NOMOR: ………………………..
TENTANG
KEBIJAKAN PELAYANAN KOMITE PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN
INFEKSI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SULTAN SYARIF MOHAMMAD
ALKADRIE KOTA PONTIANAK
1
Mohammad Alkadrie Pontianak.
2
Komite dan Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
di Rumah Sakit.
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
3
KEENAM : Dalam Pengadaan alat dan bahan yang berhubungan
langsung dengan pelayanan dapat mempengaruhi
penerapan prinsip-prinsip Pengendalian dan Pencegahan
Infeksi. Oleh karena itu harus ada keterlibatan Komite/tim
PPI sebelum pengadaan bahan dan alat kesehatan
tersebut.
KETUJUH : Tim PPI terlibat dalam pengawasan alat dan bahan
kedaluwarsa oleh tiap unit kerja.
KEDELAPAN : Dikarenakan kesulitan dalam mendapatkan alat medis
tertentu, akan dilakukan prosedur single use reuse pada
alat-alat tertentu yang akan dijelaskan di lampiran surat
keputusan ini. Perlu dilakukan monitoring oleh Tim PPI
dan unit kerja pengguna untuk memastikan alat tersebut
tetap steril saat digunakan kembali
KESEMBILAN : Penggunaan antibiotik harus diatur kewenangannya
untuk meningkatkan penggunaan antibiotik yang rasional.
Tim PPI terlibat dalam pengawasan pemberian antibiotik
bersama dengan Komite Farmasi dan Terapi RSUD SSMA
dan selalu disesuaikan dengan pola kuman di Unit Kerja
atau Instalasi terkait.
KESEPULUH : Kegiatan surveilans untuk penyakit infeksi terkait tenaga
kesehatan (Healthcare Associated Infections/HAI’s)
dilakukan secra rutin di RSUD SSMA, dimulai dengan
pengumpulan data dasar dengan metode targeted
surveilance. Pelaporan data disampaikan secra rutin
kepada Direktur RSUD SSMA. Adapun jenis infeksi yang
menjadi target surveilans di RSUD SSMA adalah Infeksi
Saluran Kemih (ISK) terkait kateterisasi, Infeksi
DaerahOperasi (IDO), Infeksi Luka Infus (ILI) pada pasien
berisiko, Pneumonia terkait ventilator (VAP).
KESEBELAS : Kejadian luar biasa dalam aspek HAI’s ditetapkan oleh
direktur RS berdasarkan pertimbanganKomite PPI RS
pada hasil evaluasi epidemiologik kecenderungan angka
HAI’s melalui surveilans. Kecenderungan kejadian IRS
yang terus menerus meningkat signifikan selama 3 bulan
4
berturut-turut atau peningkatan signifikan angka
kejadianpada suatu waktu pengamatan tertentu
diwaspadai sebagai KLB. Pencegahan dan pengendalian
risiko penyebaran kejadian yang berpotensi menjadi KLB
dilakukansegera secara sinergi melalui kerjasama lintas
unit/satuan kerja oleh Komite PPIRS.
KEDUABELAS : Pengendalian angka HAI’s menggunakan target sasaran
seuai program PPI. Sasaran angka HAI’s dievaluasi setiap
3 tahun. Pemantauan penerapan bundles Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi (ILI, ISK,VAP/HAP, IDO) adalah
sebagai salah satu tolak ukur keberhasilan surveilans
infeksi RS. Kultur mikrobiologi dilakukan pada setiap kasus
yang diduga infeksi rumah sakit(HAI’s). ???
KETIGABELAS : Tim PPI terlibat dalam Pengendalian Lingkungan Rumah
Sakit. Tim PPI melakukan monitoring apakah telah
terlaksanan seuai standar yang berlaku. Pengelolaan
Meliputi penyehatan air, pengendalian serangga dan
binatang pengganggu, penyehatanruang dan bangunan,
pemantauan higiene sanitasi makanan, pemantauan
penyehatan linen, disinfeksi permukaan/udara/lantai,
pengelolaan limbah cair/limbah B3/limbah padat
medis/non medis dikelola oleh Instalasi Sanitasi.
