Anda di halaman 1dari 21

Modul 2 Praktikum Pengantar Sistem Kendali

Sistem Kontrol Temperatur Udara

A. Perangkat Uji Keseluruhan


Pada Gambar 1 diperlihatkan sistem kontrol temperatur udara yang mengalir dalam saluran.
Di sini tampak bahwa temperatur udara dalam saluran akan dinaikkan dengan menggunakan
elemen pemanas ke temperatur yang diinginkan. Sebagai umpan balik (feedback), temperatur
udara aktual diukur dengan menggunakan sensor temperatur. Sensor ini akan menghasilkan
tegangan listrik yang besarnya berbanding lurus dengan temperatur aktual. Tegangan listrik
yang masih berupa sinyal analog ini kemudian diproses oleh ADC pada NI6008 menjadi sinyal
diskrit yang siap disimpan, diolah dan ditampilkan oleh komputer dengan bantuan perangkat
lunak Labview. Berdasarkan nilai hasil pengukuran temperatur, komputer dan Labview akan
melakukan aksi pengaturan dengan cara menghasilkan sinyal tegangan listrik melalui DAC
pada NI6008. Aksi pengaturan ini memiliki daya yang kecil sehingga perlu diperkuat agar
mampu menaikkan temperatur pada pemanas.

Gambar 1 Sistem kontrol temperatur udara dalam aliran

Sistem kontrol temperatur yang digunakan dalam praktikum ini dilengkapi dengan fan yang
digerakkan oleh motor DC. Fan ini berfungsi untuk menghasilkan aliran udara. Pada kecepatan
putar tertentu, fan heater perlu menghasilkan daya panas yang besarnya berbanding lurus
dengan kuadrat arus listrik yang dikirim ke heater (𝑃 = 𝑅𝐼 2 = 𝑉 2 /𝑅). Apabila pengatur telah
ditune (disetem) untuk menghasilkan panas tertentu agar temperatur udara di posisi sensor
besarnya tertentu, maka perubahan kecepatan putar motor DC (fan) akan bertindak sebagai
pengganggu karena perubahan aliran fluida akan menyebabkan perubahan temperatur
menjauh dari nilai yang telah diatur sebelumnya.

Diagram blok dari sistem kontrol temperatur udara diperlihatkan dalam Gambar 2. Dalam
gambar ini dapat dilihat bahwa temperatur udara pada saluran diukur dengan menggunakan
sensor temperatur. Sensor ini akan memberikan hasil bacaan temperatur berupa tegangan
listrik yang kemudian perlu diperkuat oleh penguat sinyal. Setelah diperkuat, tegangan listrik
ini akan dikonversikan oleh ADC (Analog-to-Digital Converter) menjadi sinyal digital yang
dapat diterjemahkan oleh komputer. Dengan cara ini, komputer dapat menampilkan
temperatur udara hasil pengukuran. Selain itu, sinyal digital keluaran ADC juga digunakan
sebagai sinyal umpan balik (feedback) sistem kendali temperatur. Sinyal umpan balik ini akan
dibandingkan dengan nilai temperatur udara yang diinginkan, sehingga komputer dapat
melakukan aksi pengaturan melalui DAC (Digital-to-Analog Converter). Aksi pengaturan ini
perlu diperkuat agar dayanya mampu menaikkan temperatur pemanas.

Gambar 2 Diagram blok sistem kendali temperatur udara

Bentuk fisik sistem kendali temperatur udara ditampilkan dalam Gambar 3. Gambar ini perlu
Anda pahami agar tidak terjadi kesalahan dalam menghubungkan kabel-kabel sewaktu
praktikum berlangsung. Perhatikan bahwa sistem kendali ini memiliki 6 buah koneksi BNC
dengan nomor 1 samai dengan 6. Berikut adalah informasi mengenai keenam koneksi BNC
yang dimaksud:
 BNC nomor 1 : trigger opto-TRIAC
 BNC nomor 2 : terminal clock
 BNC nomor 3 : penerima aksi pengaturan (untuk mengatur daya panas heater)
 BNC nomor 4 : penerima sinyal gangguan (sinyal tegangan untuk fan)
 BNC nomor 5 : penghasil keluaran sinyal sensor temperatur 1.
 BNC nomor 6 : penghasil keluaran sinyal sensor temperatur 2.

