Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM

METODE ANALISIS INSTRUMEN


ANALISIS KUALITATIF DAN KUANTITATIF BAHAN BAKU DENGAN
METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

Asisten:
Atika Zulfa K, S.Farm.

Disusun oleh:
Shift/Kelompok : F/3
Annisa Nurazizah 100603160
Destiani Nuraini hasna 100603160
Sari Nurhayati Hidayah 10060316018
Siti sundari 10060315019
Destini nuramalia 10060316020
Mahbubah 10060315121

Tanggal Praktikum : 13 Februari 2019


Tanggal Pengumpulan: 20 Februari 2019

LABORATORIUM FARMASI TERPADU UNIT A


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2019 M/1439 H
PERCOBAAN 3

ANALISIS KUALITATIF DAN KUANTITATIF BAHAN BAKU DENGAN


METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

I. Tujuan Percobaan
1.1. Melakukan analisis kualitatif bahan baku dengan metode Kromatografi Cair
Kinerja Tinggi
1.2. Melakukan analisis kuantitatif bahan baku dengan metode Kromatografi Cair
Kinerja Tinggi
1.3. Menyimpulkan mutu bahan baku dengan data kromatogram dan hasil penetapan
kadar

II. Teori Dasar


High Performance Liquid Chromatography (HPLC) atau yang sering disebut
kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) adalah jenis kromatografi yang
penggunaannya paling luas. Kegunaan umum HPLC adalah untuk pemisahan dan
oemurnian senyawa obat serta untuk analisis kuantitatif senyawa obat dalam sediaan
farmasetika. Disamping itu, HPLC juga digunakan untuk identifikasi kualitatif
senyawa obat berdasarkan pada parameter waktu retensi senyawa obat standar serta
senyawa obat dalam sampel (Gandjar dan Rohman, 2012).
Instrumen KCKT pada dasarnya tersiri atas delapaan komponen pokok yaitu
(Lindsay, 1992):
1. Wadah fase gerak
2. Sistem penghantaran fase gerak
3. Alat untuk memasukkan sampel
4. Kolom
5. Detektor
6. Wadah penampung buangan fase gerak
7. Tabung penghubung
8. Suatu komputer atau integrator atau perekam

Gambar.1 Rangkaian Instrumen HPLC


(Lindsay, 1992)
Menurut Adnan (1997), komponen utama HPLC adalah :
a. Reservoir pelarut
Zat pelarut yang dipakai polaritasnya dapat bervariasi tergantung dari senyawa
yang dianalisis.
b. Pompa
Digunakan untuk mengalirkan pelarut sebagai fase mobile dengan kecepatan dan
tekanan yang tetap.
c. Injektor
Saat sampel diinjeksikan ke dalam kolom, diharapkan agar pelarut tidak
mengganggu masuknya keseluruhan sampel ke dalam kolom.
d. Kolom krmatografi
Kolom yang dipakai memiliki panjang 10 – 25 cm dan diameter 4,5 – 5 mm yang
diisi dengan fase stasioner beukuran 5-10 mikrometer.
e. Detektor
Digunakan untuk mendeteksi sampel dan detektor dibutuhkan untuk mempunyai
sinsitivitas yang tinggi.

