Anda di halaman 1dari 22

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kepemimpinan merupakan sebagian dari masalah-masalah yang paling
sering dibahas dalam kebanyakan organisasi. Kepemimpinan diwujudkan melalui
gaya kerja atau cara bekerja sama dengan orang lain secara konsisten. Melalui
apa yang dikatakan dan apa yang diperbuat, pemimpin membantu bawahan untuk
memperoleh hasil yang diinginkan (Pace dan Faules, 2010:276).
Untuk dapat memperoleh hasil kerja yang diinginkan dari bawahan,
seorang pemimpin harus memperhatikan komunikasi yang dapat membantu
bawahan dalam melaksanakan tugas melalui informasi-informasi yang
berhubungan dengan pekerjaan. Gaya kepemimpinan meliputi sekumpulan ciri
yang digunakan pimpinan untuk mempengaruhi bawahan agar sasaran organisasi
tercapai. Sedangkan menurut Nawawi gaya kepemimpinan diartikan sebagai
perilaku atau cara yang dipilih dan dipergunakan pemimpin dalam
mempengaruhi pikiran, perasaan, sikap, dan perilaku organisasinya (2003:113).
Gaya kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin mempengaruhi perilaku
bawahan, agar mau bekerjasama dan bekerja secara produktif untuk mencapai
tujuan organisasi (Malayu, 2000:167).
Luthans mengemukakan salah satu peran kepemimpinan sebagai
pengambil keputusan. Keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuan yang
ditetapkan ditentukan oleh fungsi yang sangat penting dalam kepemimpinan,
yaitu pengambilan keputusan. Semakin tinggi posisi seseorang dalam
kepemimpinan organisasi maka pengambilan keputusan menjadi tugas utama
yang harus dilakukan.
Pengambilan keputusan mempunyai arti sangat penting bagi organisasi,
maju dan mundurnya suatu organisasi ditentukan oleh seorang pemimpin dalam
mengambil keputusan. Hal ini senada dengan apa yang dikatakan Siswanto

1
(2012:171) dimana “pengambilan keputusan adalah serangkaian aktivitas yang
dilakukan oleh seseorang dalam usaha memecahkan permasalahan yang sedang
dihadapi kemudian menetapkan berbagai alternatif yang dianggap paling rasional
dan sesuai dengan lingkungan organisasi”.
Dalam mengambil keputusan pimpinan harus berhati – hati, karena
keputusan merupakan permulaan dari suatu tindakan. Jika pemulaan baik maka
hasil dari pekerjaanpun akan baik sesuai dengan yang diharapkan. Kesalahan
dalam pengambilan keputusan biasanya sadar atau tidak sadar dilakukan oleh
para pimpinan organisasi. Kesalahan tersebut bisa disebabkan oleh berbagai
macam faktor diantaranya adalah sumber informasi yang diperoleh pimpinan
kurang dan strategi yang digunakan oleh pimpinan dalam pengambilan keputusan
kurang sesuai dengan apa yang akan diputuskan sehingga keputusan yang
diambil kurang efektif.

1.2 Rumusan Masalah


Pada makalah ini penulis akan menjelaskan masalah:
1. Apa yang dimaksud dengan kepemimpinan?
2. Apa sajakah teori-teori tentang kepemimpinan?
3. Apa sajakah jenis-jenis gaya kepemimpinan?
4. Bagaimana pemimpin dalam pengambilan keputusan?

1.3 Manfaat Dan Tujuan


Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas pada matakuliah Kepemimpinan
dan Berpikir Sistem Kesmas.
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kepemimpinan dan
mempelajari jenis-jenis gaya kepemimpinan.
3. Serta mengetahui bagaimana seorang pemimpin dalam mengambil keputusan
yang tepat untuk mencapai tujuan dan sasaran bersama.

2
Dan manfaat dari penulisan makalah ini adalah :
1. Dengan memahami isi makalah berarti mahasiswa akan dapat mengetahui
apa yang di maksud dengan kepemimpinan dan bagaimana ciri seorang
pemimpin yang baik.
2. Mahasiswa akan mengetahui bagaimana seorang pemimpin mampu
mengambil keputusan untuk mencapai tujuan dan sasaran bersama.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Kepemimpinan