Gambar 3 Bentuk fisik sistem kendali temperatur udara dalam saluran

Dalam perangkat uji terdapat switch penguji rangkaian. Switch dalam kondisi OFF akan
menyebabkan heater tidak bekerja sama sekali (selalu OFF). Kondisi ini digunakan untuk
menguji apakah sistem pengaturan daya heater bekerja dengan baik atau tidak. Pengujian
dilakukan dengan cara memutar potensiometer. Sementara itu, switch dalam kondisi ON akan
menyebabkan heater menghasilkan daya panas yang besarnya dikontrol dari komputer.

Sebagai umpan balik, dalam sistem terdapat dua buah sensor temperatur, yaitu Sensor 1 dan
Sensor 2. Kedua sensor ini dapat dipilih melalui pengaturan di komputer. Pemilihan sensor
dilakukan untuk menentukan lokasi pengukuran temperatur udara.

B. Sistem Pengaturan Daya Heater


Perangkat uji yang digunakan bekerja dengan catu daya AC 220V, sehingga memerlukan
TRIAC sebagai alat kontrolnya sebagaimana tampak dalam Gambar 4. TRIAC digunakan untuk
mengatur nilai RMS tegangan listrik yang diterima oleh heater. Pada gambar ini, Tegangan
sumber yang berasal dari listrik PLN dapat diteruskan ke heater seutuhnya (daya maksimum),
diteruskan sebagian, atau bahkan tidak diteruskan sama sekali (daya nol, heater dalam
kondisi off).

Gambar 4 Pengaturan daya beban (heater) dengan menggunakan TRIAC


Dalam Gambar 5 diperlihatkan bagaimana sebuah TRIAC bekerja untuk mengatur tegangan
listrik yang diterima oleh beban (heater). TRIAC memiliki tiga kaki, yaitu dua buah kaki yang
dilalui arus listrik yang besar (T1 dan T2), dan sebuah kaki pemicu yang dilalui arus listrik kecil.
Kaki pemicu ini dinamakan sebagai G (Gate).

Gambar 5 Cara pentriggeran TRIAC

Saat tegangan sumber bernilai positif, nilai resistansi antara T1 dan T2 akan sangat besar
sebelum TRIAC dipicu (trigger) sehingga arus listrik yang besar tidak dapat mengalir dari T1
ke T2. Dalam kondisi ini, tegangan listrik antara T1 dan T2 akan bernilai sama dengan tegangan
sumber, sedangkan tegangan listrik yang dialami oleh beban bernilai nol. Dengan demikian,
beban masih dalam keadaan OFF. Bila TRIAC dipicu (sejumlah arus positif mengalir di Gate),
maka nilai resistansi antara T1 dan T2 akan menjadi sangat kecil, sehingga arus besar dapat
mengalir dari T1 ke T2 sampai tegangan sumber mencapai nilai nol. Dalam kondisi ini,
tegangan listrik antara T1 dan T2 sama dengan nol, sedangkan tegangan listrik yang dialami
oleh beban bernilai sama dengan tegangan sumber. Dengan demikian beban akan berada
dalam kondisi ON sampai tegangan sumber mencapai nilai nol. Apabila TRIAC dipicu lebih dini
(ttrigger kecil), maka durasi ON dari beban akan semakin panjang sehingga nilai RMS akan
semakin besar. Kondisi ini akan menyebabkan daya pada pema akan menjadi lebih besar.
Sebaliknya, apabila TRIAC dipcu lebih akhir (ttrigger besar), maka maka durasi ON dari beban
akan semakin pendek sehingga daya panas akan semakin kecil. Pengaturan serupa juga
dilakukan oleh TRIAC pada kondisi di mana tegangan sumber bernilai negatif. Dalam kondisi
ini, TRIAC perlu dipicu dengan tegangan Gate yang bernilai negatif.

