Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN SOLID

FORMULASI SEDIAAN ASAM MEFENAMAT


Teodhora, S.Farm, M.Farm, Apt.

Disusun Oleh :

Kelas D Kelompok 3 Shift 2

Suci Anugrahati (17330701)

Meyliana Adi Fitriana (17330080)

Elsa Meiyora (17330081)

Rendi Ramadani (17330082)

Valmawati Nathalia (17330094)

Maria Rimian P. Sinaga (17330102)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

FAKULTAS FARMASI

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL JAKARTA

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang kiranya
patut penulis ucapkan, karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya kami dapat
menyelesaikan laporan mengenai pembuatan tablet Asam Mefenamat.
Dalam laporan ini kami membahas tentang pembuatan tablet Asam
Mefenamat serta evaluasi yang dilakukan terhadap tablet Asam Mefenamat.
Dimana pembuatan serta evaluasi dari tablet Asam Mefenamat ini telah
dilaksanakan selama semester III di laboratorium Teknologi Farmasi Tablet ISTN
JAKARTA.
Dengan selesainya laporan tablet Asam Mefenamat ini tidak terlepas dari
bantuan banyak pihak yang telah memberikan masukan serta bimbingannya
kepada penulis. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Dosen
2. Analis Praktek
3. Teman teman yang telah membantu
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari laporan ini, baik
dari materi maupun penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan
pengalaman penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat
penulis harapkan.

Jakarta, Desember 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................................... 2
B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 2
C. Tujuan ........................................................................................................ 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 3
A. Definisi Tablet ............................................................................................ 3
B. Kelebihan dan Kekurangan Tablet ............................................................. 4
C. Bahan Tambahan Tablet ............................................................................. 6
D. Metode Pembuatan Tablet......................................................................... 10
E. Sifat Fisik Granul ...................................................................................... 14
F. Evaluasi Granul ......................................................................................... 14
G. Evaluasi Tablet .......................................................................................... 16
BAB III PEMBAHASAN .................................................................................. 20
A. Preformulasi bahan aktif ........................................................................... 20
B. Preformulasi eksipien…………………………………………...………..21
C. Rasionalisasi formula ……………………………………………………26
D. Formula …………………………………………………………………
E. Perhitungan Formula atau Bahan ……………………………………..
F. Cara Kerja ....................................................................................................
G. Evaluasi Granul …………………………………………………………
H. Evaluasi Tablet …………………………………………………………..
BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN ..................................................................
A. Hasil dan Pembahasan Evaluasi Bahan Asam Mefenamat ..........................
B. Hasil dan Pembahasan Evaluasi Bahan Granul Asam Mefenamat ...............
C. Hasil dan Pembahasan Evaluasi Bahan Tablet Asam Mefenamat ……
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................
A. Kesimpulan ..................................................................................................

ii
B. Saran .............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................
LAMPIRAN ............................................................................................................

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Terdapat banyak jenis sediaan obat dalam ilmu farmasi. Namun, dari

banyaknya jenis sediaan tersebut tablet dan jenis-jenis modifikasinya merupakan

jenis sediaan yang popular. Tablet dapat berbeda-beda dalam ukuran, bentuk,

berat, kekerasan, ketebalan, daya hancurnya, dan dalam aspek lainnya tergantung

pada cara pemakaian tablet dan metode pembuatannya. Kebanyakan tablet

digunakan pada pemberian obat-obat secara oral, dan kebanyakan dari tablet ini

dibuat dengan penambahan zat warna, zat pemberi rasa, dan lapisan-lapisan dalam

berbagai jenis (Ansel, 2008 : 244).

Tablet Asam Mefenamat termasuk salah satu tablet yang sering

digunakan oleh masyarakat. Asam Mefenamat merupakan salah satu obat yang

berkhasiat analgetik non narkotik. Dosis awal Asam Mefenamat 500 mg,

dilanjutkan dengan 250 mg setiap 6 jam. Pemerian Asam Mefenamat yaitu serbuk

hablur, putih atau putih kekuningan (Depkes RI, 1995 : 538).

Dalam hal ini maka dilakukanlah pembuatan tablet Asam Mefenamat

serta evaluasi yang dilakukan terhadap tablet Asam Mefenamat. Dalam

pembuatan tablet Asam Mefenamat ini dimodifikasilah formulasi rancangan yang

terdiri dari zat aktif dan zat tambahan tablet agar dapat dibentuk tablet yang

1
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana cara pembuatan tablet Asam Mefenamat dengan metode

granulasi basah?

2. Apakah tablet Asam Mefenamat yang dihasilkan dari formulasi memenuhi

syarat dan stabil?

C. Tujuan

1. Mengetahui bagaimana cara pembuatan tablet Asam Mefenamat dengan

metode granulasi basah

2. Mengetahui apakah tablet Asam Mefenamat yang dihasilkan memenuhi

syarat dan stabil

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Tablet

Tablet adalah sediaan padat, dibuat secara kempa – cetak, berbentuk rata,

atau cembung rangkap, umumnya bulat, mengandung satu jenis obat atau lebih

dengan atau tanpa zat tambahan (Anief, 2000: 210).

Tablet dapat berbeda – beda dalam ukuran, bentuk, bobot, kekerasan,

ketebalan, daya hancurnya dan dalam aspek lainnya tergantung pada cara

pemakaian tablet dan metode pembuatan tablet. Kebanyakan tablet digunakan

pada pemberian obat – obatan secara oral dan kebanyakan dari tablet ini dibuat

dengan penambahan zat warna, zat pemberi rasa, dan lapisan – lapisan dalam

berbagai jenis (Ansel, 2005: 244-245).

