CC1 Kurnia FIX
CC1 Kurnia FIX
1
tangan kiri, lalu lama kelamaan pasien merasa kaki kiri terasa berat untuk digerakkan.
Riwayat jatuh sebelumnya disangkal. Selain itu pasien juga mengeluh mual namun tidak
muntah. Nyeri kepala,pusing berputar, penglihatan kabur, bicara pelo, nyeri ulu hati, sesak
disangkal. BAB terakhir kemarin pagi dan BAK lancar, makan dan minum baik.
Pasien mengaku baru pertama kali mengalami keluhan seperti ini.
Faktor yang memperingan : Berbaring
Faktor yang memperberat : -
Gejala penyerta : mual (+), muntah (-)
RiwayatSosial Ekonomi :
Riwayat merokok ada, sejak > 10 tahun
Riwayat alkoholisme disangkal
Pasien bekerja sebagai TKBM (Tenaga Kerja Bongkar Muat)
2. PEMERIKSAAN FISIK
2.1 Status Vital
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran :Compos Mentis, GCS: E4V5M6
2
Tekanan Darah: 160/100 mmHg
Nadi : 84x/menit
Respirasi : 22x/menit
Suhu badan : 36.50C
SpO2 : 99%
3
3. Abdomen
Inspeksi : Datar, jejas (-)
Auskultasi: Bising usus (+) normal
Palpasi : Nyeri tekan (-), HeparTTB/TTB
Perkusi : Tympani
Nervus Cranialis
4
N.VII (Fasialis – motorik wajah) Motorik: Mengerutkan dahi (+), mengangkat
sentral alis (+), menutup mata (+), senyum (+), mulut
mencong (-)
Sensorik: rasa manis (+), asin (+), asam (+),
pahit (+)
N.VIII (vestibulokoklearis) Pendengaran (+)
N.IX (Glosopharingeus) Dalam batas normal
N.X (Vagus) Uvula berada di tengah, refleks muntah (+),
menelan (+)
N.XI (Assesorius) Tidak dievaluasi
N.XII (Hypoglosus) Lidah (+) normal
Motorik
a) Inspeksi :
- Sikap tubuh : terlentang
- Keadaan otot (bentuk) : atrofi otot (-)
b) Palpasi :
- Tonus otot : Hipertonus
- Kekuatan otot:
555 344
555 333
Refleks Fisiologis :
Refleks Fisiologi Ekstremitas Kanan Ekstremitas Kiri
Bisep ++ ++
Trisep ++ ++
Patella ++ ++
Achiles ++ ++
5
Refleks Patologis :
Refleks Patologi Ekstremitas Dekstra Ekstremitas Sinistra
Babinski - -
Chaddock - -
Oppenheim - -
Sensorik
Sensibilitas : Baik
Otonom Vegetatif
BAB/BAK : baik/baik
Makan/minum : baik/baik
3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
3.1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah Lengkap (Tanggal 18-11-2018)
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
HGB 12.9 g/dl 13.3 – 16.6 g/dl
RBC 4.91x106/L 3.69 – 5.46 x 106/L
WBC 9.03x103/L 3.37 – 8.38 x 103/L
HCT 37.8 % 41.3– 52.1 %
PLT 401.000/L 140.000 – 400.000/L
6
GDS 126 <= 140 mg/dL
SGOT 17.2 <= 40 U/L
SGPT 16.7 <= 41 U/L
BUN 8.5 7-18 mg/dL
Creatinin 0.94 <= 0.95 mg/dL
Kesan : Infark cerebri di daerah parietal kanan seperti lacunar juga parietal kiri/berulang
?; brain atropi; hydrocefalus.
7
EKG
Barthel Indeks
No. Kegiatan Kemampuan Score Nilai
BAB Tidak terkendali/tidak teratur 0
(butuh pencahar)
1. 1
Kadang tidak teratur 1
Terkendali/teratur 2
BAK Tidak terkendali/tidak teratur 0
(butuh pencahar)
2. 2
Kadang tidak teratur 1
Terkendali/teratur 2
Kebersihan diri Membutuhkan orang lain 0
3. 0
Mandiri 1
Penggunaan jamban/toilet Membutuhkan orang lain 0
Bila memerlukan bantuan 1
4. 1
pada beberapa aktivitas
Mandiri 2
Makan 0
5. Tidak mampu/membutuhkan 2
8
orang lain 1
Membantu sebagian 2
Mandiri
Berpindah posisi dari tempat Membutuhkan orang lain 0
tidur ke kursi roda dan (banyak)
6. sebaliknya Membutuhkan 2 orang 1 2
Membutuhkan 1 orang 2
Mandiri / sendiri 3
Mobilitas 0
Tidak mampu
1
Memakai kursi roda
7. 2
Bila dipapah 1 orang
2
Bisa sendiri/mandiri
3
8. Berpakaian Bila bergantung pada orang 0 0
Total 10
Interpretasi Hasil
20 : Mandiri
12-19 : Ketergantungan Ringan
9-11 : Ketergantungan Sedang
5-8 : Ketergantungan Berat
0-4 : Ketergantungan Total
9
1b Menjawab pertanyaan 0 = Benar semua
1 = benar/ETT/disartria 0
2 = Salah semua/afasia/stupor/koma
1c Mengikuti perintah 0 = Mampu melakukan 2 perintah
1 = Mampu melakukan 1 perintah 0
2 = Tidak mampu melakukan perintah
2 Gerakan mata konjugat 0 = Normal
horizontal 1 = Paresis gaze parsial pada 1 atau 2 mata,
terdapat abnormal gaze namun forced
0
deviation atau paresis gaze total tidak ada
2 = Forced deviation, atau paresis gaze total tidak
dapat diatasi dengan maneuver okulosefalik
3 Visual: Lapang pandang 0 = Tidak ada gangguan
pada tes konfrontasi 1 = Paralisis minor (sulcus nasolabial rata, asimetri
saat tersenyum)
2 = Paralisis parsial (paralisis total atau near-total
0
dari wajah bagian bawah)
3 = Paralisis komplit dari satu atau kedua sisi wajah
(tidak ada gerakan pada sisi wajah atas maupun
bawah)
4 Paresis Wajah 0 = Normal
1 = Paralisis minor (sulcus nasolabial rata, asimetri
saat tersenyum)
2 = Paralisis parsial (paralisis total atau near-total
0
dari wajah bagian bawah)
3 = Paralisis komplit dari satu atau kedua sisi wajah
(tidak ada gerakan pada sisi wajah atas maupun
bawah)
5 Motorik Lengan 0 = Tidak ada drift; lengan dapat diangkat 90(45)°,
selama minimal 10 detik penuh
1 = Drift; lengan dapat diangkat 90 (45) namun
turun sebelum 10 detik, tidak mengenai tempat
tidur
2 = Ada upaya melawan gravitasi; lengan tidak
dapat diangkat atau dipertahankan dalam posisi 2
90 (45)°, jatuh mengenai tempat tidur, namun
ada upaya melawan gravitasi
3 = Tidak ada upaya melawan gravitasi, tidak
mampu mengangkat, hanya bergeser
4 = Tidak ada gerakan
UN = Amputasi atau fusi sendi, jelaskan
10
6 Motorik Tungkai 0 = Tidak ada drift; tungkai dapat dipertahankan