C. Rangkaian Pembangkit Sinyal Trigger untuk TRIAC


Sebelum bahasan mengenai rangkaian pembangkit sinyal trigger dipaparkan, terlebih dahulu
akan dibahas mengenai skema aliran arus kuat dan arus lemah pada perangkat uji
sebagaimana diperlihatkan dalam Gambar 6. Dalam gambar ini, aliran arus kuat
dilambangkan dengan garis merah, sedangkan aliran arus lemah dilambangkan dengan garis
biru. Arus kuat bersumber dari listrik PLN (AC 220V). Sumber ini digunakan untuk
mengoperasikan transformator berikut rangkaian catu daya DC, rangkaian detektor zero
crossing, dan catu daya pemanas.

Gambar 6 Skema aliran arus kuat dan arus lemah


Rangkaian catu daya DC mampu menghasilkan tegangan sebesar 12 Volt. Namun, catu daya
ini diatur agar menghasilkan tegangan DC sebesar 10 Volt karena rangkaian pembagi
tegangan dan ramp generator hanya membutuhkan tegangan DC sebesar 10 Volt. Tegangan
DC ini dibagi oleh rangkaian pembagi tegangan menjadi tegangan DC −5V berarus lemah dan
tegangan DC +5V berarus kuat. Tegangan DC −5V digunakan untuk ramp generator dan
summing amplifier, sedangkan tegangan DC +5V digunakan untuk sensor temperatur. Ramp
generator berfungsi untuk membangkitkan sinyal ramp dengan persamaan
𝑉𝐴 = 400𝑡
di mana 𝑉𝐴 adalah sinyal keluaran ramp generator dan 𝑡 adalah waktu. Nilai 𝑡 akan diulang
kembali dari nol ketika ramp generator menerima sinyal reset dari rangkaian detektor zero
crossing.

Sementara itu, summing amplifier berfungsi untuk menjumlahkan tegangan DC −5V dengan
tegangan 𝑉𝑖𝑛 dari DAC. Summing amplifier ini merupakan amplifier jenis inverting yang gain-
nya diatur sebesar 0,8, sehingga summing amplifier memiliki persamaan
𝑉𝐵 = −0,8(−5 + 𝑉𝑖𝑛 ) = 4 − 0,8𝑉𝑖𝑛
di mana 𝑉𝐵 adalah sinyal keluaran summing amplifier. Tegangan keluaran ramp generator (𝑉𝐴 )
dan tegangan keluaran summing amplifier (𝑉𝐵 ) kemudian dibandingkan oleh komparator.
Komparator akan menghasilkan tegangan keluaran 𝑉𝐶 sebesar 0 Volt ketika 𝑉𝐴 < 𝑉𝐵 , dan akan
menghasilkan tegangan keluaran 𝑉𝐶 sebesar 5 Volt ketika 𝑉𝐴 ≥ 𝑉𝐵 . Tegangan 𝑉𝐶 merupakan
tegangan yang digunakan untuk memicu TRIAC yang terdapat pada catu daya pemanas. TRIAC
akan terpicu (catu daya pemanas aktif) bila 𝑉𝐶 ≥ 0,7𝑉, namun tidak TRIAC tidak terpicu (catu
daya pemanas tidak aktif) bila 𝑉𝐶 < 0,7𝑉.