Berdasarkan metode pembuatan, tablet dapat digolongkan menjadi tablet

cetak dan tablet kempa. Sebagian besar tablet dibuat dengan cara pengempaan dan

merupakan bentuk sediaan yang paling banyak digunakan. Tablet kempa dibuat

dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul menggunakan cetakan

baja (Depkes, 1995: 4). Tujuan dan desain tablet kempa adalah untuk memberikan

obat melalui mulut dalam bentuk yang memadai dalam jumlah yang tepat dan

pada waktu yang tepat, di tempat yang diingini yang juga mempunyai integritas

kimia yang dilindungi. Di samping sifat kimia dan fisika dari obat yang akan

diformulasi, desain fisik yang sebenarnya, proses pabrikasi, serta uji kimia

3
lengkap atas tablet dapat memberikan efek yang berarti pada kemanjuran dari obat

yang akan diberikan.

Tablet harus merupakan produk menarik (bagus dilihat) yang mempunyai

identitas sendiri serta bebas dari serpihan, keretakan, pelunturan/pemucatan,

kontaminasi, sanggup menahan guncangan mekanik selama produksi, pengepakan

serta harus mempunyai kestabilan kimia dan fisika untuk mempertahankan

kelengkapan fisiknya sepanjang waktu. Dari segi lain, tablet harus dapat melepas

zat berkhasiat ke dalam tubuh (Lachman dkk, 1994: 647-648).

B. Kelebihan dan Kelemahan Sediaan Tablet

Dibandingkan kapsul, tablet mempunyai beberapa keuntungan,

diantaranya:

1. Merupakan bentuk sediaan yang utuh dan menawarkan kemampuan

terbaik dari semua bentuk sediaan oral untuk ketepatan ukuran serta

variabilitas yang paling rendah.

2. Merupakan bentuk sediaan yang ongkos pembuatannya paling rendah.

3. Merupakan sediaan oral yang paling ringan dan paling kompak.

4. Merupakan sediaan oral yang paling mudah dan murah untuk dikemas

serta dikirim.

5. Pemberian tanda pengenal produk pada tablet paling mudah dan murah.

6. Paling mudah ditelan serta paling kecil kemungkinan tertinggal di

tenggorokan, terutama bila bersalut yang memungkinkan pecah/

hancurnya tablet tidak segera terjadi.

4
7. Dapat dijadikan produk dengan profil penglepasan khusus, seperti

pelepasan di usus atau produk lepas lambat.

8. Merupakan bentuk sediaan oral yang paling mudah untuk diproduksi

secara besar – besaran.

9. Merupakan bentuk sediaan oral yang memiliki sifat pencampuran kimia,

mekanik dan stabilitas mikrobiologi yang paling baik. (Lachman dkk,

1994:645 )

Selain memiliki keuntungan, sediaan bentuk tablet juga mempunyai

beberapa kerugian, diantaranya:

1. Beberapa obat tidak dapat dikempa menjadi padat dan kompak, tergantung

pada keadaan amorfnya, flokulasi, atau rendahnya berat jenis.

2. Obat yang sukar dibasahkan, lambat melarut, dosisnya cukup atau tinggi,

absorbsi optimumnya tinggi melalui saluran cerna atau setiap kombinasi

dari sifat tersebut, akan sukar atau tidak mungkin diformulasi dan

dipabrikasi dalam bentuk tablet yang masih menghasilkan bioavailabilitas

obat cukup.

3. Obat yang rasanya pahit, obat dengan bau yang tidak dapat dihilangkan,

atau obat yang peka terhadap oksigen atau kelembaban udara perlu

pengapsulan atau penyelubungan dulu sebelum dikempa (bila mungkin)

atau memerlukan penyalutan dulu. Pada keadaan ini kapsul dapat

merupakan jalan keluar yang terbaik serta lebih murah. (Lachman dkk,

1994: 645-646 )

5
C. Bahan Tambahan Tablet (Excipient)

Pada dasarnya bahan tambahan dapat dibedakan berdasarkan fungsinya,

yaitu bahan pengikat, bahan pengisi, bahan penghancur, bahan pelicin, dan bahan

tambahan lain yang cocok.

1. Bahan Pengikat ( Binders )

Kelompok bahan pengikat ini dimaksudkan untuk memberikan

kekompakan dan daya tahan tablet. Oleh karena itu pengikat menjamin

penyatuan beberapa partikel serbuk dalam sebuah butir granulat. Demikian

juga kekompakan tablet dapat dipengaruhi baik oleh tekanan pencetakan

maupun bahan pengikat. Oleh sebab itu sebaiknya bahan pengikat digunakan

sesedikit mungkin. Bahan pengikat dalam jumlah yang memadai ditambahkan

ke dalam bahan yang akan ditabletisasi melalui bahan pelarut atau larutan

bahan pengikat yang digunakan pada saat granulasi (Voigt, 1995: 202).

Bahan pengikat dapat ditambahkan dalam bentuk kering atau cairan

selama granulasi basah untuk membentuk granul atau menaikan kekompakan

kohesi bagi tablet yang dicetak langsung (Lachman dkk,1994: 701).

Bahan pengikat harus memberikan suatu daya adesi pada massa serbuk

sewaktu proses granulasi. Bahan pengikat dapat menyatukan partikel serbuk

dalam butiran – butiran granulat. Contoh dari bahan pengikat adalah amilum,

avicel, gelatin, turunan selulosa ( Solusio Metilsellulose 5%), mucillago

gummi Arabici 10 – 20%, PVP 5 – 10% dalam air atau dalam alkohol (Anief,

2000: 211).

6
2. Bahan Pengisi ( Diluents )

Pengisi diperlukan bila dosis obat tidak cukup untuk membuat bulk.