dalam posisi 30° minimal 5detik
1 = Drift; tungkai jatuh persis 5 detik, namun tidak
mengenai tempat tidur
2 = Ada upaya melawan gravitasi; tungkai jatuh
3
mengenai tempat tidur dalam 5 detik, namun
ada upaya melawan gravitasi
3 = Tidak ada upaya melawan gravitasi
4 = Tidak ada gerakan
UN = amputasi atau fusi sendi, jelaskan
7 Ataksia anggota gerak 0 = Tidak ada ataksia
1 = Ataksia pada satu ekstremitas
0
2 = Ataksia pada 2 atau lebihekstremitas
UN = Amputasi atau fusi sendi, jelaskan
8 Sensorik 0 = Normal; tidak ada gangguan sensorik
1 = Gangguan sensorik ringan-sedang; sensasi
disentuh atau nyeri berkurang namun masih
0
terasa disentuh
2 = Gangguan sensorik berat; tidak merasakan
sentuhan di wajah, lengan, atau tungkai
9 Bahasa Terbalik 0 = Normal; tidak ada afasia
1 = Afasia ringan-sedang; dapat berkomunikasi
namun terbatas. Masih dapat mengenali benda
namun kesulitan bicara percakapan dan
mengerti percakapan
2 = Afasia berat; seluruh komunikasi melalui 0
ekspresi yang terfragmentasi, dikira-kira dan
pemeriksa tidak dapat memahami respons
pasien
3 = Mutisme, afasia global; tidak ada kata-kata
yang keluar maupun pengertian akan kata-kata
10 Disartria 0 = Normal
1 = Disartria ringan-sedang; pasien pelo
setidaknya pada beberapa kata namun
meski berat dapat dimengerti 0
2 = Disartria berat; bicara pasien sangat pelo
namun tidak afasia
UN = Intubasi atau hambatan fisik lain, jelaskan
11 Pengabaian & Inatensi 0 = Tidak ada neglect
(Neglect) 1 = Tidak ada atensi pada salah satu modalitas
0
berikut; visual, tactile, auditory, spatial,
orpersonal inattention.
11
2 = Tidak ada atensi pada lebih dari satu
Modalitas
Total 5
4. RESUME
Pasien ♂ 64 tahun dengan hemiparese sinistra sejak ± 8 jam SMRS.KU: TSS; kesadaran :
CM, GCS: 15(E4V5M6); TTV:TD: 160/100 mmHg. Kekuatan otot , Barthel Indeks
(10) Ketergantungan sedang. Lab. (18/11/2018) : HB 12.9 g/dL, Trombosit 401x103/L,
Clorida 107.30 mEq/dL, Calcium ion 1.14 mEq/dL. CT-scan kepala non kontras, kesan :
Infark cerebri di daerah parietal kanan seperti lacunar juga parietal kiri/berulang, brain
atrophy; hydrocephalus.
5. DIAGNOSA KERJA
Diagnosa Klinis : Hemiparese sinistra
Diagnosa Topis : Sistem Karotis Dextra
Diagnosa Etiologi : Stroke Infark (berdasarkan siriraj stroke score)
Diagnosa Tambahan : Hipertensi grade I
12
6. PLANNING
Pemeriksaan Laboratorium darah lengkap, kimia lengkap
Pemeriksaan CT Scan kepala non kontras
Pemeriksaan EKG
Pemeriksaan foto thorax PA
Fisioterapi
7. TATALAKSANA
a) Non Farmakologis
Posisi tirah baring rata, miring kanan-kiri per 2 jam
Fisioterapi
b) Farmakologis
IVFD NaCl 0,9 %1500cc/ 24 jam
Inj. Citicolin 2x500mg (IV)
Semax drops 4x15 tetes mukosa nasal
Clopidogrel 1x75 mg (PO)
Aspilet 1x80 mg (PO)
Atorvastatin 1x20 mg (PO)
Amlodipin 1x10 mg (PO)
8. PROGNOSA
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia
Kurnia Sari, S.Ked dr. Ignatius I. Letsoin, Sp.S, M.Si, Med, FINS, FINA
13
Folow up
Hari, Tanggal Catatan Tindakan
Senin S : Kelemahan tubuh bagian kiri - IVFD NaCl 0,9 % 1500cc
19/11/2018 Kesadaran :Compos mentis,GCS: E4V5M6 - Inj. citicolin 2x500 mg
TTV: TD: 150/100 mmHg, N: 83x/mnt, RR: 21x/mnt, SB : 36,5oC
- Clopidogrel 1x75 mg (po)
Onset = 1 Status Generalis
HP = 1 Kepala/leher : Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-, - Aspilet 1x80 mg (po)
Pembesaran KGB (-) - Atorvastatin 1x20 mg (po)
Thoraks : simetris, retraksi (-), ikut gerak nafas, SN vesikuler (+/+),
- Amlodipine 1 x 10 mg (p.o)
Rho (-/-), Whe (-/-), BJ I-II Regular, Murmur (-)
Abdomen: datar, supel, BU (+), nyeri tekan (-) - Semax drops 4x15 tts
Ekstremitas : akral hangat, edema (-) mukosa nasal
Status Neurologis
- Diet rendah garam tinggi
Rangsang Meningeal : Kaku kuduk (-), Lasegue / kernig (-/-),
Brudzinky I,II (-/-) serat
Saraf Otak : - Mika/miki tiap 2 jam
Motorik :
555 344
555 322
Diagnosa Kerja :
- Stroke infark lacunar thrombosis parieto-temporal dextra
- Hemiparese sinsitra
- Hipertensi grade I
Selasa, S : Kelemahan tubuh bagian kiri - IVFD NaCl 0,9 % 1500cc
20/11/2018 Kesadaran :Compos mentis,GCS: E4V5M6 - Inj. citicolin 2x500 mg
TTV: TD: 130/80mmHg, N: 83x/mnt, RR: 21x/mnt, SB : 37,1oC
- Clopidogrel 1x75 mg (po)
Onset= 2 Status Generalis
HP = 2 Kepala/leher : Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-, - Aspilet 1x80 mg (po)
Pembesaran KGB (-) - Atorvastatin 1x20 mg (po)
Thoraks : simetris, retraksi (-), ikut gerak nafas, SN vesikuler (+/+),
- Amlodipine 1 x 10 mg (p.o)
Rho (-/-), Whe (-/-), BJ I-II Regular, Murmur (-)
Abdomen: datar, supel, BU (+), nyeri tekan (-) - Semax drops 4x15 tts
Ekstremitas : akral hangat, edema (-) mukosa nasal
Status Neurologis
- Diet rendah garam tinggi
Rangsang Meningeal : Kaku kuduk (-), Lasegue / kernig (-/-),
Brudzinky I,II (-/-) serat
Saraf Otak : - Mika/miki tiap 2 jam
Motorik :
555 344
555 322
14
RefleksPatologis : Babinski (-/-), Chaddock (-/-), Gordon (-/-),
Oppenheim (-/-)
Diagnosa Kerja :
- Stroke infark lacunar thrombosis parieto-temporal dextra
- Hemiparese sinsitra
- Hipertensi grade I
Rabu, S : Kelemahan tubuh bagian kiri - IVFD NaCl 0,9 % 1500cc
21/11/2018 Kesadaran : Compos mentis,GCS: E4V5M6 - Inj. citicolin 2x500 mg
TTV: TD: 150/90mmHg, N: 82x/mnt, RR: 22x/mnt, SB : 36,3oC
- Clopidogrel 1x75 mg (po)
Onset = 3 Status Generalis
