Anda di halaman 1dari 3

Bekatul

Reaksi Orde Nol


Tipe-tipe kerusakan yang mengikuti kinetika reaksi orde nol mencakup reaksi
keruzakan enzimatis, pencokelatan enzimatis, dan oksidasi lemak. Menurut Labuza
(1982), berbagai literatur tentang pangan mengasumsikan bahwa nilai n=0. Asumsi ini
disebut skema reaksi orde nol, yang berimplikasi bahwa kecepatan kerusakan
berlangsung pada suhu dan aw yang konstan seperti digambarkan pada persamaan
berikut :

−dA
=k

Persamaan di atas menyebutkan bahwa persen kehilangan umur simpan per hari
berlangsung konstan pada beberapa suhu yang konstan.

Secara matematika, bila persamaan tersebut diintegralkan menjadi


Ae θs

− ∫ dA = ∫ kdθ
Ao 0

Kemudian A = A0 − kθ atau Ae = A0 − kθ

A0 = nilai mutu awal.

A = jumlah yang tertinggal setelah waktu.

Ae = nilai dari A pada akhir dari umur simpan (dapat bernilai nol atau nilai lain).

𝜃𝑠 = umur simpan dalam hari, bulan, tahun, atau lainnya.

Maka untuk menghitung umur simpan dengan menggunakan persamaan orde nol dapat dilakukan
dengan persamaan :
𝐴𝑜−𝐴
𝜃=
𝑘
Reaksi Orde Satu
Menurut Labuza (1982), umur simpan pada beberapa kasus tidak mengikuti
degradasi dengan kecepatan konstan yang sederhana. Pada kenyataannya, nilai n dapat
berubah untuk beberapa reaksi dari nol sampai ke beberapa nilai fraksional atau lebih
dari 2. Banyak dari kerusakan bahan pangan tidak mengikuti reaksi orde nol, tetapi
mengikuti pola dimana n=1, yang menunjukkan suatu penurunan eksponensial
kecepatan kerusakan sebagai penurunan mutu. Hal ini bukan berarti bahwa umur
simpan makanan yang mengikuti skema ini lebih panjang dibanding dengan kecepatan
konstan, karena nilai k berbeda. Persamaan matematik untuk reaksi orde satu adalah :

−dA
= k𝐴1
dt
Ae θ
𝑑𝐴
∫ = − ∫ kdθ
𝐴
Ao 0

𝐴
ln = −𝑘𝜃
𝐴𝑜

𝐴𝐸
ln = −𝑘𝜃𝑠
𝐴𝑜

A = jumlah yang tertinggal pada waktu.

AE = jumlah yang tertinggal pada akhir umur simpan 𝜃𝑠 (bukan = 0).

K = kecepatan konstan dalam unit yang berbanding terbalik dengan waktu .

Tipe-tipe kerusakan yang mengikuti orde satu adalah

1. Ketengikan (seperti pada minyak salad atau sayuran kering).


2. Pertumbuhan mikroba (daging segar dan ikan) dan kematian (heat treatment).

3. Produksi off-flavor oleh mikroba, seperti pada daging, ikan, dan unggas.
4. Kerusakan vitamin (makanan kaleng dan kering).
5. Kerusakan mutu protein (makanan kering).

Model Arrhenius

Suhu merupakan faktor yang berpengaruh terhadap perubahan makanan.


Semakin tinggi suhu penyimpanan maka laju reaksi berbagai senyawa kimia akan
semakin cepat, karena itu dalam menduga kecepatan penurunan mutu bahan pangan
selama penyimpanan, faktor suhu harus selalu diperhatikan. Asumsi yang digunakan
untuk menggunakan model Arrhenius ini adalah perubahan faktor mutu hanya
ditentukan oleh satu macam reaksi saja, tidak terjadi faktor lain yang mengakibatkan
perubahan mutu. Proses perubahan mutu tidak dianggap sebagai akibat dari proses –
proses yang terjadi sebelumnya, suhu selama penyimpanan dianggap tetap atau
konstan (Syarief dan Halid, 1993).
Pengaruh suhu dalam suatu reaksi dapat dideskripsikan dengan menggunakan persamaan Arrhenius,
seperti di bawah ini :

𝑘 = 𝑘0

k = konstanta kecepatan reaksi

𝑘0 = konstanta pre-eksponensial

Ea = energi aktivasi (kal/mol)

R = konstanta gas 1.986 (kal/mol)

T = suhu ( ℃ + 273)

Persamaan di atas diubah menjadi:

Ea 1
ln k = ln k o − ×
R T

Anda mungkin juga menyukai