Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kepemimpinan dan manajemen merupakan dua hal yang berbeda, namun keduanya
terkadang diartikan sama oleh sebagian orang. Manajemen adalah sebuah aktivitas
perencanaan, pengorganisasian, patihanan, dan pengawasan. Sedangkan kepemimpinan
adalah kemampuan untuk memengaruhi suatu kelompok guna mencapai sebuah visi atau
serangkai tujuan yang ditetapkan. Kemampuan untuk mempengaruhi itu dapat bersifat formal
dan nonformal, yang bersifat formal seperti diberikan oleh pemangku manajerial dalam
sebuah organisasi, sedangkan yang bersifat non formal yaitu kemampuan untuk
mempengaruhi orang lain yang muncul di luar struktur formal suatu organisasi. Namun tidak
semua pemimpin adalah manajer dan sebaliknya pula tidak semua manajer adalah pemimpin.
Kepemimpinan memiliki posisi dan fungsi yang sangat penting dalam hal manajemen.
Pemimpin yang efektif (Effective Leader) dapat menolong suatu negara keluar dari mara
bahaya. Ia dapat membantu perusahaan untuk memaksimalkan efisiensi dan mencapai
tujuannya. Ia dapat menahkodai non profit organization untuk memenuhi misinya. Bahkan,
pemimpin yang efektif bertindak layaknya seorang ayah yang dapat membantu anaknya
berkembang menjadi pribadi kuat yang kelak menjadi seorang dewasa yang produktif.
Ketika sosok pemimpin absen dalam sebuah organisasi maka efek negatif yang besar
adalah sebuah keniscayaan. Tanpa kepemimpinan, organisasi dapat berjalan namun dengan
sangat perlahan, stagnan, atau bahkan kehilangan arahnya. Tanpa sosok seorang pemimpin,
organisasi akan kehilangan ruhnya dalam proses pengambilan keputusan yang pada akhirnya
akan menyebabkan karamnya kapal organisasi di lautan yang mereka arungi.
Sosok pemimpinlah yang mampu membawa perubahan ke arah yang lebih baik. Ia
membangun visi untuk masa depan. Bukan sekadar mebangun visi namun juga
mengomunikasikannya dengan efektif kepada para bawahan. Tidak selesai sampai di situ,
pemimpin juga menginspirasi pengikutnya untuk dapat merealisasikan visi yang telah
dicanangkan tersebut.
Dalam perkembangannya muncul banyak teori yang berkaitan tentang kepemimpinan.
Diantaranya Trait Theories of Leadership, Behavioral Theories of Leadership (terdiri dari
Kajian dari Ohio State University, Kajian dari University of Michigan), dan Contingency
Theories. Untuk Contingency Theories sendiri, ada beberapa teori yang cukup dikenal
diantaranya The Fiedler Contingency Model, Situational Leadership Theory, Leadership
1|
Member Exchange Theory, Path Goal Theory, dan Leader-Participation Model. Dari sekian
banyak teori tentang kepemimpinan, pembahasan ini hanya akan berfokus pada teori
kepemimpinan Fiedler Contingency Model.
Fiedler Contingency Model menyatakan bahwa kinerja kelompok yang efektif
bergantung pada kesesuian antara gaya interaksi seorang pemimpin dengan bawahannya serta
sejauh mana interaksi tersebut memberikan kendali kepada kepemimpinan tersebut. Pertama
kali dikembangkan secara komprehensif oleh Fred Fiedler sejak tahun 1951 dan mulai
dipresentasikan pada tahun 1963. Dalam teorinya, Fiedler meyakini bahwa faktor utama
keberhasilan kepemimpinan adalah gaya kepemimpinan dasar yang dimiliki setiap individu,
setelah diketahui gaya kepemimpinan dasar seseorang, yang perlu dilakukan selanjutnya
adalah mencocokkan pemimpin dengan situasi, dan yang terakhir dilakukan adalah
melakukan evaluasi.

1.2 Perumusan Masalah


Permasalahan yang kami angkat dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah tipe orientasi pemimpin sudah sesuai dengan situasi kerja yang dihadapinya?
2. Apakah kesesuaian tipe orientasi pemimpin dengan situasi kerja mempengaruhi
performa kinerja perusahaan secara umum?

1.3 Tujuan Penulisan


Sesuai dengan perumusan masalah di atas, tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Mengetahui kesesuaian orientasi pemimpin dengan situasi kerja yang dihadapinya
2. Mengetahui hubungan relatif kinerja perusahaan secara umum dengan kesesuaian
orientasi pemimpin dan situasi kerja yang dihadapinya.