Obat yang berdosis cukup tinggi, bahan pengisi tidak diperlukan (misal

aspirin, antibiotik tertentu). Pengisi dapat juga ditambahkan karena alasan

kedua yaitu memperbaiki daya kohesi sehingga dapat dikempa langsung atau

untuk memacu aliran (Lachman dkk, 1994: 697).

Bahan pengisi menjamin tablet memiliki ukuran massa yang

dibutuhkan (0,1 – 0,8g). Disamping sifatnya yang harus netral secara kimia

dan fisiologi, konstituen semacam itu sebaiknya juga dapat dicernakan dengan

baik (Voigt, 1995: 202).

Bahan pengisi harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu :

a) Non toksik dan dapat memenuhi peraturan – peraturan dari Negara

dimana produk akan dipasarkan.

b) Tersedia dalam jumlah yang cukup disemua negara tempat produk itu

dibuat.

c) Harganya harus cukup murah.

d) Tidak boleh saling berkontraindikasi (misalnya sukrosa), atau karena

komponen (misalnya natrium) dalam tiap segmen/ bagian dari

populasi.

e) Secara fisiologi harus inert/ lengai.

f) Stabil secara fisik dan kimia, baik dalam kombinasi dengan berbagai

obat atau komponen tablet lain.

g) Bebas dari segala jenis mikroba.

7
h) Colour compactible (tidak boleh mengganggu warna).

i) Bila obat itu termasuk sebagai makanan (produk – produk vitamin

tertentu), pengisi dan bahan pembantu lainnya harus mendapat

persetujuan sebagai bahan aditif pada makanan.

j) Tidak boleh menggangu bioavailabilitas obat. (Lachman dkk, 1994:

698)

Contoh dari bahan pengisi antara lain adalah amilum, laktosa, kalsium

fosfat, kalsium karbonat dan zat lain yang cocok. Laktosa merupakan bahan

pengisi yang paling banyak dipakai karena tidak bereaksi dengan hampir

semua bahan obat, baik yang digunakan dalam bentuk hidrat atau anhidrat.

Laktosa anhidrat mempunyai kelebihan karena tidak bereaksi dengan pereaksi

Millard yang dapat menimbulkan warna coklat dan perubahan warna dengan

obat – obat tertentu, tetapi bentuk anhidrat dapat menyerap lembab bila

terkena udara sehingga meninggalkan kelembaban tablet. Tablet seperti itu

harus dikemas dengan hati – hati untuk mencegah terkena udara lembab.

Umumnya formulasi memakai laktosa menunjukan laju penglepasan obat

yang baik, granulnya cepat kering dan waktu hancurnya tidak terlalu peka

terhadap perubahan pada kekerasan tablet. Harganya murah tetapi mungkin

mengalami perubahan warna bila ada zat basa amina garam alkali (Lachman

dkk, 1994: 699).

3. Bahan Penghancur ( Disintegrant )

Bahan penghancur ditambahkan untuk memudahkan pecahnya atau

hancurnya tablet ketika berkontak dengan cairan pencernaan. Dapat berfungsi

8
menarik air ke dalam tablet, mengembang dan menyebabkan tablet pecah

menjadi bagian – bagian. Fragmen – fragmen itu mungkin sangat menentukan

kelarutan selanjutnya dari obat dan tercapai bioavailabilitas yang diharapkan.

Kanji USP dan jenis – jenis lainnya merupakan bahan penghancur yang paling

banyak dipakai, harganya juga paling murah. Biasanya digunakan dengan

konsentrasi 5 – 20% dari berat tablet (Lachman dkk, 1994: 702).

Di dalam air, pati membengkak dengan diikuti peningkatan volume

yang sangat besar. Pati tergolong penghidrofil yaitu akan meningkatkan

porositas dan pembasahan tablet sehingga memudahkan penetrasi air melalui

pori – pori ke dalam tablet yang menyebabkan terjadinya waktu hancur yang

lebih cepat. Bahan penghancur baru memiliki efektifitas kerja tinggi jika

pembengkakan yang tinggi dan membentuk sistem pori di dalam tablet yang

menunjukan memadainya sifat pembasahannya (Voigt, 1995: 209)

4. Bahan Pelincir, Antilekat dan Pelicin ( Lubrikant, antiadherent, dan

glidant )

Ketiga bahan ini fungsinya saling tumpang tindih, suatu bahan anti

lekat juga memiliki sifat – sifat pelincir dan pelicin. Suatu pelincir diharapkan

dapat mengurangi gesekan antara dinding tablet dengan dinding die, pada saat

tablet ditekan ke luar. Antilekat bertujuan untuk mengurangi lengket atau

adhesi bubuk atau granul pada permukaan punch atau dinding die. Pelicin

ditujukan untuk memacu aliran serbuk atau granul dengan jalan mengurangi

gesekan diantara partikel – partikel (Lachman dkk, 1994: 703).

9
Mg stearat merupakan lubrikan yang paling efektif dan digunakan

secara luas. Bahan berasal dari hewani yang merupakan campuran bervariasi

dari stearat dan palmitat yang menunjukkan morfologi terbaik sebagai

lubrikan jika dibuat melalui proses presipitasi. Konsentrasi efektif mg stearat

antara 0,2 – 2%. Biasa dicampur dengan serbuk atau campuran granul untuk

waktu relatif singkat (Agoes, 2006: 191).

D. Metode Pembuatan Tablet

Pada dasarnya tiap bahan yang akan dibuat tablet harus memiliki dua

karakteristik, yaitu kemampuan mengalir dan dapat dicetak. Karakteristik yang

lain yang diinginkan adalah kompresibilitas yaitu sifat untuk membentuk massa

yang stabil, kompak bila diberi tekanan. Hal – hal yang menyebabkan tablet

menjadi bentuk sediaan yang popular seperti: kekompakan, dan stabilitas

kimianya terutama ditentukan oleh kualitas granulasinya. Granulasi adalah proses

yang bertujuan untuk meningkatkan aliran serbuk dengan jalan membentuknya

menjadi bulatan – bulatan atau agregat – agregat dalam bentuk beraturan yang

disebut granul (Lachman dkk,1994: 680-681).