HP = 3 Kepala/leher : Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-, - Aspilet 1x80 mg (po)
Pembesaran KGB (-) - Atorvastatin 1x20 mg (po)
Thoraks : simetris, retraksi (-), ikut gerak nafas, SN vesikuler (+/+),
- Amlodipine 1 x 10 mg (p.o)
Rho (-/-), Whe (-/-), BJ I-II Regular, Murmur (-)
Abdomen: datar, supel, BU (+), nyeri tekan (-) - Semax drops 4x15 tts
Ekstremitas : akral hangat, edema (-) mukosa nasal
Status Neurologis
- Diet rendah garam tinggi
Rangsang Meningeal : Kaku kuduk (-), Lasegue / kernig (-/-),
Brudzinky I,II (-/-) serat
Saraf Otak : - Mika/miki tiap 2 jam
Motorik :
555 344
555 322
Diagnosa Kerja :
- Stroke infark lacunar thrombosis parieto-temporal dextra
- Hemiparese sinsitra
- Hipertensi grade I
Kamis, S : Kelemahan tubuh bagian kiri - IVFD NaCl 0,9 % 1500cc
22/11/2018 Kesadaran : Compos mentis,GCS: E4V5M6 - Inj. citicolin 2x500 mg
TTV: TD: 150/90mmHg, N: 84x/mnt, RR: 22x/mnt, SB : 36,5oC
- Clopidogrel 1x75 mg (po)
Onset = 4 Status Generalis
HP = 4 Kepala/leher : Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-, - Aspilet 1x80 mg (po)
Pembesaran KGB (-) - Atorvastatin 1x20 mg (po)
Thoraks : simetris, retraksi (-), ikut gerak nafas, SN vesikuler (+/+),
- Amlodipine 1 x 10 mg (p.o)
Rho (-/-), Whe (-/-), BJ I-II Regular, Murmur (-)
Abdomen: datar, supel, BU (+), nyeri tekan (-) - Semax drops 4x15 tts
Ekstremitas : akral hangat, edema (-) mukosa nasal
Status Neurologis
- Valsartan 1x80 mg (PO)
Rangsang Meningeal : Kaku kuduk (-), Lasegue / kernig (-/-),
Brudzinky I,II (-/-) - Diet rendah garam tinggi
Saraf Otak : serat
Motorik : - Mika/miki tiap 2 jam
15
555 344 - Bladder training >> aff
555 322 kateter
Diagnosa Kerja :
- Stroke infark lacunar thrombosis parieto-temporal dextra
- Hemiparese sinsitra
- Hipertensi grade I
Jumat, S : Kelemahan tubuh bagian kiri - IVFD NaCl 0,9 % 1500cc
23/11/2018 Kesadaran : Compos mentis,GCS: E4V5M6 - Inj. citicolin 2x500 mg
TTV: TD: 140/80mmHg, N: 79x/mnt, RR: 22x/mnt, SB : 36,4oC
- Clopidogrel 1x75 mg (po)
Onset = 5 Status Generalis
HP = 5 Kepala/leher : Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-, - Aspilet 1x80 mg (po)
Pembesaran KGB (-) - Atorvastatin 1x20 mg (po)
Thoraks : simetris, retraksi (-), ikut gerak nafas, SN vesikuler (+/+),
- Amlodipine 1 x 10 mg (p.o)
Rho (-/-), Whe (-/-), BJ I-II Regular, Murmur (-)
Abdomen: datar, supel, BU (+), nyeri tekan (-) - Semax drops 4x15 tts
Ekstremitas : akral hangat, edema (-) mukosa nasal
Status Neurologis
- Valsartan 1x80 mg (PO)
Rangsang Meningeal : Kaku kuduk (-), Lasegue / kernig (-/-),
Brudzinky I,II (-/-) - Diet rendah garam tinggi
Saraf Otak : serat
Motorik : - Mika/miki tiap 2 jam
555 344
- Fisioterapi
555 322
Diagnosa Kerja :
- Stroke infark lacunar thrombosis parieto-temporal dextra
- Hemiparese sinsitra
- Hipertensi grade I
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
17
Fisiologi otak
Jumlah aliran darah ke otak (CBF) biasanya dinyatakan dalam
cc/menit/100 gram otak. Nilainya tergantung pada tekanan perfusi otak
(cerebral perfusio pressure/ CPP) dan resistensi serebrovaskuler
(cerebrovascular resistance/ CVR).
CBF = CPP = MABP – ICP
CVR CVR
Komponen CPP ditentukan oleh tekanan darah sitemik (mean arterial
blood pressure/ MABP) dikurangi dengan tekanan intrakranial, sedangkan
komponen CVR ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Tonus pembuluh darah otak
2. Struktur dinding pembuluh darah
3. Viskositas darah yang melewati pembuluh darah otak
Dari percobaan hewan maupun manusia, derajat ambang batas CBF
secara langsung berhubungan dengan fungsi otak, yaitu:
a. Ambang fungsional:50-60 cc/100gr/menit. Bila tidak terpenuhi, fungsi
neuronal terhenti, tetapi integritas sel saraf masih utuh.
b. Ambang aktifitas listrik otak 15cc/100gr/menit. Bila tidak terpenuhi,
aktifitas listrik neuronal terhenti artinya sebagian struktur intrasel berada
dlm proses disintegrasi.
c. Ambang kematian sel yaitu batas aliran darah otak yang bila tak
terpenuhi, akan menyebabkan kerusakan total sel-sel otak (CBF kurang
dari 15 cc/100gr/menit)
Patogenesis Infark Otak
Iskemik otak dapat bersifat fokal atau global. Terdapat perbedaan etiologi
keduanya. Pada iskemik global, aliran otak secara keseluruhan menurun akibat
tekanan perfusi, misalnya karena syok irreversible akibat henti jantung,
perdarahan sistemik yang masif, fibrilasi artrial berat dan lain-lain. Sedangkan
iskemik fokal terjadi akibat menurunnya tekanan perfusi otak regional. Keadaan
ini disebabkan oleh sumbatan atau pecahnya salah satu pembuluh darah di otak
18
di daerah sumbatan atau tertutupnya aliran darah atau sebagian atau seluruh
lumen pembuluh darah otak. Penyebabnya antara lain:
a. Perubahan patologi pada dinding arteri pembuluh darah otak
menyebabkan trobosis yang diawali oleh proses arteriosklerosis di tempat
tersebut.
b. Perubahan akibat proses hemodinamik disebabkan oleh tekanan perfusi
sangat menurun karena sumbatan di bagian proksimal pembuluh arteri
seperti sumbatan arteri karotis atau vertebro-basilar.
c. Perubahan akibat perubahan sifat dari misalnya; anemia sickle cell,
leukemia akut, polisitemia, hemmoglobinopati dan makroglobulinemia.
d. Sumbatan pembuluh akibat emboli daerah proksimal misalnya: trombosis
arteri-arteri, emboli jantung dan lain-lain.
