Anda di halaman 1dari 31

KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

SULTAN SYARIF MOHAMMAD ALKADRIE


KOTA PONTIANAK

NOMOR: ………………………..

TENTANG
KEBIJAKAN PELAYANAN KOMITE PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN
INFEKSI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SULTAN SYARIF MOHAMMAD
ALKADRIE KOTA PONTIANAK

DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH


SULTAN SYARIF MOHAMMAD ALKADRIE
KOTA PONTIANAK

Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan


Rumah Sakit Sultan Syarif Mohammad Alkadrie
Pontianak, maka diperlukan penyelenggaraan
pelayanan yang bermutu tinggi dari setiap gugus
tugas/ unit pelayanan yang ada;
b. bahwa pelayanan pencegahan dan pengendalian
infeksi merupakan salah satu gugus tugas/ unit
pelayanan di RS Sultan Syarif Mohammad Alkadrie
Pontianak yang harus mendukung pelayanan rumah
sakit secara keseluruhan maka diperlukan
penyelenggaraan pelayanan pencegahan dan
pengendalian infeksi yang bermutu tinggi.
c. bahwa agar pelayanan pencegahan dan pengendalian
infeksi dapat terlaksana dengan baik, perlu adanya
Surat Keputusan Direktur tentang Kebijakan
pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi RS
Sultan Syarif Mohammad Alkadrie Pontianak sebagai
landasan bagi penyelenggaraan pelayanan.
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam a, b dan c, perlu ditetapkan dengan
Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit Sultan Syarif

1
Mohammad Alkadrie Pontianak.

Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun


2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara
Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4431).
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara REPUBLIK
INDONESIA Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5064).
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun
2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072).
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1045/Menkes/ Per/XI/2006 tentang Pedoman
Organisasi Rumah Sakit Di Lingkungan Departemen
Kesehatan.
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1144/Menkes/ Per/VIII/2010 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan.
6. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1333/Menkes /SK/XII/1999 tentang Standar
Pelayanan Rumah Sakit.
7. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1204/Menkes /SK/III/2007 tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
8. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor. 270/Menkes/ SK/III/2007 tentang Pedoman
Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di
Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Lainnya.
9. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor. 129/Menkes/ SK/II/2008 tentang Standar
Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
10. Surat Edaran Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik
Nomor HK.03.01/ III/3744/08 tentang Pembentukan

2
Komite dan Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
di Rumah Sakit.
MEMUTUSKAN:

Menetapkan :

KESATU : KEPUTUSAN DIREKTUR RS SULTAN SYARIF MOHAMMAD


ALKADRIE PONTIANAK Tentang KEBIJAKAN PELAYANAN
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI RS SULTAN
SYARIF MOHAMMAD ALKADRIE PONTIANAK.
KEDUA : Kebijakan pelayanan Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi RSUD Sultan Syarif Mohammad Alkadrie
Pontianak disebutkan dalam surat keputusan ini dan
diuraikan lebih lengkap dalam Lampiran Keputusan ini.
KETIGA : Seluruh pelayanan Kesehatan di RSUD SSMA menerapkan
prinsip-prinsip kewaspadaan Isolasi, yang terdiri atas
kewaspadaan standar dan kewaspadaan berdasarkan
transmisi sesuai Pedoman Pelayanan PPI RSUD SSMA.
KEEMPAT : Kewaspadaan standar mencakup (1) Penerapan
kebersihan tangan; (2) Penerapan Penggunaan APD yang
sesuai; (3) Perawatan peralatan pasien (Dekontaminasi
alat); (4) Pengendalian lingkungan (Dekontaminasi
lingkungan); (5) Penatalaksanaan linen; (6)
Penatalaksanaan Limbah; (7) Penempatan Pasien; (8)
Perlindungan dan Kesehatan Karyawan; (9) Hygiene
Respirasi / Etika Batuk; (10) Praktek menyuntik yang
aman; (11) Praktek Lumbal Pungsi yang aman.
Kewaspadaan standar WAJIB diterapkan di semua aspek
pelayanan.
KELIMA : Kewaspadaan berdasarkan transmisi adalah kewaspadaan
yang diterapkan saat menangani pasien dengan penyakit
menular tertentu sesuai cara transmisi penyakit tersebut
(Kontak, droplet dan airborne)

3
KEENAM : Dalam Pengadaan alat dan bahan yang berhubungan
langsung dengan pelayanan dapat mempengaruhi
penerapan prinsip-prinsip Pengendalian dan Pencegahan
Infeksi. Oleh karena itu harus ada keterlibatan Komite/tim
PPI sebelum pengadaan bahan dan alat kesehatan
tersebut.
KETUJUH : Tim PPI terlibat dalam pengawasan alat dan bahan
kedaluwarsa oleh tiap unit kerja.
KEDELAPAN : Dikarenakan kesulitan dalam mendapatkan alat medis
tertentu, akan dilakukan prosedur single use reuse pada
alat-alat tertentu yang akan dijelaskan di lampiran surat
keputusan ini. Perlu dilakukan monitoring oleh Tim PPI
dan unit kerja pengguna untuk memastikan alat tersebut
tetap steril saat digunakan kembali
KESEMBILAN : Penggunaan antibiotik harus diatur kewenangannya
untuk meningkatkan penggunaan antibiotik yang rasional.
Tim PPI terlibat dalam pengawasan pemberian antibiotik
bersama dengan Komite Farmasi dan Terapi RSUD SSMA
dan selalu disesuaikan dengan pola kuman di Unit Kerja
atau Instalasi terkait.
KESEPULUH : Kegiatan surveilans untuk penyakit infeksi terkait tenaga
kesehatan (Healthcare Associated Infections/HAI’s)
dilakukan secra rutin di RSUD SSMA, dimulai dengan
pengumpulan data dasar dengan metode targeted
surveilance. Pelaporan data disampaikan secra rutin
kepada Direktur RSUD SSMA. Adapun jenis infeksi yang
menjadi target surveilans di RSUD SSMA adalah Infeksi
Saluran Kemih (ISK) terkait kateterisasi, Infeksi
DaerahOperasi (IDO), Infeksi Luka Infus (ILI) pada pasien
berisiko, Pneumonia terkait ventilator (VAP).
KESEBELAS : Kejadian luar biasa dalam aspek HAI’s ditetapkan oleh
direktur RS berdasarkan pertimbanganKomite PPI RS
pada hasil evaluasi epidemiologik kecenderungan angka
HAI’s melalui surveilans. Kecenderungan kejadian IRS
yang terus menerus meningkat signifikan selama 3 bulan

4
berturut-turut atau peningkatan signifikan angka
kejadianpada suatu waktu pengamatan tertentu
diwaspadai sebagai KLB. Pencegahan dan pengendalian
risiko penyebaran kejadian yang berpotensi menjadi KLB
dilakukansegera secara sinergi melalui kerjasama lintas
unit/satuan kerja oleh Komite PPIRS.
KEDUABELAS : Pengendalian angka HAI’s menggunakan target sasaran
seuai program PPI. Sasaran angka HAI’s dievaluasi setiap
3 tahun. Pemantauan penerapan bundles Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi (ILI, ISK,VAP/HAP, IDO) adalah
sebagai salah satu tolak ukur keberhasilan surveilans
infeksi RS. Kultur mikrobiologi dilakukan pada setiap kasus
yang diduga infeksi rumah sakit(HAI’s). ???
KETIGABELAS : Tim PPI terlibat dalam Pengendalian Lingkungan Rumah
Sakit. Tim PPI melakukan monitoring apakah telah
terlaksanan seuai standar yang berlaku. Pengelolaan
Meliputi penyehatan air, pengendalian serangga dan
binatang pengganggu, penyehatanruang dan bangunan,
pemantauan higiene sanitasi makanan, pemantauan
penyehatan linen, disinfeksi permukaan/udara/lantai,
pengelolaan limbah cair/limbah B3/limbah padat
medis/non medis dikelola oleh Instalasi Sanitasi.
KEEMPATBELAS : Tim PPI terlibat dalam pengawasan penyajian makanan
agar sesuai dengan prinsip-prinsip PPI dan memenuhi
standar Pedoman Pelaksanaan Gizi Rumah Sakit dari
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
KELIMABELAS : Pemrosesan alat/instrumen paska pakai dipilih
berdasarkan kriteria alat. Sterilisasi dilakukan untuk alat
kritikal, sterilisasi atau disinfeksi tingkat tinggi
(DTT)dilakukan untuk alat semi kritikal, disinfeksi tingkat
rendah untuk alat non kritikal. Sampai dengan CSSD
diaktifkan nanti, proses sterilisasi masih dilakukan oleh
masing-masing unit kerja.
KEENAMBELAS : Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pelayanan
pencegahan dan pengendalian infeksi RS Sultan Syarif
Mohammad Alkadrie Pontianak dilaksanakan oleh
Direktur RS Sultan Syarif Mohammad Alkadrie Pontianak.