Mekanisme kerja HPLC yaitu mula-mula solven diambil melalui pompa. Solven
ini dikemudian masuk ke dalam katup injeksi berbutar, yang dipasang tepat pada
sampel loop. Dengan pertolongan mikrosiring, sampel dimasukan ke dalam sampel
loop yang kemudian bersama-sama dengan solven masuk ke dalam kolom. Hasil
pemisahan dideteksi oleh detector, yang penampakannya ditunjukan oleh perekam
(pencatat = recorder). Tekanan solven di atur dengan pengatur dan pengukur tekanan.
Pompa pemasuk solven pada tekanan konstan hingga tekanan kurang lebih 4500 psi
dengan laju alir rendah, yakni beberapa milliliter per menit.
Rekorder menghasilkan kromatogram zat-zat yang dipisahkan dari suatu sampel.
Tahap pemekatan dengan ekstraksi solven dan penguapan untuk memperkecil
volum sering kali diperlukan sebelum pengerjaan sampel dengan HPLC. Hal ini
terutama sering dilakukan untuk analisis senyawa-senyawa hidrokarbon aromatic
polisiklik (PAH) atau residu pestisida dalam makanan. Sebagai alternative lain, sampel
air dapat di absorpsi oleh suatu adsorben padat (C8 atau C18 yang terikat pada silica
gel), diikuti dengan desorpsi dalam suatu solven yang kemudian langsung dimasukan
kedalam kolom. Suatu solven dengan polaritas rendah, misalnya CH3 berair yang
secara bertingkat mengalami perubahan menjadi CH3OH murni, menjamin pemisahan
yang baik pada C-18 yang terikat pada silica gel (Snyder dkk, 1979).
HPLC sebagai suatu metode pemisahan memiliki beberapa keuntungan yaitu
menghasilkan pemisahan yang sangat cepat, dapat memisahkan zat-zat yang tidak
mudah menguap ataupun tak tahan panas, banyak pilihan fasa geraknya, mudah untuk
mendapatkan kembali cuplikan, karena detector pada KCKT tidak merusak komponen
zat yang dianalisis, dan dapat dirangkai dengan instrumen lain untuk meningkatkan
efisiensi pemisahan. Sedangkan kekurangannya adalah larutan harus dicari fase
diamnya terlebih dahulu, hanya bisa digunakan untuk asam organic, harus mengetahui
kombinasi yang optimum antara pelarut, analit, dan gradient elusi, harganya mahal
sehingga penggunaannya dalam lingkup penelitian yang terbatas (Snyder dkk, 1979)
Bahan baku yang digunakan yaitu parasetamol (C8H9NO2) atau asetaminofen
berupa serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa sedikit pahit. Mengandung tidak kurang
dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0 % C8H9NO2, dihitung terhadap zat anhidrat.
Kelarutannya larut dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida 1 N serta mudah
larut dalam etanol. BM parasetamol adalah 151,16. Parasetamol memiliki khasiat
sebagai analgetikum dan antipiretikum (Depkes RI, 1995).

Gambar 2. Rumus Struktur Paracetamol


(Moffat et al., 2005)
Absorbansi parasetamol pada max 245 nm dalam larutan asam adalah sebesar
668a sedangkan dalam larutan alkali atau basa absorbansinya sebesar 715a pada max
257 nm. Identifikasi: Sistem HD—k 0.1; sistem HW—k 0.32; sistem HX—RI 264;
sistem HY—RI 241; sistem HZ—waktu retensi 1.9 menit; sistem HAA—waktu retensi
5.6 menit; sistem HAM—waktu retensi 2.0 menit; sistem HAX—waktu retensi
4.8 menit; sistem HAY—waktu retensi 3.7 menit (Moffat et al., 2005).

III. Data Fisik dan Kimia Bahan


3.1. Parasetamol (Acetaminophen)
Rumus molekul : C8H9NO2
Warna : Putih
Rasa : Pahit
Bau : Tidak berbau
Pemerian : Hablur atau serbuk hablur
Kelarutan : Larut dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida 1N,
mudah larut dalam etanol.
Berat molekul : 151,16 g/mol
Bobot jenis : 1,293 g/cm3
pH larutan : 5-7
Stabilitas : Pada suhu > 40 C mudah terdegradasi
Titik leleh : 169-172 C
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya.
Fungsi : Analgetik, antipiretik.
(Farmakope Indonesia Edisi IV hal. 649 & MSDS Acetaminophen
ScienceLab.com Chemicals and Laboratory Equipment)

3.2. Metanol
Rumus molekul : CH4OH
Pemerian : Cairan tidak berwarna, tidak berasa
Titik didih : 64,5OC
Bobot jenis : 0,7915 g/cm3
Berat molekul : 32,04 g/mol
Kerapatan : 1,11
Titik beku : -98oC
Perhatian : Dapat menyebabkan iritasi pada mata, kulit, rasa
terbakar, inflamasi, kerusakan kornea, mudah terbakar
dan bersifat toksik.
(MSDS Methanol ScienceLab.com Chemicals and Laboratoty Equipment)