Kepemimpinan secara harfian berasal dari kata pimpin. Kata pimpin
mengandung pengertian mengarahkan, membina atau mengatur, menuntun dan
juga menunjukkan ataupun mempengaruhi. Pemimpin mempunyai tanggung
jawab baik secara fisik maupun spiritual terhadap keberhasilan aktivitas kerja
dari yang dipimpin, sehingga menjadi pemimpin itu tidak mudah dan tidak akan
setiap orang mempunyai kesamaan di dalam menjalankan ke-pemimpinannya.
Menurut Wahjosumidjo (2005: 17) kepemimpinan di terjemahkan
kedalam istilah sifat- sifat, perilaku pribadi, pengaruh terhadap orang lain, pola-
pola, interaksi, hubungan kerja sama antarperan, kedudukan dari satu jabatan
administratif, dan persuasif, dan persepsi dari lain- lain tentang legitimasi
pengaruh. Miftah Thoha (2010: 9) kepemimpinan adalah kegiatan untuk
memengaruhi perilaku orang lain, atau seni memengaruhi perilaku manusia baik
perorangan maupun kelompok.
Kepemimpinan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam
suatu organisai karena sebagian besar keberhasilan dan kegagalan suatu
organisasi ditentukan oleh kepemimpinan dalam organisasi tersebut. Menurut C.
Turney (1992) dalam Martinis Yamin dan Maisah (2010: 74) mandefinisikan
kepemimpinan sebagai suatu group proses yang dilakukan oleh seseorang dalam
mengelola dan menginspirasikan sejumlah pekerjaan untuk mencapai tujuan
organisasi melalui aplikasi teknik- teknik manajemen
Menurut Sudarwan Danim (2004: 56) kepemimpinan adalah setiap
perbuatan yang dilakukan oleh individu atau kelompok untuk mengkoordinasi
dan memberi arah kepada individu atau kelompok yang tergabung di dalam
wadah tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

4
Martinis Yamin dan Maisah (2010: 74) kepemimpinan adalah suatu
proses mempengaruhi yang dilakukan oleh seseorang dalam mengelola anggota
kelompoknya untuk mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan merupakan
bentuk strategi atau teori memimpin yang tentunya dilakukan oleh orang yang
biasa kita sebut sebagai pemimpin. Pemimpin adalah seseorang dengan
wewenang kepemimpinannya mengarahkan bawahannya untuk mengerjakan
sebagian dari pekerjaannya dalam mencapai tujuan.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan kepemimpinan merupakan cara
seorang pemimpin dalam mempengaruhi bawahan dengan karakteristik tententu
sehingga dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Faktor keberhasilan seorang
pemimpin salah satunya tergantung dengan teknik kepemimpinan yang dilakukan
dalam menciptakan situasi sehingga menyebabkan orang yang dipimpinnya
timbul kesadarannya untuk melaksanakan apa yang dikehendaki. Dengan kata
lain, efektif atau tidaknya seorang pemimpin tergantung dari bagaimana
kemampuannya dalam mengelola dan menerapkan pola kepemimpinannya sesuai
dengan situasi dan kondisi organisasi tersebut.

2.2 Teori Kepemimpinan

Teori kepemimpinan membicarakan bagaimana seorang menjadi


pemimpin, atau bagaimana timbulnya seorang pemimpin. Beberapa teori
kepemimpinan diantaranya sebagai berikut:
1. Teori Sifat
Pendekatan sifat memusatkan perhatian pada para pemimpin itu sendiri
atau dikenal dengan teori pembawaan. Teori ini mengatakan bahwa pemimpin
memiliki ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang menyebabkan mereka dapat
memimpin para pengikutnya. Menurut teori sifat, hanya individu yang
memiliki sifat – sifat tertentulah yang bisa menjadi pemimpin. Teori ini
menegaskan ide bahwa beberapa individu dilahirkan memiliki sifat – sifat
tertentu yang secara alamiah menjadikan mereka seorang pemimpin. Menurut

5
Stogdill dalam Sutikno (2014:26), sifat – sifat tertentu efektif didalam situasi
tertentu, dan ada pula sifat – sifat tertentu yang berkembang akibat pengaruh
situasi organisasi. Sebagai contoh, sifat kreativitas akan berkembang jika
seorang pemimpin berada di dalam organisasi yang flexible dan mendorong
kebebasan berekspresi, dibandingkan di dalam organisasi yang birokratis.
Menurut Darf dalam Sutikno (2014:26), menjelaskan tiga sifat penting yang
harus dimiliki oleh seorang pemimpin, yaitu kepercayaan diri, kejujuran, dan
integritas, serta motivasi.
2. Teori Perilaku
Teori ini lebih terfokus pada tindakan – tindakan yang dilakukan
pemimpin daripada memperhatikan atribut yang melekat pada diri seorang
pemimpin. Dasar pemikiran teori ini adalah kepemimpinan merupakan
perilaku seseorang ketika melakukan kegiatan pengarahan suatu kelompok
kearah pencapaian tujuan.
3. Teori Situasional
Teori ini mengatakan bahwa pembawaan yang harus dimiliki seorang
pemimpin adalah berbeda – beda, tergantung dari situasi yang sedang
dihadapi. Hersey dan Blanchard dalam Sutikno (2014:27), terfokus pada
karakterisitik kematangan bawahan sebagai kunci pokok situasi yang
menentukan keefektifan perilaku seorang pemimpin. Menurut mereka,
bawahan memiliki tingkat kesiapan dan kematangan yang berbeda – beda
sehingga pemimpin harus mampu menyesuaikan gaya kepemimpinannya,
agar sesuai dengan situasi kesiapan dan kematangan bawahan.
Faktor situasional yang berpengaruh terhadap gaya kepemimpinan tertentu
adalah:
- Jenis pekerjaan dan kompleksitas tugas
- Bentuk dan sifat teknologi yang digunakan
- Norma yang dianut kelompok - Ancaman dari luar organisasi
- Tingkat stress
- Iklim yang terdapat dalam organisasi