5
KETUJUHBELAS : Ketua Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi wajib
mensosialisasikan keputusan ini ke seluruh Anggota
Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi.
KEDELAPANBELAS : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dan
apabila dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan
dalam penetapan ini, akan diadakan perbaikan
sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di Pontianak ,
tanggal 14 September 2015
Rumah Sakit Umum Daerah
Sultan Syarif Mohammad Alkadrie
Kota Pontianak

Yuliastuti Saripawan

6
Lampiran
Keputusan Direktur RSUD SSMA
Nomor : ……………………………..
Tanggal : ……………………..

KEBIJAKAN PELAYANAN
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI.
RS SULTAN SYARIF MOHAMMAD ALKADRIE PONTIANAK

A. KEBIJAKAN UMUM
1. Pelayanan rumah sakit di seluruh unit pelayanan harus selalu dilandasi dengan cinta
kasih, tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, dan memperhatikan mereka yang
lemah dan kurang mendapat perhatian (option for the poor).
2. Pelayanan rumah sakit di seluruh unit pelayanan harus selalu berorientasi pada mutu
layanan, keselamatan pasien, dan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) bagi pasien,
keluarga dan masyarakat serta karyawan sesuai dengan Visi, Misi, Falsafah dan Tujuan
Rumah Sakit Sultan Syarif Mohammad Alkadrie Pontianak.
3. Pelayanan rumah sakit di seluruh unit pelayanan harus selalu berfokus pada pasien
(patient centeredness) dengan melaksanakan akses ke pelayanan dan kontinuitas
pelayanan, memenuhi hak pasien dan keluarga, asesmen pasien, pemberian pelayanan
pasien, serta memberikan edukasi kepada pasien, keluarga dan masyarakat.
4. Pelayanan rumah sakit dilaksanakan selama 24 jam setiap hari, kecuali beberapa unit
pelayanan tertentu
5. Setiap unit pelayanan harus menjalankan kewaspadaan isolasi melalui kegiatan
pencegahan dan pengendalian infeksi yang menjangkau setiap pelayanan di rumah sakit
dan melibatkan berbagai individu.
6. Rumah sakit memberikan pelayanan terlebih dahulu tanpa memungut uang muka.
7. Rumah sakit bisa memberikan keringanan biaya untuk pasien yang kurang mampu.
8. Setiap pimpinan unit pelayanan harus mampu memberikan arahan, mengendalikan,
mengelola, dan memimpin unit pelayanan masing-masing untuk mencapai visi-misi unit
pelayanan maupun visi-misi rumah sakit.
9. Dalam melaksanakan tugasnya setiap petugas rumah sakit wajib mematuhi ketentuan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dengan melakukan upaya untuk mengurangi dan

7
mengendalikan bahaya, resiko, mencegah kecelakaan dan cedera, dan memelihara
kondisi lingkungan dan keamanan, termasuk dalam penggunaan alat pelindung diri
(APD).
10. Semua individu yang terlibat dalam pelayanan rumah sakit wajib melakukan 6 (enam)
sasaran Keselamatan Pasien.
11. Peralatan di unit pelayanan harus selalu dilakukan pemeliharaan dan kalibrasi secara
teratur sesuai ketentuan yang berlaku dan selalu dalam kondisi siap pakai.
12. Penyediaan tenaga harus mengacu pada pola ketenagaan rumah sakit.
13. Semua petugas rumah sakit wajib memiliki ijin/ lisensi/ sertifikasi sesuai dengan profesi
dan ketentuan yang berlaku.
14. Setiap petugas rumah sakit harus bekerja sesuai standar profesi, standar kompetensi,
standar prosedur operasional, etika profesi, kode etik rumah sakit dan semua peraturan
rumah sakit yang berlaku.
15. Setiap unit pelayanan harus mampu mengelola data yang dapat dijadikan sebagai
sumber informasi dan pengambilan keputusan bagi kepentingan manajemen dan
pelayanan kepada masyarakat.
16. Setiap unit pelayanan harus berupaya memperoleh, mengolah dan menggunakan
informasi secara terintegrasi yang dikomunikasikan secara benar untuk meningkatkan
kesehatan pasien serta kinerja rumah sakit baik secara keseluruhan maupun individu.
17. Koordinasi dan evaluasi pelayanan disetiap unit pelayanan wajib dilaksanakan melalui
rapat rutin minimal 1 kali dalam satu bulan.
18. Semua unit pelayanan wajib membuat laporan harian, bulanan, semester dan tahunan
kepada manajemen rumah sakit.
19. Rumah sakit melakukan penanggulangan Tuberkulosa ( TB ) sesuia dengan pedoman
stategi DOTS
20. Jika pelayanan yang dibutuhkan pasien tidak tersedia di rumah sakit, maka pasien harus
dirujuk ke rumah sakit lain yang bisa melayani setelah mendapat persetujuan pasien /
keluarga
21. Rumah sakit menghargai dan memenuhi hak pasien yang dilayani.
22. Seluruh karyawan rumah sakit berkewajiban menjaga dan melindungi rahasia medis
pasien yang dilayani.
23. Rumah sakit melakukan pengumpulan, validasi dan analisis data baik internal ataupun
eksternal untuk pengembangan pelayanan rumah sakit.

8
B. DAFTAR KEBIJAKAN KHUSUS :
1. KEBIJAKAN PENERAPAN KEWASPADAAN ISOLASI
2. KEBIJAKAN PENGAWASAN PERALATAN KEDALUWARSA
3. KEBIJAKAN PENGAWASAN PERLATAN SINGLE USE-REUSE
4. KEBIJAKAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK RASIONAL
5. KEBIJAKAN PELAKSANAAN SURVEILANS
6. KEBIJAKAN PENANGANAN KEJADIAN LUAR BIASA
7. KEBIJAKAN UPAYA PENCEGAHAN INFEKSI
8. KEBIJAKAN PENGELOLAAN LIMBAH RUMAH SAKIT
9. KEBIJAKAN PENGELOLAAN DARAH DAN KOMPONEN DARAH
10. KEBIJAKAN PERSIAPAN PENGELOLAAN DAN PENYAJIAN MAKANAN
11. KEBIJAKAN PENGONTROLAN FASILITAS
12. KEBIJAKAN PENGKAJIAN RISIKO INFEKSI PADA KONSTRUKSI DAN RENOVASI
13. KEBIJAKAN PENDIDIKAN STAFF, PASIEN DAN KELUARGA TENTANG PPI
14. KEBIJAKAN MONITORING / PENGAWASAN KINERJA KOMITE PPI