3.2. Aqua Bidestilasi


Pemerian : Cairan jernih tidak berbau, tidak berasa
pH :7
Titik didih : 100oC
Titik beku : 0oC
Stabilitas : Produk yang stabil
(MSDS H2O ScienceLab.com Chemicals and Laboratory Equipment)
IV. Alat dan Bahan

No. Pereaksi No. Peralatan


1. Aqua bidestilasi 1. Alat KCKT
2. Bahan baku paracetamol 2. HPLC Agillent
3. Baku pembanding paracetamol 3. Labu takar
4. Kolom HPLC C18 4. Membran filter PTFE
5. Metanol pro HPLC 5. Pipet tetes
6. Pipet volume
7. Timbangan neraca
8. Filter bulb

V. Prosedur Percobaan
5.1. Uji Kesesuaian Sistem
Larutan standar diinjeksikan berturut-turut sebanyak 7 kali ke dalam instrument
KCKT. Kemudian dihitung nilai simpang baku relatif (SBR) pada luas area standar,
waktu retensi dan faktor ikutan. Uji kesesuaian sistem dinyatakan memenuhi syarat
apabila nilai SBR nya < 2%.

5.2. Analisis Kualitatif


5.2.1. Larutan standar
Baku pembanding paracetamol ditimbang sebanyak 25 mg ke dalam labu takar
50 ml, kemudian diencerkan dengan fase gerak hingga tanda batas. Larutan dikocok
hingga homogen. Larutan dalam labu takar tersebut dipipet sebanyak 1 ml ke dalam
labu takar 10 ml. Kemudian diencerkan dengan fase gerak hingga tanda batas. larutan
disaring dengan membran filter PTFE dengan ukuran 0,45 mikrometer.

5.2.2. Larutan uji


Bahan baku paracetamol ditimbang sebanyak 25 mg ke dalam labu takar 50 ml,
kemudian diencerkan dengan fase gerak hingga tanda batas. Larutan dikocok hingga
homogen. Larutan dalam labu takar tersebut dipipet sebanyak 1 ml ke dalam labu takar
10 ml. Kemudian diencerkan dengan fase gerak hingga tanda batas. larutan disaring
dengan membran filter PTFE dengan ukuran 0,45 mikrometer.Kemudian masing-
masing larutan standar dan larutan uji di injeksikan ke dalam alat KCKT. Selanjutnya
kromatogram yang terbentuk direkam. Lrtutan uji dan larutan standar dibandingkan
kromatogramnya. Waktu retensi puncak larutan uji harus sama dengan waktu retensi
puncak larutan standar.

5.3. Analisis Kuantitatif


5.3.1. Larutan standar
Baku pembanding paracetamol ditimbang sebanyak 25 mg ke dalam labu takar
50 ml, kemudian diencerkan dengan fase gerak hingga tanda batas. Larutan dikocok
hingga homogen (larutan stok baku pembanding paracetamol). Dibuat serangkaian
pengenceran larutan standar untuk pembuatan kurva kalibrasi. Larutan dalam labu
takar tersebut dipipet masing-masing sebanyak 0,2 ; 0,4 ; 0,6 ; 0,8 ; 1.0 ; dan 1,2 ml
larutan stok baku pembanding ke dalam labu takar 10 ml. Kemudian diencerkan dengan
fase gerak hingga tanda batas. Larutan disaring dengan membran filter PTFE dengan
ukuran 0,45 mikrometer.

5.3.2. Larutan uji


Bahan baku paracetamol ditimbang sebanyak 25 mg ke dalam labu takar 50 ml,
kemudian diencerkan dengan fase gerak hingga tanda batas. Larutan dikocok hingga
homogen. Larutan dalam labu takar tersebut dipipet sebanyak 1 ml ke dalam labu takar
10 ml. Kemudian diencerkan dengan fase gerak hingga tanda batas. Larutan disaring
dengan membran filter PTFE dengan ukuran 0,45 mikrometer.

