Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Spesies .a coromandelica

1. Taksonomi Tumbuhan Kayu Jawa (L. coromandelica)

Klasifikasi taksonomi dari tumbuhan Kayu Jawa (L. coromandelica) adalah

(Wahid, 2009):

Kingdom : Plantae

Divisi : Tracheophyta

Class : Magnoliopsida

Ordo : Sapindales

Famili : Anacardiaceae

Genus : Lannea

Spesies : L. coromandelica

Kayu jawa termasuk dalam suku Anacardiaceae merupakan pohon tropis

yang tersebar di daerah Asia (Sathish, 2010). Tumbuhan ini hanya dapat tumbuh

di dataran rendah pada ketinggian 100 - 1.800 meter, dengan ketinggian hingga 20

meter dengan diamater 45 cm.

Tanaman ini memiliki batang yang bengkok bertonjolan, ranting-ranting

yang besar. Daunnya adalah daun majemuk menyirip gasal. Anak daun bertangkai,

memiliki ujung meruncing. Bunganya berkelamin satu (uniseksual), berumah dua.


Malai bunga betina panjangnya 10-20 cm, tangkai bunga sangat pendek, kelopak

panjangnya kurang lebih 1mm, daun mahkota 3 mm. Daun mahkota bunga betina

ini warnanya kuning hijau kemerahan. Bunga jantan tidak diketemukan di Jawa

(Dwiyani, 2013). Berbunga pada bulan Februari sampai April, dan berbuah pada

saat bulan Mei sampai Juli, memiliki getah berwarna coklat sampai hitam (Kumar,

2011). Buah tanaman ini berbentuk bulat memanjang, panjangnya kurang lebih 1,5

cm. Tanaman ini dapat tumbuh di tanah gersang (tanah berkapur) dan sangat mudah

diperbanyak lewat stek batangnya (Dwiyani, 2013). Permukaan batang berwarna

abu-abu sampai coklat tua, kasar, ada pengelupasan serpihan kecil yang tidak

teratur, batang dalam serat berwarnah merah atau merah muda gelap, dan memiliki

eksudat yang bergetah (Prawirodiharjo, 2014).

Tanaman ini memiliki nama yang berbeda-beda disetiap daerah diantaranya

pohon Kudo, Jaranan, Ki Kuda, Kedondong Laki (Jawa), kuda-kuda (Aceh), Pohon

Reo (Flores), Kayu Santen (Denpasar), Aju Tammate, Aju jawa (Sulawesi Selatan).

2. Manfaat Tumbuhan Kayu Jawa

Tumbuhan kayu jawa menunjukkan aktivitas farmakologis seperti

antimikroba, penyembuhan luka, antikanker, dan aktivitas antimalaria (Kumar,

2015). Kulit batang Lannea digunakan oleh masyarakat untuk pengobatan muntah

darah. Penggunaan lain tanaman Kayu Jawa adalah sebagai analgesik, anti ulkus,

dan aphrodisiac, getahnya sebagai penyembuhan luka, daunnya mengobati

pembengkakan akibat keseleo, dan kortex kayu jawa sebagai antiinflamasi,

antimitosis dan antioksidan (Ismail, dkk., 2016). Selain itu, daun kayu jawa

digunakan sebagai bat bisul, rematik, pusing dan perawatan paska melahirkan
(Rahayu, 2005). Ekstrak etanol daun kayu jawadapat menurunkan nyeri sakit

kepala (Imam, 2012).

3. Kandungan Kimia Tumbuhan Kayu Jawa

Secara umum tumbuhan kayu jawa mengandung metabolit sekunder seperti

alkaloid, steroid, triterpen, glikosida, flavonoid, tanin, saponin dan senyawa

polifenol, (Kumar, 2015). Korteks kayu jawa mengandung flavanoid, tannin dan

terpenoid. Sedangkan pada getahnya mengandung galaktosa (70%), arabinosa

(11%), rhamnosa (2%) dan asam uronic (17%) (Sathish, 2010).

4. Tinjauan Umum Famili Anacardiaceae

Anacardiaceae memiliki ciri-ciri habitus perdu, pohon. Daun tunggal atau

mejemuk, tersebar. Bunga mejemuk; biseksual atau uniseksual; pentamer;. Buah

tunggal; Contoh : Mangifera indica. Habitat perdu atau pohon, buah tunggal berupa

drupa, bunga majemuk bisa biseksual ataupun uniseksual. di kelompok utama

angiosperma (tanaman berbunga).

