Anda di halaman 1dari 20

LAMPIRAN : KEPUTUSAN DIREKTUR BLUD RUMAH SAKIT UMUM DAERAH H.

ABDUL MANAP KOTA JAMBI


TENTANG : PANDUAN KESELAMATAN PENGGUNAAN OBAT

PANDUAN KESELAMATAN PENGGUNAAN OBAT


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH H. ABDUL MANAP KOTA JAMBI

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Fokus pelayanan kefarmasian bergeser dari kepedulian terhadap obat


(drug oriented) menuju pelayanan optimal setiap individu pasien tentang
penggunaan obat (patient oriented). Untuk mewujudkan pharmaceutical care
dengan risiko yang minimal pada pasien dan petugas kesehatan perlu
penerapan manajemen resiko.
Manajemen risiko adalah bagian yang mendasar dari tanggung jawab
apoteker. Dalam upaya pengendalian risiko, praktek konvensional farmasi telah
berhasil menurunkan biaya obat tapi belum menyelesaikan masalah
sehubungan dengan penggunaan obat. Pesatnya perkembangan teknologi
farmasi yang menghasilkan obat-obat baru juga membutuhkan perhatian akan
kemungkinan terjadinya risiko pada pasien.
Penelitian Bates (JAMA, 1995, 274; 29-34) menunjukkan bahwa
peringkat paling tinggi kesalahan pengobatan (medication error) pada tahap
ordering (49%),diikuti tahap administration management (26%), pharmacy
management (14%),transcribing (11%).
Berdasarkan Laporan Peta Nasional Insiden Keselamatan Pasien
(Konggres PERSI Sep 2007), kesalahan dalam pemberian obat menduduki
peringkat pertama (24.8%) dari 10 besar insiden yang dilaporkan. Jika disimak
lebih lanjut, dalam proses penggunaan obat yang meliputi prescribing,
transcribing, dispensing dan administering, dispensing menduduki peringkat
pertama.
Dengan demikian keselamatan pasien merupakan bagian penting
dalam risiko pelayanan di rumah sakit selain risiko keuangan (financial risk),
risiko properti (property risk), risiko tenaga profesi (professional risk) maupun
risiko lingkungan (environment risk) pelayanan dalam risiko manajemen.
Berdasarkan analisis kejadian berisiko dalam proses pelayanan
kefarmasian, kejadian obat yang merugikan (adverse drug events), kesalahan
pengobatan (medication errors) dan reaksi obat yang merugikan (adverse drug
reaction) menempati kelompok urutan utama dalam keselamatan pasien yang
memerlukan pendekatan sistem untuk mengelola, mengingat kompleksitas
keterkaitan kejadian antara ”kesalahan merupakan hal yang manusiawi” (to err
ishuman) dan proses farmakoterapi yang sangat kompleks. Faktor lain yang
mempengaruhi terjadinya risiko obat tersebut adalah multifaktor dan
multiprofesi yang kompleks; jenis pelayanan medik, banyaknya jenis dan
jumlah obat per pasien, faktor lingkungan, beban kerja, kompetensi karyawan,
kepemimpinan dan sebagainya.
JCAHO menetapkan lingkup sistem keselamatan pelayanan farmasi
meliputi : sistem seleksi (selection), sistem penyimpanan sampai distribusi
(storage), sistem permintaan obat, interpretasi dan verifikasi (ordering&
transcribing), sistem penyiapan, labelisasi, peracikan, dokumentasi, penyerahan
ke pasien disertai kecukupan informasi (preparing& dispensing), sistem
penggunaan obat oleh pasien (administration), monitoring.
Apoteker berada dalam posisi strategis untuk meminimalkan
medication errors, baik dilihat dari keterkaitan dengan tenaga kesehatan lain
maupun dalam proses pengobatan. Kontribusi yang dimungkinkan dilakukan
antara lain dengan meningkatkan pelaporan, pemberian informasi obat kepada
pasien dan tenaga kesehatan lain, meningkatkan keberlangsungan rejimen
pengobatan pasien, peningkatan kualitas dan keselamatan pengobatan pasien
di rumah. Data yang dapat dipaparkan antara lain dari menurunnya (46%)
tingkat keseriusan penyakit pasien anak, meningkatnya insiden berstatus
nyaris cedera (dari 9% menjadi 8-51%) dan meningkatnya tingkat pelaporan
insiden dua sampai enam kali lipat. (effect of pharmacist-led pediatrics
medication safety team on medication-error reporting (Am J Health-Sist Pharm,
2007, vol64;1422-26)).
Apoteker berperan utama dalam meningkatkan keselamatan dan
efektifitas penggunaan obat. Dengan demikian dalam penjabaran, misi utama
Apoteker dalam hal keselamatan pasien adalah memastikan bahwa semua
pasien mendapatkan pengobatan yang optimal. Hal ini telah dikuatkan dengan
berbagai penelitian yang menunjukkan bahwa kontribusi Apoteker dapat
menurunkan medication errors.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Sebagai acuan untuk melakukan pelayanan kefarmasian di
instalasi farmasi BLUD Rumah Sakit Umum Daerah H. Abdul Manap
Kota Jambi dalam melaksanakan program keselamatan penggunaan
obat.
2. Tujuan Khusus
- Terlaksananya program keselamatan penggunaan obat di BLUD
Rumah Sakit Umum Daerah H. Abdul Manap Kota Jambi secara
sistematis dan terarah.
- Terlaksananya pencatatan kejadian yang tidak diinginkan akibat
penggunaaan obat (adverse drug event) di BLUD Rumah Sakit Umum
Daerah H. Abdul Manap Kota Jambi.
BAB II