5.4. Cara kurva kalibrasi


Di injeksikan serangkaian konsentrasi larutan standar dan larutan uji. Kemudian
dicatat luas area kromatogran masing-masing larutan standar dan larutan uji.
Digunakan kurva kalibrasi atau persamaan garis, kemudian dihitung kadar larutan
sampel dam faktor pengencerannya.
5.5. Cara one point
Diambil luas area kromatogram salah satu larutan pembanding, kemudian
gunakan untuk menghitung kadar larutan sampel dengan menggunakan metode ‘’One
Point’’ serta faktor pengencerannya.

VI. Pengamatan dan perhitungan


6.1. Pengamatan
6.1.1. Sistem Kromatografi
Fase Gerak : metanol : air (3:1) dibuat 200 mL maka:
1
Air (aqua pro injection) = 4 × 200 𝑚𝐿 = 150 𝑚𝐿
3
Metanol (pro HPLC) = 4 × 200 𝑚𝐿 = 50 𝑚𝐿

6.1.2. Uji Kesesuaian Sistem


Dilakukan penyuntikan larutan standar yang sama sebanyak tujuh kali kedalam
alat KCKT (dilakukan oleh shift sebelumnya) didapat data:

Tabel 1 hasil uji kesesuaian sistem

Penyuntikan Waktu Retensi Luas Area


1 3.820 37320788
2 3.753 36659497
3 3.737 36508560
4 3.743 36588397
5 3.727 36478597
6 3.710 36480031
7 3.680 36337343
Rata-rata 3.73857143 36624744
SD 0.043285232 322853.3841
SBR 1.157803771 % 0.8815171079 %
6.1.3. Analisis Kualitatif
1. Larutan Standar
Bobot Parasetamol baku pembanding yang ditimbang = 25,7 mg
Volume yang dibuat 50 ml
25,7 𝑚𝑔
Konsentrasi = × 1000 𝑚𝑙 = 514 ppm
50 𝑚𝑙

Pengenceran: V1 × N1 = V2 × N2
10 ml × N1 = 1 ml × 514 ppm
N1 = 51,4 ppm

Gambar 6.1.3. Hasil kromatogram larutan standar


2. Larutan Uji
Bobot Parasetamol bahan baku yang ditimbang = 25,8 mg
Volume yang dibuat 50 ml
25,8 𝑚𝑔
Konsentrasi = × 1000 𝑚𝑙 = 516 ppm
50 𝑚𝑙

Pengenceran: V1 × N1 = V2 × N2
10 ml × N1 = 1 ml × 516 ppm
N1 = 51,6 ppm

Gambar 6.1.3. Hasil kromatogram larutan uji

6.1.4. Analisis Kuantitatif


1. Larutan Standar
Bobot Parasetamol baku pembanding yang ditimbang = 25,7 mg
Volume yang dibuat 50 ml
25,7 𝑚𝑔
Konsentrasi = × 1000 𝑚𝑙 = 514 ppm
50 𝑚𝑙
Pengenceran: V1 × N1 = V2 × N2
10 ml × N1 = 1 ml × 514 ppm
N1 = 51,4 ppm

Tabel 6.1.4. Pengenceran larutan standar

Volume yg diambil Perhitungan Konsentrasi


dari Larutan
Standar
0,2 V1 × N1 = V2 × N2 10,28 ppm
10 ml × N1 = 0,2 ml × 514 ppm
N1 = 10,28 ppm
0,4 V1 × N1 = V2 × N2 30,56 ppm
10 ml × N1 = 0,4 ml × 514 ppm
N1 = 30,56 ppm
0,6 V1 × N1 = V2 × N2 30,84 ppm
10 ml × N1 = 0,6 ml × 514 ppm
N1 = 30,84 ppm
0,8 V1 × N1 = V2 × N2 41,12 ppm
10 ml × N1 = 0,8 ml × 514 ppm
N1 = 41,12 ppm
1 V1 × N1 = V2 × N2 51,4ppm
10 ml × N1 = 1 ml × 514 ppm
N1 = 51,4ppm
1,2 V1 × N1 = V2 × N2 61,68 ppm
10 ml × N1 = 1,2 ml × 514 ppm
N1 = 61,68 ppm
2. Larutan Uji
Bobot Parasetamol bahan baku yang ditimbang = 25,8 mg
Volume yang dibuat 50 ml
25,8 𝑚𝑔
Konsentrasi= × 1000 𝑚𝑙 = 516 ppm
50 𝑚𝑙