1.4 Manfaat Penulisan


Bagi penulis, dengan mengerjakan penulisan ini, kami dapat mengaplikasikan ilmu
perilaku organisasi, khususnya terkait kepemimpinan, yang selama ini didapatkan selama
kuliah.

2|
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Model Kepemimpinan Fiedler

Fiedler Contingency Model adalah teori yang menyatakan bahwa kelompok yang
efektif bergantung pada kesesuaian antara gaya interaksi seorang pemimpin dengan
bawahannya serta sejauh mana situasi tersebut menghasilkan kendali dan pengaruh untuk
pemimpin tersebut.

2.1.1 Mengidentifikasi Gaya Pemimpin

Fiedler meyakini bahwa salah satu faktor utama bagi kepemimpinan yang berhasil
adalah gaya kepemimpinan dasar seseorang individu. Jadi, ia mulai dengan berusaha mencari
tahu apa gaya dasar tersebut. Fiedler lalu menyusun suatu kuesioner rekan kerja yang paling
tidak disukai (least preferred coworker-LPC-questionnaire) dengan tujuan mengukur apakah
seorang pemimpin berorientasi tugas (task-oriented) atau hubungan (relationship-oriented).
Kuesioner LPC merupakan kumpulan 16 kata sifat yang saling berlawanan (seperti
menyenangkan-tidak menyenangkan, efisien- tidak efisien, terbuka-tertutup, suportif-
bermusuhan).

Dalam penilainanya, bila nilai (score) yang didapat dari kuesioner tersebut berada diatas
atau sama dengan 73, maka subjek yang mengisi kuesioner tersebut memiliki gaya
kepemimpinan relationship-oreinted. Sedangkan apabila score yang dihasilkan oleh kuesioner
berada dibawah atau sama dengan 64, maka subjek yang mengisi kuesioner memiliki gaya
kepemimpinan task-oriented. Dan apabila score berada pada range nilai 65 sampai 72, maka
gaya kepemimpinannya adalah mixture (campuran) dan ia berhak untuk memilih mana gaya
kepemimpinan yang lebih ia suka.

Fiedler juga mengasumsikan bahwa gaya kepemimpinan seseorang bersifat tetap atau
tidak akan berubah.

2.1.2 Mengetahui Situasi

Fiedler mengidentifikasikan tiga dimensi kemungkinan yang menurutnya


menentukan faktor-faktor situasional utama yang menentukan efektifitas kepemimpinan.
Faktor-faktor tersebut adalah hubungan pemimpin dengan anggota (leader-member relations),

3|
struktur tugas (task structure), dan wewenang posisi pemimpin (position power). Ketiga
faktor tersebut dijelaskan leibh lanjut sebagai berikut:

1. Hubungan pemimpin-anggota: tingkat kepatuhan, kepercayaan, dan rasa hormat para


anggota terhadap pemimpin mereka.
2. Struktur tugas: tingkat sejauh mana penentuan pekerjaan diprosedurkan (yaitu
terstruktur atau tidak terstruktur).
3. Wewenang posisi pemimpin: tingkat pengaruh yang dimiliki oleh seorang pemimpin
atas variabel-variabel wewenang seperti perekrutan, pemecatan, pendisiplinan,
promosi, dan kenaikan gaji.

2.1.3 Mencocokkan Pemimpin dan Situasi

Dengan mengetahui LPC seseorang dan nilai dari tiga dimensi kemungkinan
sebagaimana disebutkan sebelumnya, model Fiedler bermaksud mencocokkan keduanya
untuk mencapai efektivitas kepemimpinan yang maksimal. Berdasarkan penelitiannya, Fiedler
menyimpulkan bahwa pemimpin yang berorientasi tugas cenderung bekerja secara lebih baik
dalam situasi yang sangat menguntungkan dan dalam situasi yang sangat tidak
menguntungkan mereka. Hal ini ditunjukkan dalam gambar pada kategori I, II, III, VII, VIII

2.1.4 Evaluasi

Secara keseluruhan, tinjauan terhadap berbagai kajian besar yang menguji validitas
model Fiedler menghasilkan kesimpulan yang umumnya positif. Artinya, ada banyak bukti
yang mendukung paling tidak bagian-bagian paling subsitusional dari model tersebut.

4|
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Profil SMA IT Nurul Fikri

5|
6|
3.2 Langkah-Langkah Penelitian

Adapun Langkah-langkah penelitian yang kami lakukan adalah sebagai berikut:

3.2.1 Study Literatur

Kami mengadakan studi literatur dengan mencari referensi-referensi baik yang terkait
tentang teori kepemimpinan secara umum maupun teori fiedler model secara khusus. Selain
itu juga kami mengadakan pencarian khusus melalui internet terkait dengan LPC questioneire
dan kuesioner untuk mengetahui tiga contigency dimensions yaitu; Leader Member relations,
Task Structure, dan Position Power.