19
Perubahan Fisiologi pada Aliran Darah Otak
Pengurangan aliran darah yang disebabkan oleh sumbatan atau sebab
lain,akan menyebabkan iskemia di suatu daerah otak. Terdapatnya kolateral di
sekitarnya mekanisme kompensasi fokal berupa vasodilatasi, memungkinkan
terjadinya beberapa keadaan berikut ini:
1. Pada sumbatan kecil, terjadi daerah iskemia yang dalam waktu singkat
dikompensasi dengan mekanisme kolateral dan vasodilatasi lokal.
2. Bila sumbatan agak besar, daerah iskemia lebih luas. Penurunan CBF
regional lebih besar, tetapi dengan mekanisme kompensasi masih mampu
memulihkan fungsi neurologik dalam waktu beberapa hari sampai dengan
2 minggu.
3. Sumbatan yang cukup besar menyebabkan daerah iskemia yang luas
sehingga mekanisme kolateral dan kompensasi tak dapat mengatasinya.
Dalam keadaan ini timbul defisit neurologis yang berlanjut.
20
Pada iskemia otak yang luas tampak daerah yang tidak homogen akibat
perbedaan tingkat iskemia, yang terdiri dari 3 lapisan (area) yang berbeda:
1. Lapisan inti yang sangat iskemik (ishcemic core) terlihat sangat pucat
karena CBF-nya paling rendah. Tampak degenerasi neuron, pelebaran
pembuluh darah tanpa aliran darah. Kadar asam laktat didaerah ini tinggi
dengan PO2 yang rendah. Daerah ini akan mengalami nekrosis.
2. Daerah di sekitar ischemic core yang CBF-nya juga rendah, tetapi masih
lebih tinggi daripada CBF di ischemic core. Walaupun sel-sel neuron
tidak sampai mati, fungsi sel terhenti dan menjadi functional paralysis.
Pada daerah ini PO2 rendah, PCO2 tinggi dan asam laktat meningkat.
Astrup menyebutnya sebagai ischemic penumbra.
3. Daerah disekeliling penumbra tampak berwarna kemerahan dan edema.
Pembuluh darah mengalami dilatasi maksimal, PCO2 dan PO2 tinggi dan
kolateral maksimal. Pada daerah ini CBF sangat meninggi sehingga
disebut sebagai daerah dengan perfusi berlebihan (luxury perfusion).
Konsep “penumbra iskemia” merupakan sandaran dasar pada pengobatan
stroke, karena merupakan manifestasi terdapatnya struktur selular neuron yang
masih hidup dan mungkin masih reversibel apabila dilakukan pengobatan yang
cepat. Usaha pemulihan daerah penumbra dilakukan dengan reperfusi yang
harus tepat waktunya supaya aliran darah kembali ke daerah iskemia tidak
terlambat, sehingga neuron penumbra tidak mengalami nekrosis.
Perubahan lain yang terjadi adalah kegagalan autoregulasi di daerah
iskemia, sehingga respon arteriole terhadap perubahan tekanan darah dan
oksigen atau karbondioksida menghilang.
Mekanisme patologi lain yang terjadi pada aliran darah otak adalah,
berkurangnya aliran darah seluruh hemisfer di sisni yang sama dan juga di sisi
hemisfer yang berlawanan (diaschisis) dalam tingkat yang lebih ringan. Di
samping itu, di daerah cermin (mirror area) pada sisi kontra lateral hemisfer
mengalami proses diaskisis yang relatif paling terkena dibanding sisi lainnya,
dan juga pada sisi kontralateral hemisfer serebral (remote area).
21
Perubahan aliran darah ke otak bersifat umum/global akibat stroke ini
disebut diaskisis, yang merupakan reaksi global terhadap aliran darah otak,
karena seluruh aliran darah otak berkurang/menurun. Kerusakan hemisfer
terutama lebih besar pada sisi yang tersumbat (ipsilateral dari sumbatan).
Proses ini diduga karena pusat dibatang otak (yang mengatur tonus
pembuluh darah di otak) mengalami stimulasi sebagai reaksi terjadinya
sumbatan atau pecahnya salah satu pembuluh darah sistem serbrovaskuler,
didasari oleh mekanisme neurotransmiter dopamin atau serotonin yang
mengalami perubahan keseimbangan mendadak sejak saat stroke.
22
besar stroke iskemia tidak menimbulkan nyeri, karena jaringan otak tidak
peka terhadap nyeri.
2.2. EPIDEMIOLOGI
Stroke merupakan salah satu penyebab utama kematian di negara-
negara maju, yaitu penyebab kematian tersering ketiga pada orang dewasa
di Amerika Serikat, yang mencapai kira-kira 200.000 kematian per tahun.
Angka kematian setiap tahun akibat stroke baru atau rekuren adalah lebih
dari 200.000 insiden. Stroke secara nasional diperkirakan adalah 750.000
per tahun, dengan 200.000 merupakan stroke rekuren. Walaupun orang
mungkin mengalami stroke pada usia berapa pun, dua pertiga stroke
terjadi pada orang berusia lebih dari 50 tahun. Di Amerika Serikat,
perempuan membentuk lebih dari separuh kasus stroke yang meninggal.
Stroke infark paling sering terjadi pada dekade ketujuh kehidupan
dan lebih sering ditemukan pada laki-laki daripada perempuan. The
National Stroke Association mengajukan penjelasan bahwa resiko stroke
meningkat seiring dengan usia dan bahwa perempuan hidup lebih lama
daripada laki-laki. Perempuan berusia di atas 30 tahun yang merokok dan
mengonsumsi kontrasepsi oral dengan kandung estrogen yang lebih tinggi
memiliki risiko stroke 2 kali lebih besar daripada rata-rata.
2.3. ETIOLOGI
Beberapa penyebab stroke infark (Muttaqin, 2008)
1. Trombosis serebri
Terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi
sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat
menimbulkan edema dan kongesti disekitarnya. Trombosis biasanya
terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Terjadi
karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah.