9
C. PENJABARAN KEBIJAKAN
1. KEBIJAKAN PENERAPAN KEWASPADAAN ISOLASI
Kewaspadaan Isolasi terdiri kewaspadaan standar dan kewaspadaan berdasarkan
transmisi. Kewaspadaan standar diterapkan pada seluruh pasien tanpa terkecuali
sedangkan kewaspadaan berdsar transmisi dilakukan saat berhadapan dengan pasien-
pasien infeksius. Kewaspadaan standar mencakup (1) Penerapan kebersihan tangan; (2)
Penerapan Penggunaan APD yang sesuai; (3) Perawatan peralatan pasien
(Dekontaminasi alat); (4) Pengendalian lingkungan (Dekontaminasi lingkungan); (5)
Penatalaksanaan linen; (6) Penatalaksanaan Limbah; (7) Penempatan Pasien; (8)
Perlindungan dan Kesehatan Karyawan; (9) Hygiene Respirasi / Etika Batuk; (10)
Praktek menyuntik yang aman; (11) Praktek Lumbal Pungsi yang aman.
Kewaspadaan berdasarkan transmisi adalah kewaspadaan yang diterapkan saat
menangani pasien dengan penyakit menular tertentu sesuai cara transmisi penyakit
tersebut (Kontak, droplet dan airborne). Adapun Kebijakan untuk penerapan tiap aspek
kewaspadaan standar dijelaskan sebagai berikut:
(1) Penerapan kebersihan tangan
Kebersihan tangan dilakukan oleh seluruh petugas klinis maupun non klinis di
Seluruh lingkungan RS Sultan Syarif Mohammad Alkadrie Pontianak
a) Indikasi kebersihan tangan secara umum :
 Segera : setelah tiba di tempat kerja
 Sebelum :
 Kontak langsung dengan pasien
 Memakai sarung tangan sebelum pemeriksaan klinis dan tindakan invasif
 Menyediakan / mempersiapkan obat-obatan
 Mempersiapkan makanan
 Memberi makan pasien
 Meninggalkan rumah sakit
 Diantara : prosedur tertentu pada pasien yang sama dimana tangan
terkontaminasi untuk menghindari kontaminasi silang
 Setelah :
 Kontak dengan pasien
 Melepas sarung tangan
 Melepas alat pelindung diri
 Kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi, ludah, dahak, muntahan,
urine, keringat dan peralatan yang diketahui atau kemungkinan
terkontaminasi dengan darah, cairan tubuh, pispot, urinal baik
menggunakan atau tidak menggunakan sarung tangan

10
 Menggunakan toilet, menyentuh / melap hidung dengan tangan batuk/
bersin).
 Menyentuh lingkungan di sekitar pasien

b) 4 Jenis kebersihan tangan .


 Kebersihan tangan surgical
 Kebersihan tangan Aseptik
 Kebersihan tangan alkohol handrub
 Kebersihan tangan Sosial

c) Kebersihan tangan dilakukan menurut 5 Momen Kebersihan


Tangan(WHO):
 Momen 1 : sebelum kontak dengan pasien
 Momen 2 : sebelum tindakan asepsis
 Momen 3 : setelah terkena cairan tubuh pasien
 Momen 4 : setelah kontak dengan pasien
 Momen 5: setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien

11
d) Enam langkah kebersihan tangan.
1. Prosedur Cuci Tangan

2. Prosedur Hand Rub

12
e) Jenis kebersihan tangan untuk seluruh ruangan / bagian (klinis & non-klinis) di
RS Sultan Syarif Mohammad Alkadrie Pontianak, yaitu :
 Kebersihan tangan dengan air mengalir dan sabun (sosial)
 Kebersihan tangan dengan air mengalir dan sabun antiseptik chlorhexidine 2%
(aseptik)
 Kebersihan tangan dengan larutan berbahan dasar alkohol (handrub)
 Kebersihan tangan sebelum pembedahan dengan larutan antiseptik
chlorhexidine 4 % (surgical).

f) Kebersihan tangan efektif :


 Tidak mengenakan jas lengan panjang saat melayani pasien
 Bagi semua petugas yang berkontak langsung dengan pasien (klinisi),
semuaperhiasan yang ada (misalnya: jam tangan, cincin, gelang) harus
dilepaskanselama bertugas dan pada saat melakukan kebersihan tangan
 Kuku dijaga tetap pendek tidak melebihi 1 mm, tidak menggunakan kuku palsu
dan cat kuku
 Jika tangan ada luka ditutup dengan plester kedap air
 Tutuplah kran dengan siku tangan atau putar kran menggunakan handuk
sekali pakai
 Membersihkan tangan dengan sabun cair dan air mengalir apabila tangan
terlihat kotor
 Membersihkan tangan dengan larutan berbahan dasar alkohol (handrub) bila
tangan tidak terlihat kotor diantara tindakan
 Keringkan tangan menggunakan handuk sekali pakai/Tissue Towel?
 Pastikan tangan kering sebelum memulai kegiatan / mengenakan sarung
tangan
 Jangan menambahkan sabun cair ke dalam tempatnya bila masih ada isinya.
 Dispenser sabun harus dibersihkan terlebih dahulu sebelum pengisian ulang

g) Sediakan di setiap ruangan / bagian :


a. Area klinis (area perawatan / pelayanan langsung terhadap pasien) :
Wastafel dengan air yang mengalir.
Larutan chlorhexidine 2 % (indikasi kebersihan tangan momen 2 dan3) :
poli rawat jalan, ICU, kamar bayi, hemodialisa, UGD (area non tindakan),
ruang keperawatan, unit penunjang medik (radiologi, laboratorium klinik,
rehabilitasi medik)
Larutan chlorhexidine 4 % : UGD (area tindakan), kamar bedah, VK

13
Sabun biasa (handsoap) : kamar pasien, pos perawat (indikasi kebersihan
tangan momen 1,4,5), toilet, dapur.
Larutan berbahan dasar alkohol (handrub) : setiap tempat tidur pasiendi
area kritis (UGD, kamar bayi, ruang observasi VK, ICU, kamar bedah),
setiap pintu masuk kamar pasien,meja trolly tindakan.
b. Area non-klinis (area pelayanan tidak langsung terhadap pasien) :
Wastafel dengan air yang mengalir.
Sabun biasa (handsoap) : toilet, dapur, perkantoran, kantin, aula.
Larutan chlorhexidine 2% (indikasi kebersihan tangan momen 3): sanitasi,
kamar cuci, kamar jenazah, CSSD.
Larutan berbahan dasar alkohol (handrub) : pintu keluar-masuk
petugas/pengunjung, ruang tunggu rawat jalan, farmasi, kamar
jenazah,area dimana fasilitas kebersihan tangan dengan sabun dan air
mengalir tidak tersedia / jauh letaknya.

h) Melakukan monitoring compliance kebersihan tangan dengan cara :


a. Mengukur / mengobservasi kepatuhan kebersihan tangan :
Petugas klinis setiap 2 minggu sekali(ruang keperawatan, UGD, ICU,
OK,rawat jalan, kamar bayi, VK, rehabilitasi medik, Gizi) .
Petugas non-klinis setiap sebulan sekali (kamar cuci, farmasi,
dapur,IPSRS, sanitasi, kamar jenazah) : sesuai indikasi kebersihantangan
secara umum.
Kepatuhan kebersihan tangan melibatkan petugas klinis maupun
nonklinisdengan sasaran 30 % dari jumlah masing-masing profesi
(Dokter,Perawat,Fisioterapi dan Gizi).

i) Melakukan program edukasi kebersihan tangan pada petugas, pasien, keluarga


dan pengunjung yang merupakansalah satu bagian dari proses penerimaan
pasien baru.
j) Setiap petugas di RS Sultan Syarif Mohammad Alkadrie Pontianak wajib
mengikuti pelatihan kebersihan tanganyang diadakan oleh rumah sakit secara
berkesinambungan mengenai prosedurkebersihan tangan melalui orientasi dan
pendidikan berkelanjutan.

14
k) Dilakukan monitoring kepatuhan kebersihan tangan petugas
(dokter,perawat,fisioterapi,gizi) setiap 2 minggu sekali pada hari selasa pada
setiap minggu ke 2.
l) Setiap minggu ke 2 hari selasa seluruh karyawan bebas assesoris tangan.

