Modul 2 Praktikum PSK PDF
Modul 2 Praktikum PSK PDF
Sistem kontrol temperatur yang digunakan dalam praktikum ini dilengkapi dengan fan yang
digerakkan oleh motor DC. Fan ini berfungsi untuk menghasilkan aliran udara. Pada kecepatan
putar tertentu, fan heater perlu menghasilkan daya panas yang besarnya berbanding lurus
dengan kuadrat arus listrik yang dikirim ke heater (𝑃 = 𝑅𝐼 2 = 𝑉 2 /𝑅). Apabila pengatur telah
ditune (disetem) untuk menghasilkan panas tertentu agar temperatur udara di posisi sensor
besarnya tertentu, maka perubahan kecepatan putar motor DC (fan) akan bertindak sebagai
pengganggu karena perubahan aliran fluida akan menyebabkan perubahan temperatur
menjauh dari nilai yang telah diatur sebelumnya.
Diagram blok dari sistem kontrol temperatur udara diperlihatkan dalam Gambar 2. Dalam
gambar ini dapat dilihat bahwa temperatur udara pada saluran diukur dengan menggunakan
sensor temperatur. Sensor ini akan memberikan hasil bacaan temperatur berupa tegangan
listrik yang kemudian perlu diperkuat oleh penguat sinyal. Setelah diperkuat, tegangan listrik
ini akan dikonversikan oleh ADC (Analog-to-Digital Converter) menjadi sinyal digital yang
dapat diterjemahkan oleh komputer. Dengan cara ini, komputer dapat menampilkan
temperatur udara hasil pengukuran. Selain itu, sinyal digital keluaran ADC juga digunakan
sebagai sinyal umpan balik (feedback) sistem kendali temperatur. Sinyal umpan balik ini akan
dibandingkan dengan nilai temperatur udara yang diinginkan, sehingga komputer dapat
melakukan aksi pengaturan melalui DAC (Digital-to-Analog Converter). Aksi pengaturan ini
perlu diperkuat agar dayanya mampu menaikkan temperatur pemanas.
Bentuk fisik sistem kendali temperatur udara ditampilkan dalam Gambar 3. Gambar ini perlu
Anda pahami agar tidak terjadi kesalahan dalam menghubungkan kabel-kabel sewaktu
praktikum berlangsung. Perhatikan bahwa sistem kendali ini memiliki 6 buah koneksi BNC
dengan nomor 1 samai dengan 6. Berikut adalah informasi mengenai keenam koneksi BNC
yang dimaksud:
BNC nomor 1 : trigger opto-TRIAC
BNC nomor 2 : terminal clock
BNC nomor 3 : penerima aksi pengaturan (untuk mengatur daya panas heater)
BNC nomor 4 : penerima sinyal gangguan (sinyal tegangan untuk fan)
BNC nomor 5 : penghasil keluaran sinyal sensor temperatur 1.
BNC nomor 6 : penghasil keluaran sinyal sensor temperatur 2.
Dalam perangkat uji terdapat switch penguji rangkaian. Switch dalam kondisi OFF akan
menyebabkan heater tidak bekerja sama sekali (selalu OFF). Kondisi ini digunakan untuk
menguji apakah sistem pengaturan daya heater bekerja dengan baik atau tidak. Pengujian
dilakukan dengan cara memutar potensiometer. Sementara itu, switch dalam kondisi ON akan
menyebabkan heater menghasilkan daya panas yang besarnya dikontrol dari komputer.
Sebagai umpan balik, dalam sistem terdapat dua buah sensor temperatur, yaitu Sensor 1 dan
Sensor 2. Kedua sensor ini dapat dipilih melalui pengaturan di komputer. Pemilihan sensor
dilakukan untuk menentukan lokasi pengukuran temperatur udara.
Saat tegangan sumber bernilai positif, nilai resistansi antara T1 dan T2 akan sangat besar
sebelum TRIAC dipicu (trigger) sehingga arus listrik yang besar tidak dapat mengalir dari T1
ke T2. Dalam kondisi ini, tegangan listrik antara T1 dan T2 akan bernilai sama dengan tegangan
sumber, sedangkan tegangan listrik yang dialami oleh beban bernilai nol. Dengan demikian,
beban masih dalam keadaan OFF. Bila TRIAC dipicu (sejumlah arus positif mengalir di Gate),
maka nilai resistansi antara T1 dan T2 akan menjadi sangat kecil, sehingga arus besar dapat
mengalir dari T1 ke T2 sampai tegangan sumber mencapai nilai nol. Dalam kondisi ini,
tegangan listrik antara T1 dan T2 sama dengan nol, sedangkan tegangan listrik yang dialami
oleh beban bernilai sama dengan tegangan sumber. Dengan demikian beban akan berada
dalam kondisi ON sampai tegangan sumber mencapai nilai nol. Apabila TRIAC dipicu lebih dini
(ttrigger kecil), maka durasi ON dari beban akan semakin panjang sehingga nilai RMS akan
semakin besar. Kondisi ini akan menyebabkan daya pada pema akan menjadi lebih besar.