Tablet dibuat dengan tiga cara umum, yaitu granulasi basah, granulasi

kering dan kempa langsung (Depkes RI, 1995: 5).

1. Granulasi Basah

Granulasi basah merupakan metode yang banyak digunakan dalam

memproduksi tablet kompresi. Granul dibentuk dengan jalan mengikat serbuk

dengan suatu perekat sebagai pengganti pengompakan. Tehnik ini

10
membutuhkan larutan, suspensi atau bubur yang mengandung pengikat yang

biasanya ditambahkan kecampuran serbuk (Lachman dkk,1994: 690).

Pada umumnya kerja pengikat akan lebih efektif apabila serbuk

dicampur dengan perekat dalam bentuk cair. Akan tetapi jika bahan obat

sangat dipengaruhi oleh pengikat berair, maka zat pengikat ini dapat

ditambahkan dalam keadaan kering tanpa air. Jumlah bahan pengikat yang

digunakan tergantung pada bahan lainya dalam formula. Bahan pengikat yang

ditambahkan harus memberikan kelembaban yang cukup supaya serbuk dapat

bercampur, tidak boleh terlalu basah dan tidak boleh terlalu kering karena jika

dibasahi secara berlebih akan menghasilkan granul yang terlalu keras,

sedangkan jika pembasahannya kurang akan menghasilkan tablet yang terlalu

lunak dan cenderung mudah remuk (Ansel,2008:264).

Pembuatan tablet dengan cara granulasi basah dapat dilakukan dengan

cara sebagai berikut: zat berkhasiat, zat pengisi, dan zat penghancur dicampur

homogen. Kemudian dibasahi dengan larutan bahan pengikat, bila perlu

ditambah dengan pewarna. Setelah itu diajak menjadi granul dan dikeringkan

dalam almari pengering pada suhu 40 – 50°C. Setelah kering diayak lagi untuk

memperoleh granul dengan ukuran yang diperlukan dan ditambahkan bahan

pelicin kemudian dikempa menjadi tablet dengan mesin tablet (Anief, 2000:

211).

Keuntungan granulasi basah yaitu meningkatkan fluiditas dan

kompaktibilitas, sesuai untuk tablet dosis tinggi dengan sifat

aliran/kompaktibilitas buruk, mengurangi penjeratan udara, mengurangi debu,

11
pembasahan granul sesuai untuk homogenitas sediaan dosis rendah,

meningkatkan keterbatasan serbuk melalui hidrofilisasi (granulasi basah), dan

memungkinkan penanganan serbuk tanpa kehilangan kualitas campuran

(Agoes, 2006: 195).

2. Granulasi Kering

Granulasi kering membutuhkan waktu yang lebih sedikit dan

karenanya lebih ekonomis daripada pembutiran lembab. Cara ini sangat tepat

untuk tabletisasi yang peka terhadap suhu atau bahan obat yang tidak stabil

dengan adanya air (Voigt, 1995: 179).

Pada metode granulasi kering, granul dibentuk tanpa campuran

pelembab atau penambahan bahan pengikat ke dalam campuran serbuk obat,

tetapi dengan cara memadatkan massa yang jumlahnya besar dari campuran

serbuk dan setelah itu memecahkannya dan menjadikan pecahan – pecahan

menjadi granul yang lebih kecil. Metode granulasi kering cocok untuk obat

dosis tinggi, bahan – bahan yang tidak dapat diolah dengan metode granulasi

basah karena kepekaannya terhadap uap air atau karena obatnya peka terhadap

panas. Pada pembuatan granul secara kering dikerjakan dengan cara : zat

berkhasiat, zat pengisi, zat penghancur, bila perlu zat pengikat dicampur dan

dibuat menjadi tablet yang lebih besar (slugging). Setelah itu tablet yang

sudah jadi dipecah menjadi granul lalu diayak. Setelah pengayakan granul

ditambah dengan bahan pelicin dan terakhir dikempa cetak menjadi tablet

yang dikehendaki dengan mesin tablet (Anief, 2000: 211).

12
3. Kempa Langsung

Metode kempa langsung dilakukan terutama pada keadaan dosis

efektif terlalu tinggi untuk pencetakan langsung dan obatnya peka terhadap

pemanasan, kelembaban, atau keduanya yang dapat mengganggu dalam proses

granulasi basah. Walaupun kempa langsung mempunyai beberapa keuntungan

penting (tenaga kerja yang sedikit, proses kering, tahap proses sedikit), tapi

ada beberapa keterbatasan pada tehnik ini :

a) Perbedaan ukuran partikel dan kerapatan bulk antara obat dengan

pengisi dapat menimbulkan stratifikasi dalam granul sehingga dapat

menimbulkan ketidakseragaman isi obat dalam tablet.

b) Obat dosis besar dapat menimbulkan masalah dengan kempa langsung

bila tidak dikempa dengan obatnya sendiri.

c) Dalam beberapa keadaan, pengisi dapat berinteraksi dengan obat.

d) Karena kempa langsung keadaannya kering, sehingga tidak terjadi

pencampuran, hal ini dapat mencegah keseragaman distribusi obat

dalam granul (Lachman dkk. 1994: 687).

Kempa langsung menghindari banyak masalah yang timbul pada

granulasi basah dan granulasi kering. Meskipun demikian sifat fisik masing –

masing bahan pengisi merupakan hal kritis, perubahan sedikit dapat mengubah

sifat alir dan kempa sehingga menjadi tidak sesuai untuk dikempa langsung

(Depkes RI, 1995: 5).