Trombosis serebri ini disebabkan karena adanya:
23
a. Aterosklerostis: mengerasnya/berkurangnya kelenturan dan
elastisitas dinding pembuluh darah.
b. Hiperkoagulasi: darah yang bertambah kental yang akan
menyebabkan viskositas hematokrit meningkat sehingga
dapat melambatkan aliran darah cerebral
c. Arteritis: radang pada arteri
2. Emboli
Dapat terjadi karena adanya penyumbatan pada pembuluhan
darah otak oleh bekuan darah, lemak, dan udara. Biasanya emboli
berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat
sistem arteri serebri. Keadaan-keadaan yang dapat menimbulkan
emboli:
a. Penyakit jantung, reumatik
b. Infark miokardium
c. Fibrilasi dan keadaan aritmia : dapat membentuk gumpalan-
gumpalan kecil yang dapat menyebabkan emboli cerebri
d. Endokarditis : menyebabkan gangguan pada endocardium
24
2.5. KLASIFIKASI
a) Berdasarkan kelainan patologik pada otak :3
1. Stroke Hemoragik :
Perdarahan intraserebral
Perdarahan ekstraserebral (perdarahan subaraknoid)
2. Stroke non hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan)
yang dibagi atas subtipe :
Trombosis serebri
Emboli serebri
Hipoperfusi sistemik
b) Berdasarkan penilaian terhadap waktu kejadiannya3
1. Transient Ischemik Attack (TIA
2. Reversible Ischemic Neurological Deficits (RIND)
3. Stroke progresif atau Stroke in Evolution (SIE)
4. Stoke komplit atau completed stroke
c) Berdasarkan lokasi lesi vaskuler3
1. Sistem karotis
2. Sistem vertebrobasiler
d) Berdasarkan etiologi, stroke dapat dibedakan menjadi :3
1. Stroke thrombosis
2. Stroke embolik
25
dan basilaris. Hemiparesis motorik akibat infark di kapsula interna
posterior dan pars anterior merupakan dua dari empat sindrom lakunar
yang sering dijumpai.
Stroke trombotik pembuluh besar dengan aliran lambat, sebagian
besar terjadi saat tidur, saat pasien relatif mengalami dehidrasi dan
dinamika sirkulasi menurun.Gejala dan tanda yang terjadi bergantung
pada lokasi sumbatan.Stroke ini sering berkaitan dengan aterosklerotik
yang menyebabkan penyempitan atau stenosis di arteria karotis
interna.Awitan bertahap, berkembang dalam beberapa hari (stroke in
evolution).
26
2. Arteri Cerebri Media:
a. Bila sumbatan dipangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang lebih
ringan
b. Bila tidak dipangkal maka lengan lebih menonjol
c. Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh. Hilangnya
kemampuan dalam berbahasa (aphasia)
3. Arteri Karotis Interna:
a. Buta satu mata yang episodik
b. Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh. Hilangnya
kemampuan dalam berbahasa (aphasia)
c. Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (hemiparesa
kontralateral) dan dapat disertai sindrom Horner pada sisi
sumbatan
4. Arteri Cerebri Posterior
a. Koma
b. Hemiparesis kontralateral
c. Ketidakmampuan membaca (aleksia)
d. Kelumpuhan saraf kranialis ketga
5. Sistem Vertebrobasiler:
a. Kelumpuhan disatu sampai keempat ekstremitas
b. Meningkatnya refleks tendon
c. Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh
d. Gejala-gejala serebelum seperti gemetar pada tangan (tremor),
kepala berputar (vertigo)
e. Ketidakmampuan untuk menelan (disfagia)
f. Gangguan motoris pada lidah, mulut, rahang dan pita suara
sehingga pasien sulit bicara (disatria)
g. Kehilangan ksadaran sepintas (sinkop, stupor, koma, pusing,
gangguan daya ingat, disorientasi)
27
h. Gangguan penglihatan(diplopia, nistagmus, ptosis, paralisis dari
gerakan satu mata)
i. Gangguan pendengaran
j. Rasa kaku diwajah, mulut atau lidah
2.7. PATOGENESIS
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi di mana saja di
dalam arteri-arteri yang membentuk sirkulus Willisi, yaitu arteri karotis
interna dan sistem vertebrobasilar atau semua cabang-cabangnya. Secara
umum, apabila aliran darah ke jaringan otak terputus selama 15-20 menit,
akan terjadi infark atau kematian jaringan. Oklusi di suatu arteri selalu
menyebabkan infark di daerah otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut.
Proses patologi yang mendasari dapat berupa keadaan penyakit pada
pembuluh itu sendiri, seperti pada aterosklerosis dan trombosis;
berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok
atau hiperviskositas darah; gangguan aliran darah akibat embolus infeksi
yang berasal dari jantung atau pembuluh ekstrakranium.Lesi
aterosklerotik paling parah ditemukan di pembuluh besar, misalnya arteri
karotis interna, arteri serebri media bagian proksimal dan arteri
basilaris.Selain aterosklerotik, oklusi arteri karotis interna biasanya akibat
trombosis.1
Infark paling sering terjadi di daerah yang diperdarahi oleh cabang-
cabang arteri serebri media. Infark di regio ini bermanifestasi sebagai
hemiparesis dan spastisitas kontralateral, berkurangnya sensasi di sisi
tubuh yang berlawanan dengan infark; kelainan lapang pandang; dan pada
kasus infark yang mengenai hemisferium serebri dominan, timbul
kelainan bicara (afasia).1
Stroke kebanyakan menyebabkan gangguan saraf fasialis jenis
sentral.Kelumpuhan saraf ini menyebabkan posisi mulut yang
mencong.Inti saraf hipoglosus menerima serabut dari korteks traktus
28
piramidalis dari satu sisi, yaitu sisi kontralateral. Lesi saraf hipoglosus
dapat bersifat supranuklir, misal pada lesi di korteks atau kapsula interna
yang dapat diakibatkan oleh stroke sehingga ketika terjadi gangguan
peredaran darah di otak di daerah korteks dan kapsula interna, saraf
hipoglosus terganggu, ditandai dengan kelumpuhan otot lidah tanpa
adanya atrofi dan fasikulasi.4
Pengucapan kata-kata seperti “Ari lari di lorong-lorong lurus”
dibutuhkan otot-otot artikulasi, yaitu mulut (masseter, orbikularis oris),
otot lidah, otot laring dan faring. Jadi artikulasi merupakan kerjasama
antara saraf Trigeminus, Fasialis, Glosofaringeus, Vagus, dan Hipoglosus.
Kelumpuhan saraf-saraf (otot-otot) ini dapat mengakibatkan penderita
tidak mampu mengucapkan kata dengan baik, ketika kata-kata ini
diucapkan dan terdengar sengau, hal ini menunjukkan adanya
kelumpuhan saraf glosofaringeus dan vagus.4
29
Gambar 5. Mekanisme atherosklerotik, thrombus dan tromboemboli
2.8. DIAGNOSIS
Untuk membedakan stroke tersebut termasuk jenis hemoragis atau
non hemoragis antara keduanya, dapat ditentukan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan klinis neurologis, algoritma dan penilaian dengan skor
stroke, dan pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
Bila sudah ditetapkan sebagai penyebabnya adalah stroke,
maka langkah berikutnya adalah menetapkan stroke tersebut
termasuk jenis yang mana, stroke hemoragis atau stroke non
hemoragis. Untuk keperluan tersebut, pengambilan anamnesis harus
dilakukan seteliti mungkin. Berdasarkan hasil anamnesis, dapat
ditentukan perbedaan antara keduanya, seperti tertulis pada tabel di
bawah ini.