Spesies dari famili Anacardiaceae seperti jambu mete (Anacardium

occidental) dilaporkan memiliki aktivitas antihiperglikemik dan antitumor

(Tedong, et al, 2006; Ola, et al, 2008). Selain itu spesies dari famili Anacardiaceae

seperti kedondong hutan (Spondias pinnata) dan mangga kasutri (Mangifera

casturi) memiliki aktivitas antituberkulosis dan antiinflamasi (Ramayati, 2013;

Fakhrudin, dkk, 2013). Jambu mente (A. occidental) juga dimamfaatkan sebagai

obat tradisonal untuk penyakit diabetes melistus, diare dan hipertensi (Paris et al.,

1977). Khasiat tumbuhan famili Anacardiaceae disebabkan karena adanya


kandungan senyawa metabolit sekunder seperti alkaloid, flavonoid, terpenoid, dan

steroid yang terkandung didalamnya.

B. Senyawa Metabolit Sekunder Famili Anacardiaceae

Metabolit sekunder merupakan senyawa kimia yang terdapat dalam suatu

organisme yang tidak terlibat secara langsung dalam proses pertumbuhannya,

perkembangan atau reproduksi organisme, melainkan untuk mempertahankan diri

terhadap predator (Harborne, 1973). Senyawa metabolit sekunder yang umum

terdapat pada tanaman adalah alkaloid, flavonoid, steroid, saponin, dan terpenoid.

1. Alkaloid

Alkaloid adalah senyawa yang mengandung substansi dasar nitrogen basa,

biasanya dalam bentuk cincin heterosiklik. Alkaloid terdistribusi secara luas pada

berbagai jenis tumbuhan. Beberapa famili anacardiaceae mengandung alkaloid

(Kramer, 1979), golongan piperidin [1] (Aksara, 2013).

[1]

Ekstrak etanol tanaman A. occidentale, berkhasiat sebagai obat malaria, anti

virus, anti jamur dan anti helminthik, sifat anti bakteri terhadap clostridium spp,

dan Pseudomonas spp (Ojezele, 2013). Senyawa alkaloid yang ditemukan antara

lain presatorin [2], trigonellin [3], n-metil fenetil amin [4], tiramin [5], (Chapman

& Hall, 1994).


H3C + H H
N N
H CH3
N
CH3
O O +
O O
- N
H
-
O
O O
O
H O H

[2] [3] [4] [5]

2. Flavonoid

Flavonoid adalah senyawa polifenol dengan kerangka karbon C6-C3-C6

(Robinson, 1995), yaitu dua cincin aromatic (C6) yang dihubungkan oleh 3 atom

karbon yang membentuk cincin atau rantai terbuka. Flavonoid terdapat dalam

semua ekstrak tumbuhan, (Markham, 1988). Senyawa flavonoid merupakan

antioksidan yang berpotensial untuk mencegah pembentukan radikal bebas,

senyawa tersebut mempunyai sifat antibakteri (Nurlaela, 2015).

Telah diisolasi dari genus Lannea yaitu kuersetin-3-O-arabinosida [7]

(Subramanian and Nair, 1971). Senyawa [7] yang juga disebut rutina merupakan

senyawa turunan dari flavonoid, memiliki aktifitas anti oksidan yang kuat,

memperkuat daya apilaritas pembuluh darah dan membantu menghentikan edem

atau pembengkakan vena. Memiliki aktivitas anti inflamasi, sehingga dapat

menghambat pertumbuhan sel kanker. Rutina dapat membantu mencegah

aterogenesis dan mengurangi toksisitas dari oksidasi kolesterol LDL (wahyudin,

2010).
[7]

Beberapa senyawa flavonoid lain yang telah ditemukan pada tanaman Famili

Anacardiaceae antara lain kaempferol [8], formononetin [9], (Chapman & Hall,

1994).

[8] [9]

3. Steroid

Steroid, memiliki kerangka siklopentana fenantrena atau kerangka yang

berasal dari satu atau lebih ekspansi cincin. Gugus metil biasanya berada pada atom

C10 dan C-13. Rantai sisi alkil juga dapat berada pada atom C-17 (Sumbono, 2016),

telah ditemukan pada tanaman famili Anacardiaceae antara lain α-spinasterol [10],

Kampesterol [11], (Chapman & Hall, 1994). Tanaman Spondias pinnata (Famili

Anacardiaceae) telah ditemukan senyawa steroid berupa, β-sitosterol (Siddiqui,

2015).
[10] [11]

4. Terpenoid

Terpenoid, tersusun dari kerangka isopren (C5), yakni C5 bercabang

(branching) metil pada karbon nomor dua atau kelipatannya (Saifudin, 2014).