13
E. Sifat Fisik Granul

Pada umumnya sebelum tabletisasi dilakukan, bahan obat dan bahan

pembantu yang diperlukan digranulasi (latin granula : butiran) artinya partikel –

partikel serbuk diubah menjadi butiran granulasi. Dalam hal ini diperoleh butiran,

dimana partikel serbuknya memiliki daya lekat. Disamping itu daya alirnya

semakin baik. Dengan daya alir tersebut pengisian ulang cetak dapat berlangsung

secara kontinyu dan homogen. Keseragaman bentuk granulasi menyebabkan

keseragaman bentuk tablet. Dengan demikian akan dihasilkan massa tablet yang

tetap dan ketepatan takaran yang tinggi (Voigt, 1995: 171).

F. Evaluasi Granul

1. Kemampuan Alir dan Sudut Istirahat

Kemampuan alir diperoleh dari waktu dalam detik yang diperlukan

sejumlah tertentu serbuk untuk mengalir melewati corong. Kemampuan alir

dan sudut istirahat digunakan untuk menilai efektivitas bahan pelicin, mudah

tidaknya granul mengalir dan sifat permukaan granul.

Jika sudut istirahat : 25 – 30 derajat sangat mudah mengalir

30 – 40 derajat mudah mengalir

40 – 45 derajat aliran cukup

>45 derajat kurang mengalir

14
2. Kompressibilitas

Kompresibilitas dihitung dari kerapatan serbuk, yaitu dengan memasukkan

sejumlah tertentu serbuk kedalam gelas ukur. Volume awal dicatat, kemudian

diketuk-ketuk sampai tidak terjadi pengurangan volume.


𝐷𝑎𝑝𝑡−𝐷𝑎𝑣𝑐
%K = 𝑥 100 %
𝐷𝑎𝑝𝑡

Davc = Berat jenis nyata sebelum pemampatan

Dapt = Berat jenis nyata setelah pemampatan 500 x

Jika % Kompresibilitas : 5 – 10 % aliran sangat baik

11 – 20 % aliran cukup baik

21 – 25 % aliran cukup

>26 % aliran buruk

3. Uji Kelembaban

Kandungan lembab merupakan banyaknya kadar air yang ada didalam

granulat. Kadar air serbuk maupun campuran serbuk sangat dipengaruhi oleh

kelembaban relative lingkungan. Perubahan kelembaban relative lingkungan

dapat meningkatkan kadar air partikel sehingga meningkatkan pula gaya

kohesif dan adhesive. Partikel yang memiliki kadar air tinggi akan

menggangu. Kandungan lembab yang baik adalah 1-5% (Voight, 1994).

% lembab = Wo – W1 x 100%

Wo

15
G. Evaluasi Tablet

1. Uji Keseragaman Bobot Tablet

Keseragaman bobot dipengaruhi mesin tablet, kualitas cetakan dan punch,

sifat fisik dan homogenitas granul, keteraturan aliran granul dari corong ke

cetakan (Lachman dkk, 1994: 651). Jumlah bahan yang diisikan dalam

cetakan yang akan ditekan menentukan bobot yang akan dihasilkan (Ansel,

2008: 252).

Ditimbang 20 tablet satu per satu, kemudian dihitung bobot rata–rata tiap

tablet. Jika ditimbang satu per satu, tidak boleh lebih dari dua tablet yang

masing – masing bobotnya menyimpang dari bobot rata – ratanya lebih besar

dari harga yang telah ditetapkan dalam kolom A, dan tidak satu tablet pun

yang bobotnya menyimpang dari bobot rata – ratanya lebih besar dari harga

yang ditetapkan dalam kolom B (Depkes RI, 1995: 999).

Tabel 1. Syarat Penyimpangan Bobot Tablet (Depkes RI, 1979 : 7)

Penyimpangan Bobot Rata –

Bobot Rata – Rata Rata dalam %

A B

25 mg atau kurang 15 % 30 %

25 mg sampai dengan 150 mg 10 % 20 %

151 mg sampai dengan 300 mg 7,5 % 15 %

Lebih dari 300 mg 5% 10%

16
2. Uji Keseragaman Ukuran Tablet

Ambil 20 tablet secara acak, lalu ukur diameter dan ketebalan tablet

menggunakan jangka sorong. Diameter tablet tidak lebih dari 3 kali dan tidak

kurang dari 1 1/3 kali tebalnya tablet.

3. Kontrol Kekerasan Tablet

Umumnya semakin besar tekanan, semakin keras tablet yang dihasilkan

meskipun sifat dan granul juga menentukan kekerasan tablet. Dapat

menggunakan hardness tester. Pada umumnya tablet harus cukup keras untuk

tahan pecah waktu dikemas, dikirim dan waktu ditangani secara normal, tapi

tablet ini akan cukup lunak untuk melarut dan menghancur dengan sempurna

begitu digunakan orang atau dapat dipatahkan diantara jari – jari bila memang

tablet ini perlu dibagi untuk pemakaiannya. Dalam bidang industry kekuatan

kekerasan minimum yang sesuai untuk tablet adalah sebesar 4- 8 kgf (Ansel,

2008: 255).

4. Uji Kerapuhan Tablet (Friability)

Kerapuhan tablet merupakan gambaran lain dari ketahanan tablet dalam

melawan pengikisan dan goncangan. Untuk uji kerapuhan tablet, kehilangan

berat lebih kecil dari 0,5 – 1% masih dapat dibenarkan (Lachman dkk, 1994:

654). Tablet dianggap baik jika kerapuhan tidak lebih dari 1% (Sulaiman,

2007: 200).

