Disusun Oleh:
Siti Handayani G99172153
Clara Angelica R G99181016
Asoka Murascandrika G99171009
Arif Nurhadi A G99181012
Arifah Qudsiyah G99171007
Pembimbing:
drg. Eva Sutyowati Permatasari, Sp.BM, MARS
A. DEFINISI
Abses leher dalam terbentuk di dalam ruang potensial di antara fasia leher
dalam sebagai kelanjutan infeksi dari daerah kepala leher. Pada abses
submandibular, ruang potensial ini terdiri dari ruang sublingual dan submaksila
yang dipisahkan oleh otot milohioid.2
B. ANATOMI
Kelenjar Submandibula adalah sepasang kelenjar yang terletak di rahang
bawah, di atas otot digatrik. Produksi sekresinya adalah campuran serous dan
mucous dan masuk ke mulut melalui duktus Wharton. Walaupun lebih kecil
daripada kelenjar parotis, sekitar 70% saliva di kavum oral diproduksi oleh
kelenjar ini, 25% parotis,8% kelenjar mukosa kecil. Selama merangsang sekresi
kelenjar parotid menghasilkan mayoritas air liur. Kelenjar submandibular dibagi
menjadi lobus superfisialis dan profunda, yang dipisahkan oleh otot mylohyoid.
C. ETIOLOGI
Infeksi leher dalam potensial terjadi pada ruang faring. Sumber infeksi dapat
berasal dari gigi-geligi (odontogenic infection) faring, atau akibat trauma pada
saluran nafas dan organ cerna atas (upper aerodigetive trauma), dimana terjadi
perforasi pada membrana mukosa pelindung mulut atau ruang faring. Selain itu,
infeksi kelenjar liur, infeksi saluran napas atas, benda asing dan intervensi alat-alat
medis (iatrogenic) dapat menjadi factor penyebab abses leher dalam. Namun
masih terdapat sekitar 20% dari kasus yang terjadi, penyebabnya belum dapat
diketahui. Kemudian penyalahgunaan pemakaian obat-obatan intravena dapat juga
menyebabkan terjadinya kasus penyakit ini.4,5
Pada abses submandibula, infeksi terjadi akibat perjalan dari infeksi gigi dan
jaringan sekitarnya yaitu pada P1, P2, M2, M2 namun jarang terjadi pada M3.
Beberapa jenis bakteri yang menjadi penyebab abses submandibula ini dibagi
menjadi golongan bakteri Aerob dan Anaerob.1,4,5
Untuk golongan aerob terdiri dari:5
Alfa Streptokokus hemolitikus
Stafilokokus
Bakteroides
Sedangkan yang termasuk kedalam golongan bakteri anaerob yaitu:3
Peptostreptokokus
Peptokoki
Fusobakterium nukleatum
D. PATOFISIOLOGI
Penyebaran infeksi difasilitasi karena aspek lingual tulang periodontal di
sekitar gigi molar tipis. Infeksi meluas dengan melibatkan ruang sublingual
sehingga ruang submandibula tampak simetris. Jika infeksi menyebar melalui
sistem limfatik maka akan memberikan manifestasi unilateral.Kemudian infeksi
terus berlanjut sehingga lidah bisa memperbesar hingga dua atau tiga kali ukuran
normal dan distensi posterior ke hipofaring, superior terhadap langit-langit mulut,
dan anterior menonjol keluar dari mulut. Ekstensi posterior akan langsung
melibatkan epiglotis. Adanya koneksi pada fascia buccopharyngeal menyebabkan
infeksi atau abses dapat menyebar secara langsung di sepanjang otot styloglossus
ke ruang parapharyngeal dan dari sana ke ruang retropharyngeal dan mediastinum
superior.5
E. GEJALA KLINIS
Secara umum, gejala abses meliputi :
