Anda di halaman 1dari 5

Delirium

Delirium merupakan keadaan akut dengan gangguan kesadaran dan kognitif yang berdampak
dengan gangguan atensi. Delirium sering diikuti dengan gangguan persepsi, aktifitas
psikomotor yang abnormal, dan gangguan siklus tidur. Delirium merupakan gejala dan bukan
sebuah penyakit, pada gejala psikiatri terdapat gangguan kognitif, mood yang abnormal,
gangguan persepsi dan behavior. Gejala neurologi juga dapat menyebabkan delirium cotohnya
tremor, asterixis, nistagmus, inkoordinasi dan inkontinensia urin. Dokter harus mencari tau
penyebab dari delirium agar dapat di tatalaksana sesuai dengan penyebabnya. (kaplan)
Epidemiologi delirium dilaporkan pada pasien lebih dari 55 tahun. Pasien geriatri yang berobat
ke unit gawat darurat didapatkan 5-10% dengan delirium. Pasien delirium juga dapat
ditemukan pada pasien yang menjalani tindakan operasi ortopedi (33%), pasien yang operasi
dengan rawat inap (5-15%), pasien rawat inap dengan kondisi medis umum (10-30%), pasien
dengan operasi jantung (16-34%), dan pasien yang di rawat di ICU (16%). (kaplan)
Faktor yang mempengaruhi delirium digolongkan menjadi 2 kategori yaitu faktor predisposisi
dan faktor presipitasi. Faktor pesipitasi pada delirium dapat disebabkan karena obat (sedatif-
hipnotik, narkotika, antikolinergik, alkohol dan obat withdrawal), penyakit neurologi primer
(stroke, perdarahan intrakranial, meningitis, ensefalitis), penyakit penyerta (infeksi, penyakit
akut yang berat, hipoksia, hipotermia), operasi (ortopedi, kardiak, kardiopulmonari bypass,
operasi nonkardiak), lingkungan (perawatan ICU, penggunaan restraints, penggunaan kateter
urin, nyeri, stres emosional) (kaplan)
Faktor predisposisi yang mempengaruhi delirium adalah usia lebih sering pada >65 tahun,
berjenis kelamin laki – laki, status kognitif (dimensia, gangguan kognitif, riwayat delirium,
depresi), status fungsional (ketergantungan secara fungsional, imobilitas, riwayat jatuh,
aktifitas fisik rendah), gangguan sensori (visual dan pendengaran), penurunan oral intake
(dehidrasi dan malnutrisi), obat (terapi mengunakan obat psikoaktif atau antikolinergik,
penyalahgunaan alkohol), penyakit dasar yang menyertai (penyakit medis yang parah, penyakit
hepar dan renal, penyakit neurologis, gangguan metabolik, infeksi, HID/AIDS, trauma/ fraktur)
Saat menangani pasien delirium melakukan pemeriksaan fisik lengkap dan anamnesa
pengunaan obat-obatan diperlukan guna mencari tahu penyakit yang mendasarinya. Hipotesis
utama yang terlibat dalam delirium adalah asetilkolin dan daerah utama yang terlibat adalah
formatio reticularis, pada delirium didapatakn penurunan aktifitas asetilkolin dalam otak.
Selain itu penyebab delirium adalah toksik dari penggunaan obat dalam jumlah banyak dengan
aktifitas antikolinergik. Delirium dengan alkohol withdrawal berhubungan denhan
hiperaktifitas dari locus ceruleus dan noradrenergic neuron. (Kplan, UI)
Gambaran klinis delirium sangat beragam, sebagai berikut: (UI)
 Prodromal: pasien mengeluh kelelahan, cemas, iritabel dan gangguan tidur.
 Gangguan kesadaran: penurunan kejernihan tingkat kesadaran terhadap lingkungan
 Kewaspadaan: terdiri dari hiperaktifitas (sindrom putus zat) dan hipoaktifitas (depresi)
 Ganguan pemusatan perhatian: kesulitan mempertahankan, memusatkan dan
mengalihkan perhatian
 Orientasi: disorientasi waktu (delirium ringan), disorientasi orang dan tempat dapat
terjadi pada delirium berat
 Bahasa dan kognitif:dapat tejadi inkoheren, daya ingat dan fungsi kognitif
 Persepsi: halusinasi auditorik dan visual
 Mood: marah, mengamuk, ketakutan yang tidak beralasan, perubahan mood dapat
fluktuasi sepanjang hari
 Gangguan tidur – bangun: pasien sering agitasi pada malam hari dan masalah prilaku
pada saat tidur (Sundowning)
 Gejala neurologi: disfasia, tremor, asteriksis, inkoordinasi dan inkontinensia urin.
Panduan wawancara (UI)
 Bersikaplah supurtif dan tidak mengancam, tetapi bersikaplah tegas dan berikan
batasan yang jelas bahwa kalau perlu pasien dapat diikat. Tentukan batasan dengan
memmberikan pilihan”minum obat atau diikat”. Tidak menggukan kalimat provokatif
“minum tablet ini sekaranng”
 Tenangkan pasien bahwa ia aman di sini. Tunjukkan dan tularkan sikap yang tenang
serta penuh kontrol.
 Tawarkan obat kepada psaien untuk membantunya menjadi lebih tenang.