KEEMPATBELAS : Tim PPI terlibat dalam pengawasan penyajian makanan
agar sesuai dengan prinsip-prinsip PPI dan memenuhi
standar Pedoman Pelaksanaan Gizi Rumah Sakit dari
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
KELIMABELAS : Pemrosesan alat/instrumen paska pakai dipilih
berdasarkan kriteria alat. Sterilisasi dilakukan untuk alat
kritikal, sterilisasi atau disinfeksi tingkat tinggi
(DTT)dilakukan untuk alat semi kritikal, disinfeksi tingkat
rendah untuk alat non kritikal. Sampai dengan CSSD
diaktifkan nanti, proses sterilisasi masih dilakukan oleh
masing-masing unit kerja.
KEENAMBELAS : Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pelayanan
pencegahan dan pengendalian infeksi RS Sultan Syarif
Mohammad Alkadrie Pontianak dilaksanakan oleh
Direktur RS Sultan Syarif Mohammad Alkadrie Pontianak.
5
KETUJUHBELAS : Ketua Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi wajib
mensosialisasikan keputusan ini ke seluruh Anggota
Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi.
KEDELAPANBELAS : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dan
apabila dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan
dalam penetapan ini, akan diadakan perbaikan
sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di Pontianak ,
tanggal 14 September 2015
Rumah Sakit Umum Daerah
Sultan Syarif Mohammad Alkadrie
Kota Pontianak
Yuliastuti Saripawan
6
Lampiran
Keputusan Direktur RSUD SSMA
Nomor : ……………………………..
Tanggal : ……………………..
KEBIJAKAN PELAYANAN
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI.
RS SULTAN SYARIF MOHAMMAD ALKADRIE PONTIANAK
A. KEBIJAKAN UMUM
1. Pelayanan rumah sakit di seluruh unit pelayanan harus selalu dilandasi dengan cinta
kasih, tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, dan memperhatikan mereka yang
lemah dan kurang mendapat perhatian (option for the poor).
2. Pelayanan rumah sakit di seluruh unit pelayanan harus selalu berorientasi pada mutu
layanan, keselamatan pasien, dan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) bagi pasien,
keluarga dan masyarakat serta karyawan sesuai dengan Visi, Misi, Falsafah dan Tujuan
Rumah Sakit Sultan Syarif Mohammad Alkadrie Pontianak.
3. Pelayanan rumah sakit di seluruh unit pelayanan harus selalu berfokus pada pasien
(patient centeredness) dengan melaksanakan akses ke pelayanan dan kontinuitas
pelayanan, memenuhi hak pasien dan keluarga, asesmen pasien, pemberian pelayanan
pasien, serta memberikan edukasi kepada pasien, keluarga dan masyarakat.
4. Pelayanan rumah sakit dilaksanakan selama 24 jam setiap hari, kecuali beberapa unit
pelayanan tertentu
5. Setiap unit pelayanan harus menjalankan kewaspadaan isolasi melalui kegiatan
pencegahan dan pengendalian infeksi yang menjangkau setiap pelayanan di rumah sakit
dan melibatkan berbagai individu.
6. Rumah sakit memberikan pelayanan terlebih dahulu tanpa memungut uang muka.
7. Rumah sakit bisa memberikan keringanan biaya untuk pasien yang kurang mampu.
8. Setiap pimpinan unit pelayanan harus mampu memberikan arahan, mengendalikan,
mengelola, dan memimpin unit pelayanan masing-masing untuk mencapai visi-misi unit
pelayanan maupun visi-misi rumah sakit.
9. Dalam melaksanakan tugasnya setiap petugas rumah sakit wajib mematuhi ketentuan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dengan melakukan upaya untuk mengurangi dan
7
mengendalikan bahaya, resiko, mencegah kecelakaan dan cedera, dan memelihara
kondisi lingkungan dan keamanan, termasuk dalam penggunaan alat pelindung diri
(APD).
10. Semua individu yang terlibat dalam pelayanan rumah sakit wajib melakukan 6 (enam)
sasaran Keselamatan Pasien.
11. Peralatan di unit pelayanan harus selalu dilakukan pemeliharaan dan kalibrasi secara
teratur sesuai ketentuan yang berlaku dan selalu dalam kondisi siap pakai.
12. Penyediaan tenaga harus mengacu pada pola ketenagaan rumah sakit.
13. Semua petugas rumah sakit wajib memiliki ijin/ lisensi/ sertifikasi sesuai dengan profesi
dan ketentuan yang berlaku.
14. Setiap petugas rumah sakit harus bekerja sesuai standar profesi, standar kompetensi,
standar prosedur operasional, etika profesi, kode etik rumah sakit dan semua peraturan
rumah sakit yang berlaku.
15. Setiap unit pelayanan harus mampu mengelola data yang dapat dijadikan sebagai
sumber informasi dan pengambilan keputusan bagi kepentingan manajemen dan
pelayanan kepada masyarakat.