KESELAMATAN PASIEN

A. URAIAN UMUM
Manajemen risiko adalah suatu metode yang sistematis untuk
mengidentifikasi, menganalisis, mengendalikan, memantau, mengevaluasi dan
mengkomunikasikan risiko yang ada pada suatu kegiatan.
Pengendalian risiko melalui sistem manajemen dapat dilakukan oleh
pihak manajemen pembuat komitmen dan kebijakan, organisasi, program
pengendalian, prosedur pengendalian, tanggung jawab, pelaksanaan dan
evaluasi. Kegiatan-kegiatan tersebut secara terpadu dapat mendukung
terlaksananya pengendalian secara teknis.
Manajemen risiko dalam pelayanan kefarmasian terutama medication
error meliputi kegiatan :
- Koreksi bila ada kesalahan sesegera mungkin
- Pelaporan medication error
- Dokumentasi medication error
- Pelaporan medication error yang berdampak cedera
- Supervisi setelah terjadinya laporan medication error
- Sistem pencegahan
- Pemantauan kesalahan secara periodik
- Tindakan preventif
- Pelaporan ke tim keselamatan pasien tingkat nasional
Keselamatan pasien (Patient safety) di definisikan sebagai suatu upaya
untuk mencegah bahaya yang terjadi pada pasien. Upaya untuk menjamin
keselamatan pasien di fasilitas kesehatan sangatlah kompleks dan banyak
hambatan. Konsep keselamatan pasien harus dijalankan secara menyeluruh
dan terpadu.
Strategi untuk meningkatkan keselamatan pasien :
a. Menggunakan obat dan peralatan yang aman
b. Melakukan praktek klinik yang aman dan dalam lingkungan yang aman
c. Melaksanakan manajemen risiko, contoh : pengendalian infeksi
d. Membuat dan meningkatkan sistem yang dapat menurunkan risiko yang
berorientasi kepada pasien.
e. Meningkatkan keselamatan pasien dengan :
 mencegah terjadinya kejadian tidak diharapkan (adverse event)
 membuat sistem identifikasi dan pelaporan adverse event
 mengurangi efek akibat adverse event

B. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan penerapan


Keselamatan Pasien
Dalam penerapan keselamatan pasien harus dikelola dengan pendekatan
sistemik. Sistem ini dapat dilihat sebagai suatu sistem terbuka dimana sistem
terkecil akan dipengaruhi, bahkan tergantung pada sistem yang lebih besar.
Sistem terkecil disebut Mikrosistem, terdiri dari petugas kesehatan dan pasien
itu sendiri, serta proses-proses pemberian pelayanan di ujung tombak,
termasuk elemen-elemen pelayanan di dalamnya. Mikrosistem dipengaruhi oleh
Makrosistem, yang merupakan unit yang lebih besar, misalnya rumah sakit dan
apotek. Mikrosistem dan Makrosistem dipengaruhi oleh sistem yang lebih besar
lagi yang disebut Megasistem. Seorang Apoteker yang berperan di dalam
mikrosistem (apotek, puskesmas, instalasi farmasi rumah sakit, dan sarana
pelayanan farmasi lain) dalam membangun keselamatan pasien harus mampu
mengelola dengan baik elemen-elemen dalam mikrosistem tersebut, yaitu sistem
pelayanan, sumber daya, sistem inventori, keuangan dan teknologi informasi.
Di atas mikrosistem dan makrosistem, ada satu sistem yang akan
mempengaruhi keselamatan pasien, yaitu megasistem. Yang dimaksud
Megasistem adalah kebijakan kesehatan nasional yang berlaku, misalnya
kebijakan-kebijakan menyangkut obat dan kesehatan yang dikeluarkan oleh
Departemen Kesehatan (Kebijakan tentang akreditasi, Obat Rasional, Infeksi
Nosokomial, dan lain sebagainya), termasuk juga sistem pendidikan dan
pendidikan berkelanjutan yang berlaku. Hal lain yang juga mempengaruhi
keselamatan pasien yang memerlukan intervensi dari megasistem adalah
pembenahan fenomena kemiripan Look a like (obat-obat dengan rupa atau
kemasan mirip) atau Look a like Sound a like – LASA (obat-obat dengan rupa dan
nama mirip).
Dalam mengelola keselamatan pasien di level Mikrosistem, seorang
Apoteker harus melakukannya dengan pendekatan sistemik. Masalah
Keselamatan pasien merupakan kesalahan manusia (human error) yang
terutama terjadi karena kesalahan pada level manajemen atau organisasi yang
lebih tinggi.

C. Keselamatan pasien dalam Pelayanan Kefarmasian


Istilah-istilah yang sering digunakan dalam keselamatan pasien untuk
pelayanan kefarmasian adalah sebagai berikut :
- Kejadian Tidak Diharapkan/KTD (Adverse Event)
- Kejadian Nyaris Cedera/KNC (Near miss)
- Kejadan Sentinel
- Adverse Drug Event
- Adverse Drug Reaction
- Medication Error
- Efek samping obat
RINGKASAN DEFINISI YANG BERHUBUNGAN DENGAN CEDERA
AKIBAT OBAT

ISTILAH
DEFINISI CONTOH
Terjadi Cedera
Kejadian yang tidak Kejadian cedera pada pasien Iritasi pada kulit
diharapkan (Adverse selama proses terapi/ karena penggunaan
Event) penatalaksanaan medis. perban. Jatuh dari
Penatalaksanaan medis tempat tidur.
mencakup seluruh aspek
pelayanan, termasuk diagnosa,
terapi, kegagalan
diagnosa/terapi, sistem,
peralatan untuk pelayanan.
Adverse event dapat dicegah
atau tidak dapat dicegah.
Reaksi obat yang tidak Kejadian cedera pada pasien Steven-Johnson
diharapkan (Adverse Drug selama proses terapi akibat Syndrom
Reaction) penggunaan obat. : Sulfa, Obat epilepsi
dll
Kejadian tentang obat Respons yang tidak diharapkan - Shok anafilaksis pada
yang tidak diharapkan terhadap terapi obat dan penggunaan antbiotik
(Adverse Drug Event) mengganggu atau golongan penisilin
menimbulkan cedera pada - Mengantuk pada
penggunaan obat dosis normal. penggunaan CTM
Reaksi Obat Yang Tidak
Diharapkan (ROTD) ada yang
berkaitan dengan efek
farmakologi/mekanisme kerja
(efek samping) ada yang tidak
berkaitan dengan efek
farmakologi (reaksi
hipersensitivitas).
Efek obat yang tidak Respons yang tidak diharapkan - Shok anafilaksis pada
diharapkan(Adverse drug terhadap terapi obat dan penggunaan antbiotik
effect) mengganggu atau golongan penisilin
menimbulkan cedera pada - Mengantuk pada
penggunaan obat dosis lazim. penggunaan CTM
Sama dengan ROTD tapi dilihat
dari sudut pandang obat.
ROTD dilihat dari sudut
pandang pasien.
Cedera dapat terjadi
atau tidak terjadi
Medication Error Kejadian yang dapat dicegah Peresepan obat yang
akibat penggunaan obat, yang tidak rasional.
menyebabkan cedera. Kesalahan perhitungan
dosis pada peracikan.
Ketidakpatuhan pasien
sehingga terjadi dosis
berlebih.
Efek Samping Efek yang dapat diprediksi,
tergantung pada dosis, yang
bukan efek tujuan obat. Efek
samping dapat dikehendaki,
tidak dikehendaki, atau tidak
ada kaitannya.

Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian di BLUD Rumah Sakit Umum


Daerah H. Abdul Manap Kota Jambi hendaknya mampu mengenali istilah-
istilah di atas beserta contohnya sehingga dapat membedakan dan
mengidentifikasi kejadian-kejadian yang berkaitan dengan cedera akibat
penggunaan obat dalam melaksanakan program Keselamatan pasien.
BAB III
PEMANTAUAN TERAPI OBAT

Pemantauan terapi obat (PTO) adalah suatu proses yang mencakup


kegiatan untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif dan rasional bagi
pasien. Kegiatan tersebut mencakup: pengkajian pilihan obat, dosis, cara
pemberian obat, respons terapi, reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD),)dan
rekomendasi perubahan atau alternatif terapi. Pemantauan terapi obat harus
dilakukan secara berkesinambungan dan dievaluasi secara teratur pada periode
tertentu agar keberhasilan ataupun kegagalan terapi dapat diketahui.
Pasien yang mendapatkan terapi obat mempunyai risiko mengalami
masalah terkait obat. Kompleksitas penyakit dan penggunaan obat, serta
respons pasien yang sangat individual meningkatkan munculnya masalah
terkait obat. Hal tersebut menyebabkan perlunya dilakukan PTO dalam praktek
profesi untuk mengoptimalkan efek terapi dan meminimalkan efek yang tidak
dikehendaki.
Beberapa masalah yang ditemukan dalam praktek apoteker komunitas
di Amerika Serikat, antara lain: efek samping obat, interaksi obat, penggunaan
obat yang tidak tepat. Sementara di Indonesia, data yang dipublikasikan tentang
praktek apoteker di komunitas masih terbatas.
Keberadaan apoteker memiliki peran yang penting dalam mencegah
munculnya masalah terkait obat. Apoteker sebagai bagian dari tim pelayanan
kesehatan memiliki peran penting dalam PTO. Pengetahuan penunjang dalam
melakukan PTO adalah patofisiologi penyakit; farmakoterapi; serta interpretasi
hasil pemeriksaan fisik, laboratorium dan diagnostik. Selain itu, diperlukan
keterampilan berkomunikasi, kemampuan membina hubungan interpersonal,
dan menganalisis masalah. Proses PTO merupakan proses yang komprehensif
mulai dari seleksi pasien, pengumpulan data pasien, identifikasi masalah
terkait obat, rekomendasi terapi, rencana pemantauan sampai dengan tindak
lanjut. Proses tersebut harus dilakukan secara berkesinambungan sampai
tujuan terapi tercapai.
A. Tatalaksana Pemantauan Terapi Obat
1. Seleksi Pasien
Pemantauan terapi obat (PTO) seharusnya dilaksanakan untuk
seluruh pasien. Mengingat terbatasnya jumlah apoteker dibandingkan
dengan jumlah pasien, maka perlu ditentukan prioritas pasien yang
akan dipantau. Seleksi dapat dilakukan berdasarkan:
A. Kondisi Pasien
- Pasien yang masuk rumah sakit dengan multi penyakit sehingga
menerima polifarmasi.
- Pasien kanker yang menerima terapi sitostatika.
- Pasien dengan gangguan fungsi organ terutama hati dan ginjal.
- Pasien geriatri dan pediatri.
- Pasien hamil dan menyusui.
- Pasien dengan perawatan intensif
B. Obat
1. Jenis Obat
Pasien yang menerima obat dengan risiko tinggi seperti
- obat dengan indeks terapi sempit (contoh: digoksin,fenitoin),
- obat yang bersifat nefrotoksik (contoh: gentamisin) dan
hepatotoksik (contoh: OAT),
- sitostatika (contoh: metotreksat),
- antikoagulan (contoh: warfarin, heparin),
- obat yang sering menimbulkan ROTD (contoh: metoklopramid,
AINS),
- obat kardiovaskular (contoh: nitrogliserin
2. Kompleksitas Regimen
- Polifarmasi
- Variasi rute pemberian
- Variasi aturan pakai
- Cara pemberian khusus (contoh: inhalasi)
2. Pengumpulan Data Pasien
Data dasar pasien merupakan komponen penting dalam proses
PTO. Data tersebut dapat diperoleh dari:
- rekam medik,
- profil pengobatan pasien/pencatatan penggunaan obat,
- wawancara dengan pasien, anggota keluarga, dan tenaga kesehatan
lain.