Kerapuhan tablet dapat diukur menggunakan friabilator yaitu dengan cara

melepaskan tablet berputar dan jatuh dalam alat penggulir berputar. Tablet

ditimbang sebelum dan sesudah sejumlah sekian kali putaran maka berat yang

17
hilang pun dihitung. Ketahanan terhadap kehilangan berat, menunjukkan

tablet tersebut untuk bertahan terhadap goresan ringan/kerusakan dalam

penanganan, pengemasan, dan pengapalan (Ansel, 2008 : 256)

5. Waktu Hancur Tablet

Waktu hancur adalah waktu yang dibutuhkan untuk hancurnya tablet

dalam media yang sesuai. Tablet dinyatakan hancur jika tablet terlarut dalam

suatu medium penguji atau hancur menjadi banyak partikel (Voigt, 1995:

224).

Bagi tablet, langkah penting pertama sebelum melarut adalah pecahnya

tablet menjadi partikel kecil atau granul yang disebut disintegrasi. Tablet harus

hancur dan semua patikel harus dapat menembus saringan mesh 10 dalam

waktu yang sudah ditentukan. Bila ada sisa yang tertinggal, maka sisa itu

harus mempunyai massa yang lunak dan tidak boleh ada inti tablet yang

tumpah. Tablet tidak bersalut mempunyai standar waktu hancur paling rendah

5 menit, tapi kebanyakan tablet mempunyai waktu hancur 30 menit (Lachman

dkk, 1994: 658-659). Waktu yang dibutuhkan untuk menghancurkan kelima

tablet tidak lebih dari 15 menit untuk tablet tidak bersalut (Sulaiman, 2007:

206).

Semua tablet dalam USP harus melalui pengujian daya hancur secara

resmi yang dilaksanakan in vitro dengan alat uji khusus. Secara singkat alat ini

terdiri dari rak keranjang yang dipasang berisi 6 pipa gelas yang ujungnya

terbuka, diikat secara vertical di atas latar belakang dari kawat stainless yang

berupa ayakan dengan ukuran mesh no.10. selama waktu pengujian, tablet

18
diletakkan pada pipa terbuka dalam keranjang tadi dengan memakai alat

mesin, keranjang ini diturun-naikkan dalam cairan pencelup dengan frekuensi

29-32 kali turun-naik per menit, layar kawat, dipertahankan selalu berada di

bawah permukaan cairan. (Ansel, 2008 : 157)

19
BAB III
PEMBAHASAN

A. Preformulasi Bahan Aktif


Asam Mefenamat

Nama lain Mefenamic acid


Berat molekul 241,29

Rumus molekol C15H15NO2

Struktur

PH 4-7
Serbuk hablur, putih atau hampir putih melebur pada suhu kurang
Pemerian 230˚ disertai peruraian.
Larut dalam alkali hidroksida, agak sukar larut dalam kloroform,
Kelarutan sukar larut dalam etanol dan dalam methanol, praktis tidak larut
dalam air.

Simpan dalam wadah tertutup rapat dengan temperature dibawah


40oC disarankan dengan suhu 15-30oC.

Stabilitas

Susut pengeringan Tidak lebih dari 1,0% dilakukan pengeringan pada suhu 105oC

20
Inkompatibilitas Antikoagulan, salisilat, dan sulfonamid
Aplikasi dalam Sebagai bahan aktif
formula

Sumber : FI edisi V, 2014 : 150, dan FI edisi IV, 2005 : 43

B. Preformulasi Eksipien

1) PVP ( Polyvinyl Pirolidone )

Nama lain Kolidon, Povidone, polyvin pyrolidone


Berat molekul -

Rumus molekol ( C6H9NO )n. Xi

Struktur

PH 4-7
Serbuk amorf, coklat kekuningan, berbau khas, larutan bereaksi
Pemerian asam terhadap kertas lakmus
Larut dalam air dan etanol, praktis tidak larut dalam klotoform, eter
Kelarutan dan karbon tetraklorida.

Stabil dalam pemanasan hingga 150oC dalam pemanasan air. Pada


Stabilitas pemanasan sterilisasi basah pada suhu 110-130oC.

Susut pengeringan Tidak lebih dari 8,0%, menggunakan 5 gram zat yang dikeringkan
pada suhu 105oC
Inkompatibilitas Dalam larutan dengan garam organic, alami, sintetis resin, dan
bahan kimia lainnya.

21
Aplikasi dalam Sebagai pengikat, penghancur, dan suspending agent
formula

Sumber : Farmakope Indonesia edisi , 2014 : 1039, dan Hnadbook

Pharmaceutical Expient edisi VI, 2009 : 581

2) Amylum

Nama lain Pati, amylum manihot, pati singkong


Berat molekul N = ( 300- 1000 )

Rumus molekol ( C6H10O5 )n

Struktur

PH 4-8
Serbuk sangat halus putih
Pemerian
Praktis tidak larut dalam air dingin dan etanol
Kelarutan

Amylum kering lebih stabil dan dapat melindungi mikroba. Jika


Stabilitas dalam bentuk pasta maka akan mudah terkontaminasi

Susut pengeringan Tidak lebih dari 15%. Dilakukan pengeringan pada suhu 100-105oC
dengan 1 gram zat
Inkompatibilitas Tidak cocok dengan oksidasi kuat, Dapat bewarna jika direaksikan
dengan iodine
Aplikasi dalam Sebagai pengikat, penghancur, dan diluent
formula

22
Sumber : Farmakope Indonesia edisi V,2014 : 1003, dan Handbook

Pharmaceutical Expient edisi VI, 2009 : 685

3) Laktosa

Nama lain Sacharum lactis


Berat molekul 342,30

Rumus molekol CH12H22O11

Struktur
PH 4,0 sampai 6,5
Serbuk putih atau hampir putih, rasa manis
Pemerian
Mudah larut dalam air, praktis tidak larut dalam etanol / alkohol
Kelarutan