16. Setiap unit pelayanan harus berupaya memperoleh, mengolah dan menggunakan
informasi secara terintegrasi yang dikomunikasikan secara benar untuk meningkatkan
kesehatan pasien serta kinerja rumah sakit baik secara keseluruhan maupun individu.
17. Koordinasi dan evaluasi pelayanan disetiap unit pelayanan wajib dilaksanakan melalui
rapat rutin minimal 1 kali dalam satu bulan.
18. Semua unit pelayanan wajib membuat laporan harian, bulanan, semester dan tahunan
kepada manajemen rumah sakit.
19. Rumah sakit melakukan penanggulangan Tuberkulosa ( TB ) sesuia dengan pedoman
stategi DOTS
20. Jika pelayanan yang dibutuhkan pasien tidak tersedia di rumah sakit, maka pasien harus
dirujuk ke rumah sakit lain yang bisa melayani setelah mendapat persetujuan pasien /
keluarga
21. Rumah sakit menghargai dan memenuhi hak pasien yang dilayani.
22. Seluruh karyawan rumah sakit berkewajiban menjaga dan melindungi rahasia medis
pasien yang dilayani.
23. Rumah sakit melakukan pengumpulan, validasi dan analisis data baik internal ataupun
eksternal untuk pengembangan pelayanan rumah sakit.
8
B. DAFTAR KEBIJAKAN KHUSUS :
1. KEBIJAKAN PENERAPAN KEWASPADAAN ISOLASI
2. KEBIJAKAN PENGAWASAN PERALATAN KEDALUWARSA
3. KEBIJAKAN PENGAWASAN PERLATAN SINGLE USE-REUSE
4. KEBIJAKAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK RASIONAL
5. KEBIJAKAN PELAKSANAAN SURVEILANS
6. KEBIJAKAN PENANGANAN KEJADIAN LUAR BIASA
7. KEBIJAKAN UPAYA PENCEGAHAN INFEKSI
8. KEBIJAKAN PENGELOLAAN LIMBAH RUMAH SAKIT
9. KEBIJAKAN PENGELOLAAN DARAH DAN KOMPONEN DARAH
10. KEBIJAKAN PERSIAPAN PENGELOLAAN DAN PENYAJIAN MAKANAN
11. KEBIJAKAN PENGONTROLAN FASILITAS
12. KEBIJAKAN PENGKAJIAN RISIKO INFEKSI PADA KONSTRUKSI DAN RENOVASI
13. KEBIJAKAN PENDIDIKAN STAFF, PASIEN DAN KELUARGA TENTANG PPI
14. KEBIJAKAN MONITORING / PENGAWASAN KINERJA KOMITE PPI
9
C. PENJABARAN KEBIJAKAN
1. KEBIJAKAN PENERAPAN KEWASPADAAN ISOLASI
Kewaspadaan Isolasi terdiri kewaspadaan standar dan kewaspadaan berdasarkan
transmisi. Kewaspadaan standar diterapkan pada seluruh pasien tanpa terkecuali
sedangkan kewaspadaan berdsar transmisi dilakukan saat berhadapan dengan pasien-
pasien infeksius. Kewaspadaan standar mencakup (1) Penerapan kebersihan tangan; (2)
Penerapan Penggunaan APD yang sesuai; (3) Perawatan peralatan pasien
(Dekontaminasi alat); (4) Pengendalian lingkungan (Dekontaminasi lingkungan); (5)
Penatalaksanaan linen; (6) Penatalaksanaan Limbah; (7) Penempatan Pasien; (8)
Perlindungan dan Kesehatan Karyawan; (9) Hygiene Respirasi / Etika Batuk; (10)
Praktek menyuntik yang aman; (11) Praktek Lumbal Pungsi yang aman.