3. Identifikasi Masalah Terkait Obat


Setelah data terkumpul, perlu dilakukan analisis untuk
identifikasi adanya masalah terkait obat. Masalah terkait obat menurut
Hepler dan Strand dapat dikategorikan sebagai berikut :
a. Ada indikasi tetapi tidak di terapi
Pasien yang diagnosisnya telah ditegakkan dan membutuhkan
terapi obat tetapi tidak diresepkan. Perlu diperhatikan bahwa tidak
semua keluhan/gejala klinik harus diterapi dengan obat.
b. Pemberian obat tanpa indikasi
Pasien mendapatkan obat yang tidak diperlukan.
c. Pemilihan obat yang tidak tepat.
Pasien mendapatkan obat yang bukan pilihan terbaik untuk
kondisinya (bukan merupakan pilihan pertama, obat yang tidak cost
effective, kontra indika
d. Dosis terlalu tinggi
e. Dosis terlalu rendah
f. Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD)
g. Interaksi obat
h. Pasien Tidak Menggunakan obat karena suatu sebab
Beberapa penyebab pasien tidak menggunakan obat antara lain:
masalah ekonomi, obat tidak tersedia, ketidakpatuhan pasien,
kelalaian petugas.

4. Rekomendasi Terapi
Tujuan utama pemberian terapi obat adalah peningkatan kualitas
hidup pasien, yang dapat dijabarkan sebagai berikut :
- Menyembuhkan penyakit (contoh: infeksi)
- Menghilangkan atau mengurangi gejala klinis pasien (contoh:
nyeri)
- Menghambat progresivitas penyakit (contoh: gangguan
fungsiginjal)
- Mencegah kondisi yang tidak diinginkan (contoh: stroke).
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi penetapan tujuan
terapi antara lain: derajat keparahan penyakit dan sifat penyakit (akut
atau kronis).
Pilihan terapi dari berbagai alternatif yang ada ditetapkan berdasarkan:
efikasi, keamanan, biaya, regimen yang mudah dipatuhi.

5. Rencana Pemantauan
Setelah ditetapkan pilihan terapi maka selanjutnya perlu dilakukan
perencanaan pemantauan, dengan tujuan memastikan pencapaian efek
terapi dan meminimalkan efek yang tidak dikehendaki.
Langkah-langkah dalam rencana pemantauan sebagai berikut:
a. Menetapkan parameter farmakoterapi
b. Menetapkan sasaran terapi
c. Menetapkan frekuensi pemantauan
Data pasien yang lengkap mutlak dibutuhkan dalam PTO,
tetapi pada kenyataannya data penting terukur sering tidak ditemukan
sehingga PTO tidak dapat dilakukan dengan baik. Hal tersebut
menyebabkan penggunaan data subyektif sebagai dasar PTO. Jika
parameter pemantauan tidak dapat digantikan dengan data subyektif
maka harus diupayakan adanya data tambahan.