6
Menurut Fread Fiedler dalam Sutikno (2014:27), “Kepemimpinan
yang berhasil bergantung kepada penerapan gaya kepemimpinan terhadap
situasi tertentu. Sehingga suatu gaya kepemimpinan akan efektif apabila gaya
kepemimpinan tersebut digunakan dalam situasi yang tepat”.
4. Teori Jalan – Tujuan
Menurut teori ini, nilai strategis dan keefektifan seorang pemimpin
didasarkan pada kemampuannya dalam menimbulkan kepuasan dan motivasi
anggotanya dengan penerapan hadiah. Tugas pemimpin menurut teori ini
adalah bagaimana bawahan bisa mendapatkan hadiah atas kinerjanya, dan
bagaimana seorang pemimpin menjelaskan dan mempermudah jalan menuju
hadiah tersebut. Pemimpin berusaha memperjelas jalur menuju tujuan yang
diinginkan oleh organisasi sehingga bawahan tahu ke mana harus
mengerahkan tenaganya untuk mencapai tujuan organisasi. Selain itu,
pemimpin juga memberikan hadiah yang jelas bagi prestasi bawahan yang
telah memenuhi tujuan organisasi sehinggan bawahan termotivasi.
5. Teori Kelebihan
Teori ini beranggapan bahwa seseorang akan menjadi pemimpin
apabila ia memiliki kelebihan dari para pengikutnya. Pada dasarnya kelebihan
yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin mencakup 3 hal yaitu:
a) Kelebihan rasio, ialah kelebihan menggunakan pikiran, kelebihan dalam
pengetahuan tentang hakikat tujuan dari organisasi, dan kelebihan dalam
memiliki pengetahuan tentang cara – cara menggerakkan organisasi, dan
pengambilan keputusan yang cepat dan tepat.
b) Kelebihan Rohaniah, artinya seorang pemimpin harus mampu
menunjukkan keluhuran budi pekertinya kepada bawahannya. Seorang
pemimpin harus mempunyai moral yang tinggi karena pada dasarnya
pemimpin merupakan panutan para pengikutnya. Segala tindakan,
perbuatan, sikap dan ucapan hendaknya menjadi suri teladan bagi para
pengikutnya.

7
c) Kelebihan Badaniah, seorang pemimpin hendaknya memiliki kesehatan
badaniah yang lebih dari para pengikutnya sehingga memungkinkannya
untuk bertindak dengan cepat.” (Wursanto dalam Sutikno 2014).
6. Teori Kharismatik
Menyatakan bahwa, “Seseorang menjadi pemimpin karena
mempunyai kharisma (pengaruh) yang sangat besar. Kharisma diperoleh dari
kekuatan yang luar biasa. Pemimpin yang bertipe kharismatik biasanya
memiliki daya tarik, kewibawaan dan pengaruh yang sangat besar. Pengaruh
yang luar biasa ini dapat dilihat dari pengorbanan yang diberikan oleh para
pengikut untuk pribadi sang pemimpin, sampai – sampai mereka rela untuk
menebus nyawanya untuk sang pemimpin. Konsep kepemimpinan yang
kharismatik ini banyak bersumber dari ajaran agama dan sejara Yunani
Kuno.” Namun secara konseptual kepemimpinan kharismatik ini dalam
pandangan ilmiah dipelopori oleh Robert House, yang meneliti pemimpin
politik dan religius di dunia (Sutikno, 2014:29).

2.3 Prinsip-Prinsip Kepemimpinan


Karakteristik seorang pemimpin didasarkan kepada prinsip-prinsip
(Stephen R. Coney) sebagai berikut:
1. Seorang yang belajar seumur hidup
Tidak hanya melalui pendidikan formal, tetapi juga diluar sekolah.
Contohnya, belajar melalui membaca, menulis, observasi dan mendengar.
Mempunyai pengalaman yang baik maupun yang buruk sebagai sumber
belajar.
2. Berorientasi pada pelayanan
Seorang pemimpin tidak dilayani tetapi melayani, sebab prinsip pemimpin
dengan prinsip melayni berdasarkan karir sebagai tujuan utama. Dalam
member pelayanan, pemimpin seharusnya lebih berprinsip pada pelayanan
yang baik.