Kewaspadaan berdasarkan transmisi adalah kewaspadaan yang diterapkan saat
menangani pasien dengan penyakit menular tertentu sesuai cara transmisi penyakit
tersebut (Kontak, droplet dan airborne). Adapun Kebijakan untuk penerapan tiap aspek
kewaspadaan standar dijelaskan sebagai berikut:
(1) Penerapan kebersihan tangan
Kebersihan tangan dilakukan oleh seluruh petugas klinis maupun non klinis di
Seluruh lingkungan RS Sultan Syarif Mohammad Alkadrie Pontianak
a) Indikasi kebersihan tangan secara umum :
Segera : setelah tiba di tempat kerja
Sebelum :
Kontak langsung dengan pasien
Memakai sarung tangan sebelum pemeriksaan klinis dan tindakan invasif
Menyediakan / mempersiapkan obat-obatan
Mempersiapkan makanan
Memberi makan pasien
Meninggalkan rumah sakit
Diantara : prosedur tertentu pada pasien yang sama dimana tangan
terkontaminasi untuk menghindari kontaminasi silang
Setelah :
Kontak dengan pasien
Melepas sarung tangan
Melepas alat pelindung diri
Kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi, ludah, dahak, muntahan,
urine, keringat dan peralatan yang diketahui atau kemungkinan
terkontaminasi dengan darah, cairan tubuh, pispot, urinal baik
menggunakan atau tidak menggunakan sarung tangan
10
Menggunakan toilet, menyentuh / melap hidung dengan tangan batuk/
bersin).
Menyentuh lingkungan di sekitar pasien
11
d) Enam langkah kebersihan tangan.
1. Prosedur Cuci Tangan
12
e) Jenis kebersihan tangan untuk seluruh ruangan / bagian (klinis & non-klinis) di
RS Sultan Syarif Mohammad Alkadrie Pontianak, yaitu :
Kebersihan tangan dengan air mengalir dan sabun (sosial)
Kebersihan tangan dengan air mengalir dan sabun antiseptik chlorhexidine 2%
(aseptik)
Kebersihan tangan dengan larutan berbahan dasar alkohol (handrub)
Kebersihan tangan sebelum pembedahan dengan larutan antiseptik
chlorhexidine 4 % (surgical).
13
Sabun biasa (handsoap) : kamar pasien, pos perawat (indikasi kebersihan
tangan momen 1,4,5), toilet, dapur.
Larutan berbahan dasar alkohol (handrub) : setiap tempat tidur pasiendi
area kritis (UGD, kamar bayi, ruang observasi VK, ICU, kamar bedah),
setiap pintu masuk kamar pasien,meja trolly tindakan.
b. Area non-klinis (area pelayanan tidak langsung terhadap pasien) :
Wastafel dengan air yang mengalir.
Sabun biasa (handsoap) : toilet, dapur, perkantoran, kantin, aula.
Larutan chlorhexidine 2% (indikasi kebersihan tangan momen 3): sanitasi,
kamar cuci, kamar jenazah, CSSD.
Larutan berbahan dasar alkohol (handrub) : pintu keluar-masuk
petugas/pengunjung, ruang tunggu rawat jalan, farmasi, kamar
jenazah,area dimana fasilitas kebersihan tangan dengan sabun dan air
mengalir tidak tersedia / jauh letaknya.
14
k) Dilakukan monitoring kepatuhan kebersihan tangan petugas
(dokter,perawat,fisioterapi,gizi) setiap 2 minggu sekali pada hari selasa pada
setiap minggu ke 2.
l) Setiap minggu ke 2 hari selasa seluruh karyawan bebas assesoris tangan.
15
c) Selama Unit Pusat Pelayanan Sterilisasi (CSSD) dan kelengkapannya belum
beroperasi, tiap unit kerja yang melakukan sterilisasi bertanggung jawab
menyusun panduandan prosedur tetap, mengkoordinasikan serta melakukan
monitoring dan evaluasiproses serta kualitas/mutu hasil sterilisasi dengan
persetujuan Komite PPI RS.
d) Selama Unit CSSD belum beroperasi, Tim PPI memonitor pelaksanaan proses
dekontaminasi di setiap unit menggunakan form.
16
c) Pencegahan kontaminasi lingkungan maupun pada petugas dilakukan dengan
desinfeksi kereta linen, pengepelan/disinfeksi lantai, implementasi praktik
kebersihan tangan,penggunaan alat pelindung diri (APD) sesuai potensi resiko
selama bekerja
17
2. RS Sultan Syarif Mohammad Alkadrie Pontianak tidak melakukan perawatan
pasien imuncompromised. Apabila terdapat pasien imunocompromised,maka
dirujuk kefasilitas kesehatan yang lainnya.
b) Penempatan Pasien infeksius
Penempatan pasien infeksius dilaksanakan sesuai dengan prinsip kewaspadaan
berdasarkan transmisi yang akan dibahas di poin (12)
18
(3) Karyawan/ personel Rumah Sakit yang terdapat dugaan tertentu mengenai
gangguan kesehatan perlu dilakukan pemeriksaan khusus sesuai dengan
kebutuhan.
