Anda di halaman 1dari 18

HUBUNGAN MANUSIA DENGAN AGAMA

Makalah

disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah agama

oleh:

1. Fauzi Ilham H (NIM 218311009)

PROGRAM STUDI PEMELIHARAAN MESIN

TEKNIK MANUFAKTUR

POLITEKNIK MANUFAKTUR BANDUNG

2018
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikumwarahmatullahiwabarakatuh Segalapuji bagi Allah SWT yang telah
memberikan saya kemudahan sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Tanpapertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini
dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu
Nabi Muhammad SAW yang kitananti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti. Penulis mengucapkan
syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun
akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas
agama dengan judul "Hubungan Manusia dengan Agama”. Penulis tentu menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan
di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini,
supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baiklagi. Demikian, dan apabila
terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya. Penulis
juga mengucap kan terimakasih kepada semua pihak khususnya kepada dosen Agama kami Bapak
Dudi yang telah membimbing kami dalam menulis makalah ini. Demikian, semoga makalah ini
dapat bermanfaat. Terimakasih.
Daftar Isi
KATA PENGANTAR ................................................................................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................................................... 4
A.Latar Belakang Masalah ......................................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah................................................................................................................................. 5
C.Tujuan .................................................................................................................................................... 6
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................................................... 7
A.Pengertian Manusia dalam Al-Qur`an dan Humanisme ........................................................................ 7
B. Pengertian Agama dan Unsur-unsur Pokok Agama ............................................................................ 11
B. Hubungan Manusia dengan Agama .................................................................................................... 13
D. Agama Sebagai Fitrah dan Pedoman Hidup Manusia ........................................................................ 14
BAB III PENUTUP ......................................................................................................................................... 16
A.Kesimpulan .......................................................................................................................................... 16
B.Saran .................................................................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................................................... 17
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah

Agama adalah fitrah “ketentuan mutlak” bagi Manusia tanpa agama, manusia bukan berarti
apa-apa, karena Agama memang ditujukan bagi manusia.

Agama memberikan penjelasan bahwa manusia adalah mahluk yang memilki potensi untuk
berahlak baik (takwa) atau buruk (fujur) potensi fujur akan senantiasa eksis dalam diri manusia
karena terkait dengan aspek instink, naluriah, atau hawa nafsu, seperti naluri makan/minum,
berkuasa dan rasa aman. Apabila potentsi takwa seseorang lemah, karena tidak terkembangkan
(melalui pendidikan), maka prilaku manusia dalam hidupnya tidak akan berbeda dengan hewan
karena didominasi oleh potensi fujurnya yang bersifat instinktif atau implusif (seperti berjinah,
membunuh, mencuri, minum-minuman keras, atau menggunakan narkoba dan main judi).(1)

Agar hawa nafsu itu terkendalikan (dalam arti pemenuhannya sesuai dengan ajaran agama),
maka potensi takwa itu harus dikembangkan, yaitu melalui pendidikan agama dari sejak usia dini.
Apabila nilai-nilai agama telah terinternalisasi dalam diri seseorang maka dia akan mampu
mengembangkan dirinya sebagai manusia yang bertakwa, yang salah satu karakteristiknya adalah
mampu mengendalikan diri (self contor) dari pemuasan hawa nafsu yang tidak sesuai dengan
ajaran agama.(2)
B. Rumusan Masalah

Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam proses penyusunan makalah ini adalah
“Hubungan Manusia dan Agama”. Untuk memberikan kejelasan makna serta menghindari
meluasnya pembahasan, maka dalam makalah ini masalahnya dibatasi pada :

1. Apa Pengertian Manusia dalam Al-Qur`an dan Humanisme?

2. Apa Pengertian Agama dan Unsur-unsur Pokok Agama?

3. Bagaimana Hubungan Manusia dengan Agama?

4. Bagaimanakah Agama Sebagai Fitrah dan Pedoman Hidup Manusia?


C.Tujuan

Pada dasarnya tujuan penulisan makalah ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu tujuan umum dan
khusus. Tujuan umum dalam penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Pendidikan Agama. Adapun tujuan khusus dari penyusunan makalah ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengertian manusia dalam Al-Qur`an dan humanisme