Sebaliknya, apabila TRIAC dipcu lebih akhir (ttrigger besar), maka maka durasi ON dari beban
akan semakin pendek sehingga daya panas akan semakin kecil. Pengaturan serupa juga
dilakukan oleh TRIAC pada kondisi di mana tegangan sumber bernilai negatif. Dalam kondisi
ini, TRIAC perlu dipicu dengan tegangan Gate yang bernilai negatif.
Sementara itu, summing amplifier berfungsi untuk menjumlahkan tegangan DC −5V dengan
tegangan 𝑉𝑖𝑛 dari DAC. Summing amplifier ini merupakan amplifier jenis inverting yang gain-
nya diatur sebesar 0,8, sehingga summing amplifier memiliki persamaan
𝑉𝐵 = −0,8(−5 + 𝑉𝑖𝑛 ) = 4 − 0,8𝑉𝑖𝑛
di mana 𝑉𝐵 adalah sinyal keluaran summing amplifier. Tegangan keluaran ramp generator (𝑉𝐴 )
dan tegangan keluaran summing amplifier (𝑉𝐵 ) kemudian dibandingkan oleh komparator.
Komparator akan menghasilkan tegangan keluaran 𝑉𝐶 sebesar 0 Volt ketika 𝑉𝐴 < 𝑉𝐵 , dan akan
menghasilkan tegangan keluaran 𝑉𝐶 sebesar 5 Volt ketika 𝑉𝐴 ≥ 𝑉𝐵 . Tegangan 𝑉𝐶 merupakan
tegangan yang digunakan untuk memicu TRIAC yang terdapat pada catu daya pemanas. TRIAC
akan terpicu (catu daya pemanas aktif) bila 𝑉𝐶 ≥ 0,7𝑉, namun tidak TRIAC tidak terpicu (catu
daya pemanas tidak aktif) bila 𝑉𝐶 < 0,7𝑉.
Dalam Gambar 7 diperlihatkan rangkaian elektrik sistem pengaturan daya heater secara
keseluruhan. Dalam gambar ini tampak bahwa daya heater dikendalikan dengan
menggunakan TRIAC jenis optotriac, yaitu jenis TRIAC yang triggernya berupa cahaya yang
dihasilkan oleh sebiah LED (Light Emitting Diode). Tampak pula dalam Gambar 8 bahwa
rangkaian trigger optotriac terdiri dari empat komponen utama, yaitu zero crossing detector,
ramp generator, inverting summing amplifier, dan komparator tegangan. Cara kerja keempat
komponen ini akan dipaparkan lebih detil satu per satu sebagai berikut.
Gambar 7 Rangkaian elektrik pengendali daya heater
Opto-
isolator Keluaran
detektor
zero
crossing
2. Ramp Generator
Ramp generator yang digunakan dalam perangkat uji merupakan sebuah rangkaian op-amp
inverting integrator. Rangkaian ini akan mengintegrasikan tegangan masukan sebesar -5 Volt
terhadap waktu sehingga dihasilkan tegangan 𝑉𝐴 sebesar
1 1
𝑉𝐴 = − ∫ −5 𝑑𝑡 = ∫ 5 𝑑𝑡 = 𝐾𝑡
𝑅𝐶 𝑅𝐶
di mana 𝑅 adalah nilai resitansi dari hambatan geser, 𝐶 adalah nilai kapasitansi kapasitor
sebesar 330 nF, dan 𝐾 adalah suatu konstanta. Nilai 𝑅 telah diatur sedemikian rupa sehingga
𝐾 bernilai 400.
Rangkaian ramp generator dilengkapi dengan sebuah transistor NPN yang base-nya
dihubungkan ke rangkaian zero crossing detector. Transistor ini berfungsi untuk membuat 𝑉𝐴
kembali bernilai nol ketika rangkaian zero crossing detector menghasilkan sinyal reset. Sinyal
reset yang besarnya 5 Volt akan menyebabkan timbulnya arus dari base ke emitter. Adanya
arus pada base kemudian akan menyebabkan collector dan emitter terhubung, sehingga
muatan pada kapasitor akan kembali kosong. Kekosongan muatan pada kapasitor ini
menyebabkan tegangan 𝑉𝐴 menjadi bernilai nol.
