Daniel-Michael Bab 2-1 Reviewed
Daniel-Michael Bab 2-1 Reviewed
Tinjauan pustaka atau tinjauan teori merupakan konteks ilmu pengetahuan yang
berkaitan dengan permasalahan yang akan di teliti oleh peneliti. Tinjauan pustaka dapat
diambil dari hasil-hasil penelitian lainnya yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti
(Notoatmojo, 2012). Bab ini akan membahas mengenai promosi kesehatan, imunisasi dasar,
pengetahuan dan sikap, kerangka penelitian dan hipotesis penelitian. Commented [s1]: Perhatikan spasi dari dari satu paragraf ke
paragraf berikutnya yang masih inconsintant pada penulisannya.
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue
dengan manifestasi klinis demam 2- 7 hari, nyeri otot dan atau nyeri sendi yang disertai leukopenia,
Tidak semua yang terinfeksi virus dengue akan menunjukkan manifestasi DBD berat. Ada
yang hanya bermanifestasi demam ringan yang akan sembuh dengan sendirinya atau bahkan ada
yang sama sekali tanpa gejala sakit (asimtomatik). Sebagian lagi akan menderita demam dengue
saja yang tidak menimbulkan kebocoran plasma dan mengakibatkan kematian (Kemenkes RI,
2013).
2.1.2 Etiologi
Virus dengue merupakan bagian dari famili Flaviviridae. Keempat serotipe virus dengue
yang disebut DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 dapat dibedakan dengan metodologi serologi.
salah satu serotipe menghasilkan imunitas sepanjang hidup terhadap infeksi ulang oleh serotipe
yang sama, tetapi hanya menjadi perlindungan sementara dan parsial terhadap serotipe yang lain
(Soedarmo, 2012).
Virus-virus dengue menunjukkan banyak karakteristik yang sama dengan flavivirus lain,
mempunyai genom RNA rantai tunggal yang dikelilingi oleh nukleotida ikosahedral dan
terbungkus oleh selaput lipid. Virionnya mempunyai panjang kira-kira 11 kb (kilobases), dan
urutan genom lengkap dikenal untuk mengisolasi keempat serotipe, mengkode nukleokapsid
atau protein inti (C), protein yang berkaitan dengan membrane (M), dan protein pembungkus
belum diketahui secara pasti karena kesukaran mendapatkan model binatang percobaan yang
dapat dipergunakan untuk menimbulkan gejala klinis DBD seperti pada manusia. Hingga kini
sebagian besar masih menganut the secondary heterologous infection hypothesis yang
menyatakan bahwa DBD dapat terjadi apabila seseorang setelah terinfeksi virus dengue pertama
kali mendapatkan infeksi kedua dengan virus dengue serotipe lain dalam jarak waktu 6 bulan
sampai 5 tahun (Soedarmo, 2012). Infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang
Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivasi T-helper dan T-sitotoksik
sehingga diproduksi limfokin dan interferon gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi
monosit sehingga disekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF-α, IL-1, PAF (platelet
activating factor), IL-6 dan histamin yang mengakibatkan terjadinya disfungsi sel endotel dan
Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik atau dapat berupa
demam yang tidak khas, demam dengue, DBD atau sindrom syok dengue (SSD). Pada
umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang diikuti oleh fase kritis 2-3 hari.
Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai faktor risiko untuk
Gambaran klinis dari DD sering tergantung pada usia pasien. Bayi dan anak kecil dapat
mengalami penyakit demam, sering dengan ruam makropapuler. Anak yang lebih besar dan
orang dewasa dapat mengalami baik sindrom demam atau penyakit klasik yang Anak-anak
dengan DBD umumnya menunjukkan peningkatan suhu tiba-tiba yang disertai kemerahan
wajah dan gejala konstituional non spesifik yang menyerupai DD, seperti anoreksia, muntah,
sakit kepala, dan nyeri otot, atau tulang dan sendi. Beberapa pasien mengeluh sakit tenggorok
dan nyeri faring sering ditemukan pada pemeriksaan, tetapi rhinitis dan batuk jarang ditemukan.