Memenuhi stabilitas baik dan dapat memberikan pelepasan dan uji


Stabilitas disolusi zat aktif dengan baik serta pertumbuhan jamur dapat terjadi
dibawa kendali kelembaban
Susut pengeringan Tidak lebih dari 0,5%

Inkompatibilitas Tidak sesuai dengan oksidasi kuat, penyerapan cairan yang lebih
besar dan degradasi obat
Aplikasi dalam Sebagai bahan pengisi
formula

Sumber : Farmakope Indonesia edisi V hal 752, Farmakope Indonesia

edisi III hal 538, dan Yudha, 2016. Formulasi sediaan tabletliquisolid

23
glibenklamid dengan pelumat PEG 400 dan laktosa sebagai carrier

material skripsi, Yogyakarta : Universitas Sanata Dharma”

4) Magnesium stearate

Nama lain Asam stearate, garam magnesium, magnesia stearat


Berat molekul 591,24

Rumus molekol C36H70MgO4

Struktur

PH 5 sampai 9,2
Serbuk halus, putihm, dan voluminous, bau lemah khas, mudah
Pemerian melekat dikulit, bebas dari butiran
Praktis tidak larut dalam air, etanol dan bahan eter
Kelarutan

Stabil dalam suhu dingin dan kering dan tertutup rapat


Stabilitas

Susut pengeringan Tidak lebih dari 4%. Lakukan pengeringan pada suhu 105OC hingga
bobot tetap
Inkompatibilitas Tidak cocok dengan asam kuat, basa kuat dan garam besi. Hindari
pencampuran dengan zat oksidasi kuat. Tidak bisa digunakan untuk
membuat aspirin, beberapa vitamin, dan golongan garam alkaloid
Aplikasi dalam Sebagai bahan pelicin
formula

24
Sumber : Farmakope Indonesia edisi V, 2014 hal 805, dan Handbook

Pharmaceutical Expient, 2009 hal 404

5) Talkum

Nama lain Talk, altalk, hydrous magnesium silicade


Berat molekul 379,2657

Rumus molekol Mg6(Sl2O5)4 (OH)4

Struktur
PH 7-10
Serbuk hablur sangat halus, putih atau putih kelabu berkilat, mudah
Pemerian melekat pada kulit dan bebas dari butiran
Tidak larut dalam hampir semua pelarut
Kelarutan

Bahan stabil dan dapat disterilkan dengan pemanasan pada 1608oC


Stabilitas “ selama 1 jam “ juga dapat disterilkan dengan paparan etilena
oksdasi
Susut pengeringan Tidak lebih dari 6,55 pada suhu 1000oC menggunakan 1 gram zat

Inkompatibilitas Tidak kompatibel dengan senyawa ammonium kuartener


Aplikasi dalam Sebagai bahan prlicin, anticracking dan glidan
formula

Sumber : Farmakope Indonesia edisi V : 1247, Handbook

Pharmaceutical Expient, 2009 : 728, dan Farmakope Indonesia edisi

III : 591

25
6) Pewarna sunset yellow FCF

Nama lain Talk, altalk, hydrous magnesium silicade


Berat molekul 379,2657

Rumus molekol Mg6(Sl2O5)4 (OH)4

Struktur

PH -
Serbuk merah kekuningan. Dalam bentuk larutan bewarna orange
Pemerian menyala
Larut pada suhu 20oC, larut 75% dalam etanol, larit 50% dalam
Kelarutan propilen glikol

Sensitif dengan cahaya


Stabilitas

Susut pengeringan -

Inkompatibilitas Kompatibel buruk dengan asam sitrat, larutan saccharose, dan


larutan sodium bicarbonate. Tidak cocok dengan asam ascorbate,
gelatin dan glukosa
Aplikasi dalam Sebagai bahan pewarna
formula

Sumber : Handbook Pharmaceutical Expient, 2009 : 194

C. Rasionalisasi Formula

26
Dalam praktikum ini kami memilih metode granulasi basah. Hal ini
dikarenakan hasil uji dari zat aktif kami tidak cukup baik sifat alirnya harus
diketok-ketok terlebih dahulu. Dan waktu yang diperlukan untuk alir 23,8 detik
yang menandakan zat aktif kami memiliki sifat yang buruk yaitu kurang dari 10
detik ( Sulaiman, 2007 : 105 ). Pembasahan granul sesuai untuk homogenitas
sediaan dosis rendah, meningkatkan keterbatasan serbuk melalui hidrofilisasi (
granulasi basah ), dan memungkinkan penanganan serbuk tanpa kehilangan
kualitas campuran ( Agoes, 2006 : 195 ).
Adapun pemilihan bahan tambahan dalam formulasi kami adalah sebagai berikut :
1. Bahan pengikat PVP
Kami memilih bahan ini karena baik digunakan dan stabil hingga suhu
105oC. Dapat memberikan suatu gaya adhesi pada proses granulasi. Bahan
pengikat dapat menyatukan partikel serbuk dalam butiran-butiran granulat.
Contoh bahan pengikat larut dalam air atau alcohol yaitu, PVP dengan
penggunaan 5-10% tablet ( Anief, 2000 : 211).
2. Glidan atau penghancur amylum
Kami memilih amylum yang lazim digunakan, selain berfungsi sebagai
penghancur juga dapat berfunsi sebagai pengikat ( Handbook Pharmaceutical
Excipient, 2009 : 685 ). Kanji dan jenis-jenisnya merupakan bahan
penghancur yang banyak dipakai dengan harga murah. Biasanya digunakan
dengan konsentrasi 5-20% dari berat tablet ( Lachman dkk, 1994 : 702 ).
3. Pengisi / Filler Lactosa
Karena asam mefenamat memiliki rasa asam dan cukup pahit maka kami
memilih laktosa yang memiliki rasa manis ( Farmakope Indonesia edisi V,
2014 : 752 ). Berfungsi sebagai pengisi sehingga dibutuhkan ukuran massa
0,1-0,8 gram. Disamping sifatnya harus netral secara fisika dan kimia
sebaiknya dapat dicernakan dengan baik ( Voight, 1995 : 202 ).
4. Glidan dan Lubricant atau Pelicin
Dua fungsi bahan ini tumoang tindih satu sama lain suatu bahan anti lekat
juga berfungsi sebagai pelicin. Pelicin atau glidan diharapkan dapat
mengurangi gesekan antara dinding tablet dengan die, pada saat tablet akan