1. Nyeri
2. Bengkak
3. Eritema pada jaringan
4. Trismus
5. Demam
F. DIAGNOSIS
G. TATALAKSANA
1. Antibiotik (parenteral).
Untuk mendapatkan jenis antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebab,
uji kepekaan perlu dilakukan. Namun, pemberian antibiotik secara parenteral
sebaiknya diberikan secepatnya tanpa menunggu hasil kultur pus. Antibiotik
kombinasi (mencakup terhadap kuman aerob dan aerob, gram positif dan gram
negatif) adalah pilihan terbaik mengingat kuman penyebabnya adalah campuran
dari berbagai kuman. Secara empiris kombinasi ceftriaxone dengan metronidazole
masih cukup baik. Setelah hasil uji sensitivitas kultur pus telah didapat pemberian
antibiotik dapat disesuaikan.
Berdasarkan uji kepekaan, kuman aerob memiliki angka sensitifitas
tinggiterhadap ceforazone sulbactam, moxyfloxacine, ceforazone, ceftriaxone,
yaitu lebihdari 70%. Metronidazole dan klindamisin angka sensitifitasnya masih
tinggi terutamauntuk kuman anaerob gram negatif. Antibiotik biasanya dilakukan
selama lebihkurang 10 hari.
2. Bila abses telah terbentuk, maka evakuai abses dapat dilakukan.
Evakuasi abses dapat dilakukan dalam anastesi lokal untuk abses yang
dangkal dan terlokalisasi atau eksplorasi dalam narkosis bila letak abses dalam dan
luas. Insisi dibuat padatempat yang paling berfluktuasi atau setinggi os hioid,
tergantung letak dan luasabses. Bila abses belum terbentuk, dilakukan
penatalaksanaan secara konservatif dengan antibiotik IV, setelah abses terbentuk
(biasanya dalam 48-72 jam) maka evakuasi abses dapat dilakukan.
3. Mengingat adanya kemungkinan sumbatan jalan nafas, maka tindakan
trakeostomi perlu dipertimbangkan
H. KOMPLIKASI
Komplikasi abses leher jarang terjadi tetapi dapat membawa angka kesakitan yang
tinggi dan kematian. Hal ini biasanya terkait dengan keterlambatan dalam diagnosis atau
pengobatan. Penderita dengan abses atau ancaman terjadinya komplikasi terutama
terhadap jalan nafas, abses yang tampak pada ruang fasia kepala leher dan mereka yang
keadaannya tidak membaik setelah pemberian antibiotika parenteral 48 jam. Keberhasilan
terapi bedah tergantung pada visualisasi yang bagus, kontrol pembuluh darah yang
memadai, insisi luas, dan drainase terbuka.
Obstruksi jalan nafas dan kematian bisa terjadi. Penyebaran infeksi sepanjang
danger space dengan cepat dapat menyebabkan mediastinitis. Meskipun komplikasi ini
jarang, tetap bisa terjadi jika ada keterlambatan dalam penatalaksanaan abses leher.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
1. Diagnosis abses submandibular dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
hasil pemeriksaan klinis serta pemeriksaan laboratorium penderita.
2. Penatalaksanaan pada penderita dilakukan dengan tindakan drainase untuk
evakuasi pus sesuai besarnya lokasi abses serta pemberian terapi antibiotika.
Diperlukan juga terapi pada sumber infeksi yang pada kasus ini berasal dari
infeksi gigi.
3. Keterlambatan diagnosis atau kesalahan diagnosis abses submandibula dapat
menimbulkan konsekuensi terjadinya komplikasi berupa mediastinitis bahkan
kematian.
B. Saran
1. Dokter umum sebagai dokter primer pratama dapat mengetahui tatalaksana
awal abses submandibula sehingga tidak terjadi komplikasi.
2. Penulis atau peneliti selanjutnya dapat menganalisis lebih lanjut mengenai
abses submandibular dan komplikasi-komplikasinya.
DAFTAR PUSTAKA