Dalam Gambar 7 diperlihatkan rangkaian elektrik sistem pengaturan daya heater secara
keseluruhan. Dalam gambar ini tampak bahwa daya heater dikendalikan dengan
menggunakan TRIAC jenis optotriac, yaitu jenis TRIAC yang triggernya berupa cahaya yang
dihasilkan oleh sebiah LED (Light Emitting Diode). Tampak pula dalam Gambar 8 bahwa
rangkaian trigger optotriac terdiri dari empat komponen utama, yaitu zero crossing detector,
ramp generator, inverting summing amplifier, dan komparator tegangan. Cara kerja keempat
komponen ini akan dipaparkan lebih detil satu per satu sebagai berikut.
Gambar 7 Rangkaian elektrik pengendali daya heater

1. Zero Crossing Detector


Dalam Gambar 8 diperlihatkan rangkaian zero crossing detector. Rangkaian ini membutuhkan
sumber tegangan 220 VAC dengan frekuensi 50 Hz. Tegangan AC ini disearahkan dengan
menggunakan empat buah dioda yang dirangkai dalam bridge rectifier. Setelah disearahkan,
tegangan listrik akan dipertahankan konstan 20 Volt oleh dioda zener apabila tegangan
keluaran bridge rectifier melebihi 20 Volt. Akibat adanya tegangan DC 20 Volt ini, kapasitor
470 nF akan terisi muatan listrik dan tegangannya akan naik menuju 20 Volt. Seiring dengan
naiknya tegangan pada kapasitor, tegangan antara emitter dan base pada transistor PNP akan
meningkat sehingga akan timbul arus kecil pada base. Adanya arus kecil pada base akan
menyebabkan arus yang lebih besar mengalir dari emitter menuju ke collector kemudian
melalui LED. LED ini merupakan bagian dari optoisolator, yaitu transistor yang colecctor-nya
akan terhubung (konduktif) dengan emitter-nya saat LED menyala. Ketika bagian collector
terhubung ke emitter, terminal keluaran zero crossing detector akan memiliki tegangan 5 Volt
(faktanya: hanya 4,3 Volt karena ada drop tegangan collector-emitter sebesar 0,7 Volt). Dalam
kondisi ini, rangkaian dikatakan menghasilkan sinyal reset. Apabila tegangan di kapasitor
mulai turun dan tidak mampu lagi menghasilkan arus di base transistor PNP, maka LED pada
optosiolator akan mati dan tegangan keluaran zero crossing detector akan bernilai nol. Dalam
kondisi ini, rangkaian zero crossing detector dikatakan tidak menghasilkan sinyal reset.

Opto-
isolator Keluaran
detektor
zero
crossing

Gambar 8 Zero crossing detector

2. Ramp Generator
Ramp generator yang digunakan dalam perangkat uji merupakan sebuah rangkaian op-amp
inverting integrator. Rangkaian ini akan mengintegrasikan tegangan masukan sebesar -5 Volt
terhadap waktu sehingga dihasilkan tegangan 𝑉𝐴 sebesar
1 1
𝑉𝐴 = − ∫ −5 𝑑𝑡 = ∫ 5 𝑑𝑡 = 𝐾𝑡
𝑅𝐶 𝑅𝐶
di mana 𝑅 adalah nilai resitansi dari hambatan geser, 𝐶 adalah nilai kapasitansi kapasitor
sebesar 330 nF, dan 𝐾 adalah suatu konstanta. Nilai 𝑅 telah diatur sedemikian rupa sehingga
𝐾 bernilai 400.

Rangkaian ramp generator dilengkapi dengan sebuah transistor NPN yang base-nya
dihubungkan ke rangkaian zero crossing detector. Transistor ini berfungsi untuk membuat 𝑉𝐴
kembali bernilai nol ketika rangkaian zero crossing detector menghasilkan sinyal reset. Sinyal
reset yang besarnya 5 Volt akan menyebabkan timbulnya arus dari base ke emitter. Adanya
arus pada base kemudian akan menyebabkan collector dan emitter terhubung, sehingga
muatan pada kapasitor akan kembali kosong. Kekosongan muatan pada kapasitor ini
menyebabkan tegangan 𝑉𝐴 menjadi bernilai nol.