8
3. Membawa energy yang positif
Setiap orang mempunyai energy dan semanga. Menggunakan energy yang
positif didasarkan pada keikhlasan dan keinginan mendukung kesuksedan
orang lain. Untuk itu dibutuhkan energi positif yang membangun hubungan
baik. Seorang pemimipin harus dapat dan mau bekerja untuk jangka waktu
yang lama dan kondisi tidka ditentukan. Oleh karena itu, seorang pemimpin
harus dapat menunjukkan energi positif, seperti:
a. Percaya pada orang lain
Seorang pemimpin mempercayai orang lain termasuk staf dibawahnya,
sehingga mereka mempunyai motivasi dan mempertahankan pekerjann
yang baik. Oleh karena itu, kepercayaan harus diikuti dengan kepedulian.
b. Keseimbangan dalam kehidupan
Seorang pemimpin harus dapat menyeimbangkan tugasnya. Berorientasi
kepada prinsip kemanusiaan dan keseimbangan diri antara kerja dan
olahraga, istirahat dan rekreasi. Keseimbangan juga berarti antara
kehidupan dunia dan akhirat.
c. Melihat kehidupan sebagai tantangan
Kata ‘tantangan’ sering diinterpretasikan negatif. Dalam hal ini tantangan
berarti kemampuan untuk menikmati hidup dan segala konsekuensinya.
Sebab kehidupan adalah suatu tantangan yang dibutuhkan, mempunya
rasa aman yang datang dari dalam tubuh sendiri. Rasa anam tergantung
pada inisiatif, keterampilan, kreatifitas, kemauan, keberanian, dinamisasi
dan kebebasan.
d. Sinergi
Orang yang berprinsi senantiasa hidup dalam sinergi dan satu katalis
perubahan. Mereka selalu mengatasi kelemahannya sendiri dan laiinya.
Sinergi adalah kerja kelompok dan member keuntungan kedua belah
pihak. Menurut The New Broiler Webser International Dictionary,
sinergi adalah satu kerja kelompok, yang mana member hasil lebih efektif

9
dari pada bekerja secara perorangan. Seorang pemimpin harus dapat
bersinergis dengan setiap orang, atasan, staf dan teman kerja.
e. Latihan mengembangkan diri sendiri
Seorang pemimpin harus dapat mempengaruhi diri sendiri untuk
mencapai keberhasilan yang tinggi. Jadi dia tidak hanya berorientasi pada
proses. Proses dalam mengembangkan diri terdiri dari beberapa
komponen yang berhubungan dengan:
1. Pemahaman materi
2. Memperluas materi melalui belajar dan pengalaman
3. Mengajar materi kepada orang lain
4. Mengaplikasikan prinsip-prinsip
5. Memonitoring hasil
6. Merefleksikan kepada hasil
7. Menambahkan pengalaman baru yang diperlukan materi
8. Pemahaman baru
9. Kembali mejadi diri sendiri lagi

2.4 Jenis-jenis Gaya Kepemimpinan


Keberhasilan seorang pemimpin dalam mempengaruhi perilaku bawahan
banyak dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan. Beberapa ahli mengemukakan
pendapat tentang macam-macam gaya kepemimpinan, adalah sebagai berikut :

A. Gaya kepemimpinan menurut Thoha (2013:49)


Mengatakan bahwa gaya kepemimpinan terbagi menjadi dua kategori gaya
yang ekstrem yaitu :
1. Gaya kepemimpinan otokratis, gaya ini dipandang sebagai gaya yang di
dasarkan atas kekuatan posisi dan penggunaan otoritas.

10
2. Gaya kepemimpinan demokratis, gaya ini dikaitkan dengan kekuatan
personal dan keikutsertaan para pengikut dalam proses pemecahan masalah
dan pengambilan keputusan.

B. Gaya kepemimpinan menurut Hasibuan (2007:170)


Gaya kepemimpinan dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :
1. Kepemimpinan Otoriter
Kepemimpinan Otoriter adalah jika kekuasaan atau wewenang,
sebagian besar mutlak tetap berada pada pimpinan atau kalau pimpinan itu
menganut sistem sentralisasi wewenang. Pengambilan keputusan dan
kebijaksanaan hanya ditetapkan sendiri oleh pemimpin, bawahan tidak
diikutsertakan untuk memberikan saran, ide, dan pertimbangan dalam
proses pengambilan keputusan. Orientasi kepemimpinannya difokuskan
hanya untuk peningkatan produktivitas kerja karyawan dengan kurang
memperhatikan perasaan dan kesejahteraan bawahan. Gaya kepemimpinan
otoriter ini bisa efektif bila ada keseimbangan antara disiplin yang
diberlakukan kepada bawahan serta ada kompromi terhadap bawahan.
2. Kepemimpinan Partisipatif
Kepemimpinan Partisipatif adalah apabila dalam kepemimpinannya
dilakukan dengan cara persuasif, menciptakan kerja sama yang serasi,
menumbuhkan loyalitas, dan partisipasi para bawahan. Pemimpin
memotivasi bawahan agar merasa ikut memiliki perusahaan. Bawahan
harus berpartisipasi memberikan saran, ide, dan pertimbangan dalam proses
pengambilan keputusan. Pemimpin dengan gaya partisipatif akan
mendorong kemampuan bawahan mengambil keputusan. Dengan
demikian, pimpinan akan selalu membina bawahan untuk menerima
tanggung jawab yang lebih besar.
3. Kepemimpinan Delegatif
Kepemimpinan Delegatif apabila seorang pemimpin mendelegasikan
wewenangnya kepada bawahan dengan agak lengkap. Dengan demikian,

11
bawahan dapat mengambil keputusan dan kebijaksanaan dengan bebas
atau leluasa dalam melaksanakan pekerjaannya. Pemimpin tidak peduli
cara bawahan mengambil keputusan dan mengerjakan pekerjaannya,
sepenuhnya diserahkan kepada bawahan. Pada prinsipnya pemimpin
bersikap menyerahkan dan mengatakan kepada bawahan inilah pekerjaan
yang harus saudara kerjakan, saya tidak peduli, terserah saudara bagaimana
mengerjakannya asal pekerjaan tersebut bisa diselesaikan dengan baik.
Dalam hal ini bawahan dituntut memiliki kematangan dalam pekerjan
(kemampuan) dan kematangan psikologis (kemauan). Kematangan
pekerjaan dikaitkan dengan kemampuan untuk melakukan sesuatu yang
berdasarkan pengetahuan dan keterampilan. Kematangan psikologis
dikaitkan dengan kemauan atau motivasi untuk melakukan sesuatu yang
erat kaitannya dengan rasa yakin dan keterikatan.