Pengenceran: V1 × N1 = V2 × N2
10 ml × N1 = 1 ml × 516 ppm
N1 = 51,6 ppm
6.2. Perhitungan
6.2.1. Analisis Kuantitatif

Tabel 6.2.1. Hasil kromatogram uji dan standar

Sampel Waktu Retensi Luas Area


Uji 3,490 47609537
Standar 3.73857143 36624744

6.2.2. Cara Kurva Kalbrasi

Tabel 6.2.2. Hasil kurva kalibrasi

Konsentrasi (ppm) Luas Area


10,28 ppm 8694462
30,56 ppm 15751106
30,84 ppm 24085041
41,12 ppm 31793034
51,4 ppm 38314526
61,68 ppm 49136895
kurva kalibrasi dari sampel parasetamol
70000000

60000000
49136895
50000000
38314526
luas area

40000000 31793034
30000000 24085041

20000000 15751106
8694462
10000000

0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
konsentrasi (ppm)

Gambar 6.2.2. Kurva kalibrasi


a = 204802,2
b = 771429,7332
r = 0,9979118294

1. Menghitung kadar dengan kurva kalibrasi:


𝑦 = b𝑥 + a
47609537 = 771429,7332 𝑥 + 204802,2
47609537 - 204802,2 = 771429,7332 𝑥
47404734,8
=𝑥
771429,7332

𝑥 = 61,4504896 ppm
2. Perhitungan kadar parasetamol:
61,4504896 ppm
% kadar parasetamol = × 100 %
51,6 𝑝𝑝𝑚

= 119,09 %
6.2.3. Cara “One Point Method”
𝐿𝑢
1. Cu = × Cs
𝐿𝑠
47609537
Cu = × 51,4 ppm
38314526