4. Komparator Tegangan
Komparator tegangan berfungsi untuk membandingkan antara tegangan keluaran ramp
generator 𝑉𝐴 dengan tegangan keluaran inverting summing amplifier 𝑉𝐵 . Komparator ini
memiliki persamaan
0 Volt, jika 𝑉𝐴 < 𝑉𝐵
𝑉𝐶 = {
5 Volt, jika 𝑉𝐴 ≥ 𝑉𝐵
di mana 𝑉𝐶 adalah tegangan keluaran komparator. Ketika 𝑉𝐶 bernilai nol, optosiolator tidak
akan terpicu dan heater tidak akan mendapat tegangan listrik (OFF). Ketika 𝑉𝐶 bernilai 5 Volt,
optosiolator akan terpicu dan heater akan mendapat tegangan listrik (ON).
Dalam Gambar 9 diperlihatkan sinyal-sinyal untuk kasus di mana tegangan 𝑉𝑖𝑛 keluaran DAC
(aksi pengaturan) bernilai minimum, yaitu nol. Pada kondisi ini, tegangan 𝑉𝐵 akan bernilai
konstan 4 Volt. Sementara itu, sinyal tegangan 𝑉𝐴 berbentuk sinyal gergaji berperiode 10 ms
dengan nilai minimum 0 Volt dan nilai maksimum 4 Volt. Akibatnya, nilai tegangan 𝑉𝐴 tidak
pernah melebihi nilai tegangan 𝑉𝐵 , sehingga tegangan keluaran komparator 𝑉𝐶 selalu bernilai
nol. Karena 𝑉𝐶 selalu bernilai nol, optoisolator tidak pernah terpicu sama sekali dan heater
akan selalu dalam kondisi OFF.
Gambar 9 Sinyal-sinyal saat daya heater minimum
Bila nilai tegangan 𝑉𝑖𝑛 (aksi pengaturan) dinaikkan, maka nilai tegangan 𝑉𝐵 akan turun.
Akibatnya, akan ada rentang waktu di mana nilai tegangan 𝑉𝐴 lebih besar daripada nilai
tegangan 𝑉𝐵 dan ada pula rentang waktu di mana nilai tegangan 𝑉𝐴 lebih rendah daripada
nilai tegangan 𝑉𝐵 . Rasio durasi 𝑉𝐴 > 𝑉𝐵 terhadap periode sinyal 𝑉𝐴 dinamakan duty cycle. Nilai
duty cycle berkisar antara 0 dan 100%.
Pada Gambar 10 diperlihatkan sinyal-sinyal untuk kasus duty cycle sekitar 30%. Di sini tampak
bahwa dalam satu periode sinyal gergaji (10 ms), nilai tegangan 𝑉𝐴 bernilai lebih besar
daripada nilai tegangan 𝑉𝐵 selama 3 ms. Akibatnya, dalam satu periode ini nilai tegangan 𝑉𝐶
bernilai 5 Volt (high) selama 3 ms dan bernilai 0 Volt (low) selama 7 ms. Sebagai konsekuensi,
heater hanya akan berada dalam kondisi ON selama 3 ms dalam tiap periode sinyal gergaji.
Dalam Gambar 11 diperlihatkan sinyal-sinyal untuk kasus duty cycle sekitar 80%. Pada kasus
ini, nilai tegangan 𝑉𝐴 akan bernilai lebih tinggi daripada nilai tegangan 𝑉𝐵 selama 8 ms untuk
tiap periode sinyal gergaji. Akibatnya, nilai tegangan 𝑉𝐶 akan bernilai 5 Volt (high) selama 8
ms per periode, dan akan bernilai 0 Volt (low) selama 2 ms per periode. Dengan demikian,
Gambar 10 Sinyal-sinyal saat daya heater rendah, duty cycle 30%
heater akan berada dalam kondisi ON selama 8 ms untuk tiap periode sinyal gergaji, dan akan
berada dalam kondisi OFF selama 2 ms untuk tiap periode sinyal gergaji.