Senyawa terpenoid yang telah ditemukan pada tanaman antara lain β-karoten [12],

α-karoten [13], (Chapman & Hall, 1994).

Terpenoid yang telah diisolasi dari famili Anacardiaceae yaitu tumbuhan

binjai (Mangifera caesia) adalah α-amirin yang merupakan salah satu senyawa

golongan triterpenoid (Rosyidah, dkk, 2011). Tumbuhan jambu mente

(Anacardium occidentale) yang juga termasuk dalam famili Anacardiaceae

mengandung senyawa terpenoid (Tedong, et al, 2006).

H3C
H3C CH3 CH3 CH3
H3C
H3C CH3 CH3 CH3

CH3 CH3 H3C CH3 CH3 CH3


H
CH3 CH3
H3C CH3

[12] [13]

C. Isolasi Senyawa Organik Bahan Alam

Isolasi adalah cara pemisahan komponen-komponen kimia yang terdapat

dalam suatu bahan alam, yang didasarkan pada adsorpsi dan partisi senyawa
terhadap penyerap dan cairan pengelusi. Isolasi meliputi ekstraksi, fraksinasi,

pemurnian dan identifikasi.

1. Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia dari suatu bahan

menggunakan pelarut yang sesuai (Depkes RI, 2000). Bahan yang digunakan

sebaiknya yang masih segar, tetapi harus dikeringkan sebelumnya, (Tobo, 2001).

Ekstraksi untuk penelitian isolasi senyawa organic bahan alam kebanyakan

dilakukan dengan teknik maserasi. Maserasi merupakan cara penyarian yang

sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam

cairan penyari dan pada umumnya dilakukan pada temperatur ruang. Cairan penyari

akan menembus dinding sel atau masuk kedalam rongga sel yang mengandung zat

aktif. Zat aktif tersebut akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara

larutan zat aktif di dalam sel dengan diluar sel. Larutan yang lebih pekat ( di dalam

sel ) didesak keluar sel, masuk kedalam larutan di luar sel. Peristiwa tersebut

berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan diluar sel dan

di dalam sel. Kelebihan cara penyarian ini adalah cara pengerjaannya yang mudah

dan peralatan yang digunakan sederhana. Waktu untuk maserasi berbeda-beda

antara 4-10 hari, dalam proses ekstraksi, usahakan sampel yang diekstrak terendam

dengan pelarut, (Sjahid, 2008).

Pelarut adalah medium tempat suatu zat lain melarut Sumardjo (2009).

Pelarut harus mudah menguap pada suhu yang rendah, dapat mengekstraksi

komponen senyawa dengan cepat, dapat mengawetkan dan tidak menyebabkan


ekstrak terdisosiasi. Berbagai pelarut yang digunakan dalam prosedur ekstraksi

antara lain: .

a. Air, adalah pelarut universal, biasanya digunakan untuk mengekstraksi, namun

kelemahannya adalah karena titik didihnya tinggi, sehingga dikhawatirkan

dapat merusak senyawa yang diekstrak.

b. Aseton, melarutkan beberapa komponen senyawa hidrofilik dan lipofilik dari

tumbuhan. Keuntungan aseton sebagai pelarut yaitu mudah menguap dan

memiliki toksisitas rendah.

c. Alkohol, secara umum termasuk pelarut polar, tetapi jika digunakan sebagai

pengekstrak awal, maka biasanya senyawa-senyawa non polarpun ikut tertarik.

d. Kloroform, termasuk pelarust polar, tetapi kepolarannya lebih redah

dibandingkan dengan etanol.

e. Eter; umumnya digunakan secara selektif untuk ekstraksi kumarin dan asam

lemak.

f. n-heksana, polarut untuk senyawa-senyawa non polar

g. Etil asetat, merupakan pelarut dengan karekateristik semipolar.