Cu = 63,86951523 ppm

2. Perhitungan kadar Parasetamol:


63,86951523 ppm
% kadar parasetamol = × 100 %
51,6 𝑝𝑝𝑚

= 123,78 %

VII. Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan analisis kualitatif dan kuantitatif terhadap
bahan baku paracetamol menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi. Adapun tujuan
dari analisis ini yaitu untuk memastikan bahwa bahan baku tersebut berupa
paracetamol. Prinsip dari KCKT adalah pemisahan suatu senyawa berdasarkan sifat
kepolarannya dan kecepatannya untuk sampai ke detector. Jenis kromatografi yang
digunakan pada percobaan kali ini adalah adsorpsi karena bahan yang digunakan
sebagai fase diam yaitu ODS (okta desil silica) gugus R pada pelapis siloksan adalah
rantai C8 (n-oktil) atau rantai C18 (n-oktildesil) sehingga kolom berisi silika yang
bersifat polar yang kemudian ditambahkan 18 atom C sehingga ODS bersifat non polar.
ODS paling banyak digunakan untuk KCKT karena mampu memisahkan senyawa-
senyawa dengan kepolaran yang rendah, sedang, hingga tertinggi (Khopkar, 1990).
Kemudian sistem kromatografi yang digunakan pada percobaan kali ini yaitu fase balik
karena fase diam bersifat kurang polar dibandingkan fase geraknya yang bersifat lebih
polar. Fase gerak dalam KCKT berupa zat cair yang disebut juga sebagai eluen atau
pelarut. Fase gerak yang digunakan yaitu campuran pelarut air : metanol dengan
perbandingan 1:3. Hal ini disebabkan karena senyawa yang dianalisis yaitu
paracetamol bersifat lebih polar. Molekul polar dalam campuran itu akan
menghabiskan sebagian besar waktu mereka bergerak dengan pelarut.senyawa non
polar dalam campuran akan cenderung membentuk reaksi dengan gugus hidrokarbon
karena gaya dispersi van der walls, dan juga akan kurang larut dalam pelarut karena
membutuhkan waktu untuk pemutusan ikatan hydrogen sebagaimana halnya diantara
molekul-molekul air atau metanol (Sumar, 1994). Fase gerak yang digunakan harus
dalam keadaan murni karena alat KCKT sangat sensitif. Pada kromatografi partisi fase
terbalik dengan kemasan fase terikat memang panjang pendeknya rantai karbon
mempengaruhi tertambatnya senyawa pada fase diam. Jenis detektor yang digunakan
yaitu UV 243 nm karena bahan uji yang digunakan paracetamol memiliki gugus
kromofor sehingga berfloresensi yang dapat terbaca oleh detektor UV kemudian
panjang detector yang digunakan 243 nm karena merupakan panjang gelombang
maksimal dari paracetamol sehingga kepekaannya pun maksimal dan memenuhi
hukum Lambert-Beer, selain itu jika dilakukan pengulangan maka kesalahannya akan
kecil (Sumar, 1994).
Hal yang dilakukan diawali dengan pembuatan larutan standar. Kemudian
dilanjutkan dengan uji kesesuaian sistem dengan menginjeksikan larutan standar ke
dalam instrumen KCKT hal ini dilakukan bertujuan untuk menilai apakah sistem
kromatografi yang di set sudah memenuhi syarat atau tidak atau biasa disebut validasi.
Menurut farmakope Amerika (United States Pharmacopeia, USP) menentukan
parameter-parameter yang dapat digunakan meliputi bilangan lempeng teori (N), factor
tailing, kapasitas dan nilai standar deviasi relative (RSD) tinggi puncak dan luas
puncak dari serangkaian injeksi. Didapat hasil berupa data waktu retensi dan luas area,
namun hal tersebut atau uji kesesuaian sistem tidak dilakukan oleh kelompok kami
dikarenakan keterbatasan waktu maka hasil berupa data yang kami dapat merupakan
hasil dari kelompok shift siang sebelumnya.
Kemudian dilanjutkan dengan pembuatan larutan standar, larutan uji yang akan
dianalisis dan persiapan sampel dengan tujuan agar larutan terbebas dari gangguan-
gangguan, tidak berdampak buruk pada kolom, cocok dengan metode KCKT pelarut
sampel akan melarut dalam fase pembawa tanpa menganggu sampel yang diuji.
Pembuatan larutan uji dan larutan standar masing masing lalu setiap larutan
disaring menggunakan membran filter PTFE ukuran 0,45 µm proses penyaringan ini
bertujuan agar tidak terjadi penyumbatan didalam kolom dan menghilangkan gas dari
pelarutnya. Karena didalam kolom akan terjadi proses pemisahan, apabila tersumbat
maka dapat mengakibatkan gangguan pada saat proses pemisahan, Namun pada proses
pembuatan larutan standar pada analisis kuantitatif dibuat serangkai pengenceran
larutan standar untuk kurva kalibrasi dengan konsentrasi yang berbeda hal ini
dilakukan bertujuan untuk menentukan konsentrasi suatu zat dalam suatu sampel yang
tidak diketahui dengan membandingkannya ke sampel standar yang telah diketahui
konsentrasinya maka dalam percobaan ini dilakukan untuk menentukan konsentrasi
larutan uji paracetamol yang belum diketahui konsentrasinya dengan membandingkan
terhadap larutan standar paracetamol yang telah diketahui kosentrasinya.
Kemudian dilakukan analisis kualitatif dan kuantitatif dengan menginjeksikan
masing- masing larutan standar dan larutan uji kedalam alat KCKT. Pengujian analisis
kualitatif dengan teknik KCKT untuk mengetahui ada atau tidaknya zat paracetamol
didasarkan pada waktu retensi, dengan membandingkan antara waktu retensi dari
larutan uji dengan larutan standar. Waktu retensi adalah waktu yang diperlukan sampel
untuk keluar dari kolom. sedangkan untuk analisis kuantitatif didasarkan pada hasil
regresi liniear dan kromatogram yang terbentuk dengan menghitung konsentrasi
sampel berdsasarkan luas area puncak kromatogram dengan menggunakan persamaan
garis y=bx + a metode one point. Tetapi metode pembandingan area standar dan sampel
kurang menghasilkan data yang akurat bila hanya melibatkan suatu konsentrasi
standar.
Pengujian analisis kualitatif dan kuantitatif menggunakan teknik HPLC, dalam
proses analisisnya HPLC memiliki beberapa tahapan. Diawali dengan menginjeksikan
sampel uji dan standar yaitu larutan yang sebelumnya telah disaring dengan membrane
filter PTFE kedalam kolom HPLC dengan injektor khusus, kemudian dilakukan
penyaringan , penyaringan ini bertujuan agar tidak terjadi penyumbatan didalam kolom
dan menghilangkan gas dari pelarutnya. Larutan didorong cepat saat melalui kolom
dengan bantuan pompa bertekanan tinggi. Komponen akan keluar dari kolom dengan
kecepatan yang berbeda dan terdeteksi oleh detektor. Detektor yang digunakan ialah
detektor UV karena paracetamol merupakan senyawa organik yang dapat menyerap
sinar UV karena memiliki gugus kromofor pada strukturnya. Kemudian hasil analisis
dengan HPLC menghasilkan data berupa kromatogram. Kromatogram merupakan
grafik antara intensitas komponen yang dibawa oleh fasa gerak terhadap waktu retensi.
Tampilan kromatogram yang baik berupa grafik lurus, lancip, dan simetris (Lindsey,S.
1992). Sampel melewati kolom HPLC tentu memiliki jangka waktu yang terukur dan
juga menjadi parameter, waktu yang dibbutuhkan sampel untuk melewati kolom
disebut sebagai waktu retensi. Kromatogram yang dihasilkan dari setiap konsentrasi
larutan standar diperoleh waktu retensi dan luas area kromatogram (Ghalib, 2012).