(2) Penerapan Penggunaan APD yang sesuai


Ditata perencanaan, penyediaan, penggunaan danevaluasinya oleh Komite PPI RS
bersama K3 RS, instalasi farmasi dan bagian logistik RS.
a) APD digunakan berdasarkan prinsip kewaspadaan standar dan isolasi
denganselalu mengukur potensi risiko spesifik pada setiap aktivitas
pelayanan/tindakanmedik sehingga tepat, efektif dan efisien.
b) APD sekali pakai disediakan melalui instalasi farmasi.
c) Adanya ceklist tindakan yang menggunakan APD dan kebersihan tangan.
d) APD yang lain disediakan melalui unit K3 RS.
e) Masker untuk ruang kohort air borne desease dengan masker bedah rangkap2
Tim K3 RS melakukan monitoring dan audit ketepatan penggunaan APD
sebagaibahan dalam evaluasi dan rekomendasi peningkatan efektivitasnya.

(3) Perawatan peralatan pasien (Dekontaminasi alat)


Saat ini RSUD SSMA belum memiliki ubit sterilisai sentral (CSSD). Namun
direncanakan pada tahun 2017, unit CSSD akan segera beroperasi. Sementara ini,
proses dekontaminasi alat masih dilakukan oleh unit kerja masing-masing. Adapun
unit kerja yang melakukan sterilisasi adalah : Instalasi Gawat Darurat dan Instalasi
Bedah Sentral. Metode sterilisasi yang digunakan adalah menggunakan sistem
panas kering. Kebijakan yang di ambil berkenaan dekontaminasi alat di RSUD
SSMA adalah:
a) Pemrosesan alat/instrumen paska pakai dipilih berdasarkan kriteria alat.
Sterilisasidilakukan untuk alat kritikal, sterilisasi atau disinfeksi tingkat tinggi
(DTT)dilakukan untuk alat semi kritikal, disinfeksi tingkat rendah untuk alat non
kritikal.
b) Kriteria pemilihan desinfektan didasari telaah secara cermat terkait kriteria
memiliki spektrum luas dengan daya bunuh kuman yang tinggi dengan
toksisitasrendah, waktu disinfeksi singkat, stabil dalam penyimpanan, tidak
merusak bahandan efisien. Unit kerja yang bertanggung jawab terhadap
penyediaan desinfektan dan antiseptik di RS sesuai rekomendasi Komite PPI RS
Sultan Syarif Mohammad Alkadrie Pontianak melalui instalasi farmasi.

15
c) Selama Unit Pusat Pelayanan Sterilisasi (CSSD) dan kelengkapannya belum
beroperasi, tiap unit kerja yang melakukan sterilisasi bertanggung jawab
menyusun panduandan prosedur tetap, mengkoordinasikan serta melakukan
monitoring dan evaluasiproses serta kualitas/mutu hasil sterilisasi dengan
persetujuan Komite PPI RS.
d) Selama Unit CSSD belum beroperasi, Tim PPI memonitor pelaksanaan proses
dekontaminasi di setiap unit menggunakan form.

(4) Pengendalian lingkungan


Meliputi penyehatan air, pengendalian serangga dan binatang pengganggu,
penyehatanruang dan bangunan, pemantauan higiene sanitasi makanan,
pemantauan penyehatan linen, disinfeksi permukaan/udara/lantai, pengelolaan
limbah cair/limbah B3/limbah padat medis/non medis dikelola oleh Instalasi Sanitasi
Lingkungan RS (ISLRS) dan SubBagian Rumah Tangga bekerjasama dengan pihak
ketiga, berkoordinasi dengan KomitePPI RS, sehingga aman bagi lingkungan.
Adapun kebijakan mengenai Disinfesi lingkungan Rumah Sakit di RSUD SSMA
adalah:
a) Disinfeksi lingkungan rumah sakit
Permukaan lingkungan : lantai, dinding, dan permukaan meja, trolly
didisenfeksi dengan detergen netral.
Lingkungan yang tercemar darah atau cairan tubuh lainnya dibersihkan
dengandesinfektan tingkat menengah.
b) Penggunaan disinfektan di ruang infeksi (menular) dan Area kritis
Untuk mengepel/membersihkan lantai dan wc menggunakan : creolin
Untuk area yang sering disentuh (High touch area) menggunakan
disinfektan:Lysol 1:100 (permukaan logam), Chlorine 0.05 % (permukaan
bukan logam).
Untuk area yang jarang disentuh (Non High touch area) menggunakan
sabunPH netral
c) Penggunaan disinfektan di area banyak tumpahan darah/cairan tubuh:
menggunakan disinfektan Chlorine 0.5%

(5) Penatalaksanaan linen


a) Jenis linen di RS Sultan Syarif Mohammad Alkadrie Pontianak dikualifikasikan
menjadi linen bersih, linen kotor infeksius, linen kotor non infeksius
b) Untuk mencegah kontaminasi, pengangkutan linen menggunakan kantong linen
yang berbeda,linen kotor dengan kantong linen berwarna hitam dan linen kotor
infeksius dengan kantong linen kuning

16
c) Pencegahan kontaminasi lingkungan maupun pada petugas dilakukan dengan
desinfeksi kereta linen, pengepelan/disinfeksi lantai, implementasi praktik
kebersihan tangan,penggunaan alat pelindung diri (APD) sesuai potensi resiko
selama bekerja

(6) Penatalaksanaan Limbah


a) Pengelolaan limbah harus memperhatikan prinsip sebagai berikut :
 Semua limbah beresiko tinggi harus diberi label/ tanda yang jelas.
 Wadah /container diberi alas kantong plastic dengan warna : kuning
untuklimbah infeksius & B3, merah untuk limbah radioaktif,hitam untuk limbah
non medis / domestika.
 Limbah tidak boleh dibiarkan atau disimpan > 24 jam
 Kantong plastic tempat limbah tidak diisi terlalu penuh ( cukup 3/4)
 Wadah / container harus tertutup, tahan bocor, tidak berkarat, mudah
dikosongkan atau diangkat, mudah dibersihkan dan berada ditempat
yangterlindungi binatang atau serangga.
b) Limbah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah anti bocor dan tahan
tusukan ( safety box), tanpa memperhatikan terkontaminasi atau tidak.
 Jarum dan syringe harus dimasukkan ke dalam “ Safety box “
c) Pengangkutan limbah harus menggunakan troli yang tertutup. Pengangkutan
dilakukan 2 kali. Apabila harus menggunakan lift harus dengan lift
tersendiri/RAM.
d) Pembuangan atau pemusnahan limbah medis padat harus dilakukan di tempat
pengelolaan sampah medis dalam hal ini Rumah Sakit bekerjasama dengan
pihak ketiga
e) Petugas yang menangani limbah harus mengunakan APD seperti sarung tangan
khusus,masker,sepatu boot,apron,pelindung mata,dan bila perlu helm
f) Prinsip metode pembersihan ruang perawatan dan lingkungan, pemilihan bahan
desinfektan ,cara penyiapan dan penggunaannya dilaksanakan berdasarkan
telaah panitia PPI RS untuk mencapai efektivitas yang tinggi.

(7) Penempatan Pasien


a) Penempatan pasien immunocompromised
1. Penanganan pasien immunocopromised hanya melakukan stabilisasi
keadaan umum, bila sudah stabil rumah sakit merujuk ke fasilitas kesehatan
yang lain.