C. Gaya kepemimpinan menurut Sutikno (2014:35)


Gaya kepemimpinan atau perilaku kepemimpinan atau sering disebut
Tipe Kepemimpinan. Tipe kepemimpinan yang luas dikenal dan diakui
keberadaanya adalah sebagai berikut :
1. Tipe Otokratik
Tipe kepemimpinan ini menganggap bahwa kepemimpinan adalah hak
pribadinya (pemimpin), sehingga ia tidak perlu berkonsultasi dengan orang
lain dan tidak boleh ada orang lain yang turut campur. Seorang pemimpin
yang tergolong otokratik memiliki serangkaian karateristik yang biasanya
dipandang sebagai karakteristik yang negatif. Seorang pemimpin otokratik
adalah seorang yang egois. Seorang pemimpin otokratik akan menunjukan
sikap yang menonjolakan keakuannya, dan selalu mengabaikan peranan
bawahan dalam proses pengambilan keputusan, tidak mau menerima saran
dan pandangan bawahannya.

12
2. Tipe Kendali Bebas atau Masa Bodo (Laisez Faire)
Tipe kepemimpinan ini merupakan kebalikan dari tipe kepemimpinan
otokratik. Dalam kepemimpinan tipe ini sang pemimpin biasanya
menunjukkan perilaku yang pasif dan seringkali menghindar diri dari
tanggung jawab. Seorang pemimpin yang kendali bebas cenderung
memilih peran yang pasif dan membiarkan organisasi berjalan menurut
temponya sendiri. Disini seorang pemimpin mempunyai keyakinan bebas
dengan memberikan kebebasan yang seluas-luasnya terhadap bawahan
maka semua usahanya akan cepat berhasil.
3. Tipe Paternalistik
Persepsi seorang pemimpin yang paternalistik tentang peranannya
dalam kehidupan organisasi dapat dikatakan diwarnai oleh harapan
bawahan kepadanya. Harapan bawahan berwujud keinginan agar pemimpin
mampu berperan sebagai bapak yang bersifat melindungi dan layak
dijadikan sebagai tempat bertanya dan untuk memperoleh petunjuk,
memberikan perhatian terhadap kepentingan dan kesejahteraan
bawahannya. Pemimpin yang paternalistik mengharapkan agar legitimasi
kepemimpinannya merupakan penerimaan atas peranannya yang dominan
dalam kehidupan organisasi.
4. Tipe Kharismatik
Seorang pemimpin yang kharismatik memiliki karakteristik khusus
yaitu daya tariknya yang sangat memikat, sehingga mampu memperoleh
pengikut yang sangat besar dan para pengikutnya tidak selalu dapat
menjelaskan secara konkrit mengapa orang tersebut itu dikagumi. Hingga
sekarang, para ahli belum berhasil menemukan sebab-sebab mengapa
seorang pemimpinmemiliki kharisma. Yang diketahui ialah bahwa
pemimpin yang demikian mempunyai daya penarik yang amat besar.
Gaya kepemimpinan kharismatis bisa efektif jika :
1) Mereka belajar untuk berkomitmen, sekalipun seringkali mereka akan
gagal.

13
2) Mereka menempatkan orang-orang untuk menutupi kelemahan mereka,
dimana kepribadian ini berantakan dan tidak sistematis.
5. Tipe Militeristik
Pemimpin tipe militeristik berbeda dengan seorang pemimpin
organisasi militer. Pemimpin yang bertipe militeristik ialah pemimpin
dalam menggerakan bawahannya lebih sering mempergunakan sistem
perintah, senang bergantung kepada pangkat dan jabatannya, dan senang
kepada formalitas yang berlebih-lebihan. Menuntut disiplin yang tinggi dan
kaku dari bawahannya, dan sukar menerima kritikan dari bawahannya.
6. Tipe Pseudo-demokratik
Tipe ini disebut juga kepemimpinan manipulatif atau semi demokratik.
Tipe kepemimpinan ini ditandai oleh adanya sikap seorang pemimpin yang
berusaha mengemukakan keinginan-keinginannya dan setelah itu membuat
sebuah panitia, dengan berpura-pura untuk berunding tetapi yang
sebenarnya tiada lain untuk mengesahkan saran-sarannya. Pemimpin
seperti ini menjadikan demokrasi sebagai selubung untuk memperoleh
kemenangan tertentu. Pemimpin yang bertipe pseudo-demokratik hanya
tampaknya saja bersikap demokratis padahal sebenarnya dia bersikap
otokratis. Pemimpin ini menganut demokrasi semu dan lebih mengarah
kepada kegiatan pemimpin yang otoriter dalam bentuk yang halus, samar-
samar.
7. Tipe Demokratik
Tipe demokratik adalah tipe pemimpin yang demokratis, dan bukan
kerena dipilihnya sipemipin secara demokratis. Tipe kepemimpinan dimana
pemimpin selalu bersedia menerima dan menghargai saran-saran, pendapat,
dan nasehat dari staf dan bawahan, melalui forum musyawarah untuk
mencapai kata sepakat.Kepemimpinan demokratik adalah kepemimpinan
yang aktif, dinamis, dan terarah. Kegiatan-kegiatan pengendalian
dilaksanakan secara tertib dan bertanggung jawab. Pembagian tugas