(4) Pemeriksaan kesehatan dilakukan apabila terdapat catatan atau hasil
pengamatan dari organisasi pelaksana kesehatan dan Tim Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3) Rumah Sakit bagi karyawan/ personel yang
mengalami keluhan.
(5) Karyawan yang bekerja pada kelompok pelayanan high risk infeksi : IKO,
ICU, Ruang Isolasi, IGD, Haemodialise
(6) Khusus untuk karyawan paru dan petugas analis yang terpapar TB harus
rutin cek up 1 tahun sekali dan laporan diberikan ke PPIRS
c) Pemeriksaan kesehatan berdasarkan pedoman dan petunjuk pelaksanaan dari
SPO yang telah direkomendasikan.
d) Dalam pemeriksaan kesehatan karyawan/ personel berkoordinasi dengan
personalia, Unit Rikkes dan Poliklinik yang sesuai dengan keluhan/diagnosa
karyawan/personel.
19
c) Petugas rumah sakit memberikan pelayanan baik administrasi maupun medis
segera (maksimal 30 menit) bagi pasien suspek TB dan pasien TB sehingga
mengurangi waktu pasien tersebut berada di fasilitas pelayanan kesehatan.
20
f) Setiap kali penyuntikan insulin dengan menggunakan flexpen harus
menggunakanjarum baru.
21
8. Setiap pengunjung atau pasien ruang kohort harus dilakukan edukasi
penggunaan APD, kebersihan tangan, etika batuk.
1. Semua pasien yang berobat ke UGD dengan keluhan batuk akan diberikan
edukasioleh petugas RS terlatih mengenai etika batuk serta higiene respirasi
dandiharuskan memakai masker bedah, jika keluhan pasien mengarah ke TB (
batuk ≥2 minggu atau batuk darah )
2. Semua pasien yang datang berobat ke poli rawat jalan dengan keluhan batuk
akandiberikan edukasi oleh petugas RS terlatih mengenai etika batuk serta
higienerespirasi dan diharuskan memakai masker bedah
4. Pasien TB yang perlu dirawat inap ditempatkan di ruang terpisah dari pasien
lain(ruang isolasi), jika tidak memungkinkan bisa menggunakan sistem
kohorting dengan lama perawatan maksimal 2 minggu.
22
9. Saat memproses spesimen, petugas laboratorium tetap mengacu pada
kewaspadaan standar dan kewaspadaan berdasarkan transmisi melalui udara
airbone) dan transmisi melalui kontak.
11. Apabila pasien akan ditransportasikan keluar dari ruang isolasi, pasien harus
mengenakan masker bedah untuk melindungi lingkungan sekitar.
23
4. KEBIJAKAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK RASIONAL
Pemilihan terapi antibiotik secara rasional kepada pasien didasarkan tujuan dan indikasi
(profilaksis atau terapi) sesuai hasil pemeriksaan kultur dan resistensi mikroba, sehingga
untuk penderita penyakit infeksi perlu dilakukan pemeriksaan mikrobiologi.
(1) Ketepatan pemberian antibiotika agar aman bagi pasien meliputi :
Tepat indikasi, obat benar-benar dibutuhkan;
Tepat pemilihan obat dengan perbandingan biaya efektivitas yang baik
Tepat pasien, tidak ada kontra indikasi, efek sampingi minimal;
Tepat dosis, tepat cara pemberian, tepat durasi pemakaian;
Tepat informasi, kepada pasien dan keluarganya.
(2) Pasien wajib diberi informasi tentang pengobatan yang diberikan dan efek
yangditimbulkan
(3) Penggunaan antibiotik harus diatur kewenangannya untuk meningkatkan
penggunaan antibiotik yang rasional.
(4) Pemberian antibiotik diawasi oleh Komite Farmasi dan Terapi Rumah Sakit dan
selalu disesuaikan dengan pola kuman di Departemen atau Instalasi terkait.