Tabel 1. Perbedaan stroke hemoragik dan stroke infark
berdasarkan anamnesis
30
2. Pemeriksaan klinis neurologis
Pada pemeriksaan ini dicari tanda-tanda (sign) yang muncul, bila
dibandingkan antara keduanya akan didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 2. Perbedaan Stroke Hemoragik dan Stroke Infark
berdasarkan tanda-tandanya
31
Penetapan jenis stroke berdasarkan Siriraj stroke score
32
2.9. PENATALAKSANAAN
1. Terapi Umum:
Letakkan kepala pasien pada posisi 300, kepala dan dada pada
satu bidang; ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai
bertahap bila hemodinamik sudah stabil. Selanjutnya, bebaskan
jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil
analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi
dengan kompres dan antipiretik, kemudian dicari penyebabnya; jika
kandung kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan kateter
intermiten).Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau
koloid 1500-2000 mL dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari
cairan mengandung glukosa atau salin isotonik. Pemberian nutrisi
per oral hanya jika fungsi menelannya baik; jika didapatkan
gangguan menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan melalui
slangnasogastrik.Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi
sampai batas gula darah sewaktu 150 mg% dengan insulin drip
intravena kontinu selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia (kadar
gula darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan gejala) diatasi segera
dengan dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan harus dicari
penyebabnya. Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan
pemberian obat-obatan sesuai gejala.
Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila
tekanan sistolik ≥220 mmHg, diastolik ≥120 mmHg, Mean Arterial
BloodPressure (MAP) ≥ 130 mmHg (pada 2 kali pengukuran
dengan selang waktu 30 menit), atau didapatkan infark miokard
akut, gagal jantung kongestif serta gagal ginjal. Penurunan tekanan
darah maksimal adalah 20%, dan obat yang direkomendasikan:
natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat ACE,
atau antagonis kalsium. Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik
≤ 90 mm Hg, diastolik ≤70 mmHg, diberi NaCl0,9% 250 mL
33
selama 1 jam, dilanjutkan 500 mLselama 4 jam dan 500 mL selama
8 jam atausampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum terkoreksi,
yaitu tekanan darah sistolik masih < 90 mmHg, dapat diberi
dopamin 2-20 μg/kg/menit sampai tekanan darah sistolik ≥ 110
mmHg. Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelanpelan selama
3 menit, maksimal 100 mg per hari; dilanjutkan pemberian
antikonvulsan per oral (fenitoin, karbamazepin). Jika kejang muncul
setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan peroral jangka panjang.
Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol
bolus intravena 0,25 sampai 1 g/ kgBB per 30 menit, dan jika
dicurigai fenomena rebound atau keadaan umum memburuk,
dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari.
Harus dilakukan pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai
alternatif, dapat diberikan larutan hipertonik (NaCl 3%) atau
furosemid.Proteksi neuronal/sitoproteksi dapat diberikan :
CDP-Choline bekerja dengan memperbaiki membran sel
dengan cara menambah sintesa phospatidylcholine,
menghambat terbentuknya radikal bebas dan juga menaikkan
sintesis asetilkolin suatu neurotransmiter untuk fungsi kognitif.
Meta analisis Cohcrane Stroke Riview Group Study(Saver
2002) 7 penelitian 1963 pasien stroke iskemik dan perdarahan,
dosis 500 – 2.000 mg sehari selama 14 hari menunjukkan
penurunan angka kematian dan kecacatan yang
bermakna.Therapeutic Windows 2 – 14 hari.
Piracetam, cara kerja secara pasti tidak diketahui, diperkirakan
memperbaiki integritas sel, memperbaiki fluiditas membran
dan menormalkan fungsi membran. Dosis bolus 12 gr IV
dilanjutkan 4 x 3 gr iv sampai hari ke empat, hari ke lima
dilanjutkan 3 x 4 gr peroral sampai minggu ke empat, minggu
34
ke lima sampai minggu ke 12 diberikan 2 x 2,4 gr per oral,.
Therapeutic Windows 7 – 12 jam.
Statin, diklinik digunakan untuk anti lipid, mempunyai sifat
neuroprotektif untuk iskemia otak dan stroke. Mempunyai efek
anti oksidan “downstream dan upstream”. Efek downstream
adalah stabilisasi atherosklerosis sehingga mengurangi
pelepasan plaque tromboemboli dari arteri ke arteri. Efek
“upstream” adalah memperbaiki pengaturan eNOS (endothelial
Nitric Oxide Synthese, mempunyai sifat anti trombus,
vasodilatasi dan anti inflamasi), menghambat iNOS (inducible
Nitric Oxide Synthese, sifatnya berlawanan dengan eNOS), anti
inflamasi dan anti oksidan.
Cerebrolisin, suatu protein otak bebas lemak dengan khasiat
anti calpain, penghambat caspase dan sebagai neurotropik dosis
30 – 50 cc selama 21 hari menunjukkan perbaikan fungsi
motorik yang bermakna.
2. Terapi Khusus :
Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet
seperti aspirin dan anti koagulan, atau yang dianjurkan dengan
trombolitik rt-PA (recombinant tissue Plasminogen
Activator).Dapat juga diberi agen neuroproteksi, yaitu sitikolin atau
pirasetam (jika didapatkan afasia) untuk pencegahan kerusakan otak
agar tidak berkembang lebih berat akibat adanya area iskemik
(Fagan and Hess, 2008).
Berdasarkan guidelines American Stroke Association (ASA),
untuk pengurangan stroke iskemik secara umum ada dua terapi
farmakologi yang direkomendasikan dengan grade A yaitu t-PA
dengan onset 3 jam dan aspirin dengan onset 48 jam.
35
a. Aktivator Plasminogen (Tissue Plasminogen Activator/ tPA)
Obat ini dapat melarutkan gumpalan darah yang menyumbat
pembuluh darah, melalui enzim plasmin yang mencerna fibrin
(komponen pembekuan darah).Akan tetapi, obat ini
mempunyai risiko, yaitu perdarahan.Hal ini disebabkan
kandungan terlarut tidak hanya fibrin yang menyumbat
pembuluh darah, tetapi juga fibrin cadangan yang ada dalam
pembuluh darah. Selain itu, tPA hanya bermanfaat jika
diberikan sebelum 3 jam dimulainya gejala stroke. Pasien juga
harus menjalani pemeriksaan lain,seperti CT scan, MRI,
jumlah trombosit, dan tidak sedang minum obat pembekuan
darah.
b. Antiplatelet
The American Heart Association/ American Stroke Association
(AHA/ASA) merekomendasikan pemberian terapi
antitrombotik digunakansebagai terapi pencegahan stroke
iskemik sekunder. Aspirin, klopidogrelmaupun extended-
release dipiridamol-aspirin (ERDP-ASA) merupakanterapi
antiplatelet yangdirekomendasikan (Fagan and Hess,
2008).Berbagai obat antiplatelet, seperti asetosal, sulfinpirazol,
dipiridamol, tiklopidin, dan klopidogrel telah dicoba untuk
mencegah stroke iskemik.Agen ini umumnya bekerja baik
dengan mencegah pembentukan tromboksan A2 atau
meningkatkan konsetrasi prostasiklin. Proses ini dapat
membangun kembali keseimbangan yang tepat antara dua zat,
sehingga mencegah adesi dan agregasi trombosit. Belum ada
data penelitian yang merekomendasikan obat golongan
antiplatelet selain dari aspirin. Aspirin merupakan antiplatelet
yang lebih murah, sehingga akan berpengaruh pada tingkat
kepatuhan jangka panjang. Bagi pasien yang tidak tahan
36
terhadap aspirin karena alergi atau efek samping pada saluran
cerna yaitu mengiritasi lambung, dapat direkomendasikan
dengan penggunaan klopidogrel. Klopidogrel sedikit lebih
efektif dibandingkan asetosal dengan penurunan resiko
serangan berulang 7,3% lebih tinggi dibandingkan dengan
pemberian asetosal. Kombinasi asetosal dan klopidogrel tidak
dianjurkan karena dapat meningkatkan resiko perdarahan dan
tidak menunjukkan hasil yang signifikan dengan pemberian
tunggal klopidogrel.
c. Pemberian Neuroprotektan
Pada stroke iskemik akut, dalam batas–batas waktu tertentu
sebagian besar jaringan neuron dapat dipulihkan.