14
disertai pelimpahan wewenang dan tanggung jawab yang jelas,
memungkinkan setiap anggota berpartisipasi secara aktif.
Gaya kepemimpinan demokratis ini akan efektif bila :
1) Pemimpin mau berjuang untuk berubah ke arah yang lebih
2) Punya semangat bahwa hidup ini tidak selalu win-win solution, ada
kalanya terjadi win-loss solution. Pemimpin harus mengupayakan agar
dia tidak selalu kalah, tetapi ada kalanya menjadi pemenang.

2.5 Pengambilan Keputusan


2.5.1 Definisi Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan menurut Baron dan Byrne (2008) adalah suatu
proses melalui komninasi individu atau kelompok dan mengintegrasikan
informasi yang ada dengan tujuan memilih satu dari berbagai kemungkinan
tindakan. Pengambilan keputusan juga didefinisikan oleh Sweeney dan
McFarlin (dalam Sarwono & Meinarno, 2009) sebagai suatu proses
mengevaluasi pilihan-pilihan yang ada untuk mendapatkan hasil yang
diharapkan.
Sedangkan Dermawan (2004) menyebutkan bahwa pengambilan
keputusan adalah ilmu dan seni pemilihan alternative solusi atau alternatif
tindakan dari sejumlah alternative solusi dan tindakan yang ersedia guna
menyelesaikan masalah. Selain itu, pengambilan keputusan juga dapat
berarti merupakan seseorang atau sekelompok yang berwenang untuk
membuat pilihan akhir atau keputusan memilih satu diantara beberapa
alternative solusi terhadap masalah atau pencapaian tujuan.
Menurut Siagian (dalam Hasan, 2002) pengambilan keputusaan adalah
suatu pendekatan yang sistematis terhadap hakikat alternatif yang dihadapi
dan mengambil tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan
yang paling tepat. Gibson, dkk, (1997) menjelaskan pengambilan
keputusan sebagai proses pemikiran dan pertimbangan yang mendalam
yang dihasilkan dalam sebuah jeputusan. Pengambilan keputusan

15
merupakan sebuah proses dinamis yang dipengaruhi oleh banyak kekuatan
termasuk lingkungan organisasi dan pengetahuan, kecakapan dan motivasi.
Dalam penilitian ini, pengambilan keputusan untuk mengikuti kegiatan
berarti suatu pendekatan yang sistematis dengan tujuan memilih satu dari
berbagai kemungkinan aktivitas atau kegiatan guna menyelsaikan masalah
baik individu, kelompok maupun organisasi.
Dari beberapa pengertian tentang pengambilan keputusan yang
dikemukakan oleh para ahli dapat disimpulkan bahwa pengambilan
keputusan merupakan proses pemilihan satu alternatif dari beberapa
alternatif untuk pemecahan masalah.

2.5.2 Dasar-dasar Pengambilan Keputusan


Menurut George Terry (dalam Hasan, 2002:12-13) dasar-dasar
pengambilan keputusan adalah :
a) Intuisi. Keputusan berdasarkan perasaan subjektif dari pengambil
keputusan. Sehingga sangat dipengaruhi oleh sugesti dan faktor
kejiwaan
b) Rasional. Pengambilan keputusan bersifat objektif, logis, transparan
dan konsisten karena berhubungan dengan tingkat pengetahuan
seseorang.
c) Fakta. Pengambilan keputusan yang didasarkan pada kenyataan
objektif yang terjadi sehingga keputusan yang dimabil dapat lebih
sehat, solid dan baik.
d) Wewenang. Pengambilan keputusan ini didasarkan pada wewenang
dari manajer yang memiliki kedudukan lebih tinggi dari bawahannya.
e) Pengalaman. Pengambilan keputusan yang didasarkan pada
pengalaman seorang manajer.