17
2. RS Sultan Syarif Mohammad Alkadrie Pontianak tidak melakukan perawatan
pasien imuncompromised. Apabila terdapat pasien imunocompromised,maka
dirujuk kefasilitas kesehatan yang lainnya.
b) Penempatan Pasien infeksius
Penempatan pasien infeksius dilaksanakan sesuai dengan prinsip kewaspadaan
berdasarkan transmisi yang akan dibahas di poin (12)

(8) Perlindungan dan Kesehatan Karyawan


a) Pemeriksaan kesehatan karyawan/ personel sangat penting dilakukan, agar
karyawan dapat melakukan pekerjaan dalam kondisi kesehatan yang setinggi-
tingginya, tidak mempunyai penyakit menular yang akan mengenai karyawan yang
lain, sehingga dapat bekerja dengan maksimal.
b) Bentuk pemeriksaan kesehatan karyawan/ personel, pemeriksaan kesehatan
sebelum bekerja, pemeriksaan kesehatan berkala, pemeriksaan kesehatan
khusus.
i) Melakukan pemeriksaan kesehatan bagi karyawan/ personel sebelum bekerja
Rumah Sakit diantara lain :
(1) Pemeriksaan fisik lengkap.
(2) Kesegaran Jasmani.
(3) Rontgen paru-paru.
(4) Laboratorium rutin.
(5) Apakah pernah mendapatkan imunisasi BCG dan ada ada riwayat
pengobatan DOT TB
ii) Melakukan pemeriksaan kesehatan berkala bagi karyawan/ personel Rumah
Sakit antara lain :
(1) Pemeriksaan fisik, kesegaran jasmani, rontgen paru-paru (bila diperlukan),
laboratorium rutin, serta pemeriksaan-pemeriksaan yang dianggap perlu,
termasuk pemberian imunisasi kepada karyawan/ personel yang bekerja di
area/ tempat yang berisiko dan berbahaya.
(2) Pemeriksaan kesehatan berkala bagi karyawan/ personel Rumah Sakit
sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun.
iii) Melakukan pemeriksaan kesehatan khusus kepada :
(1) Karyawan/ personel Rumah Sakit yang telah mengalami kecelakaan atau
penyakit yang memerlukan perawatan yang lebih dari 2 (dua) minggu.
(2) Karyawan/ personel Rumah Sakit yang berusia 40 (empat puluh) tahun atau
karyawan/ personel wanita yang cacat serta karyawan/ personel yang
berusia muda melakukan pekerjaan tertentu.

18
(3) Karyawan/ personel Rumah Sakit yang terdapat dugaan tertentu mengenai
gangguan kesehatan perlu dilakukan pemeriksaan khusus sesuai dengan
kebutuhan.
(4) Pemeriksaan kesehatan dilakukan apabila terdapat catatan atau hasil
pengamatan dari organisasi pelaksana kesehatan dan Tim Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3) Rumah Sakit bagi karyawan/ personel yang
mengalami keluhan.
(5) Karyawan yang bekerja pada kelompok pelayanan high risk infeksi : IKO,
ICU, Ruang Isolasi, IGD, Haemodialise
(6) Khusus untuk karyawan paru dan petugas analis yang terpapar TB harus
rutin cek up 1 tahun sekali dan laporan diberikan ke PPIRS
c) Pemeriksaan kesehatan berdasarkan pedoman dan petunjuk pelaksanaan dari
SPO yang telah direkomendasikan.
d) Dalam pemeriksaan kesehatan karyawan/ personel berkoordinasi dengan
personalia, Unit Rikkes dan Poliklinik yang sesuai dengan keluhan/diagnosa
karyawan/personel.

(9) Hygiene Respirasi / Etika Batuk


a) Semua pasien yang berobat ke UGD dengan keluhan batuk akan diberikan
edukasioleh petugas RS terlatih mengenai etika batuk serta higiene respirasi
dandiharuskan memakai masker bedah, jika keluhan pasien mengarah ke TB (
batuk ≥2 minggu atau batuk darah )
b) Semua pasien yang datang berobat ke poli rawat jalan dengan keluhan batuk
akandiberikan edukasi oleh petugas RS terlatih mengenai etika batuk serta
higienerespirasi dan diharuskan memakai masker bedah

19
c) Petugas rumah sakit memberikan pelayanan baik administrasi maupun medis
segera (maksimal 30 menit) bagi pasien suspek TB dan pasien TB sehingga
mengurangi waktu pasien tersebut berada di fasilitas pelayanan kesehatan.

(10) Praktek menyuntik yang aman


a) Pakai jarum yang steril, sekali pakai, pada tiap suntikan untuk
mencegahkontaminasi pada peralatan injeksi dan terapi.
b) Vial/ampul/botol infus untuk single use harus dapat digunakan dengan cara
yangdapat menjaga syarat aseptik.
c) Multi dose vial digunakan
1. Hanya digunakan untuk satu orang pasien
2. Setiap mengakses via multi dose harus menggunakan jarum dan spuit
yangsteril
3. Tidak disimpan atau dibawa ke kamar pasien atau ruang tindakan kecuali
vialtersebut hanya diperuntukkan untuk satu orang pasien tertentu.
4. Setelah digunakan untuk pertama kali, harus dicantumkan tanggal pertama
kalivial dibuka dan tanggal beyond use date pada etiket obat.
d) Cairan infus dalam botol (plastik atau kaca) tidak dapat digunakan bersama
samauntuk beberapa pasien.
e) Insulin flexpen hanya dapat digunakan untuk satu orang pasien dan tidak
dapatdigunakan untuk bersama-sama untuk beberapa pasien.

20
f) Setiap kali penyuntikan insulin dengan menggunakan flexpen harus
menggunakanjarum baru.

(11) Praktek Lumbal Pungsi yang aman


Mengingat tingginya resiko terjadinya infeksi akibat prosedur lumbal punksi, maka
prosedur ini harus dilakukan oleh tenaga yang berkomptensi baik dan sesuai
dengan prosedur dan pedoman yang berlaku di RSUD SSMA.

(12) Kewaspadaan Berdasarkan Transmisi


a) Kewaspadaan Berdasarkan Transmisi Secara Umum. Merupakan tambahan
kewaspadaan standar diterapkan pada pasien rawat inap yang suspek atau telah
ditentukan jenis infeksinya,berdasarkan cara transmisi kontak, droplet atau
airbone. Tatalaksana administratif meliputi percepatan akses diagnosis,
pemisahan penempatan pasien, mempersingkat waktu pelayanan di rumah sakit,
penyediaan paket perlindungan petugas; tatalaksana lingkungan meliputi
penataan alur pasien, penataan sistem ventilasi (natural maupunmekanikal)
tatalaksana penyediaan dan penggunaan alat pelindung diri.

1. Rumah Sakit menyediakan penghalang untuk pencegahan dan prosedur


isolasi yang melindungi pasien, pengunjung, staf terhadap penyakit menular
dan pasien yang rentan terhadap infeksi nosokomial ( imuno supressed )
2. Pasien dengan imuno supressed hanya di lakukan stabilisasi keadaan untuk
selanjutnya dirujuk kefasilitas kesehatan yang lebih lengkap.
3. Rumah Sakit berencana untuk saat ini menyiapkan ruang tekanan negatif ,
namun saat ini kita menyiapkan ruang kohort untuk perawatan pasien airbone
disease, dengan sistem HEPA fillter dan pertukaran udara 12 kali per jam,
yang terpisah dari pasien non infeksidan khususnya terpisah dari pasien
dengan kondisi imunocompromise.
4. Tatalaksana perawatan pasien infeksi diterapkan berdasarkan prinsip
kewaspadaan isolasi sesuai cara transmisi spesifiknya. Petugas menerapkan
prinsip kewaspadaan kontak atau droplet atau airbone atau kombinasinya.
5. Transportasi pasien infeksi dari satu unit ke unit lain harus dibatasi seminimal
mungkin dan bila terpaksa harus memperhatikan prinsip kewaspadaan isolasi.

6. Pembersihan ruang kohort dilakukan setelah pembersihan ruang perawatan


umum dengan menggunakan bahan desinfektan.

7. Prosedur penunjang medik (pengambilan darah, pemberian gizi) dilakukan


setelah pasien yang tidak menular.

21
8. Setiap pengunjung atau pasien ruang kohort harus dilakukan edukasi
penggunaan APD, kebersihan tangan, etika batuk.

9. Adanya pengaturan alur penyakit menular

b) Kewaspadaan Transmisi Khusu Tuberculosis. Merupakan bagian tidak


terpisahkan dari PPIRS, khususnya kewaspadaan infeksi airbone, dimaksudkan
untuk lebih memprioritaskan kewaspadaan terhadap risiko transmisi penyakit TB,
MDR dan XDR-TB (Multiple Extend Drug Resistance TB).

1. Semua pasien yang berobat ke UGD dengan keluhan batuk akan diberikan
edukasioleh petugas RS terlatih mengenai etika batuk serta higiene respirasi
dandiharuskan memakai masker bedah, jika keluhan pasien mengarah ke TB (
batuk ≥2 minggu atau batuk darah )

2. Semua pasien yang datang berobat ke poli rawat jalan dengan keluhan batuk
akandiberikan edukasi oleh petugas RS terlatih mengenai etika batuk serta
higienerespirasi dan diharuskan memakai masker bedah

3. Petugas rumah sakit memberikan pelayanan baik administrasi maupun medis


segera (maksimal 30 menit) bagi pasien suspek TB dan pasien TB sehingga
mengurangi waktu pasien tersebut berada di fasilitas pelayanan kesehatan.