3. Inverting Summing Amplifier


Inverting summing amplifier berfungsi untuk menghasilkan tegangan listrik 𝑉𝐵 dengan
persamaan
𝑉𝐵 = 𝐾1 − 𝐾2 𝑉𝑖𝑛
di mana 𝐾1 dan 𝐾2 merupakan konstanta-konstanta, sedangkan 𝑉𝑖𝑛 aksi pengaturan yang
dihasilkan oleh kontroler melalui DAC. Pada rangkaian ini terdapat dua buah resistor variabel
yang nilai-nilai resistansinya telah diatur sedemikian rupa sehingga menyebabkan 𝐾1 bernilai
4 dan 𝐾2 bernilai 0,8. Dengan demikian, besar tegangan 𝑉𝐵 memiliki persamaan
𝑉𝐵 = 4 − 0,8 𝑉𝑖𝑛 .
Nilai 𝑉𝐵 akan turun bila nilai 𝑉𝑖𝑛 naik, dan akan naik bila nilai 𝑉𝑖𝑛 turun.

4. Komparator Tegangan
Komparator tegangan berfungsi untuk membandingkan antara tegangan keluaran ramp
generator 𝑉𝐴 dengan tegangan keluaran inverting summing amplifier 𝑉𝐵 . Komparator ini
memiliki persamaan
0 Volt, jika 𝑉𝐴 < 𝑉𝐵
𝑉𝐶 = {
5 Volt, jika 𝑉𝐴 ≥ 𝑉𝐵
di mana 𝑉𝐶 adalah tegangan keluaran komparator. Ketika 𝑉𝐶 bernilai nol, optosiolator tidak
akan terpicu dan heater tidak akan mendapat tegangan listrik (OFF). Ketika 𝑉𝐶 bernilai 5 Volt,
optosiolator akan terpicu dan heater akan mendapat tegangan listrik (ON).

Dalam Gambar 9 diperlihatkan sinyal-sinyal untuk kasus di mana tegangan 𝑉𝑖𝑛 keluaran DAC
(aksi pengaturan) bernilai minimum, yaitu nol. Pada kondisi ini, tegangan 𝑉𝐵 akan bernilai
konstan 4 Volt. Sementara itu, sinyal tegangan 𝑉𝐴 berbentuk sinyal gergaji berperiode 10 ms
dengan nilai minimum 0 Volt dan nilai maksimum 4 Volt. Akibatnya, nilai tegangan 𝑉𝐴 tidak
pernah melebihi nilai tegangan 𝑉𝐵 , sehingga tegangan keluaran komparator 𝑉𝐶 selalu bernilai
nol. Karena 𝑉𝐶 selalu bernilai nol, optoisolator tidak pernah terpicu sama sekali dan heater
akan selalu dalam kondisi OFF.
Gambar 9 Sinyal-sinyal saat daya heater minimum

Bila nilai tegangan 𝑉𝑖𝑛 (aksi pengaturan) dinaikkan, maka nilai tegangan 𝑉𝐵 akan turun.
Akibatnya, akan ada rentang waktu di mana nilai tegangan 𝑉𝐴 lebih besar daripada nilai
tegangan 𝑉𝐵 dan ada pula rentang waktu di mana nilai tegangan 𝑉𝐴 lebih rendah daripada
nilai tegangan 𝑉𝐵 . Rasio durasi 𝑉𝐴 > 𝑉𝐵 terhadap periode sinyal 𝑉𝐴 dinamakan duty cycle. Nilai
duty cycle berkisar antara 0 dan 100%.

Pada Gambar 10 diperlihatkan sinyal-sinyal untuk kasus duty cycle sekitar 30%. Di sini tampak
bahwa dalam satu periode sinyal gergaji (10 ms), nilai tegangan 𝑉𝐴 bernilai lebih besar
daripada nilai tegangan 𝑉𝐵 selama 3 ms. Akibatnya, dalam satu periode ini nilai tegangan 𝑉𝐶
bernilai 5 Volt (high) selama 3 ms dan bernilai 0 Volt (low) selama 7 ms. Sebagai konsekuensi,
heater hanya akan berada dalam kondisi ON selama 3 ms dalam tiap periode sinyal gergaji.