Nyeri konjungtiva mungkin terjadi. Ketidak nyamanan epigastrik, nyeri tekan pada margin
kosta kanan, dan nyeri abdominal generalisata umum terjadi. Suhu biasanya tinggi (>390C) dan
menetap selama 2-7 hari. Kadang suhu mungkin setinggi 40-410 C; konfulsi virus debris dapat
Untuk penegakkan diagnosa DBD diperlukan sekurang-kurangnya kriteria klinis 1 dan 2 dan
b. Manifestasi perdarahan minimal uji tourniquet positif dan salah satu bentuk perdarahan
lain (petekia, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi), hematemesis dan atau
melena.
c. Pembesaran hati.
d. Syok yang ditandai oleh nadi lemah dan cepat disertai tekanan nadi menurun (< 20
mmHg), tekanan darah menurun (tekanan sistolik < 80 mmHg) disertai kulit teraba dingin
dan lembab trutama pada ujung hidung, jari dan kaki, pasien gelisah, dan timbul sianosis
Untuk kriteria laboratoriumnya adalah trombositopenia (100.000/mm3 atau kurang) dan adanya Commented [s3]: Perhatkan indent kalimat di awal paragraf.
Gejala klinis DBD sendiri terdiri dari beberapa fase, fase demam, fase kritis dan fase
penyembuhan. Fase demam terjadi pada hari pertama dan kedua yang merupakan awal
terjadinya demam mendadak dengan suhu yang dapat mencapai 400 C. Pada fase ini juga dapat
disertai keluhan lain seperti kemerahan, sakit kepala, nyeri otot, dehidrasi, bahkan kejang pada
anak.
Fase kritis terjadi pada hari ke-3 sampai hari ke-6. Pada fase ini demam cenderung tidak ada,
suhu tubuh kembali normal, namun kejadian syok dapat terjadi di fase ini. Suhu pada penderita
sekitar 37,50 – 380 C. Namun pada fase ini terjadi kebocoran plasma, kenaikan hematokrit dan
penurunan kadar trombosit. Kegagalan organ juga dapat terjadi pada fase ini karena kebocoran
plasma yang terjadi. Jika penanganan pada fase ini tidak adequat maka dapat terjadi syok (DSS).
Fase penyembuhan adalah fase dimana suhu tubuh kembali normal dan terjadi reabsorbsi cairan
setelah kebocoran plasma di fase kritis. Pada fase penyembuhan ini dapat terjadi hipervolemia
(hanya terjadi jika pemberian cairan berlebihan). Pada fase ini nafsu makan akan mulai
Hingga saat ini pemberantasan nyamuk Aedes aegypti merupakan cara utama yang
dilakukan untuk pemberantasan DBD, karena vaksin untuk mencegah dan obat untuk
membasmi virusnya belum tersedia (Depkes RI, 2005). Pemberantasan nyamuk atau
pengendalian vektor adalah upaya menurunkan faktor risiko penularan oleh vektor dengan
mengurangi kontak antara vektor dengan manusia serta memutus rantai penularan penyakit
(Ditjen PP dan PL, 2011). Berbagai metode pengendalian vektor DBD, yaitu:
1. Kimiawi
salah satu metode pengendalian yang lebih populer di masyarakat dibanding dengan cara
pengendalian lain. Sasaran insektisida adalah stadium dewasa dan pra-dewasa. Karena
terhadap lingkungan dan organisme bukan sasaran termasuk mamalia. Disamping itu
penentuan jenis insektisida, dosis, dan metode aplikasi merupakan syarat yang penting
untuk dipahami dalam kebijakan pengendalian vektor. Aplikasi insektisida yang berulang
2. Biologi
predator/pemangsa, parasit, bakteri, sebagai musuh alami stadium pra dewasa vektor
DBD. Jenis predator yang digunakan adalah Ikan pemakan jentik (cupang, tampalo,
gabus, guppy, dll), sedangkan larva Capung, Toxorrhyncites, Mesocyclops dapat juga
9
10
berperan sebagai predator walau bukan sebagai metode yang lazim untuk pengendalian
vektor DBD.