4. Pasien TB yang perlu dirawat inap ditempatkan di ruang terpisah dari pasien
lain(ruang isolasi), jika tidak memungkinkan bisa menggunakan sistem
kohorting dengan lama perawatan maksimal 2 minggu.

5. Rumah sakit menggunakan sistem ventilasi alamiah dan campuran


(menggunakanekshaust) di ruang perawatan infeksi (Poli DOTS dan ruang
isolasi rawatinap serta UGD) untuk mengurangi penyebaran dan menurunkan
kadar penularanpercik renik sehingga tidak menularkan orang lain.

6. Pasien rawat inap MDR TB ditempatkan di ruang isolasi airbone dengan


ventilasitekanan negatif dan petugas medis menggunakan masker N-95 dalam
melakukanpelayanan kesehatan terhadap pasien tersebut.

7. Penampungan sputum oleh pasien harus dilakukan dalam ruangan dengan


konsepAII (Airbone Infection Isolation) atau box khusus dengan pengaturan
sistemventilasi (Well Ventilated Sputum Induction Booth).

8. Pasien disarankan untuk membersihkan tangan setelah menampung sputum


dengan air mengalir dan sabun atau dengan larutan handrubs.

22
9. Saat memproses spesimen, petugas laboratorium tetap mengacu pada
kewaspadaan standar dan kewaspadaan berdasarkan transmisi melalui udara
airbone) dan transmisi melalui kontak.

10. Semua petugas kesehatan yang menangani pasien TB akan dilakukan


pemeriksaankesehatan rutin secara berkala bekerjasama dengan Sub Sumber
Daya ManusiadanK3 RS.

11. Apabila pasien akan ditransportasikan keluar dari ruang isolasi, pasien harus
mengenakan masker bedah untuk melindungi lingkungan sekitar.

12. Rumah sakit menjamin dilaksanakannya upaya perlindungan diri yang


adekuatbagi petugas kesehatan dan mereka yang bertugas di tempat
pelayanan

2. KEBIJAKAN PENGAWASAN PERALATAN KEDALUWARSA

3. KEBIJAKAN PENGAWASAN PERLATAN SINGLE USE-REUSE


Alat Medis Sekali Pakai (AMSP) dapat digunakan kembali sesuai dengan rekomendasi
manufactur-nya. Alat Medis Sekali Pakai dapat digunakan ulang (reuse of single use
devices) sesuai kebijakan RS.
(1) AMSP dapat diproses secara benar/tepat (rasional) dan hasil sterilisasi
masihefektif dan efisien baik secara fisik /fungsi, kualitas serta aman digunakan
bagi pasien.
(2) AMSP sangat dibutuhkan penggunaannya, tetapi sulit diperoleh atau sangat mahal
harganya
(3) Pemrosesan AMSP yang disterilkan dan digunakan kembali harus melalui proses
pencatatan dan pengawasan mutu di bagian CSSD
(4) AMSP yang non steril dilakukan pengawasan mutu dengan melihat secara visual
dan fungsi dari alat / bahan.
(5) Daftar AMSP yang akan digunakan kembali ditentukan oleh RS.
(6) Adanya form daftar peralatan alat single use yang di re-use.
(7) Adanya form daftar monitoring alat single use yang dire-use.

23
4. KEBIJAKAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK RASIONAL
Pemilihan terapi antibiotik secara rasional kepada pasien didasarkan tujuan dan indikasi
(profilaksis atau terapi) sesuai hasil pemeriksaan kultur dan resistensi mikroba, sehingga
untuk penderita penyakit infeksi perlu dilakukan pemeriksaan mikrobiologi.
(1) Ketepatan pemberian antibiotika agar aman bagi pasien meliputi :
Tepat indikasi, obat benar-benar dibutuhkan;
Tepat pemilihan obat dengan perbandingan biaya efektivitas yang baik
Tepat pasien, tidak ada kontra indikasi, efek sampingi minimal;
Tepat dosis, tepat cara pemberian, tepat durasi pemakaian;
Tepat informasi, kepada pasien dan keluarganya.
(2) Pasien wajib diberi informasi tentang pengobatan yang diberikan dan efek
yangditimbulkan
(3) Penggunaan antibiotik harus diatur kewenangannya untuk meningkatkan
penggunaan antibiotik yang rasional.
(4) Pemberian antibiotik diawasi oleh Komite Farmasi dan Terapi Rumah Sakit dan
selalu disesuaikan dengan pola kuman di Departemen atau Instalasi terkait.
(5) Monitoring dan evaluasi dilakukan oleh Komite Farmasi dan Terapi secara periodik
setiap 6 bulan dan dilaporkan kepada Direktur RSUD SSMA
(6) Daftar pembagian lini pemakaian antibiotik adalah sebagai berikut:

No Lini Jenis AB PJ
Amoksisilin Dokter Umum
Eritromisin
1. Lini 1 Trimetropim
Sulfametoxazol
Cefadroxil
Amoxiclav Dokter Umum
Ceftriaxone Dokter Spesialis
2. Lini 2 Cefixime
Ampisilin Sulbactam
Ciprofloxacin
Ceftazidim Dokter Spesialis
Cefeperazon Dokter Spesialis IPCO
Sulbactam
3. Lini 3
Levofloxacin
Fosfomycin
Aztreonam
Tygecillin Dokter Spesialis IPCO / KIC
Meropenem Berdasar klinis dan kultur
Doripenem Persetujuan Komite Farmasi
Imipenem dan Terapi
4. Lini 4
Vancomycin
Linezolid
Tiecoplanin
Ertapenem

24
5. KEBIJAKAN PELAKSANAAN SURVEILANS
Dilakukan secara sistematik aktif oleh IPCN (Infection Prevention Control Nurse –
perawat pengendali infeksi purna waktu) dan IPCLN (link nurse – perawat penghubung
pengendali infeksi) untuk menggambarkan tingkat kejadian berbagai penyakit infeksi
target sesuai Pedoman Surveilans Infeksi Rumah Sakit, Kemenkes dan penyakit
endemisdi rumah sakit. Target surveilans yaitu : Infeksi Saluran Kemih (ISK) terkait
kateterisasi, Infeksi DaerahOperasi (IDO), Infeksi Luka Infus (ILI) pada pasien berisiko,
Pneumonia terkait ventilator (VAP)
(1) Melakukan surveilens PPIRS, dimulai dengan melakukan pengumpulan data dasar
menggunakan targeted surveilans.
(2) Melakukan Analisis, evaluasi dan rekomendasi tindak lanjut data infeksi dilakukan
Komite PPIRS di bawah koordinator Dokter Penanggung jawab PPI (IPCO) untuk
tujuanpengendalian, manajemen risiko dan kewaspadaan terhadap kejadian luar
biasa(KLB)
(3)Pengendalian angka IRS menggunakan target sasaran seuai program PPI. Sasaran
angka IRS dievaluasi setiap 3 tahun.
(4)Kejadian luar biasa IRS ditetapkan oleh direktur RS berdasarkan
pertimbanganKomite PPI RS pada hasil evaluasi epidemiologik kecenderungan
angka IRSmelalui surveilans. Kecenderungan kejadian IRS yang terus menerus
meningkat signifikan selama 3 bulan berturut-turut atau peningkatan signifikan angka
kejadianpada suatu waktu pengamatan tertentu diwaspadai sebagai KLB.
Pencegahan dan pengendalian risiko penyebaran kejadian yang berpotensi menjadi
KLB dilakukansegera secara sinergi melalui kerjasama lintas unit/satuan kerja oleh
Komite PPIRS.
(5)Laporan Infeksi RS disampaikan Komite PPI RS kepada Kepala Bidang Pelayanan
Medik dan Kepala Bidang Keperawatan setiap bulan.
(6)Kultur mikrobiologi dilakukan pada setiap kasus yang diduga infeksi rumah
sakit(HAIs)