250
Nilai RMS Tegangan Heater (Volt)
X: 100
200 Y: 220
150
100
50
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Aksi Pengaturan (% Tegangan maksimum)
Gambar 12 Hubungan antara nilai RMS tegangan di heater dengan aksi pengaturan
Setelah memahami dua bentuk persamaan umum kontroler PID, Anda akan melakukan tuning
PID dengan menggunakan metode Ziegler-Nichols. Dalam metode ini, terdapat 2 cara yang
dapat digunakan, yaitu metode Ziegler-Nichols 1 dan metode Ziegler-Nichols 2.
Tipe kontroler 𝐾𝑝 𝜏𝐼 𝜏𝐷
P T/L ~ 0
Hitunglah 𝐾𝑝 , 𝜏𝐼 , dan 𝜏𝐷 berdasarkan rumus pada Tabel 1. Tuliskan hasilnya pada tabel berikut
Tipe kontroler 𝐾𝑝 𝜏𝐼 𝜏𝐷 𝐾𝑝 𝐾𝐼 𝐾𝐷
PI
PID
Setelah konstanta-konstanta kontroler dihitung, terapkan konstanta-konstanta tersebut pada
sistem kontrol temperatur udara. Gambarkan grafik respon fungsi step berikut aksi
pengaturan yang terjadi untuk ketiga jenis kontroler (P, PI, dan PID) pada gambar yang sama
agar dapat dibandingkan.
100
90
80
Temperatur ( C)
o
70
60
50
Tdesired
40 P
30 PI
PID
20
0 20 40 60 80 100 120
Waktu (detik)
15
Aksi pengaturan (V)
10
5
P
PI
PID
0
0 20 40 60 80 100 120
Waktu (detik)
Uji ulanglah sistem di mana sistem diberi input berupa fungsi step, kemudian diberi gangguan
dengan cara memutar fan dalam rentang waktu 2 < 𝑡 < 2,5 menit. Gambarkan grafik respon
sistem, aksi pengaturan, dan gangguan sebagai fungsi dari waktu untuk rentang waktu 0 <
𝑡 < 3 menit. Gambarkan grafik-grafik ini pada kolom-kolom berikut:
100
Temperatur ( C)
o
80
Tdesired
60
P
40 PI
PID
20
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180
Waktu (detik)
Aksi pengaturan (V)
15
10
5 P
PI
PID
0
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180
Waktu (detik)
2
Gangguan
1.5
0.5
0
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180
Waktu (detik)
Tipe kontroler 𝐾𝑝 𝜏𝐼 𝜏𝐷
P 0,5 𝐾𝑐𝑟 ~ 0
Ujilah sistem dengan menaikkan nilai 𝐾𝑝 secara bertahap, hingga respon sistem berosilasi
secara terus-menerus. Berapakan nilai 𝐾𝑐𝑟 , dan 𝑃𝑐𝑟 yang terjadi?
Jawab: ____________________________________________________________________
__________________________________________________________________________
__________________________________________________________________________
__________________________________________________________________________
Hitunglah 𝐾𝑝 , 𝜏𝐼 , dan 𝜏𝐷 berdasarkan rumus pada Tabel 3. Tuliskan hasilnya pada Tabel 4.
Tabel 4 Konstanta PID Metode Ziegler-Nichols 2
Tipe kontroler 𝐾𝑝 𝜏𝐼 𝜏𝐷 𝐾𝑝 𝐾𝐼 𝐾𝐷
PI
PID
100
90
80
Temperatur ( C)
o
70
60
50
Tdesired
40 P
30 PI
PID
20
0 20 40 60 80 100 120
Waktu (detik)
15
Aksi pengaturan (V)
10
5
P
PI
PID
0
0 20 40 60 80 100 120
Waktu (detik)
Uji ulanglah sistem di mana sistem diberi input berupa fungsi step, kemudian diberi gangguan
dengan cara memutar fan dalam rentang waktu 2 < 𝑡 < 2,5 menit. Gambarkan grafik respon
sistem, aksi pengaturan, dan gangguan sebagai fungsi dari waktu untuk rentang waktu 0 <
𝑡 < 3 menit. Gambarkan grafik-grafik ini pada kolom-kolom berikut:
100
Temperatur ( C)
o
80
Tdesired
60
P
40 PI
PID
20
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180
Waktu (detik)
Aksi pengaturan (V)
15
10
5 P
PI
PID
0
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180
Waktu (detik)
2
Gangguan
1.5
0.5
0
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180
Waktu (detik)
Dalam kasus bagaimana masing-masing metode boleh diterapkan? Kapan tidak boleh
diterapkan? Mengapa?
Jawab: ____________________________________________________________________
__________________________________________________________________________
__________________________________________________________________________
__________________________________________________________________________
__________________________________________________________________________