2. Fraksinasi

Metode fraksinasi digunakan untuk mendapatkan senyawa murni dari

ekstrak yang diperoleh. Prinsip metode ini adalah pemisahan senyawa-senyawa

yang tercampur dalam suatu ekstrak yang didasarkan pada kecepatan adsorpsi dan

partisi senyawa terhadap penyerap dan cairan pengelusi. Beberapa metode

fraksinasi yang umum digunakan yaitu kromatografi lapis tipis (KLT) dan

kromatografi kolom.
a. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi lapis tipis adalah teknik sederhana untuk memisahkan

komponen secara cepat berdasarkan prinsip partisi dan adsorpsi. Teknik ini

merupakan suatu cara pemisahan komponen senyawa kimia di antara dua fasa, yaitu

fasa gerak dan fasa diam. Eluen (fasa gerak) yang paling sederhana terdiri dari

campuran 2 sampai 3 pelarut organik untuk memudahkan dalam pengaturan daya

elusi pelarut, sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal. Pemilihan eluen

sebaiknya dimulai dari pelarut organik dengan tingkat kepolaran rendah, seperti

heksana dan peningkatan kepolaran dengan etil asetat atau pelarut yang lebih polar

lainnya. Fasa diam yang digunakan pada KLT merupakan penjerap berukuran kecil

dengan diameter partikel antara 10–30µm. Semakin kecil ukuran rata-rata pertikel

fasa diam, semakin sempit kisaran ukuran fasa diam, sehingga kinerja KLT dalam

hal efisiensi dan resolusinya lebih baik. Penjerap yang paling sering digunakan

adalah silika dan serbuk selulosa (Gendjar, 2010).

Perbandingan antara jarak noda yang ditempuh oleh zat yang dipisahkan yang

berpendar dengan jarak yang ditempuh oleh pelarut pada lempeng KLT dinyatakan

dengan angka Rf yaitu :

Jarak yang ditempuh oleh senyawa


Rf = ............ (Harborne, 1987).
Jarak yang ditempuh oleh pelarut

b. Kromatografi Kolom

Salah satu metode pemisahan senyawa dalam jumlah besar adalah

menggunakan kromatografi kolom. Pada kromatografi kolom fasa diam yang

digunakan dapat berupa silika gel, selulosa atau poliamida. Fasa geraknya dapat

dimulai dari pelarut non polar kemudian ditingkatkan kepolarannya secara


bertahap, baik dengan pelarut tunggal ataupun kombinasi dua pelarut yang berbeda

kepolarannya dengan perbandingan tertentu sesuai tingkat kepolaran yang

dibutuhkan (Stahl, 1969).

Fraksi yang diperoleh dari kolom kromatografi ditampung dan dimonitor

dengan KLT. Fraksi-fraksi yang memiliki pola kromatogram yang sama digabung

kemudian pelarutnya diuapkan, diperoleh beberapa fraksi. Noda pada plat KLT

dideteksi dengan lampu ultraviolet λ 254/366 untuk senyawa-senyawa yang

mempunyai gugus kromofor, dengan penampak noda seperti larutan Iod, FeCl3 dan

H2SO4 dalam metanol 10% (Stahl, 1969).

Fraksi-fraksi yang diperoleh belum tentu murni, sehingga masih

memerlukan pemisahan lebih lanjut menggunakan kolom dengan berbagai variasi

pelarut. Jenis kromotografi kolom yang biasa digunakan yaitu :

1) Kromotografi Kolom Vakum

Kromatografi kolom vakum ini menggunakan vakum dengan tujuan agar

tidak ada udara di dalamnya sehingga dapat mempercepat elusi. Kolom

kromatografi dipacking secara kering dengan menggunakan penyerap silika gel

ukuran 10-20 μm. Proses ini dilakukan pada keadaan vakum agar diperoleh

kerapatan kemasan yang maksimum. Setelah itu, vakum dihentikan dan eluen yang

kepolarannya paling rendah dituangkan ke permukaan penyerap, kemudian

divakum kembali untuk melihat kelayakan packing dari kolom tersebut. Cuplikan

dilarutkan dalam pelarut yang sesuai atau diabsorbsi dengan adsorben yang sesuai,

kemudian dimasukkan ke dalam kolom pada lapisan penyerap dan dihisap

perlahan-lahan dengan pompa vakum. Selanjutnya, sampel dielusi dengan eluen


yang cocok mulai dari eluen yang kepolarannya rendah ke eluen yang kepolarannya

tinggi. Kromatografi kolom cair vakum menggunakan tekanan rendah untuk

meningkatkan laju aliran fasa gerak (Zenta, 1999).