Dalam Gambar 11 diperlihatkan sinyal-sinyal untuk kasus duty cycle sekitar 80%. Pada kasus
ini, nilai tegangan 𝑉𝐴 akan bernilai lebih tinggi daripada nilai tegangan 𝑉𝐵 selama 8 ms untuk
tiap periode sinyal gergaji. Akibatnya, nilai tegangan 𝑉𝐶 akan bernilai 5 Volt (high) selama 8
ms per periode, dan akan bernilai 0 Volt (low) selama 2 ms per periode. Dengan demikian,
Gambar 10 Sinyal-sinyal saat daya heater rendah, duty cycle 30%

heater akan berada dalam kondisi ON selama 8 ms untuk tiap periode sinyal gergaji, dan akan
berada dalam kondisi OFF selama 2 ms untuk tiap periode sinyal gergaji.

Gambar 11 Sinyal-sinyal saat daya heater tinggi, duty cycle 80%


Berdasarkan Gambar 9, 10, dan 11, dapat dilihat bahwa nilai RMS tegangan listrik yang
diterima heater akan semakin tinggi bila aksi pengaturan semakin besar. Besarnya nilai RMS
tegangan listrik sebagai fungsi dari aksi pengaturan diperlihatkan dalam Gambar 12. Di sini
tampak bahwa kurva RMS tegangan listrik terhadap aksi pengaturan tidak linear. Dengan
menggunakan software Labview, kurva ini dimodifikasi menjadi linear.

250
Nilai RMS Tegangan Heater (Volt)

X: 100
200 Y: 220

150

100

50

0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Aksi Pengaturan (% Tegangan maksimum)

Gambar 12 Hubungan antara nilai RMS tegangan di heater dengan aksi pengaturan

D. Lembar Kerja (Tuning PID)


Dalam praktikum ini Anda akan melakukan tuning (penyeteman) kontroler PID dari sistem
kendali udara dengan menggunakan metode Ziegler-Nichols. Namun, sebelum Anda
melakukan tuning PID, terlebih dahulu perlu diketahui bahwa ada dua bentuk persamaan
kontroler PID yang umum digunakan. Persamaan pertama memiliki bentuk sebagai berikut
𝑑𝑒(𝑡)
𝑢(𝑡) = 𝐾𝑝 𝑒(𝑡) + 𝐾𝐼 ∫ 𝑒(𝑡) 𝑑𝑡 + 𝐾𝐷 ,
𝑑𝑡
di mana 𝑢(𝑡) menyatakan aksi pengaturan sebagai fungsi dari waktu 𝑡 dan 𝑒(𝑡) adalah error
atau selisih antara nilai output yang diharapkan dengan nilai output aktual. Dalam persamaan
ini, 𝐾𝑝 , 𝐾𝐼 , dan, 𝐾𝐷 berturut-turut menyatakan konstanta proporsial, integral, dan diferensial
dari kontroler PID. Sementara itu, persamaan kedua memiliki bentuk sebagai berikut
1 𝑑𝑒(𝑡)
𝑢(𝑡) = 𝐾𝑝 [𝑒(𝑡) + ∫ 𝑒(𝑡) 𝑑𝑡 + 𝜏𝐷 ].
𝜏𝐼 𝑑𝑡
Dalam persamaan ini, 𝐾𝑝 menyatakan konstanta proporsional, sedangkan 𝜏𝐼 dan 𝜏𝐷
menyatakan konstanta waktu integral dan konstanta waktu diferensial. Biasanya, bentuk
persamaan ini digunakan untuk menyatakan kontroler PID yang digunakan pada sistem
kontrol proses seperti reaksi kimia, di mana respon sistem sangat lambat bila dibandingkan
dengan sistem mekanik. Berdasarkan dua bentuk persamaan kontroler PID, dapat dibuat
hubungan sebagai berikut:
𝐾𝑃
𝐾𝐼 = ; 𝐾𝐷 = 𝐾𝐷 𝜏𝐷 .
𝜏𝐼

Setelah memahami dua bentuk persamaan umum kontroler PID, Anda akan melakukan tuning
PID dengan menggunakan metode Ziegler-Nichols. Dalam metode ini, terdapat 2 cara yang
dapat digunakan, yaitu metode Ziegler-Nichols 1 dan metode Ziegler-Nichols 2.