6. KEBIJAKAN PENANGANAN KEJADIAN LUAR BIASA


Agar kejadian KLB dapat dikendalikan dan segera ditangani, Rumah Sakit Sultan Syarif
Mohammad Alkadrie Pontianak perlu mempunyai sistem pengendalian dan penanganan
KLB.
(1) Untuk mendeteksi secara dini adanya KLB, dilakukan surveilans infeksi di rumah
sakit. Selain untuk deteksi dini, surveilans secara aktif juga bertujuan
untukmencegah supaya KLB tidak terulang lagi.
(2) Surveilans dilakukan oleh IPCN bekerjasama dengan IPCLN. Data yang didapat dari
surveilans diolah oleh komite PPIRS, disertai analisis, rekomendasi dan tindak lanjut,

25
dan digunakan sebagai bahan laporan kepada Direktur rumah sakit,dan bahan
komunikasi dengan bagian yang terkait.
(3) Kejadian Luar Biasa Infeksi Rumah Sakit ditetapkan oleh Direktur berdasarkan
pertimbangan Komite PPI RSUD Sultan Syarif Mohammad Alkadrie Pontianak pada
hasil evaluasi epidemiologik kecenderungan peningkatan angka IRS secara
signifikan selama 3 bulan berturut-turut.Peningkatan signifikan angka kejadian IRS
pada suatu waktu pengamatan tertentu diwaspadai sebagai KLB.
(4) Penanganan KLB IRS harus dilakukan dengan segera dan secara terpadu oleh
seluruh unsur yang terkait, dikoordinasikan oleh Komite PPIRS. Selama terjadiKLB,
Petugas Ruangan/Bagian terkait, Kepala Bagian, dan IPCLN, harusberkoordinasi
secara intensif dengan Tim dan Komite PPI Rumah Sakit untukmenangani KLB
tersebut.
(5) Setelah menerima laporan dugaan adanya KLB, Komite PPIRS bersama IPCN/IPCO
melakukan investigasi bersama di tempat terjadinya KLB, meliputi:
a. Mencatat setiap kejadian infeksi di ruangan sesuai prosedur Surveilans Infeksi
Rumah Sakit
b. Berkoordinasi dengan IPCLN dan Kepala ruangan serta dokter yang
bertanggung jawab menangani pasien,.
Untuk melakukan verifikasi diagnosis infeksi rumah sakit, penegakan diagnosis
IRS dan mengkonfirmasi sebagai kasus KLB. Selain itu juga dilakukan
investigasi terhadap kemungkinan sumber penularan, cara penularan dan
kemungkinan penyebarannya, serta aspek lain yang diperlukan untuk
penanggulangan atau memutuskan rantai penularan.
c. Berkoordinasi dengan Bagian Laboratorium untuk melakukan:
o Swab ruang/alat yang diduga terkontaminasi bakteri.
o Pengambilan bahan dari berbagai lokasi tersangka sumber infeksi
untukdibiakkan dan antibiogram.
o Pemasangan label di tempat penampungan bahan pemeriksaanlaboratorium
pasien penyakit menular. Label bertuliskan ”Awas BahanMenular”
d. Berkoordinasi dengan seluruh personil di bagian terkait untuk memberikan
klarifikasi-klarifikasi perihal yang terkait dengan KLB, misalnya
pelaksanaanProsedur Tetap secara benar.
(6) Apabila hasil investigasi menyimpulkan telah terjadi KLB, maka Komite PPIRS
menetapkan status siaga bencana KLB dan melaporkan kepada pimpinan RS.
(7) Untuk menanggulangi KLB Komite PPI RS berkoordinasi dengan Bidang Pleayanan
Medik, Panitia K3 RS, Laboratorium, Farmasi, Sanitasi, CSSD, Gizi,Kamar Cuci dan
Bagian terkait lainnya sesuai kebutuhan.

26
(8) Apabila diperlukan pasien kasus KLB dirujuk ke rumah sakit rujukan infeksi yang
telah ditetapkan oleh dinas kesehatan.
(9) Agar KLB IRS tidak meluas, Komite PPI bersama IPCLN dan perawat
ruanganmelakukan langkah-langkah pencegahan dan pembatasan dengan cara:
a) Melaksanakan dan mengawasi secara ketat pelaksanaan cuci tangan yang bena
rdan tepat.
b) Menggunakan dan mengawasi penggunaan sarung tangan dan APD lain sesuai
indikasi.
c) Melakukan dan mengawasi pembuangan limbah dengan benar
d) Melakukan pemisahan pasien yang terinfeksi, disatukan dengan pasien yang
sama-sama terinfeksi/kohorting dan menentukan staf yang akan
memberikanpenanganan (dipisahkan dengan staf lainnya)
e) Apabila diperlukan mengusulkan kepada Direktur untuk mengisolasi ruangan
atau mengisolasi pasien bersangkutan yang dianggap tercemar oleh infeksi.
f) Mengawasi ketat penerapan Kewaspadaan Standar.
g) Ruangan yang terjadi KLB harus didisinfeksi.
(10) Komite PPIRS melakukan dokumentasi tentang kejadian dan tindakan yang telah
diambil terhadap data atau informasi KLB.
(11) Komite PPIRS terus melakukan monitoring dan evaluasi sampai KLB berhasil
diatasi.
(12) Status KLB wajib dilaporkan ke dinas kesehatan setempat.
(13) Komite PPI menyatakan KLB selesai jika dua kali masa inkubasi terpanjang tidak
ditemukan kasus baru

7. KEBIJAKAN UPAYA PENCEGAHAN INFEKSI


Semua Unit Kerja di RSUD SSMA wajib menerapkan prinsip-prinsip pencegahan dan
Pengendalian Infeksi.
(1) Namun perlu diterapkan upaya terfokus untuk mengurangi angka kejadian Infeksi
Daerah Operasi (IDO), Infeksi Saluran Kemih Terkait Pemasangan Kateter (ISK),
Pneumonia tekait Ventilator (VAP) dan Infeksi aliran darah Primer (Phlebitis maupun
IADP). Hal ini dilakukan dengan melakukan penerapan “Bundles”.
(2) Sistem Bundles akan diterpakan setelah data dasar infeksi telah ditentukan oleh Tim
PPI RSUD SSMA.
(3) Penerapan sitem Bundles akan ditetapkan lebih lanjut dalam pedoman dan prosedur
yang sesuai oleh Tim PPI RSUD SSMA.
(4) Keberhasilan menurunkan tingkat HAI’s menjadi indikator keberhasilan program PPI.

27
8. KEBIJAKAN PENGELOLAAN LIMBAH RUMAH SAKIT
(5) Pengelolaan limbah harus memperhatikan prinsip sebagai berikut :
 Semua limbah beresiko tinggi harus diberi label/ tanda yang jelas.
 Wadah /container diberi alas kantong plastic dengan warna : kuning untuklimbah
infeksius & B3, merah untuk limbah radioaktif,hitam untuk limbah non medis /
domestika.
 Limbah tidak boleh dibiarkan atau disimpan > 24 jam
 Kantong plastic tempat limbah tidak diisi terlalu penuh ( cukup 3/4)
 Wadah / container harus tertutup, tahan bocor, tidak berkarat, mudah
 dikosongkan atau diangkat, mudah dibersihkan dan berada ditempat
yangterlindungi binatang atau serangga.
(6) Limbah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah anti bocor dan tahan
tusukan ( safety box), tanpa memperhatikan terkontaminasi atau tidak.
(7) Jarum dan syringe harus dimasukkan ke dalam “ Safety box “
(8) Pengangkutan limbah harus menggunakan troli yang tertutup. Pengangkutan
dilakukan 2 kali. Apabila harus menggunakan lift harus dengan lift tersendiri/RAM.
(9) Pembuangan atau pemusnahan limbah medis padat harus dilakukan di tempat
pengelolaan sampah medis dalam hal ini Rumah Sakit memiliki alat incenerator
sendiri
(10) Petugas yang menangani limbah harus mengunakan APD seperti sarung tangan
khusus,masker,sepatu boot,apron,pelindung mata,dan bila perlu helm

9. KEBIJAKAN PENGELOLAAN DARAH DAN KOMPONEN DARAH


(1) Rumah Sakit Umum Daerah Sultan Syarif Abdurahman Alkadrie (RSUD SSMA)
Belum memiliki fasilitas Bank Darah. Sehingga pengelolaan darah dan komponen
darah belum dapat diterapkan secara maksimal.
(2) Pembuangan Komponen darah diperlakukan sama dengan cairan infeksius
(3) Penanganan tumpahan darah di tiap unit kerja dilakukan dengan prosedur yang telah
ditetapkan. Semua karyawan di unit kerja harus mengetahuio prosedur tersebut.
(4) Di tiap unit kerja di sediakan Spill Kit untuk membersihkan tumpahan darah yang
terdapat di tiap unit kerja.