(5) Monitoring dan evaluasi dilakukan oleh Komite Farmasi dan Terapi secara periodik
setiap 6 bulan dan dilaporkan kepada Direktur RSUD SSMA
(6) Daftar pembagian lini pemakaian antibiotik adalah sebagai berikut:
No Lini Jenis AB PJ
Amoksisilin Dokter Umum
Eritromisin
1. Lini 1 Trimetropim
Sulfametoxazol
Cefadroxil
Amoxiclav Dokter Umum
Ceftriaxone Dokter Spesialis
2. Lini 2 Cefixime
Ampisilin Sulbactam
Ciprofloxacin
Ceftazidim Dokter Spesialis
Cefeperazon Dokter Spesialis IPCO
Sulbactam
3. Lini 3
Levofloxacin
Fosfomycin
Aztreonam
Tygecillin Dokter Spesialis IPCO / KIC
Meropenem Berdasar klinis dan kultur
Doripenem Persetujuan Komite Farmasi
Imipenem dan Terapi
4. Lini 4
Vancomycin
Linezolid
Tiecoplanin
Ertapenem
24
5. KEBIJAKAN PELAKSANAAN SURVEILANS
Dilakukan secara sistematik aktif oleh IPCN (Infection Prevention Control Nurse –
perawat pengendali infeksi purna waktu) dan IPCLN (link nurse – perawat penghubung
pengendali infeksi) untuk menggambarkan tingkat kejadian berbagai penyakit infeksi
target sesuai Pedoman Surveilans Infeksi Rumah Sakit, Kemenkes dan penyakit
endemisdi rumah sakit. Target surveilans yaitu : Infeksi Saluran Kemih (ISK) terkait
kateterisasi, Infeksi DaerahOperasi (IDO), Infeksi Luka Infus (ILI) pada pasien berisiko,
Pneumonia terkait ventilator (VAP)
(1) Melakukan surveilens PPIRS, dimulai dengan melakukan pengumpulan data dasar
menggunakan targeted surveilans.
(2) Melakukan Analisis, evaluasi dan rekomendasi tindak lanjut data infeksi dilakukan
Komite PPIRS di bawah koordinator Dokter Penanggung jawab PPI (IPCO) untuk
tujuanpengendalian, manajemen risiko dan kewaspadaan terhadap kejadian luar
biasa(KLB)
(3)Pengendalian angka IRS menggunakan target sasaran seuai program PPI. Sasaran
angka IRS dievaluasi setiap 3 tahun.
(4)Kejadian luar biasa IRS ditetapkan oleh direktur RS berdasarkan
pertimbanganKomite PPI RS pada hasil evaluasi epidemiologik kecenderungan
angka IRSmelalui surveilans. Kecenderungan kejadian IRS yang terus menerus
meningkat signifikan selama 3 bulan berturut-turut atau peningkatan signifikan angka
kejadianpada suatu waktu pengamatan tertentu diwaspadai sebagai KLB.
Pencegahan dan pengendalian risiko penyebaran kejadian yang berpotensi menjadi
KLB dilakukansegera secara sinergi melalui kerjasama lintas unit/satuan kerja oleh
Komite PPIRS.
(5)Laporan Infeksi RS disampaikan Komite PPI RS kepada Kepala Bidang Pelayanan
Medik dan Kepala Bidang Keperawatan setiap bulan.
(6)Kultur mikrobiologi dilakukan pada setiap kasus yang diduga infeksi rumah
sakit(HAIs)
25
dan digunakan sebagai bahan laporan kepada Direktur rumah sakit,dan bahan
komunikasi dengan bagian yang terkait.
(3) Kejadian Luar Biasa Infeksi Rumah Sakit ditetapkan oleh Direktur berdasarkan
pertimbangan Komite PPI RSUD Sultan Syarif Mohammad Alkadrie Pontianak pada
hasil evaluasi epidemiologik kecenderungan peningkatan angka IRS secara
signifikan selama 3 bulan berturut-turut.Peningkatan signifikan angka kejadian IRS
pada suatu waktu pengamatan tertentu diwaspadai sebagai KLB.
(4) Penanganan KLB IRS harus dilakukan dengan segera dan secara terpadu oleh
seluruh unsur yang terkait, dikoordinasikan oleh Komite PPIRS. Selama terjadiKLB,
Petugas Ruangan/Bagian terkait, Kepala Bagian, dan IPCLN, harusberkoordinasi
secara intensif dengan Tim dan Komite PPI Rumah Sakit untukmenangani KLB
tersebut.
(5) Setelah menerima laporan dugaan adanya KLB, Komite PPIRS bersama IPCN/IPCO
melakukan investigasi bersama di tempat terjadinya KLB, meliputi:
a. Mencatat setiap kejadian infeksi di ruangan sesuai prosedur Surveilans Infeksi
Rumah Sakit
b. Berkoordinasi dengan IPCLN dan Kepala ruangan serta dokter yang
bertanggung jawab menangani pasien,.