Bagian-bagian HPLC dibagi menjadi enam bagian yaitu :

1. Eluen, berfungsi sebagai fase gerak yang membawa sampel masuk kedalam kolom.
2. Pompa, berfungsi mendorong fase gerak dan sampel masuk kedalam kolom
3. Injektor, berfungsi sebagai tempat memasukkan sampel dan dapat didistribusikan
masuk kedalam
4. Kolom pemisah ion, berfungsi untuk memisahkan ion-ion yang ada dalam sampel
5. Detektor, untuk membaca ion yang lewat dalam detektor
6. Rekorder data, berfungsi untuk merekam dan mengolah data yang masuk.

Adapun mekanisme KCKT yaitu fase gerak dan analit akan masuk ke kolom
dengan bantuan pompa bertekanan tinggi sehingga fase gerak dan analit dialirkan
melalui kolom ke detektor. Di dalam kolom terjadi pemisahan komponen - komponen
campuran, perbedaan kekuatan interaksi anatara analit (solut-solut) dengan stationary
phase pada kolom hasil rekaman yang diperoleh akan diolah pada kompouter berupa
puncak (Ghalib. 2012).
Berdasarkan hasil pengamatan nilai SBR pada uji kesesuaian sistem telah
memenuhi syarat yaitu < 2,0% setelah dihitung berdasarkan 7 kali penyuntikan didapat
waktu retensi sebesar 1,157803771 dan luas area 0,8815171079 sehingga sistem
kromatografi yang diset sudah memenuhi syarat dan siap digunakan. Untuk penentuan
kadar terdapat dua cara yaitu cara kurva kalibrasi dan cara one point. Persen kadar
paracetamol dengan cara kurva kalibrasi setelah dilakukan perhitungan diperoleh kadar
sampel sebesar 119,090061% sedangkan persen kadar paracetamol dengan cara one
point setelah dilakukan perhitungan diperoleh kadar sampel sebesar 123,7781303%
sehingga kadar bahan baku paracetamol tidak memenuhi syarat karena menurut
farmakope indonesia edisi 4 bahwa bahan baku dinyatakan memenuhi syarat apabila
dalam rentang 98 % – 101 % hal tersebut kemungkinan disebabkan karena beberapa
faktor. Faktor pertama yaitu pada kondisi alat yang digunakan telah digunakan
berulang kali, faktor kedua berasal dari bahan baku paracetamol yang digunakan sudah
kedaluarsa, faktor ketiga yaitu kemungkinan pada masa penyimpanan kurang baik
sehingga tercemar, dan faktor yang terakhir adanya kontaminasi pada saat pengerjaan
(Ahmad, M., suherman 1995).
Analisis kualitatif yaitu dengan sebuah kromatogram akan memberikan
informasi kualitatif terhadap paracetamol dengan melihat waktu retensi atau posisi fasa
diam setelah masa elusi tertentu jika sampel tidak menghasilkan puncak pada waktu
retensi yang sama dengan standar maka dapat diasumsikan senyawa ini tidak ada dalam
sampel atau kadar dibawah limit deteksi sedangkan pada percobaan kami larutan uji
terdapat puncak pada waktu retensi yang sama dengan standar hal ini membuktikan
bahwa adanya senyawa pada sampel atau kadar cukup besar atau tidak dibawah limit
deteksi. Sedangkan untuk analisis kuantitatif yaitu suatu analisa dari masa solut dalam
suatu sampel yang dapat dilakukan berdasarkan perbandingan pengukuran tinggi atau
luas puncak dari solut dengan puncak standar referensi pada konsentrasi yang diketahui
baik larutan uji maupun larutan standar sama sama memiliki kadar yang tidak sesuai
dengan referensi pada farmakope IV (Adamovics. J. A.1990).
Dilihat dari kromatogram yang terekam atau terbentuk tailing factor pada
semua konsentrasi, tailing factor ini kemungkinan disebabkan karena fase gerak yang
kurang murni, partikel silika yang dipakai bukan partikel silika yang baik, adanya
komponen lain yang keluar tepat setelah peak, sampel bereaksi dengan gugus silanol
pada partikel silika, pH fase gerak yang tidak tepat. (Adamovics. J. A.1990).
Setelah didapat hasil persentasi kadar paracetamol, maka dengan menggunakan
metode kurva kalibrasi hasil persentasi lebih mendekati literatur dibandingkan dengan
one point sehingga cara kurva kalibrasi lebih baik dibandingkan dengan one point.