27
ditekan ke luar.sehingga kami memilih magnesium stearat yang kami
gunakan pada fase luar. Sedangkan pelicin ditujukan untuk memacu aliran
serbuk atau granul dengan jalan mengurangi gesekan diantara partikel-
partikel saat pencetakan kami menggunakan talcum ( Lachman dkk, 1994 :
703 ). Magnesium stearate merupakan lubricant paling efektif dalam
penggunaan secara luas. Konsentrasi efektif magnesium stearate antara 0,2-
2%. Biasa dicampur dengan serbuk atau campuran granul untuk waktu
relative singkat ( Agoes, 2006 : 191 ).
5. Pewarna sunset yellow FCF
Merupakan pemberi warna kuning hingga orange pada sediaan oral maupun
topical. Kami memilih warna ini karena ini pewarna sintetis yang tersedia
pada Laboratorium. Inkompatibilitas dengan asam askorbat ( Handbook
Pharmaceutical Expient, 2009 : 194 ). Kami ingin membuat tablet asam
mefenamat dengan inovasi warna kuning berbeda dengan lainnya.

28
F. Cara Kerja

Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan

Timbang zat berkhasiat / zat aktif, pengisi, dan


penghancur dicampur homogen

Ditambahkan dengan larutan pengikat dan pewarna


( pembasahan ) 20 ml

Ditambahkan sedikit demi sedikit jika perlu


tambahkan hingga bisa menjadi granul

Diayak dengan ayakan no 14, kemudian


dikeringkan pada pengering dengan suhu 40-50oC

Setelah, diayak lagi dengan ayakan no 16

Lakukan evaluasi granul

Ditambahkan bahan pelicin / lubricant, glidan, dan


penghancur luar, homogenkan

Dilakukan pencetakan tablet

Lakukan evaluasi tablet

29
G.Evaluasi granul

1. Kecepatan alir

-Granul asam mefenamat di timbang sebanyak 10 gram

-Dimasukkan asam mefenamat ke dalam corong, bagian bawahnya di tutup dan

permukaan granul di ratakan

-Buka tutup corong.catat waktu yangh di perlukan untuk mengalir hingga habis

-Lalu hitung kecepatan alir granul

m
v
t

2. Sudut diam

-Granul asam mefenamat di timbang sebanyak 10 gram

-Dimasukkan asam mefenamat ke dalam corong, bagian bawahnya di tutup dan

permukaan granul di ratakan,kemudian buka.

-terlebih dahulu bagian bawah di lapisi kertas agar dapat mengukur diameter

kerucut dan tingginya

-Lalu hitung sudut diam

2h
tan 
d

3. Kompresibilitas

30
-Gelas ukur 100 ml kosong timbang (W1)

-Isi dengan asam mefenamat hingga 100 ml (Vo) lalu tibang (W2)

-Hentakkan sebanyak +500 kali hingga terjadi pengurangan volume, catat hasil

(V1)

-Hitung dengan pemanasan

w2  w1 w2  w1 Pb  Pu
Pu  Pb  C
V0 V1 Pb

H. Evaluasi Tablet

1. keseragaman ukuran

-amb l 20 tablet, ukur masing-masing diameternya dan tebalnya menggunakan


i

jangka sorong

2. Keseragaman bobot

-Ambil 20 tablet timbang satu persatu kemudian hitunglah tablet rata-rata

3. Kekerasan tablet

-Ambil 20 tablet letakkan pada hardness tester kemudian hancurkan baca angka

yang menjukkan penekanan pada saat tablet hancur

4. Kerapuhan tablet

-Ambil 20 tablet yang telah di timbang kemudian masukkan ke alat fribiliator

dan putar sebnayak 100 kali putaran kemudian timbang, hitung bobot yang

hilang

5. Uji waktu hancur

31
-Masukkan 18 tablet ke dalam keranjang alat uji waktu hancur turun naikkan

keranjang sebanyak 30 kali tiap menit, tablet di nyatakan hancur jika tablet ada

bagian tablet yang tertinggal di dalam keranjang.

DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. 2000. Ilmu Meracik Obat, Teori dan Praktek. Yogyakarta : UGM.

Press.

Ansel, H. 2008. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Ed ke 4. Penerjemah: Farida.

Jakarta : UI Press. Terjemahan dari : Introduction to Pharmaceutical

Dosage Form.

Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia. Ed ke 3. Jakarta : Departemen Kesehatan

Republik Indonesia.

Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia. Ed ke 4. Jakarta : Departemen Kesehatan

Republik Indonesia.

Depkes RI. 2014. Farmakope Indonesia. Ed ke 5. Jakarta : Departemen Kesehatan

Republik Indonesia.

Lachman, L., Lieberman, HA. Kanig J.L. 1994. Teori dan Praktek Farmasi

Industri. Ed ke 3. Penerjemah : Siti Suyatmi. Jakarta : UI Press.

Terjemahan dari: The Teory and Practice of Industrial Pharmacy.

Voigt, R. 1995. Pelajaran Teknologi Farmasi. Ed ke 5. Penerjemah: Noerono.

Yogyakarta : UGM Press.

32
LAMPIRAN

33

Anda mungkin juga menyukai