Untuk melakukan verifikasi diagnosis infeksi rumah sakit, penegakan diagnosis
IRS dan mengkonfirmasi sebagai kasus KLB. Selain itu juga dilakukan
investigasi terhadap kemungkinan sumber penularan, cara penularan dan
kemungkinan penyebarannya, serta aspek lain yang diperlukan untuk
penanggulangan atau memutuskan rantai penularan.
c. Berkoordinasi dengan Bagian Laboratorium untuk melakukan:
o Swab ruang/alat yang diduga terkontaminasi bakteri.
o Pengambilan bahan dari berbagai lokasi tersangka sumber infeksi
untukdibiakkan dan antibiogram.
o Pemasangan label di tempat penampungan bahan pemeriksaanlaboratorium
pasien penyakit menular. Label bertuliskan ”Awas BahanMenular”
d. Berkoordinasi dengan seluruh personil di bagian terkait untuk memberikan
klarifikasi-klarifikasi perihal yang terkait dengan KLB, misalnya
pelaksanaanProsedur Tetap secara benar.
(6) Apabila hasil investigasi menyimpulkan telah terjadi KLB, maka Komite PPIRS
menetapkan status siaga bencana KLB dan melaporkan kepada pimpinan RS.
(7) Untuk menanggulangi KLB Komite PPI RS berkoordinasi dengan Bidang Pleayanan
Medik, Panitia K3 RS, Laboratorium, Farmasi, Sanitasi, CSSD, Gizi,Kamar Cuci dan
Bagian terkait lainnya sesuai kebutuhan.
26
(8) Apabila diperlukan pasien kasus KLB dirujuk ke rumah sakit rujukan infeksi yang
telah ditetapkan oleh dinas kesehatan.
(9) Agar KLB IRS tidak meluas, Komite PPI bersama IPCLN dan perawat
ruanganmelakukan langkah-langkah pencegahan dan pembatasan dengan cara:
a) Melaksanakan dan mengawasi secara ketat pelaksanaan cuci tangan yang bena
rdan tepat.
b) Menggunakan dan mengawasi penggunaan sarung tangan dan APD lain sesuai
indikasi.
c) Melakukan dan mengawasi pembuangan limbah dengan benar
d) Melakukan pemisahan pasien yang terinfeksi, disatukan dengan pasien yang
sama-sama terinfeksi/kohorting dan menentukan staf yang akan
memberikanpenanganan (dipisahkan dengan staf lainnya)
e) Apabila diperlukan mengusulkan kepada Direktur untuk mengisolasi ruangan
atau mengisolasi pasien bersangkutan yang dianggap tercemar oleh infeksi.
f) Mengawasi ketat penerapan Kewaspadaan Standar.
g) Ruangan yang terjadi KLB harus didisinfeksi.
(10) Komite PPIRS melakukan dokumentasi tentang kejadian dan tindakan yang telah
diambil terhadap data atau informasi KLB.
(11) Komite PPIRS terus melakukan monitoring dan evaluasi sampai KLB berhasil
diatasi.
(12) Status KLB wajib dilaporkan ke dinas kesehatan setempat.
(13) Komite PPI menyatakan KLB selesai jika dua kali masa inkubasi terpanjang tidak
ditemukan kasus baru
27
8. KEBIJAKAN PENGELOLAAN LIMBAH RUMAH SAKIT
(5) Pengelolaan limbah harus memperhatikan prinsip sebagai berikut :
Semua limbah beresiko tinggi harus diberi label/ tanda yang jelas.
Wadah /container diberi alas kantong plastic dengan warna : kuning untuklimbah
infeksius & B3, merah untuk limbah radioaktif,hitam untuk limbah non medis /
domestika.
Limbah tidak boleh dibiarkan atau disimpan > 24 jam
Kantong plastic tempat limbah tidak diisi terlalu penuh ( cukup 3/4)
Wadah / container harus tertutup, tahan bocor, tidak berkarat, mudah
dikosongkan atau diangkat, mudah dibersihkan dan berada ditempat
yangterlindungi binatang atau serangga.
(6) Limbah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah anti bocor dan tahan
tusukan ( safety box), tanpa memperhatikan terkontaminasi atau tidak.
(7) Jarum dan syringe harus dimasukkan ke dalam “ Safety box “
(8) Pengangkutan limbah harus menggunakan troli yang tertutup. Pengangkutan
dilakukan 2 kali. Apabila harus menggunakan lift harus dengan lift tersendiri/RAM.
