

Rmin (m)
R1/R2 > 2/3 = tikungan gabungan searah harus dihindarkan
R1/R2< 2/3 = tikungan gabungan harus dilengkapi bagian lurus atau
clothoide sepanjang paling tidak 20 meter.
Setiap tikungan gabungan balik arah harus dilengkapi dengan
bagian lurus di antara kedua tikungan tersebut sepanjang paling tidak
30 m.
Tabel 2.15. Pelebaran di tikungan per Lajur (m)

R Kecepatan Rencana, Vd (km/jam)

(m) 50 60 70 80 90 100 110 120

1500 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,1

1000 0,0 0,0 0,1 0,1 0,1 0,1 0,2 0,2

750 0,0 0,0 0,1 0,1 0,1 0,2 0,3 0,3

500 0,2 0,3 0,3 0,4 0,4 0,5 0,5

400 0,3 0,3 0,4 0,4 0,5 0,5

300 0,3 0,4 0,4 0,5 0,5

250 0,4 0,5 0,5 0,6

200 0,6 0,7 0,8

150 0,7 0,8

140 0,7 0,8

130 0,7 0,8

120 0,7 0,8

110 0,7

100 0,8

90 0,8

80 1,0

70 1,0
Tabel 2.16. (Lanjutan) Pelebaran di tikungan per Lajur (m)

Lebar jalur 2x3.00m, 2 arah atau 1 arah.

R Kecepatan Rencana, Vd (km/jam)

(m) 50 60 70 80 90 100 110

1500 0,3 0,4 0,4 0,4 0,4 0,5 0,6

1000 0,4 0,4 0,4 0,5 0,5 0,5 0,6

750 0,6 0,6 0,7 0,7 0,7 0,8 0,8

500 0,8 0,9 0,9 1,0 1,0 1,1 0,1

400 0,9 0,9 1,0 1,0 1,1 1,1

300 0,9 1,0 1,0 1,1

250 1,0 1,1 1,1 1,2

200 1,2 1,3 1,3 1,4

150 1,3 1,4

140 1,3 1,4

130 1,3 1,4

120 1,3 1,4

110 1,3

100 1,4

90 1,4

80 1,6

70 1,7
2.4.2. AlinemenVertikal

2.4.2.1. Umum
1. Alinemen vertical terdiriatasbagianlandai vertical
danbagianlengkung vertical
2. Ditinjaudarititikawal perencanaan, bagianlandai
vertical dapatberupalandaipositif (tanjakan),
ataulandainegatif (turunan), ataulandainol (datar)
3. Bagianlengkung vertical
dapatberupalengkungcekungataulengkungcembung

2.4.2.2. LandaiMaksimum
1. Kelandaianmaksdimaksudkanuntukmemungkinkanke
ndaraanbergerakterustanpakehilangankecepatan yang
berarti
2. KelandaianmaksdidasarkanpadakecepatanTruk yang
bermuatanpenuh yang
mampubergerakdenganpenurunankecepatantidaklebih
dariseparuhkecepatansemulatanpaharusmenggunakan
gigirendah
3. Kelandaianmaksuntukberbagai VR
ditetapkandapatdilihatdalamTabel II.13
Tabel II.13.Kelandaian maks yang diizinkan

VR km/jam 120 110 100 80 60 50 40 <40

KelandaianMaks (%) 3 3 4 5 8 9 10 10

4. Panjangkritisyaitupanjanglandaimaksimum yang
harusdisediakan agar
kendaraandapatmempertahankankecepatannyasedemi
kiansehinggapenurunankecepatantidaklebihdariseparu
h VR. Lama
perjalanantersebutditetapkantidaklebihdarisatumenit
5. PanjangkritisdapatditetapkandariTabel II.14

Tabel II.14.Panjang Kritis (m)

Kecepatanpadaawaltanjakan Kelandaian (%)