2. Untuk mengetahui pengertian agama dan unsur-unsur pokok agama

3. Untuk mengetahui hubungan manusia dengan agama

4. Untuk mengetahui bahwa agama sebagai fitrah dan pedoman hidup manusia
BAB II
PEMBAHASAN

A.Pengertian Manusia dalam Al-Qur`an dan Humanisme

1.Pengertian Manusia dalam Al-Quran

Manusia telah berupaya memahami dirinya selama beribu-ribu tahun. Tetapi gambaran
yang pasti dan menyakinkan tak mampu mereka peroleh hanya dengan mengandalkan daya
nalarnya yang subyektif. Oleh karena itu mereka memerlukan pengetahuan dari pihak lain yang
dapat memandang dirinya secara lebih utuh. Allah sang pencipta telah menurunkan kitab suci Al-
Qur`an yang diantara ayat-ayatNya adalah gambaran-gambaran konkret tentang manusia.
Penyebutan nama manusia dalam Al-Qur`an tidak hanya satu macam. Berbagai istilah digunakan
untuk menunjukkan berbagai aspek kehidupan manusia, di antaranya :

a.Dari aspek historis penciptaannya manusia disebut dengan Bani Adam :

“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan
minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berlebih-lebihan. (Qs Al-A`roof : 31)” (3)

b.Dari aspek biologis kemanusiaannya disebut dengan basyar yang mencerminkan, sifat-sifat
fisik, kimia, biologisnya :

“Dan berkatalah pemuka-pemuka yang kafir di antara kaumnya dan yang mendustakan akan
menemui hari akhirat (kelak) dan yang telah Kami mewahkan mereka dalam kehidupan di dunia:
"(Orang) ini tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, dia makan dari apa yang kamu makan,
dan meminum dari apa yang kamu minum. (Qs Al-Mukminun Ayat 33)” (3)

c. Dari aspek kecerdasannya disebut dengan insan yakni makhluk terbaik yang diberi akal
sehingga mampu menyerap ilmu pengetahuan :

“Dia menciptakan manusia. Mengajarnya pandai berbicara. (Qs Ar-Rohman Ayat 3-4)” (3)
d. Dari aspek sosiologisnya disebut annas yang menunjukkan sifatnya yang berkelompok sesama
jenisnya :

“Wahai manusia, sembahlah Tuhanmu Yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang
sebelummu, agar kamu bertakwa. (QS. al-Baqarah Ayat 21)” (3)

e. Dari aspek posisinya disebut abdun (hamba) yang menunjukkan kedudukannya sebagai hamba
Allah yang harus tunduk dan patuh kepada-Nya:

“Maka apakah mereka tidak melihat langit dan bumi yang ada di hadapan dan di belakang
mereka? Jika Kami menghendaki, niscaya Kami benamkan mereka di bumi atau Kami jatuhkan
kepada mereka gumpalan dari langit. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda (kekuasaan Tuhan) bagi setiap hamba yang kembali (kepada-Nya). (Qs Saba` Ayat 9)” (3)
2. Pengertian Manusia dalam Al-Qur`an dan Humanisme
Manusia tidak berbeda dengan binatang dalam kaitan dengan fungsi tubuh dan fisiologisnya.
Fungsi-fungsi kebinatangan ditentukan oleh naluri, pola-pola tingkah laku yang khas, yang pada
gilirannya ditentukan oleh struktur susunan syaraf bawaan.

Manusia menyadari bahwa dirinya sangat berbeda dari binatang apapun. Tetapi memahami siapa
sebenarnya manusia itu bukan persoalan yang mudah. Ini terbukti dari pembahasan manusia
tentang dirinya sendiri yang telah berlangsung demikian lama.

Para ahli pikir berbeda pendapat dalam mendefinisikan manusia. Perbedaan tersebut sebenarnya
disebabkan oleh kenyataan kekuatan dan peran multidimensional yang dimainkan manusia.
Sedangkan kecenderungan para ahli pikir hanya meninjau dari sisi yang menjadi titik pusat
perhatiannya dan mengabaikan sisi yang lainya.

Para penganut teori psikoanalisis menyebut manusia sebagai homo valens (manusia
berkeinginan). Menurut aliran ini manusia adalah makhluk yang memiliki perilaku hasil interaksi
antara komponen biologis, psikologis dan sosial. Di dalam diri manusia terdapat
unsur animal (hewani), rasional dan moral. (3)

Para penganut teori behaviorisme menyebut nama manusia sebagai homo mechanicus (manusia
mesin). Behaviorisme lahir sebagai reaksi terhadap introspeksionisme (aliran yang menganalisis
jiwa manusia berdasarkan laporan-laporan subyektif) dan psikoanalisis (aliran yang berbicara
tentang alam bawah sadar yang tidak tampak). Behavionarisme ingin menganalisis perilaku yang
tampak saja, yang diukur, dilukiskan dan diramalkan. Menurut aliran ini semua tingkah laku
manusia terbentuk sebagai hasil proses pembelajaran terhadap lingkungannya, tidak disebabkan
aspek rasional dan emosionalnya.