6. Area Pemantauan
1. Kejadian salah obat dan near miss
Kejadian salah obat dan Kejadian Nyaris
Standar
Cedera
Kesalahan Penulisan Resep (Prescription
Judul Indikator
Errors)
Tipe Indikator Outcomes
Dimensi Mutu Safety
1. Tergambarnya upaya rumah sakit dalam
mencegah kesalahan penulisan resep,
untuk mengantisipasi terjadinya
kejadian nyaris cedera dalam
Tujuan
pengobatan.
2. Terwujudnya ketepatan penyiapan obat
oleh Instalasi Farmasi dan keselamatan
penggunaan obat
Resep merupakan permintaan tertulis dari
dokter kepada Apoteker untuk menyiapkan
obat dan alat kesehatan bagi pasien dan
ditulis secara lengkap dan jelas sehingga
tidak menimbulkan kesalahan interpretasi.
Definisi
Kesalahan penulisan resep / Prescription
Operasional
Error adalah kesalahan penulisan resep
oleh dokter yang meliputi ketidak
lengkapan dan ketidak jelasan aturan
pakai, bentuk sediaan, dosis dan paraf
dokter
Membangun kesadaran akan nilai
keselamatan pasien dengan kebijakan
Instalasi Farmasi tentang Keselamatan
Pasien dalam mengurangi insiden yang
Alasan/Implikasi/ meliputi Kejadian Tidak Diharapkan (KTD),
Rasionalisasi Kejadian Nyaris Cedera (KNC), Kejadian
Sentinel, dan langkah-langkah yang harus
dilakukan oleh Apoteker dan tenaga
farmasi, pasien dan keluarganya jika
terjadi insiden
Frekuensi
pengumpulan 1 bulan
data
Periode Analisa
3 bulan
Data
Rekapitulasi dan analisa sederhana
dilaksanakan oleh Kepala Instalasi
Periode Analisa
Farmasi, kemudian setiap bulannya data
data & pelaporan
akan dilaporkan kepada Tim Farmasi dan
Terapi dan Direksi.
Jumlah kesalahan Penulisan Resep
Numerator
(Prescription Error) dalam 1 bulan
Jumlah seluruh penulisan resep dalam
Denominator
bulan yang sama
Jumlah Kesalahan penulisan resep dalam
satu bulan ÷ Jumlah seluruh penulisan
Formula
resep dalam bulan yang sama x 100% = ----
---- %
Standar 0%
Pencatatan dilaksanakan setiap hari oleh
staf Intalasi Farmasi dengan melihat
adanya ketidak jelasan aturan pakai,
bentuk sediaan, dosis dan paraf dokter
pada setiap resep, sampai jumlah sampel
Sumber Data terpenuhi.
Pengumpulan data dilakukan dengan
purposive sampling (besar sampel
200/bulan).
Inklusi : seluruh Prescription order
Eksklusi : resep obat yang ditunda
Area Instalasi Farmasi
Penanggung
Jawab Pengumpul Kepala Instalasi Farmasi
data/PJ
2. Pengadaan supplai serta obat-obatan penting bagi pasien yang
dibutuhkan secara rutin.
Pengadaan supplai serta obat-obatan
Standar penting bagi pasien yang dibutuhkan
secara rutin
Judul Indikator Jumlah kekosongan stok obat essensial
Tipe Indikator Struktur
Dimensi Mutu Effisien
Tergambarnya mutu manajemen obat
Tujuan dengan ketersediaan stok obat essensial
Rumah Sakit.
Obat essensial adalah obat terpilih yang
paling dibutuhkan untuk pelayanan
Definisi kesehatan mencakup upaya diagnosa,
Operasional profilaksis, terapi dan rehabilitasi yang
diupayakan tersedia pada unit pelaksana
sesuai dengan fungsi dan tingkatannya.
Jumlah kekosongan ini merupakan alat
ukur untuk mengetahui manajemen obat
Alasan/Implikasi/ yang dilaksanakan di rumah sakit. Apabila
Rasionalisasi obat telah dipenuhi oleh rumah sakit maka
keterlambatan pelayanan obat tidak akan
terjadi
1 bulan
Frekuensi Pencatatan dilaksanakan setiap bulan,
pengumpulan dilakukan oleh staf Instalasi Farmasi
data apabila ada obat essensial yang stoknya
kosong dalam satu bulan
Periode Analisa
1 bulan di Instalasi Farmasi
Data
Rekapitulasi dan analisa sederhana
Periode Analisa dilaksanakan oleh Kepala Instalasi
data & pelaporan Farmasi, sebagai informasi awal untuk
unitnya, kemudian setiap bulannya data
akan dilaporkan kepada Tim Farmasi dan
Terapi dan Direksi.
Numerator -
Denominator -
Jumlah stok obat esensial yang kosong
Formula
(item)
Standar 0
Pengumpulan data dilakukan dengan total
sampling, yaitu dengan melihat/observasi
Sumber Data seluruh stok obat essensial yang kosong.
Inklusi : seluruh item obat essensial
Eksklusi : -
Area Instalasi Farmasi
Penanggung
Jawab Pengumpul Kepala Instalasi Farmasi
data/PJ