16
2.5.3 Aspek-aspek Pengambilan Keputusan
Dalam pengambilan keputusan untuk mendapatkankan hasil keputusan
yang baik haruslah melalui beberapa proses. Menurut Mincemoyer and
Perkins (2003) menampilkan keterampilan pengambilan keputusan yaitu
mengidentifikasi masalah, merumuskan alternatif-alternatif,
mempertimbangkan resiko atau konsekuensi, memilih alternatif dan
evaluasi sebagai berikut. :
1. Mengidentifikasi maslah
Mengidentifikasi masalah merupakan proses dalam membentuk tujuan
yang sistematis, mendeskripsikan maslah secara tepat, bereaksi
terhadap suatu situasi tujuan dengan berpikir, menafsirkan dan bertanya
memahami bahwa membuat pilihan adalah suatu proses kognitif.
2. Merumuskan alternatif-alternatif
Merumuskan alternatif adalah kemampuan utnuk mencari kemungkinan
pilihan, mencari informasi, menganalisis pilihan, menjelaskna
kakuratan sumber informasi dan mengkombinasikan beberapa alternatif
pilihan.
3. Mempertimbangkan resiko atau konsekuensi
Pada tahap ini penting untuk menjelaskan keuntungan atau kelebihan
dan konsekuensi dari keputusan yang akan diambil, memodifikasi
pilihan apabila pilihan tersebut kurang menguntungkan namun layak
untuk dipilih, memeriksa kesesuaian pilihan dengan tujuan dan nilai-
nilai serta mengembangkan criteria untuk mendiskusikan solusi yang
mungkin ada.
4. Memilih alternatif
Memilih alternatif adalah tahap-tahap dalam membuat pilihan dari
alternatif yang terdaftar, merencanakan pelaksanaan keputusan dan
menyatakan komitmen untuk alternative yang dipilih.

17
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari pengambilan keputusan yatu
mengamati dan menginterpretasikan hasil, menyatakan kesesuaian
pilihan dengan criteria, serta menilai kembali keputusan yang dibuat.

Aspek-aspek ketika terjadinya pengambilan keputusan menurut


Herbert A. Simon (dalam Purwanto 2006) :
a. Intelligence (Penyelidikan) yaitu pencarian kondisi yang memerlukan
keputusan.
b. Design (Rancangan) yaitu dengan pengembangan dan analisis terhadap
berbagai kemungkinan tindakan.
c. Choice (Pemilihan) yang berkenaan dengan pemilihan tindakan yang
sesungguhnya.

Selain itu, Darmawan (2004) menambahkan bahwa aspek dalam


pengambilan keputusan untuk menyelesaikan maslah adalah sebagai
berikut :
a. Identifikasi dan isolasi masalah utama
b. Penentuan alternatif solusi dan tindakan yang sesuai dan
memungkinkan
c. Penggunaan metode penentuan maslah dan solusi yang tepat
d. Penentuan sejumlah konsekuensi dari alternatif solusi dan tindakan
yang akan diambil secara rinci
e. Pemilihan alternatif solusi dan tindakan yang paling optimal
f. Penentuan strategi lanjutan atas solusi dan tindakan
g. Keputusan diambil/disepakati bersama secara bulat

Jadi, bersasarkan aspek-aspek pengambilan keputusan yang ada diatas,


aspek dalam pengambilan keputusan adalah mengidentifikasi masalah,

18
merumuskan alternatif-alternatif, mempertimbangkan resiko, memilih
alternatif, dan evaluasi.

2.5.4 Teknik Partisipasi Dalam Pengambilan Keputusan


Ada beberapa teknik peran serta sebagai bentuk partisipasi dalam
pengambilan keputusan yang dapat dilakukan, Menurut Lunenburg &
Ornstein (1991:178-182) dan Salusu (1996:235-260), teknik partispasi
antara lain, yaitu : Brainstorming, teknik delphi, kelompok mutu, konsep
zone of acceptance.
Brainstorming adalah teknik sumbang saran dari semua anggota
organisasi. Teknik ini mengutamakan demokrasi dalam menyampaikan
pendapat melalui persidangan yang relatif kecil.
Teknik delphi dikembangkan oleh Dalkey dan Helmer (1963). Teknik
ini menghindari tatap muka antara peserta dalam proses pengambilan
keputusan. Selain itu juga mencegah adanya pembicara vokal yang sering
menguasai waktu lebih banyak daripada pserta lainnya. Teknik ini biasanya
dipakai pada manajemen puncak yang biasanya tidak mempunyai cukup
waktu untuk bertemu satu dengan yang lain. Teknik ini menghindari
perdebatan akan tetapi tetap ada komunikasi dan pertukaran gagasan dan
informasi.
Teknik kelompok mutu biasa dipakai pada sektor implementasi.
Teknik ini biasanya merupakan suatu kelompok kecil yang terdiri atas
pengawas dengan sejumlah karyawan yang bekerja di bagian tertentu.
Kelompok mini adalah kelompok sukarela. Mereka bertemu secara reguler
untuk membicarakan berbagai masalah dan pengambilan keputusan.
Teknik zone of acceptance adalah teknik dimana terjadi suatu situasi
seseorang dapat menerima suatu keputusan secara otomatis. Konsep ini
mencoba menjawab pertanyaan :”Dalam kondisi apa bawahan harus
diikutsertakan dalam pengambilan keputusan ?”. Jadi bisa saja bawahan
tidak terlibat dalam proses pengambilan keputusan.