(km/jam)
4 5 6 7 8 9 10
80 630 460 360 270 230 230 200

60 320 210 160 120 110 90 80

2.4.2.3. LengkungVertikal
1. Lengkung vertical harusdisediakanpadasetiaplokasi
yang mengalamiperubahankelandaiandengantujuan :
a) Mengurangigoncanganakibatperubahankelandaian
b) Menyediakanjarakpandanghenti
2. Lengkung vertical
dalamtatacarainiditetapkanberbentuk parabola
sederhana
a) Jikajarakpandanghenti<panjanglengkung vertical
cembungpanjangnyaditetapkandenganrumus :
A.S 2
L =
405

Jikajarakpandanghenti >panjanglengkung vertical


cekungpanjangnyaditetapkandenganrumus :
405
L = 2.S -
A

3. Panjang min lengkung vertical ditentukandenganrumus


L = A.Y
S2
L =
405

dimana :
L = Panjanglengkungvertikal
A = Perbedaan grade (m)
Jh = Jarakpandanghenti
Y = Faktorpenampilankenyamanan,
didasarkanpadatinggiobyek 10 cm dantinggimata
120 cm
4. Y dipengaruhiolehjarakpandangmalamhari,
kenyamanan, danpenampilan. Y ditentukansesuai
5. Panjanglengkung vertical bias
ditentukanlangsungsesuaiTabel II.16 yang
didasarkanpadapenampilan, kenyamanan,
danjarakpandang.
Tabel II.16.Panjang Min LengkungVertikal

KecepatanRencana PerbedaanKelandaianMemanjang PanjangLengkung


(km/jam) (%) (m)
<40 1 20 – 30
40 – 60 0.6 40 – 80
>60 0.4 80 – 150
81
2.4.2.4. LajurPendakian
1. Lajurpendakiandimaksudkanuntukmenampungtruk –
trukbermuatanberatataukendaraan lain yang
bergeraklebihlambatdarikendaraan lain padaumumnya,
agar kendaraan lain
dapatmendahuluikendaraanlambattersebuttanpaharusber
pindahlajurataumenggunakanlajurarahberlawanan.
2. Lajurpendakianharusdisediakanpadaruasjalan yang
mempunyaikelandaian yang besar, menerus, dan
volume lalulintasnya relative padat.
3. Penempatanlajurpendakiandilakukandenganketentuanse
bagaiberikut :
a) Disediakan pada jalanarteriataukolektor.
b) Apabilapanjangkritisterlampaui, jalanmemiliki
VLHR > 15.000 SMP/hari, danpersentasetruk>
15%.
4. Lebarlajurpendakiansamadenganlajurrencana
5. Lajurpendakiandimulai 30 meter
dariawalperubahankelandaiandenganserongansepanjang
45 meter danberakhir 50 meter
sesudahpuncakkelandaiandenganserongansepanjang 45
meter.
6. Jarak min antara2 lajurpendakianadalah 1,5 km.
BAB III
DATA PERENCANAAN

3.1. Akan direncanakansuatujalan baruyangmenghubungkan pusat kegiatanA, B,


dan C. Elevasi masing– masing pusat kegiatan adalah sebagai berikut:

StasiunA = 300m
StasiunB = 380m
StasiunC = 390m
Stasiun D = 400m
Stasiun E = 390m

Penentuan Data Perencanaan Geometrik


Dalamperencanaan,jalanyangdirencanakanharusmemenuhikriteriageometrikjalany
ang meliputi:
1. Penentuan data perencanaan geoetrik
2. Penentuan trase jalan
3. Menentukan Klasifikasi Medan
4. Alinyemen Horizontal:
a. Desainbentuktikungan
b. Landairelative
c. Pelebaran perkerasan di tikungan
d. Kebebasanpandangditikungan
e. Jarakpandanghentidan menyiap
5. Alinyemen Vertikal:
a) Elevasitanah aslidantanahrencanatiap patok
b) Lengkungvertical
c) Landaikritis dan panjanglandaimaksimum
Hasilperencanaan divisualisasikan dalamgambar rencana, dengan ketentuan:

1. Profilmemanjang lengkap denganpeta situasi, denganskala :


a.Horizontal1:
b. Vertikal1 :
2. Profilmelintangdengan skala:
a. Horizontal1:
b. Vertikal1 :20 atau 1 :25 atau1:50atau 1:100

Anda mungkin juga menyukai