1. Cara Ziegler-Nichols 1 (Step Response)


Dalam cara Ziegler-Nichols 1, ada 4 tahap berurutan yang harus dilakukan untuk melakukan
tuning PID. Berikut adalah 4 tahap yang dimaksud:
1) Beri masukan untuk sistem berupa unit step.
2) Ukurlah respon sistem akibat diberi fungsi step.
3) Tentukan garis singgung pada kurva respon sebagaimana diilustrasikan dalam Gambar 12.
Garis singgung ditentukan dengan cara membuat garus lurus dan menghimpit kurva
respon yang memiliki nilai linear paling banyak dan harus melalui nilai 𝜏 yaitu waktu yang
diperlukan oleh respon untuk mencapai 63,2% dari nilai steady state respon.

Gambar 12 Pembuatan garis singgung pada cara Ziegler-Nichols 1


4) Tentukan konstanta gain kontroler berdasarkan Tabel 1.
Tabel 1 Ziegler-Nichols 1

Tipe kontroler 𝐾𝑝 𝜏𝐼 𝜏𝐷

P T/L ~ 0

PI 0,9 T/L L/0,3 0

PID 1,2 T/L 2L 0,5L

Hitunglah 𝐾𝑝 , 𝜏𝐼 , dan 𝜏𝐷 berdasarkan rumus pada Tabel 1. Tuliskan hasilnya pada tabel berikut

Tipe kontroler 𝐾𝑝 𝜏𝐼 𝜏𝐷 𝐾𝑝 𝐾𝐼 𝐾𝐷

PI

PID
Setelah konstanta-konstanta kontroler dihitung, terapkan konstanta-konstanta tersebut pada
sistem kontrol temperatur udara. Gambarkan grafik respon fungsi step berikut aksi
pengaturan yang terjadi untuk ketiga jenis kontroler (P, PI, dan PID) pada gambar yang sama
agar dapat dibandingkan.

100

90

80
Temperatur ( C)
o

70

60

50
Tdesired
40 P
30 PI
PID
20
0 20 40 60 80 100 120
Waktu (detik)

15
Aksi pengaturan (V)

10

5
P
PI
PID
0
0 20 40 60 80 100 120
Waktu (detik)
Uji ulanglah sistem di mana sistem diberi input berupa fungsi step, kemudian diberi gangguan
dengan cara memutar fan dalam rentang waktu 2 < 𝑡 < 2,5 menit. Gambarkan grafik respon
sistem, aksi pengaturan, dan gangguan sebagai fungsi dari waktu untuk rentang waktu 0 <
𝑡 < 3 menit. Gambarkan grafik-grafik ini pada kolom-kolom berikut:

100
Temperatur ( C)
o

80

Tdesired
60
P
40 PI
PID
20
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180
Waktu (detik)
Aksi pengaturan (V)

15

10

5 P
PI
PID
0
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180
Waktu (detik)
2
Gangguan

1.5

0.5

0
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180
Waktu (detik)

Jenis kontroler manakah yang paling baik? Mengapa?


Jawab: ____________________________________________________________________
__________________________________________________________________________
__________________________________________________________________________
__________________________________________________________________________
__________________________________________________________________________
2. Cara Ziegler-Nichols 2 (Limit Cycle)
Dalam cara Ziegler-Nichols 2, ada 3 tahap berurutan yang harus dilakukan untuk melakukan
tuning PID. Cara ini dapat diterapkan pada sistem yang dapat berosilasi secara berkelanjutan,
seperti diperlihatkan dalam Gambar 13.