Para penganut teori kognitif menyebut manusia sebagai homo sapiens (manusia berpikir).
Menurut aliran ini manusia tidak lagi dipandang sebagai makhluk yang bereaksi secara pasif pada
lingkungan, tetapi sebagai makhluk yang selalu berusaha memahami lingkungannya, makhluk
yang selalu berpikir. Penganut teori kognitif mengecam pendapat yang cenderung manganggap
pikiran itu tidak nyata karena tampak tidak mempengaruhi peristiwa. Padahal berpikir,
memutuskan, menyatakan, memahami dan sebagainya adalah fakta kehidupan manusia. (3)
Para penganut teori humanisme menyebut manusia sebagai homo ludens (manusia bermain).
Aliran ini mengecam teori psikoanalisis dan behaviorisme karena keduanya dianggap tidak
menghormati manusia sebagai manusia. Keduanya tidak dapat menjelaskan aspek eksistensi
manusia yang positif dan menentukan seperti cinta, kreatifitas, nilai, makna, dan pertumbuhan
pribadi. Menurut Humanisme manusia berperilaku untuk mempertahankan, meningkatkan, dan
mengaktualisasikan diri. Perdebadan mengenai siapa manusia itu dikalangan para ilmuan terus
berlangsung dan tidak menemukan satu kesepakatan yang tuntas. Manusia tetap menjadi misteri
yang paling besar dalam sejarah perkembangan ilmu pengetahuan sampai sekarang.
B. Pengertian Agama dan Unsur-unsur Pokok Agama

Agama adalah sebuah realitas yang senantiasa melingkupi manusia. Agama muncul dalam
kehidupan manusia manusia dalam berbagai dimensi dan sejarahnya. Maka memang tidak mudah
mendefinisikan agama. Termasuk mengelompokkan seseorang apakah ia terlibat dalam suatu
agama atau tidak. Mungkin seseorang dianggap termasuk pengikut suatu agama tetapi ia
mengingkari. Mungkin sebaliknya seseorang mengaku memeluk sebuah agama, padahal
sesungguhnya sebagian besar pemeluk agama tersebut mengingkari.

Oxford Student Dictionary (1978) mendefinisakan agama (religion) dengan “the belief in the
existensi of supranatural ruling power, the cretor and controller of the universe”, yaitu suatu
kepercayaan akan keberadaan suatu kekuatan pengatur supranatural yang menciptakan dan
mengendalikan alam semesta. Agama (religion) dalam pengertiannya yang paling umum diartikan
sebagai system orientasi dan obyek pengabdian. Dalam pengertian ini semua orang adalah
makhluk religius, karena tidak seorangpun dapat hidup tanpa suatu system yang mengaturnya dan
tetap dalam kondisi sehat. Kebudayaan yang berkembang di tengah manusia adalah produk dari
tingkah laku keberagaman manusia. (3)

Dalam bahasa Al-Qur`an “din” diartikan sebagai agama. Kata din yang berasal dari akar bahasa
Arab dyn mempunyai banyak arti pokok, yaitu keberhutangan, kepatuhan, kekuasaan bijaksana,
dan kecenderungan alami atau tendensi. Dalam keadaan seseorang mendapatkan dirinya berhutang
kesimpulannya ialah bahwa orang itu menundukkan dirinya dalam arti menyerah dan patuh kepada
hukum dan peraturan yang mengatur hutang. Demikian juga dalam artian yang terbatas kepada
yang berpiutang.
Sebuah agama biasanya melingkupi tiga persoalan pokok, yaitu:

1. Keyakinan (credial), yaitu keyakinan akan adanya sesuatu kekuatan supranatural yang
diyakini mengatur dan mencipta alam

2. Peribadatan (ritual), yaitu tingkah laku manusia dalam berhubungan dengan kekuatan
supranatural tersebut sebagai konsekuensi atau pengakuan dan ketundukannya

3. System nilai yang mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya atau alam semesta
yang kaitkan dengan keyakinannya tersebut.