Kriteria diagnostik berdasarkan PPDGJ 3


F05 Delirium, bukan akibat alkohol dan zat psikoaktif lainnya
Pedoman diagnostik
 Gangguan kesadaran dan perhatian
o Dari taraf kesadaran berkabut sampai dengan koma;
o Menurunnya kemampuan untuk mengarahan, memusatkan, mempertahankan
dan mengalihkan perhatian;
 Gangguan kognitif secara umum:
o Distorsi persepsi, ilusi dan halusinasi – seringkali visual;
o Hendaya daya pikir dan pengertian abstrak, dengan atau tanpa waham yang
bersifat sementara, tetapi sangat khas terdapat inkoherensi yang ringan;
o Hendaya daya ingat segera dan jangka pendek, namun daya ingat jangka
panjang relatif masih utuh;
o Disorientasi waktu, pada kasus yang berat, terdapat juga disorientasu tempat
dan orang;
 Gangguan psikomotor:
o Hipo- atau hiper-aktivitas dan pengaihan aktivitas yang tidak terduga dari satu
ke yang lain;
o Waktu bereaksi yang lebih panjang;
o Arus pembicaraan yang bertambah atau berkurang;
o Reaksi teperanjat meningkat;
 Gangguan siklus tidur – bangun:
o Insomnia atau, pada kasus yang berat , tidak dapat tidur sama sekali atau
terbaliknya siklus tidur-bangun; mengantuk pada siang hari;
o Gejala yang memburuk pada siang hari;
o Mimpi yang mengganggu atau mimpi buruk, yang dapat berlanjut menjadi
halusinasi setelah bangun tidur;
 Gangguan emosional:
o Misalnya depresi, anxietas atau takut, lekas marah, euforia, apatis, atau rasa
kehilangan akal.
 Onset biasanya cepat, perjalanan penyakitnya hilang timbul sepanjang hari, dan
keadaan itu berlangsung kurang dari 6 bulan.
DSM 5 Kriteria diagnostik untuk delirium (Kaplan)
A. Gangguan pada atensi (penurunan kemamuan secara langsung, fokus, mempertahankan
atau mengubah perhatian) dan kesadaran (penurunan kesadaran kejernihan terhadap
lingkungan)
B. Gangguan berkembang dalam periode singkat (biasanya jam hingga hari), perubahan
berfluktuasi dalam waktu sehari
C. Perubahan kognitif (penurunan fungsu memori, disorientasi, gangguan bahasa,
gangguan persepsi)
D. Gangguan pada kriteria A dan C tidak di sebabkan oleh gangguan neurokognitif lain
yang telah ada, dan tidak ada pada penurunan kesadaran berat seperti koma
E. Temuan bukti pada riwayat, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium yang
mengindikasikan gangguan terjadi akibat fisiologi atau kondisi medik umum,
intoksikasi atau penghentian substansi (penyalahgunaan obat atau pengobatan),
pemaparan terhadap toksin, atau karena etiologi multipel.

Tatalaksana (kaplan, UI)


Dalam tatalaksana delirium sangat diperukan untuk mencari penyebab dasarnya. Jika diketahui
penyebab delirium adaah intoksikasi antikolinergik maka diberikan phisostigmin salisilat 1-2
mg IV atau IM dapat diulang dalam 15 – 30 menit. Tujuan terpenting dari pengobatan untuk
mendukung fisik, sensorik dan lingkungan pasien, dukungan fisik diperlukan pasien agar
terhindar dari kecelakaan. Gejala major dari delirium adalah psikosis dan insomnia yang
memerlukan tatalaksana farmakologi. Obat yang digunakan untuk tatalaksana psikosis adalah
haloperidol dengan dosis initial 2-6 mg IM dapat diulang satu jam kemudian jika pasien masih
agitasi. Setelah pasien tenang haloperidol dapat diberikan obat oral dua kali sehari dan
diberikan 2/3 dosis untuk wartu tidur, dosis efektif perhari yaitu 5-40 mg. Efek samping yang
perlu diperhatikan pemanajangan QT interfval yang dapat menyebabkan aritmia dan kematian
sehingga diperlukan pemeriksaan EKG sebelum pemberian terapi. Selain haloperidol dapat
diberikan droperidol IV. Terapi menggunakan penitiazine harus dihindari pada pasien delirium
karena berhubungan dengan aktifitas antikolinergik.
Anti-psikosis generasi kedua juga dapat diberikan sebagai pilihan seperti risperidone,
clozapine, olanzapine, quetiapine, ziprasidone dan aripiprazole dapat dipertimbangkan tetapi
belum banyak penelitian yang menyatakan efektifitasnya. Pasien dengan gejala insomnia
sebaiknya diberikan terapi mnegunakan benzodiazepine dengan waktu paruh pendek atau
intermediet seperti lorazepam 1 – 2 mg di waktu tidur. Benzodiazepin dengan waktu paruh
panjang dan barbiturat sebaiknya dihindari kecuali digunakan sebagai terapi penyakit dasarnya
seperti alkohol withdrawal. Delirium yang diketahui jelas penyakit dasarnya karena apneu atau
nyeri berap dokter tidak boleh ragu untuk memberikan opioidnuntuk analgetik dan efek sedasi.
Saat ini sedang dilakukan ppenelitian mengunakan dexmedetomidin yang lebih efektif
dibandingkan dengan haloperidol, digunakan untuk terapi delirium pada pasien ICU yang
menggunakan ventilasi mekanik.

Anda mungkin juga menyukai