Mempertahankan fungsi jaringan adalah tujuan dari apa yang
disebut sebagai strategi neuroprotektif. Cara kerja metode ini
adalah menurunkan aktivitas metabolisme dan tentu saja
kebutuhan oksigen sel–sel neuron.Dengan demikian neuron
terlindungi dari kerusakan lebih lanjut akibat hipoksia
berkepanjangan atau eksitotoksisitas yang dapat terjadi akibat
jenjang glutamat yang biasanya timbul setelah cedera sel
neuron.Suatu obat neuroprotektif yang menjanjikan,
serebrolisin (CERE) memiliki efek pada metabolisme kalsium
neuron dan juga memperlihatkan efek neurotrofik.Beberapa
diantaranya adalah golongan penghambat kanal kalsium
(nimodipin, flunarisin), antagonis reseptor glutamat (aptiganel,
gavestinel, selfotel), agonis GABA (klokmethiazol),
penghambat peroksidasi lipid (tirilazad), antibody anti-ICAM-1
(enlimobab), dan aktivator metabolik (sitikolin).Pemberian obat
golongan neuroprotektan sangat diharapkan dapat menurunkan
angka kecacatan dan kematian.
37
d. Pemberian Antikoagulan
Warfarin merupakan pengobatan yang paling efektif untuk
pencegahan stroke pada pasien dengan fibrilasi atrial.Pada
pasien dengan fibrilasi atrial dan sejarah stroke atau TIA,
resiko kekambuhan pasien merupakan salah satu resiko
tertinggi yang diketahui.Pada percobaan yang dilakukan Eropa
Atrial Fibrilasi Trial (EAFT), dengan sampel sebanyak 669
pasien yang mengalami fibrilasi atrial nonvalvular dan
sebelumnya pernah mengalami stroke atau TIA.Pasien pada
kelompok plasebo, mengalami stroke, infark miokardium atau
kematian vaskular sebesar 17% per tahun, 8% per tahun pada
kelompok warfarin dan 15% per tahun pada kelompok
asetosal.Ini menunjukan pengurangan sebesar 53% risiko pada
penggunaan antikoagulan (Fagan & Hess, 2008).Secara umum
pemberian heparin, LMWH atau Heparinoid setelah stroke
iskemik tidak direkomendasikan karena pemberian
antikoagulan (heparin, LMWH, atau heparinoid) secara
parenteral meningkatkan komplikasi perdarahan yang
serius.Penggunaan warfarin direkomendasikan baik untuk
pencegahan primer maupun sekunder pada pasien dengan atrial
fibrilasi.Penggunaan warfarin harus hati-hati karena dapat
meningkatkan risiko perdarahan.Pemberian antikoagulan rutin
terhadap pasien stroke iskemik akut dengan tujuan untuk
memperbaiki outcome neurologic atau sebagai pencegahan dini
terjadinya stroke ulang tidak direkomendasi.
2.10. REHABILITASI
Tujuan utama rehabilitasi adalah untuk mencegah komplikasi,
meminimalkan gangguan, dan memaksimalkan fungsi organ.Prioritas
rehabilitasi stroke dini adalah pencegahan stroke sekunder, managemen
38
dan pencegahan penyakit penyerta dan komplikasi. Pada dasarnya
rehabilitasi pada pasien stroke iskemik maupun stroke hemoragik
memilki prinsip yang sama. Rehabilitasi tersebut meliputi terapi
berbicara, terapi fisik, dan terapi occupasional.
2.11. PENCEGAHAN
1. Pencegahan Primer
Dapat dilakukan dengan menghindari rokok, stress mental, alkohol,
kegemukan, konsumsi garam berlebih, obat-obat golongan
amfetamin, kokai dan sejenisnya. Mengurangi kolestrol dan lemak
dalam makanan. Mengendalikan hipertensi, diabetes melitus,
penyakit jantung, penyakit vaskular aterosklerotik lainnya.
Perbanyak konsumsi gizi seimbang dan olahraga teratur.
2. Pencegahan Sekunder
Dapat dilakukan dengan cara memodifikasi gaya hidup yang
berisiko seperti hipertensi dengan diet dan obat antihipertensi,
diabetes melitus dengan diet dan obat hipoglikemik oral atau
insulin, penyakit jantung dengan antikoagulan oral, dislipedimia
dengan diet rendah lemak dan obat antidislipidemia, berhenti
merokok, hindari kegemukan dan kurang gerak.
Bagian pembuluh darah yang sering menyebabkan infark?
Bentuk dan posisi anatomis pembuluh darah dalam rongga kranium
berpengaruh dalam terjadinya proses aterombotik pada pembuluh darah
tersebut. Lesi aterosklerotik mudah terjadi pada tempat percabangan dan
belokan pembuluh darah, karena pada daerah-daerah tersebut aliran darah
mengalami peningkatan turbulensi dan penurunan shear stress sehingga
endotel yang ada mudah terkoyak.
39
2.12. PROGNOSIS
Ada sekitar 30%-40% penderita stroke yang masih dapat sembuh
secara sempurna asalkan ditangani dalam jangka waktu 6 jam atau kurang
dari itu. Hal ini penting agar penderita tidak mengalami
kecacatan.Kalaupun ada gejala sisa seperti jalannya pincang atau
berbicaranya pelo, namun gejala sisa ini masih bisa disembuhkan. Namun
sebagian besar penderita stroke baru datang ke rumah sakit 48-72 jam
setelah terjadinya serangan.Bila demikian, tindakan yang perlu dilakukan
adalah pemulihan.Tindakan pemulihan ini penting untuk mengurangi
komplikasi akibat stroke dan berupaya mengembalikan keadaan penderita
kembali normal seperti sebelum serangan stroke.Upaya untuk
memulihkan kondisi kesehatan penderita stroke sebaiknya dilakukan
secepat mungkin, idealnya dimulai 4-5 hari setelah kondisi pasien
stabil.Tiap pasien membutuhkan penanganan yang berbeda-beda,
tergantung dari kebutuhan pasien. Proses ini membutuhkan waktu sekitar
6-12 bulan.
40
hipertensi emergensi, tekanan darah meningkat ekstrim disertai dengan
kerusakan organ target akut yang bersifat progresif, sehingga tekanan
darah harus diturunkan segera (dalam hitungan menit-jam) untuk
mencegah kerusakan organ lebih lanjut. 9
klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa Menurut JNC 7
41
4. Pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang, bahkan
pengobatan seumur hidup.