Menurut Leight, Keller dan Calhoun, agama terdiri dari beberapa unsur pokok:

1. Kepercayaan agama, yakni suatu prinsip yang dianggap benar tanpa ada keraguan lagi

2. Simbol agama, yakni identitas agama yang dianut umatnya.

3. Praktik keagamaan, yakni hubungan vertikal antara manusia dengan Tuhan-Nya, dan
hubungan horizontal atau hubungan antarumat beragama sesuai dengan ajaran agam.

4. Pengalaman keagamaan, yakni berbagai bentuk pengalaman keagamaan yang dialami oleh
penganut-penganut secara pribadi.

5. Umat beragama, yakni penganut masing-masing agama


B. Hubungan Manusia dengan Agama

Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem yang mengatur tata keimanan
(kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang
berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.[1]

Kata "agama" berasal dari bahasa Sanskerta, āgama yang berarti "tradisi". Sedangkan kata lain
untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari bahasa Latin religio dan berakar
pada kata kerja re-ligare yang berarti "mengikat kembali". Maksudnya dengan berreligi,
seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan.

Menurut agama Islam, manusia diciptakan di bumi untuk beribadah kepada Allah. Selain itu,
manusia diciptakan di bumi sebagai khalifah atau pemimpin di bumi. Dengan perannya tersebut,
manusia diharapkan untuk:

1. Sadar sebagai mahluk individu yaitu mahluk hidup yang berfungsi sebagai mahluk yang paling
utama di antara mahluk-mahluk lain. Sebagai mahluk utama di muka bumi, manusia diingatkan
perannya sebagai khaifah dibumi dan mahluk yang diberi derajat lebih daripada mahluk lain yang
ada di bumi. Sesuai dengan firman Allah: “Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak
Adam dan Kami angkat mereka itu melalui daratan dan lautan serta Kami beri mereka rezeki dari
yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka atas kebanyakan mahluk yang kami ciptakan (Q.S. Al-
Isra: 70)

2. Sadar bahwa manusia adalah mahluk sosial. Sebagai mahluk sosial, manusia harus mengadakan
interelasi dan interaksi dengan sesamanya. Itulah sebabnya Islam mengajarkan
perasamaan“Berpeganglah kamu semuanya dalam tali Allah dan janganlah kamu berpecah
belah…” (Q.S. Ali Imran: 103) “Sesungguhnya semua orang mukmin adalah bersaudara.”(Q.S.
Al Hujarat: 10)
3. Sadar manusia adalah hamba Allah SWT. Manusia sebagai mahluk yang berketuhanan,
memiliki sikap dan watak religius yang perlu dikembangkan. Manusia harus selalu beribadah
keapada Allah karena merupakan tugasnya untuk beribadah kepada Allah sesauai dengan firman
Allah: “(Yang memiliki sifat-sifat) demikian itu adalah Tuhanmu, tidak ada Tuhan selain Dia,
pencipta segala sesuatu maka sembahlah Dia, dan Dia adalah pemelihara segala sesuatu, Dia
tidak dapat dijangkau oleh daya penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang
kelihatan, dan Dialah Yang Maha Mengetahui.”(Q.S. Al An’aam: 102)

D. Agama Sebagai Fitrah dan Pedoman Hidup Manusia

Keyakinan ditemukannya berbagai macam agama dalam masyarakat sejak dahulu hingga kini
membuktikan bahwa hidup dibawah system keyakinan adalah tabiat yang merata pada
manusia. Tabiat ini telah ada sejak manusia lahir sehingga taka da pertentangan sedikitpun dari
seseorang yang tumbuh dewasa dalam sebuah system kehidupan. Agama-agama yang berbeda-
beda tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat tersebut. [3]

Dalam setiap diri manusia selalu ada pertanyaan yang selalu muncul dalam dirinya yaitu “dari
mana saya datang?”, “apa yang terjadi ketika saya sudah mati?”. Pertanyaan-pertanyaan ini yang
mengakibatkan manusia selalu mencari jawabannya. Mencari jawaban dan selalu ingin tahu
merupakan fitrah manusia yaitu hal yang sudah ada dan berdasar di dalam hidup manusia. Para
ahli teologi Islam mengatakan bahwa fitrah adalah satu hal yang dibekalkan Allah kepada setiap
manusia. Karenanya, ciri-ciri sesuatu yang bersifat fitri adalah tidak dipelajari, ada pada semua
manusia, tidak terkurung oleh batas-batas teritorial dan masa, dan tidak akan pernah hilang. [3]