2) Kromatografi Kolom Flash

Kromatografi kolom flash merupakan kromatografi dengan menggunakan

tekanan sehingga elusinya berlangsung lebih cepat dibanding kromatografi vakum

dan gravitasi. Metode ini tidak sesuai untuk pemisahan ca

mpuran yang terdiri dari bermacam-macam zat (mengandung banyak

komponen), tetapi sangat baik untuk memurnikan senyawa. Keistimewaan dari

kolom-kolomnya adalah panjangnya yakni 30 sampai 40cm. Adapun teknik

pengemasan kolomnya sama dengan kromatografi kolom vakum hanya saja

kromatografi kolom flash menggunakan alat penekan.

3. Pemurnian

Teknik pemurnian yang paling umum dilakukan untuk senyawa organik

padatan adalah dengan kristalisasi-rekristalisasi. Senyawa dalam bentuk Kristal

(padatan) lebih mudah menentukan kemurniannya dan mengidentifikasinya. Kristal

dapat terbentuk dengan cara penjenuhan larutan yang diikuti dengan penguapan

pelarut perlahan-lahan sampai terbentuk kristal. Selain itu, pengkristalan dapat pula

dilakukan dengan cara mendinginkan larutan jenuh pada temperatur yang sangat

rendah.

4. Identifikasi

Senyawa metabolit sekunder yang diperoleh dapat diidentifikasi dengan

melakukan uji pereaksi, uji titik leleh dan uji spektroskopi.


a. Uji Pereaksi

Untuk menentukan golongan senyawa metabolit sekunder yang terkandung

di dalam ekstrak yang diperoleh dari suatu tumbuhan, maka diperlukan beberapa

pereaksi (reagen) sesuai dengan golongan senyawa yang bersangkutan. Setiap

pereaksi memberikan reaksi yang khas untuk setiap golongan, misalnya untuk

pereaksi Wagner, akan memberikan endapan berwarna coklat untuk

senyawagolongan alkaloid. Demikian pula halnya dengan pereaksi Mayer akan

menghasilkan endapan berwarna putih untuk senyawa alkaloid. Untuk

selengkapnya, dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Beberapa Pereaksi Uji Senyawa Metabolit Sekunder

No Pereaksi Hasil Keterangan


warna merah hingga ungu + Terpenoid
1 Lieberman-Burchard
warna biru atau hijau + Steroid
warna hijau, biru atau
2 FeCl3 + Flavonoid
kompleks biru hitam
3 Dragendroff warna jingga + Alkaloid
4 Wagner endapan coklat + Alkaloid
endapan putih
5 Mayer + Alkaloid

b. Uji Titik Leleh


Isolat murni memiliki selisi antara titik dimana zat mulai meleh dengan titik
dimana zat terahir meleh yang sempit, berbeda dengan zat yang tidak murni,
memiliki range titik leleh yang lebih besar. Oleh sebab itu, maka titik leleh dapat
dijadikan sebagai patokan kemurnian suatu isolat.

c. Spektroskopi

Terdapat beberapa jenis spektroscopi yang diperlukan dalam menentukan


struktur serta jenis suatu senyawa, diataranya spektroscopi Imfra Merah (IR),
Spektroscopi ultra violet (UV), Gas Cromatografi (GC), Nuclear Magnetic
Resonanci (NMR) dan sebagainya.
Setiap jenis spektroskopi memberikan informasi yang berlainan satu dengan
yang lain, tetapi saling melengkapi. Jadi semakin banyak jenis spektroscopi yang
digunakan mengukur suatu sampel kimia, maka data-data yang diberikan tentang
senyawa tersebut semakin lengkap. Namun demikian, karena alasan keterbatasan
dana, maka biasanya terbatas spektroskopi yang digunakan.
Hasil pengukuran spektroskopi dapat memberikan banyak informasi
tentang senyawa, diantaranya spektroskopi inpra merah memberikan data tentang
gugus-gugus yang dimiliki senyawa yang bersangkutan, Spektroskopi sinar ultra
violet memberikan informasi tentang jenis ikatan yang dimiliki senyawa,
spektroskopi massa, memberikan informasi tentang fragmen-fragmen yang
mungkin terjadi dari senyawa yang diukur, dan lain-lain.

Anda mungkin juga menyukai