Gambar 13 Osilasi dengan periode 𝑃𝑐𝑟

Berikut adalah 2 tahap yang haru dilakukan:


1) Naikkan nilai 𝐾𝑃 hingga mencapai kondisi di mana respon berosilasi secara teratur.
Nilai 𝐾𝑃 ini dinamakan critical value dan diberi notasi 𝐾𝑐𝑟 . Sementara itu, peiode osilasi
yang terjadi dinamakan corresponding period dan diberi notasi 𝑃𝑐𝑟 .
2) Tentukan konstanta gain kontroler berdasarkan Tabel 3.
Tabel 3 Ziegler-Nichols 2

Tipe kontroler 𝐾𝑝 𝜏𝐼 𝜏𝐷

P 0,5 𝐾𝑐𝑟 ~ 0

PI 0,45 𝐾𝑐𝑟 0,5 𝑃𝑐𝑟 0

PID 0,6 𝐾𝑐𝑟 0,5 𝑃𝑐𝑟 1,25 𝑃𝑐𝑟

Ujilah sistem dengan menaikkan nilai 𝐾𝑝 secara bertahap, hingga respon sistem berosilasi
secara terus-menerus. Berapakan nilai 𝐾𝑐𝑟 , dan 𝑃𝑐𝑟 yang terjadi?
Jawab: ____________________________________________________________________
__________________________________________________________________________
__________________________________________________________________________
__________________________________________________________________________
Hitunglah 𝐾𝑝 , 𝜏𝐼 , dan 𝜏𝐷 berdasarkan rumus pada Tabel 3. Tuliskan hasilnya pada Tabel 4.
Tabel 4 Konstanta PID Metode Ziegler-Nichols 2

Tipe kontroler 𝐾𝑝 𝜏𝐼 𝜏𝐷 𝐾𝑝 𝐾𝐼 𝐾𝐷

PI

PID

Setelah konstanta-konstanta kontroler dihitung, terapkan konstanta-konstanta tersebut pada


sistem kontrol temperatur udara. Gambarkan grafik respon fungsi step berikut aksi
pengaturan yang terjadi untuk ketiga jenis kontroler (P, PI, dan PID) pada gambar yang sama
agar dapat dibandingkan.

100

90

80
Temperatur ( C)
o

70

60

50
Tdesired
40 P
30 PI
PID
20
0 20 40 60 80 100 120
Waktu (detik)

15
Aksi pengaturan (V)

10

5
P
PI
PID
0
0 20 40 60 80 100 120
Waktu (detik)
Uji ulanglah sistem di mana sistem diberi input berupa fungsi step, kemudian diberi gangguan
dengan cara memutar fan dalam rentang waktu 2 < 𝑡 < 2,5 menit. Gambarkan grafik respon
sistem, aksi pengaturan, dan gangguan sebagai fungsi dari waktu untuk rentang waktu 0 <
𝑡 < 3 menit. Gambarkan grafik-grafik ini pada kolom-kolom berikut:

100
Temperatur ( C)
o

80

Tdesired
60
P
40 PI
PID
20
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180
Waktu (detik)
Aksi pengaturan (V)

15

10

5 P
PI
PID
0
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180
Waktu (detik)
2
Gangguan

1.5

0.5

0
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180
Waktu (detik)

Jenis kontroler manakah yang paling baik? Mengapa?


Jawab: ____________________________________________________________________
__________________________________________________________________________
__________________________________________________________________________
__________________________________________________________________________
__________________________________________________________________________
Bandingkan hasil tuning PID dengan metode step response dan metode limit cycle. Mana yang
lebih baik? Mengapa?
Jawab: ____________________________________________________________________
__________________________________________________________________________
__________________________________________________________________________
__________________________________________________________________________
__________________________________________________________________________

Dalam kasus bagaimana masing-masing metode boleh diterapkan? Kapan tidak boleh
diterapkan? Mengapa?
Jawab: ____________________________________________________________________
__________________________________________________________________________
__________________________________________________________________________
__________________________________________________________________________
__________________________________________________________________________

Anda mungkin juga menyukai