VIII. Kesimpulan
Analisis kualitatif dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi yaitu dengan
sebuah kromatogram akan memberikan informasi kualitatif terhadap bahan baku
paracetamol dengan melihat waktu retensi atau posisi fasa diam setelah masa elusi
tertentu.
Analisis kuantitatif dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi yaitu dengan
menentukan kadar bahan baku paracetamol melalui regresi linear (kurva kalibrasi) dan
berbagai konsentrasi.
Mutu bahan baku yang dilakukan dengan cara kurva kalibrasi lebih mendekati
literatur daripada dengan cara one point. Penetapan kadar yang didapat yaitu
119,090061% . Sehingga metode yg lebih baik digunakan pada praktikum ini yaitu
dengan menggunakan metode kurva kalibrasi

IX. Daftar Pustaka


Adnan, M. 1997. Teknik Kromatografi untuk Analisis Bahan Makanan. Penerbit Andi
Offset. Yogyakarta.
Adamovics. J. A. (1990), “chromatographic analysis of pharmaceuticals”. Marcell
Dekker, New York
Ahmad, M., dan suherman (1995), Analisis instrumental. Airlangga University Press.
Surabaya
Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. 1995. Farmakope Indonesia Edisi
IV. Departemen Kesehatan R.I Jakarta

Gandjar, Gholib., dan Rohman, 2009. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar:
Yogyakarta.
Ibnu Ghalib. (2012). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : pustakabelajar
Khopkar, S.M., (1990), Konsep Dasar Kimia Analitik, Jakarta : UI Press
Lindsay, S. 1992. High performance liquid chrotomagraphy second edition, John
Wiley &Sons, Chischer, New York, Brisbane, Toronto, Singapore
Moffat, A. C., O. David and W. Brian. 2005. Clarke’s Analysis of Drugs and Poisons
In Pharmaceuticals, Body Fluids and Post-Mortem Material 3rd edition Book 2.
R.A.Day , Dr. Jan Dan Al-Underwood.(2002). Analitik Kimia Kuantitatif.Jakarta :
Erlangga.
Snyder, L. R and Kirkland J.J. 1979. Introduktion to modern liquid chromatography.
second edition. John Wiley & Sons.Inc NewYork, Chihester, Briebane, Toronto,
Singapore.
Sumar, Hendayana.(1994). Paracetamol. Jakarta : UI.Press

Anda mungkin juga menyukai