Monitoring Area :
Kejadian serius akibat efek samping obat
Semua reaksi obat yang tidak diharapkan
Standar yang serius, jika sesuai definisi yang
ditetapkan rumah sakit, dianalisis.
Judul Indikator Insiden serius akibat efek samping obat
Dimensi Mutu Safety
1. Terwujudkan keselamatan penggunaan
obat (medication safety)
2. Terdatanya efek samping obat (ESO)
sedini mungkin terutama yang berat,
Tujuan tidak dikenal, frequensinya jarang serta
terinfomasikan sesegera mungkin
kepada dokter.
3. Tersedianya data kejadian Efek Samping
Obat (ESO)
4. Teridentifikasinya faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi timbulnya Efek
Samping Obat atau mempengaruhi
angka kejadian dan tingkat keparahan
Efek samping yang terjadi
Merupakan kegiatan pemantauan dan
pelaporan respon atau reaksi obat yang
merugikan/ membahayakan dan tidak
Definisi
dikehendaki, terjadi pada dosis
Operasional
lazim/normal untuk profilaksis, diagnosis,
terapi atau untuk modifikasi fungsi
fisiologis.
Pemantauan efek samping obat yang terjadi
hendaknya dicatat dan dilaporkan untuk
lebih meningkatkan kewaspadaan sebelum
memberikan obat ke pasien. Pada saat
terindetifikasi adanya dugaan kejadian
Efek Samping Obat (ESO), maka dokter
Alasan/Implikasi/
atau Apoteker atau perawat yang mencatat
Rasionalisasi
ESO di formulir monitoring Obat Nasional
berwarna kuning yang tersedia di Nurse
Station di masing-masing ruang
perawatan. Pencatatan dilakukan
selengkap mungkin sesuai dengan kolom
yang ada di formulir MESO tersebut.
Jumlah insiden yang diakibatkan oleh
respon atau reaksi obat yang merugikan /
membahayakan dan tidak dikehendaki,
Jumlah insiden
terjadi pada dosis lazim /normal untuk
profilaksis,diagnosis, terapi atau untuk
memodifikasi fungsi fisiologis
Kriteria Inklusi Seluruh insiden efek samping obat
Kriteria Ekslusi -
Setiap hari dengan total sampling setiap
insiden yang dicatat oleh staf instalasi
Rawat Inap dengan mencatat ESO di
Pencatatan formulir monitoring Obat Nasional
berwarna kuning yang tersedia di Nurse
Station di masing-masing ruang
perawatan.
Rekapitulasi Unit Setiap bulan oleh staf instalasi rawat inap
Setiap bulan oleh Kepala instalasi rawat
inap, kemudian rekapitulasi dana analisa
sederhana dilaksanakan oleh Kepala
Periode Analisa Instalasi Farmasi sebagai informasi awal
data & pelaporan untuk unitnya.Data akan dilapokan ke Tim
Keselamatan Pasien BLUD Rumah Sakit
Umum Daerah H. Abdul Manap Kota
Jambi.
Area Instalasi Rawat Inap
Penanggung
Jawab Pengumpul Tim Keselamatan Pasien
data/PJ

7. Tindak Lanjut
Hasil identifikasi masalah terkait obat dan rekomendasi yang telah
dibuat oleh apoteker harus dikomunikasikan kepada tenaga kesehatan
terkait. Kerjasama dengan tenaga kesehatan lain diperlukan untuk
mengoptimalkan pencapaian tujuan terapi. Informasi dari dokter tentang
kondisi pasien yang menyeluruh diperlukan untuk menetapkan target
terapi yang optimal. Komunikasi yang efektif dengan tenaga kesehatan
lain harus selalu dilakukan untuk mencegah kemungkinan timbulnya
masalah baru.

8. Dokumentasi
Setiap langkah kegiatan pemantauan terapi obat yang dilakukan
harus didokumentasikan di rekam medis. Hal ini penting karena
berkaitan dengan bukti otentik pelaksanaan pelayanan kefarmasian.

BAB IV
PENUTUP

Apoteker memiliki peran yang sangat penting dalam meminimalkan


terjadinya medication error. Memberikan pelayanan kefarmasian secara
paripurna dengan memperhatikan faktor keselamatan pasien, antara lain dalam
proses pengelolaan sediaan farmasi, melakukan monitoring dan mengevaluasi
keberhasilan terapi, memberikan pendidikan dan konseling serta bekerja sama
erat dengan pasien dan tenaga kesehatan lain merupakan suatu upaya yang
bertujuan untuk meningkatkan.
Buku ini diharapkan dapat digunakan oleh apoteker sebagai salah satu
sumber informasi dalam melakukan pelayanan kefarmasian mengenai hal-hal
yang berkaitan dengan keselamatan pasien

Ditetapkan di Jambi
Pada tanggal 2018
DIREKTUR,

dr. RUDI MARULI H. PARDEDE


Penata Tk.I / III.d
NIP.19770818 201001 1 009

Anda mungkin juga menyukai