19
2.5.5 Jenis-jenis Pengambilan Keputusan
Secara umum jenis pengambilan keputusan dapat dikategorikan dalam
dua bentuk, yakni keputusan terprogram dan keputusan tidak terprogram
(Siagian, 1987:25-26; Salusu, 1996:63).
a) Keputusan terprogram Keputusan terprogram adalah tindakan
menjatuhkan pilihan yang berlangsung berulang kali dan diambil secara
rutin dalam organisasi. Keputusan terprogram biasanya menyangkut
pemecahan masalah-masalah yang sifatnya teknis serta tidak
memerlukan pengarahan dari tingkat manajemen yang lebih tinggi.
b) Keputusan tidak terprogram Keputusan tidak terprogram muncul
sebagai akibat dari suatu situasi di mana ada suatu kemendesakan untuk
segera mengambil tindakan dan memecahkan masalah yang timbul.
Biasanya keputusan ini bersifat repetitif, tidak terstruktur dan sukar
mengenali bentuk, hakekat dan dampaknya.

20
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kepemimpinan secara harfian berasal dari kata pimpin. Kata pimpin
mengandung pengertian mengarahkan, membina atau mengatur, menuntun dan
juga menunjukkan ataupun mempengaruhi. Pemimpin mempunyai tanggung
jawab baik secara fisik maupun spiritual terhadap keberhasilan aktivitas kerja
dari yang dipimpin, sehingga menjadi pemimpin itu tidak mudah dan tidak akan
setiap orang mempunyai kesamaan di dalam menjalankan ke-pemimpinannya.
Beberapa definisi kepemimpinan menggambarkan ‘asumsi’ bahwa
kepemimpinan adalah proses mempengaruhi orang, baik individu maupun
kelompok. Seorang pemimpin adalah seseorang yang aktif membuat
rencanarencana, mengkoordinasi, melakukan percobaan dan memimpin
pekerjaan untuk mencapai tujuan bersama. Karakteristik seorang pemimpin
didasarkan pada prinsip-prinsip belajar seumur hidup, berorientasi pada
pelayanan dan membawa energi positif.
Kepemimpinan bukanlah suatu bakat alam yang dimiliki oleh orang yang
dilahirkan dengan sifat kepemimpinan. Kepemimpinan merupakan ketrampilan
yang dapat dimiliki oleh semua orang dengan cara mengembangkan ketrampilan
kepemimpinannya. Kepemimpinan merupakan suatu pengaruh seorang
pemimpin yang dimilikinya untuk mempengaruhi orang lain agar dapat
melakukan keinginan seorang pemimpin tersebut.

3.2 Saran
Sangat diperlukan sekali jiwa kepemimpinan pada setiap pribadi manusia.
Jiwa kepemimpinan itu perlu selalu dipupuk dan dikembangkan. Paling tidak
untuk memimpin diri sendiri. Jika mampu berhasil memimpin dirinya sendiri
akan kelak berhasil juga menjadi pemimpin dari organisasi yang dijalankan

21
DAFTAR PUSTAKA

Rivai, Veithzal. 2007. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada
Mauldy, Reza. 2014. Pengambilan Sistem Informasi Manajemen dan Strategi
Pengambilan Keputusan. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia
(Online) (http://repository.upi.edu/11777/4/T_ADP_1102707_Chapter1.pdf)
diakses pada tanggal 29 Januari 2018

Runtuwene, Latiko. 2014. Kepemimpinan dan Pengambilan Keputusan Partisipatif


Dalam Organisasi Pendidikan Sekolah. (Online)
(https://adpen14bunigal.files.wordpress.com/2013/11/xcjq1363633187.pdf)
diakses pada 29 Januari 2018

Dhiana, Patricia. 2012. Gaya Kepemimpinan (Style of Leadership) Yang Efektif


Dalam Suatu Organisasi. Skripsi tidak diterbitkan, Padang: Universitas
Andalas.

Laksmi Wienur Audina. 2016. Hubungan Antara Kualitas Hidup Dengan Perubahan
Sikap dan Perilaku. Padang: Fakultas Psikologi UMP (Online)
(http://repository.ump.ac.id/2908/3/Laksmi%20Wienur%20Audina_BAB%2
0II.pdf) diakses pada 9 Februari 2018

Nur Aisyah Jamil. 2016. Pengambilan Keputusan. (Online)


(http://fk.uii.ac.id/upload/klinik/elearning/ikm/pengambilan-keputusan-fkuii-
naj.pdf) diakses pada 9 Februari 2018

Winardi. 2000. Kepemimipinan dalam Manajemen. Jakarta : Rineka Cipta

Susanto, Yohanes. 2017. Peran Kepemimpinan dalam Pengelolaan Koperasi.


Yogyakarta: CV Budi Utama

Annas, Aswar. 2009. Interaksi Pengambilan Keputusan dan Evaluasi Kebijakan.


Jakarta: Celebes Media Perkasa

Ginitasasi, Rahayu. 2011. Kepemimpinan. Bandung: Fakultas Psikologi UPI. (Online)


(http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PSIKOLOGI/195009011981032-
RAHAYU_GININTASASI/kepemimpinan.pdf) diakses pada 31 Januari
2018

22

Anda mungkin juga menyukai