(9) Pembuangan atau pemusnahan limbah medis padat harus dilakukan di tempat
pengelolaan sampah medis dalam hal ini Rumah Sakit memiliki alat incenerator
sendiri
(10) Petugas yang menangani limbah harus mengunakan APD seperti sarung tangan
khusus,masker,sepatu boot,apron,pelindung mata,dan bila perlu helm
28
pelayananinstalasi gizi agat terhindar dari pencemaran dan penularan infeksi melalui
makanan
(12) Penyimpanan bahan makanan harus selalu terpelihara dan dalam keadaan
bersih,terlindung dari debu, bahan kimia berbahaya dan hewan lain serta
suhupenyimpanan disesuaikan dengan jenis bahan makanan.
(13) Penjamah makanan yang kontak langsung dengan makanan mulai dari
prosespenyiapan bahan sampai dengan penyajiannya dilakukan surveilans higiene
pribadiberupa monitoring kultur mikrobiologi swab rektal, dikoordinasikan dan di
bawahtanggung jawab Komite K3 RS
(14) Petugas unit harus dalam kondisi sehat dan dilakukan pemeriksaan berkala
selama 6 (enam) bulan sekali
(15) Dilakukan uji kultur mikrobiologi terhadap makanan yang disajikan oleh bagian
gizi setiap enam bulan sekali.
29
Direncanakan dan dilaksanakan secara periodik dan berkesinambungan oleh
bagianPendidikan dan Pelatihan (DIKLAT) bekerjasama dengan Komite PPI RS
untukmenjamin setiap petugas yang berada dan bekerja di RS (termasuk peserta
didik dankaryawan kontrak) memahami dan mampu melaksanakan program PPI RS ,
khususnya kewaspadaan standar dan kewaspadaan berbasis transmisi.
a) Seluruh SDM baru di RS wajib mengikuti program orientasi, termasuk materi
PPIRS
b) Setiap ada mahasiswa yang akan praktek harus diberiakan materi orientasi
PPIRS.
c) Monitoring dan evaluasi hasil pendidikan dan pelatihan dilakukan oleh
bagianSDM bersama Komite PPI RS sesuai ketentuan yang berlaku sebagai
dasarperencanaan program selanjutnya.
d) Seluruh staff dididik tentang pengelolaan infeksius.
(2) Pendidikan Pasien dan Keluarga Tentang PPI. Untuk pasien rawat inap disampaikan
oleh perawat pemberi edukasi saat orientasi pasien baru masuk, meliputi kebersihan
tangan, etika batuk dan ketertiban membuang sampah
(3) Masing–masing dari tenaga kesehatan ( Dokter, perawat, fisioterapi, Gizi ,Farmasi dll)
maupun non kesehatan ( Pekarya, petugas kebersihan , dll ) pasien ,keluarga dan
pengunjung turut ambil bagian dalam pencegahan danpengendalian infeksi.
(4) Pasien, keluarga, dan pengunjung yang dirawat di RS Sultan Syarif Mohammad
Alkadrie Pontianak harus mentaatiperaturan yang ada di RS Sultan Syarif
Mohammad Alkadrie Pontianak sesuai dengan peraturan tata tertib pasien
(5) Pasien dapat mengingatkan petugas kesehatan ( Dokter, Perawat,
Fisioterapi,Pekarya, Gizi dll ) bila tidak melakukan kebersihan tangan sebelum dan
sesudahmenyentuh pasien dan lingkungan pasien.
(6) Anak-anak di bawah 12 tahun di larang mengunjungi pasien
(7) Pasien, keluarga dan pengunjung berperan penting di dalam pencegahan
danpengendalian infeksi di rumah sakit. Setiap ruangan / unit harus
menyediakanfasilitas wastafel,tempat sampah non infeksius (kantong hitam),sabun
biasa (handsoap), masker bagi pasien, keluarga dan pengunjung.
30
c) Rumah sakit yang menjadi mitra dalam benchmarking eksternal adalah rumah
sakitlokal / nasional yang setara maupun organisasi kesehatan internasional
yangterbukti memiliki praktik terbaik secara ilmiah.
d) Hasil perbandingan dianalisa, ditindaklanjuti dan dilaporkan kepada Direksi
secaratertulis dalam bentuk laporan bulanan PPI (benchmarking internal) dan
laporansurveilans tahunan (benchmarking eksternal).
e) Hasil perbandingan data dasar infeksi internal maupun eksternal
dikoordinasikandalam rapat tim pokja PPI setiap 3 bulan sekali.
31