Agama dan kehidupan beragama merupakan unsur yang tak terpisahkan dari kehidupan dan sistem
budaya umat manusia. Sejak awal manusia berbudaya, agama dan kehidupan beragama tersebut
telah menggejala dalam kehidupan, bahkan memberikan corak dan bentuk dari semua perilaku
budayanya. Agama dan perilaku keagamaan tumbuh dan berkembang dari adanya rasa
ketergantungan manusia terhadap kekuatan goib yang mereka rasakan sebagai sumber kehidupan
mereka. Mereka harus berkomunikasi untuk memohon bantuan dan pertolongan kepada kekuatan
gaib tersebut, agar mendapatkan kehidupan yang aman, selamat dan sejahtera. Tetapi “apa” dan
“siapa” kekuatan gaib yang mereka rasakan sebagai sumber kehidupan tersebut, dan bagaimana
cara berkomunikasi dan memohon peeerlindungan dan bantuan tersebut, mereka tidak tahu.
Mereka hanya merasakan adanya da kebutuhan akan bantuan dan perlindunganya. Itulah awal rasa
agama, yang merupakan desakan dari dalam diri mereka, yang mendorong timbulnya perilaku
keagamaan. Dengan demikian rasa agama dan perilaku keagamaan (agama dan kehidupan
beragama) merupakan pembawaan dari kehidupan manusia, atau dengan istilah lain merupakan
“fitrah” manusia. [1]

Agama sebagai pedoman hidup manusia karena agama sangat penting bagi kehidupan manusia
sebagai petunjuk menjalani hidup didunia. Agama sebagai pondasi dalam menghadapi lika-liku
kehidupan. Manusia yang tidak memiliki agama bagaikan hidup tanpa arah dan tujuan. Maka dari
itu kita sebagai manusia harus mempunyai keyakinan dan mempunya agama sebagai pedoman
perjalan hidup kita yang akan membawa kita ke jalan yang terang.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan

Manusia hakikatnya adalah makhluk biologis, psikolsogi dan sosial yang memiliki dua predikat
statusnya dihadapan Allah sebagai Hamba Allah dan fungsinya didunia sebagai khalifah Allah),
mengantur alam dan mengelolanya untuk mencapai kesejahteraan kehidupan manusia itu sendiri
dalam masyarakat dengan tetap tunduk dan patuh kepada sunnatullah. Rasa agama dan perilaku
keagamaan (agama dan kehidupan beragama) merupakan pembawaan dari kehidupan manusia,
atau dengan istilah lain merupakan “fitrah” manusia.

B.Saran

Demikian Penyusunan Makalah ini, agar kiranya dapat bermanfaat bagi para pembaca khususnya
bagi diri penulis sendiri. Saran dan kritik dari pembaca akan selalu penulis terima untuk penulisan
makalah selanjutnya yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA

Ø Azra, Azyumardi dkk. Buku Teks Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi
Umum, 2002,

Ø Hasan, Ali.1994/1995, Agama Islam, Jakarta Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan


Agama Islam

Ø Supadie Didiek Ahmad,dkk. Pengantar Studi Islam, 2011 , Jakarta, Rajawali Pers.

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar BelakangAgama memberikan penjelasan bahwa manusia adalah mahluk yang


memilki potensi untuk berahlak baik (takwa) atau buruk (fujur) potensi fujur akan
senantiasa eksis dalam dirimanusia karena terkait dengan aspek instink, naluriah, atau
hawa nafsu, seperti nalurimakan/minum, seks, berkuasa dan rasa aman. Apabila potentsi
takwa seseorang lemah,karena tidak terkembangkan (melalui pendidikan), maka
prilaku manusia dalam hidupnyatidak akan berbeda dengan hewan karena
didominasi oleh potensi fujurnya yang bersifatinstinktif atau implusif (seperti berjinah,
membunuh, mencuri, minum-minuman keras, ataumenggunakan narkoba dan main
judi).Agar hawa nafsu itu terkendalikan (dalam arti pemenuhannya sesuai dengan ajaran
agama),maka potensi takwa itu harus dikembangkan, yaitu melalui pendidikan agama
dari sejak usiadini. Apabila nilai-nilai agama telah terinternalisasi dalam diri seseorang
maka dia akanmampu mengembangkan dirinya sebagai manusia yang bertakwa, yang
salah satukarakteristiknya adalah mampu mengendalikan diri (self contor) dari pemuasan
hawa nafsuyang tidak sesuai dengan ajaran agama.

Anda mungkin juga menyukai