10. KEBIJAKAN PERSIAPAN PENGELOLAAN DAN PENYAJIAN MAKANAN


Pengelolaan makanan di instalasi gizi memperhatikan standar sanitasi makanan
minuman, alat, lingkungan produksi dan higiene perorangan penjamah makanan.
(11) Semua bahan makanan yang disiapkan sampai dengan disajikan kepada pasien,
pegawai atau pengunjung dikelola sesuai pedoman dan standar prosedur

28
pelayananinstalasi gizi agat terhindar dari pencemaran dan penularan infeksi melalui
makanan
(12) Penyimpanan bahan makanan harus selalu terpelihara dan dalam keadaan
bersih,terlindung dari debu, bahan kimia berbahaya dan hewan lain serta
suhupenyimpanan disesuaikan dengan jenis bahan makanan.
(13) Penjamah makanan yang kontak langsung dengan makanan mulai dari
prosespenyiapan bahan sampai dengan penyajiannya dilakukan surveilans higiene
pribadiberupa monitoring kultur mikrobiologi swab rektal, dikoordinasikan dan di
bawahtanggung jawab Komite K3 RS
(14) Petugas unit harus dalam kondisi sehat dan dilakukan pemeriksaan berkala
selama 6 (enam) bulan sekali
(15) Dilakukan uji kultur mikrobiologi terhadap makanan yang disajikan oleh bagian
gizi setiap enam bulan sekali.

11. KEBIJAKAN PENGONTROLAN FASILITAS


Dalam rangka mengendalikan dan mencegah infeksi penting untuk memastikan setiap
fasilitas Engineering yang ada di rumah sakit berjalan dengan baik. Yang perlu diawasi
dengan baik antara lain : sistem ventilasi positif dan negatif, tudung biologis , di
laboratorium, thermostat pada unit pendingin dan pemanas air yang digunakan untuk
sterilisasi peralatan makanan dan dapur. Ini menunjukkan pentingnya peran standar
lingkungan dan pengendalian dalam berkontribusi untuk sanitasi yang baik dan
mengurangi resiko infeksi Rumah Sakit.

12. KEBIJAKAN PENGKAJIAN RISIKO INFEKSI PADA KONSTRUKSI DAN RENOVASI


(5) Sebelum melakukan kontruksi atau renovasi bangunan dilakukan analisis terhadap
kualitas udara, persyaratan utilisasi, kebisingan, getaran dan prosedur emergensi.
(6) Setiap konstruksi maupun renovasi bangunan yang dilakukan di RS
harusmengutamakan keselamatan pasien, pengunjung dan petugas berdasarkan
prinsip-prinsippencegahan dan pengendalian infeksi .
(7) Pengkajian risiko infeksi dibuat berdasarkan dari panduan Infection Control
RiskAssesment (ICRA).
(8) Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit (KPPI RS)
melakukanpengkajian risiko infeksi dan tindak lanjut berkolaborasi dengan bagian
pemeliharaan dan K3 RS.

13. KEBIJAKAN PENDIDIKAN STAFF, PASIEN DAN KELUARGA TENTANG PPI


(1) Pendidikan Staff dan Karyawan RSUD SSMA Tentang PPI.

29
Direncanakan dan dilaksanakan secara periodik dan berkesinambungan oleh
bagianPendidikan dan Pelatihan (DIKLAT) bekerjasama dengan Komite PPI RS
untukmenjamin setiap petugas yang berada dan bekerja di RS (termasuk peserta
didik dankaryawan kontrak) memahami dan mampu melaksanakan program PPI RS ,
khususnya kewaspadaan standar dan kewaspadaan berbasis transmisi.
a) Seluruh SDM baru di RS wajib mengikuti program orientasi, termasuk materi
PPIRS
b) Setiap ada mahasiswa yang akan praktek harus diberiakan materi orientasi
PPIRS.
c) Monitoring dan evaluasi hasil pendidikan dan pelatihan dilakukan oleh
bagianSDM bersama Komite PPI RS sesuai ketentuan yang berlaku sebagai
dasarperencanaan program selanjutnya.
d) Seluruh staff dididik tentang pengelolaan infeksius.
(2) Pendidikan Pasien dan Keluarga Tentang PPI. Untuk pasien rawat inap disampaikan
oleh perawat pemberi edukasi saat orientasi pasien baru masuk, meliputi kebersihan
tangan, etika batuk dan ketertiban membuang sampah
(3) Masing–masing dari tenaga kesehatan ( Dokter, perawat, fisioterapi, Gizi ,Farmasi dll)
maupun non kesehatan ( Pekarya, petugas kebersihan , dll ) pasien ,keluarga dan
pengunjung turut ambil bagian dalam pencegahan danpengendalian infeksi.
(4) Pasien, keluarga, dan pengunjung yang dirawat di RS Sultan Syarif Mohammad
Alkadrie Pontianak harus mentaatiperaturan yang ada di RS Sultan Syarif
Mohammad Alkadrie Pontianak sesuai dengan peraturan tata tertib pasien
(5) Pasien dapat mengingatkan petugas kesehatan ( Dokter, Perawat,
Fisioterapi,Pekarya, Gizi dll ) bila tidak melakukan kebersihan tangan sebelum dan
sesudahmenyentuh pasien dan lingkungan pasien.
(6) Anak-anak di bawah 12 tahun di larang mengunjungi pasien
(7) Pasien, keluarga dan pengunjung berperan penting di dalam pencegahan
danpengendalian infeksi di rumah sakit. Setiap ruangan / unit harus
menyediakanfasilitas wastafel,tempat sampah non infeksius (kantong hitam),sabun
biasa (handsoap), masker bagi pasien, keluarga dan pengunjung.

14. KEBIJAKAN PERBANDINGAN DATA DASAR INFEKSI DAN MONITORING


a) Perbandingan data dasar infeksi dilakukan secara internal (antar unit)
maupuneksternal (dengan Rumah Sakit lain yang sejenis atau dengan praktik terbaik
/bukti ilmiah yang diakui).
b) Perbandingan data dasar infeksi dilakukan oleh tim Pencegahan dan
PengendalianInfeksi setiap bulan (benchmarking internal) dan setahun sekali
(benchmarkingeksternal).

30
c) Rumah sakit yang menjadi mitra dalam benchmarking eksternal adalah rumah
sakitlokal / nasional yang setara maupun organisasi kesehatan internasional
yangterbukti memiliki praktik terbaik secara ilmiah.
d) Hasil perbandingan dianalisa, ditindaklanjuti dan dilaporkan kepada Direksi
secaratertulis dalam bentuk laporan bulanan PPI (benchmarking internal) dan
laporansurveilans tahunan (benchmarking eksternal).
e) Hasil perbandingan data dasar infeksi internal maupun eksternal
dikoordinasikandalam rapat tim pokja PPI setiap 3 bulan sekali.

Pontianak, …………….. 2015

Direktur Rumah Sakit Umum Derah


Sultan Syarief Mohammad Alkadrie

drg. Yuliastuti Saripawan, M. Kes


NIP. 19710714 200012 2 002

31

Anda mungkin juga menyukai