5. Dikenal 5 kelompok obat lini pertama (first line drug) yang lazim
digunakan untuk pengobatan awal hipertensi, yaitu diuretik,
penyekat reseptor beta adrenergik (β-blocker), penghambat
angiotensin-converting enzyme (ACE- inhibitor), penghambat
reseptor angiotensin (Angiotensin Receptor Blocker, ARB) dan
antagonis kalsium.
Pada JNC VII, penyekat reseptor alfa adrenergik (α-blocker) tidak
dimasukkan dalam kelompok obat lini pertama. Sedangkan pada JNC
sebelumnya termasuk lini pertama. Selain itu dikenal juga tiga kelompok
obat yang dianggap lini kedua yaitu: penghambat saraf adrenergik, agonis
α-2 sentral dan vasodilator.10
Penyakit penyulit pada hipertensi meliputi gagal jantung, pasca
infark miokard, resiko penyakit koroner yang tinggi, diabetes, penyakit
ginjal kronis, dan pencegahan stroke. Penatalaksanaan hipertensi untuk
pasien dengan indikasi penyakit penyulit membutuhkan pertimbangan
khusus. Berdasarkan JNC 7, adanya indikasi penyulit membutuhkan obat-
obat antihipertensi tertentu sebagai lini pertama. Kelas obat yang
direkomendasikan merupakan hasil pertimbangan dari berbagai uji klinis
tentang penggunaan kelas obat tertentu pada hipertensi dengan penyakit
penyulit..8
42
BAB III
PEMBAHASAN
43
Langkah berikutnya adalah untuk menetapkan stroke tersebut merupakan jenis
yang stroke hemoragik atau stroke non hemoragik. Kita dapat mengevaluasi hal
tersebut dengan menggunakan tabel berikut:
44
risikoberupa usia dan hipertensi tidak terkontrol (+), sehingga faktor ini dapat
menyebabkan atau memperburuk stroke.
Berdasarkan SSS = 0 (-1 > SS > 1= Perlu pemeriksaan penunjang (CT-Scan)
(2,5 x Tingkat Kesadaran) + (2 x Muntah) + (2 x Nyeri kepala) +
(0,1 x TD Diastolik) – (3 x atheroma markers) – 12
= (2,5 x 0) + (2 x 0) + (2 x 0) + (0,1 x 120) – (1 x 0) -12
= 0 + 0 + 0 + 12 – 0 – 12
Pencitraan otak atau CT scan dan MRI adalah instrumen diagnosa yang sangat
penting karena dapat digunakan untuk mengetahui sejauh mana stroke yang diderita
oleh seseorang. Hasil CT scan perlu diketahui terlebih dahulu sebelum dilakukan
terapi dengan obat antikoagulan atau antiagregasi platelet. CT scan dibedakan
menjadi dua yaitu, CT scan non kontras yang digunakan untuk membedakan antara
stroke hemoragik dengan stroke iskemik yang harus dilakukan untuk mengantisipasi
kemungkinan penyebab lain yang memberikan gambaran klinis menyerupai gejala
infark atau perdarahan di otak, misalnya adanya tumor.
Berdasarkan CT-scan pada Tn. HH didapatkan bahwa hasil CT-Scan tanpa
kontras yaitu infark cerebri lacunar capsula eksterna-intena kiri parietal kiri
periventrikuler kiri infark lama sisi kanan; brain atropi; hydrocefalus.
Hipertensi merupakan satu dari beberapa faktor risiko stroke. Berdasarkan
banyak penelitian berbagai klinis dan meta-analisis menunjukkan bahwa dengan
mengendalikan hipertensi akan mengurangi risiko terjadinya stroke. Hipertensi juga
diduga memicu terjadinya aterosklerosis, namun aterogenesisnya tidak diketahui
dengan pasti. Diduga tekanan darah tinggi merusak endotel dan menaikkan
permeabilitas dinding pembuluh darah terhadap lipoprotein.
Pada kasus ini tekanan darah pasien 200/120 ketika awal masuk ke RS Dok II
Jayapura maka sesuai dengan kriteria hipertensi emergency. Hipertensi emergensi
(krisis) dikarakteristikkan dengan peningkatan tekanan darah mencapai >180/120
dengan disertai adanya keterlibatan kerusakan organ. Contoh organ yang terlibat
diantaranya otak, mata, jantung dan ginjal.. Pasien juga mengaku memiliki riwayat
hipertensi yang tidak terkontrol dan juga mengkonsumsi amlodipine 1x10 mg untuk
45
tekanan darahnya, namun tidak rutin. Hipertensi masuk dalam salah satu faktor
risiko yang dapat dimodifikasi untuk stroke.
Terapi pada Tn. HH selama dirawat sudah benar, memenuhi terapi umum untuk
pasien stroke yaitu diberikan neuroproktetor yaitu Citicolin 2x500 mg, namun karena
pada Tn. HH terdapat Hipertensi emergensisehingga Tn.H.H juga mendapat beberapa
obat sebagai terapi khusus :
Nikardipin
Clopidogrel : merupakan antagonis reseptor ADP (adenosin diposphatte)
platelet. Pada 19.000 penelitian dengan penyakit atherosklerosis, 75 mg
clopidogrel efektif untuk menurunkan resiko stroke.
Aspilet :dengan menghambat fungsi platelet melalui inaktivasi
COX(Cycloxigenase) secara irreversibel. Hal ini dapat menurunkan resiko
stroke, infark miokardium dan kematian vaskuler. U.S Food and drug
Administration merekomendasikan dosis aspilet 50-325 mg/ hari pada pasien
stroke. Efek samping utama ketidaknyamanan pada lambung
46
Pasien juga diberikan Amlodipin. Kategori obat antihipertensi ini, disebut juga
antagonis kalsium. Cara kerjanya yakni dengan engganggu jalan masuk kalsium
menuju sel otot jantung dan arteri. Ini akan membatasi penyempitan arteri,
memungkinkan aliran darah yang lebih lancar untuk menurunkan tekanan
darah. Golongan obat ini juga diresepkan untuk mengatasi gangguan irama
jantung disertai nyeri dada yang disebut sebagai angina pektoris (biasanya
disebut angina saja). Efek samping meliputi jantung berdebar, bengkak pada
pergelangan kaki, ruam, konstipasi, sakit kepala, dan pening. Setiap obat dalam
golongan ini memiliki efek samping khusus. Pada pasien ini diberikan
amlodipin 10mg 1 hari sekali.
Pada pasien diberikan Fisioterapi dengan tujuan utama adalah untuk mencegah
komplikasi, meminimalkan gangguan, dan memaksimalkan fungsi organ. Prioritas
rehabilitasi stroke dini adalah pencegahan stroke sekunder, managemen dan pencegahan
penyakit penyerta dan komplikasi. Pada dasarnya rehabilitasi pada pasien stroke iskemik
maupun stroke hemoragik memilki prinsip yang sama. Rehabilitasi tersebut meliputi terapi
berbicara, terapi fisik, dan terapi occupasional.
47
DAFTAR PUSTAKA
48
11. Trihono, et al. 2013. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS 2013). Jakarta.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
49