3. Manajemen Lingkungan
dan pertumbuhan vektor DBD. Nyamuk Aedes aegypti sebagai nyamuk pemukiman
sebagai habitat perkembangbiakan atau dikenal sebagai source reduction seperti 3M plus
memelihara ikan predator, menabur larvasida dll); dan menghambat pertumbuhan vektor
Pengendalian Vektor DBD yang paling efisien dan efektif adalah dengan
(PSN-DBD) dalam bentuk kegiatan 3 M plus. Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan,
Aedes aegypti, sehingga penularan DBD dapat dicegah atau dikurangi. Sasarannya adalah
semua tempat perkembiakan nyamuk, seperti tempat penampungan air untuk kebutuhan
sehari-hari atau tempat penampungan air alamiah. Keberhasilan kegiatan PSN DBD
11
antara lain dapat diukur dengan Angka Bebas Jentik (ABJ), apabila ABJ lebih atau sama
dengan 95% diharapkan penularan DBD dapat dicegah atau dikurangi. PSN DBD
Mengganti air vas bunga, tempat minum burung atau tempat-tempat lainnya
Menggunakan kelambu
12
adalah pengendalian larva (jentik) nyamuk dengan pemberian larvasida yang bertujuan
untuk membunuh larva. Jenis larvasida ada bermacam- macam, diantaranya adalah
temephos, piriproksifen, metopren dan bacillus thuringensis. Temephos atau abate terbuat
dari pasir yang dilapisi dengan zat kimia yang dapat membunuh jentik nyamuk. Dosis
penggunaan temephos adalah 10 gram untuk 100 liter air. Bila tidak ada alat untuk
menakar, gunakan sendok makan peres yang diratakan diatasnya. Pemberian temephos
ini sebaiknya diulang penggunaannya setiap 2 bulan (Kemenkes RI, 2013). Nyamuk
serangga. Melakukan pengasapan saja tidak cukup, karena dengan pengasapan itu yang
mati hanya nyamuk dewasa saja. Jentik nyamuk tidak mati dengan pengasapan. Cara
paling tepat memberantas nyamuk adalah memberantas jentiknya dengan kegiatan PSN
3M Plus.
IVM merupakan konsep pengendalian vektor yang diusulkan oleh WHO untuk
dalam pengendalian vektor DBD saat ini lebih difokuskan pada peningkatan peran serta
sektor lain melalui kegiatan Pokjanal DBD, Kegiatan PSN anak sekolah dll.
13
penularan demam berdarah dengue, sehingga akan menurunkan kejadian infeksi dan
2.2 Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang atau overt
(Notoadmodjo, 2007).
tingkatan :
yang dipelajari atau yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan
tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur orang
2) Paham ( Comprehension )
secara benar. Orang yang paham terhadap obyek atau materi dapat
14
3) Aplikasi ( Aplication)
4) Analisis ( Analysis )
organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis dapat
5) Sintesis ( Synthesis )
bagian-bagian dalam bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain sintesis
adalah kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada.
6) Evaluasi ( Evaluation )
pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang
yang mempunyai anak balita. Berdasarkan hasil penelitian ini dan data yang
2.3 Teori keperawatan Commented [s5]: Mana model dari teori ini?
Behavioral System Model atau model sistem perilaku dari Dorothy Jhonson
sistem prilaku, dimana individu dipandang sebagai sistem prilaku yang selalu ingin
eksternal, juga memiliki keinginan dalam mengatur dan menyesuaikan dari pengaruh
1. Konsep Manusia, manusia merupakan sistem perilaku utuh yang terdiri dari 2
sistem yaitu biologi dan prilaku. Ada 7 subsistem perilaku menurut Jhonson yaitu
3. Konsep keperawatan, dalam hal ini perawat merupakan pengatur eksternal dalam
4. Konsep kesehatan, hai ini merupakan proses adaptif secara fisik, mental,
3 Kerangka Penelitian
satunya dipengaruhi oleh pengetahuan yang memadai dan ada beberapa faktor lain
yang turut berperan. Merespons panggilan tugas utama perawat yaitu memberikan
ini akan dimulai dengan menilai pengetahuan tentang pencegahan pentakit demam
penyuluhan 3M, setelah itu peneliti akan membagikan kembali questioner yang
4 Hipotesis Penelitian
oleh seorang peneliti yang kebenarannya masih akan dibuktikan dari hasil penelitian
sebelum dan sesudah penyuluhan 3M. Commented [s6]: Perhatikan penulisan redaksi yang merujuk
pada usulan perubahan identifikasi masalah pada bab 1.