3.2.2 Pembuatan Keuesioner

1. Mencari sumber kuesioner. Pencarian sumber kuesioner kami lakukan dengan studi
literatur pada buku teks yang ada dan pencarian di jurnal dan artikel secara online.
2. Menerjemahkannya ke dalam bahasa indonesia. Karena kuesioner inti yang digunakan
teori Fiedler Contingency Model adalah LPC questioneire yang hanya tersedia dalam
bahasa Inggris maka terlebih dahulu kami menerjemahkannya ke dalam bahasa
Indonesia.
3. Mendatangi sumber penelitian. Berkunjung secara langsung untuk mengajukan izin
dan langsung menyebarkan kuesioner kepada pimpinan organisasi (dalam hal ini SMA
IT Nurul Fikri, yang berada dibawah Yayasan Nurul Fikri) dan kepada para karyawan
organisasi.

3.2.3 Pengumpulan dan Pengelolaan Data (Primer dan Sekunder)

Data primer kami dapatkan dengan menyebarkan kuesioner kepada 10 orang karyawan.
Karena pertanyaan yang diajukan cukup sensitif, hanya satu karyawan saja yang sempat
berbagi cerita lebih detail. Itupun dilakukan ketika tidak ada karyawan lain di lingkungan
sekitar.
Kami menggunakan skala semantic differential dengan nilai -2 hingga +2 untuk
pertanyaan leader-member relationship (LMR). Nilai akhir negatif berarti LMR tergolong
rendah, 0 berarti netral, nilai positif berarti tinggi. Sedangkan untuk task structure kami
gunakan close-ended questions dengan pilihan jawaban ya atau tidak. Berikut matrix hasil
kuesioner:

7|
No Deskripsi Responden ke...
Sebagai seorang 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
yang dipimpin,
anda .... pemimpin
anda
1 1 -1 0 0 1 1 1 0 1 -2
Menyukai
2 1 0 0 1 1 0 1 -1 1 -2
Percaya kepada
3 1 0 0 1 1 0 1 0 0 -2
Nyaman dengan
4 1 1 -1 -1 -1 1 -1 -1 -1 -2
Tidak yakin
5 1 0 -1 -1 -1 1 -1 0 -2 -2
Tidak loyal
6 0 1 -1 -1 -1 0 -1 0 -1 -1
Tidak tertarik

lingkungan kerja
7 2 1 1 2 1 2 1 0 1 0
Ramah
8 1 1 1 -1 1 0 0 0 0 2
Terdapat
perselisihan

Nilai total 8 3 -1 0 2 5 1 -2 -1 -9

Rata-rata 1 .37 - 0 .25 .62 .12 - - -1.125


5 .125 5 5 .25 .125

Total semua .75 Nilai akhir positif. Artinya LMR tergolong tinggi.

Struktur pekerjaan
9 Tid Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Tida Tidak
Prosedur untuk
k
menyelesaikan ak
pekerjaan jelas
10 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Tid Tida Tidak
Tujuan
k
diselesaikannya ak
pekerjaan jelas
11 Tid Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Tidak
Banyak cara
menyelesaikan ak
pekerjaan
12 Tid Ya Ya Ya Tid Tidak
Deskripsi pekerjaan Ya Ya Ya Tida

8|
tiap karyawan jelas ak ak k
13 Ya Ya Ya Ya Ya Tid Ya Ya Ya Tidak
Selesainya
ak
pekerjaan jelas
3 4 5 5 5 3 5 4 2 0
Total Ya
2 1 0 0 0 2 0 1 3 5
Total Tidak
Total jawaban
Total jawaban ‘Ya’ 36 (72%) 14 (18%)
‘Tidak’

Penyebaran kuesioner kepada karyawan menghasilkan nilai LMR sebesar 0,75 dengan
tanda positif (+) yang menandakan bahwa situasi kerja di SMAIT Nurul Fikri cukup baik.
Sedangkan dari segi task structure, jawaban ‘Ya’ masih dominan, dengan persentase jawaban
72%. Kami menyimpulkan bahwa struktur pekerjaan di sekolah ini cukup terstruktur.

Untuk pemimpin, berikut hasil kuesionernya: (angka yang di bold dan digarisbawahi
adalah jawaban dari pemimpin)

Menyenangkan Tidak menyenangkan


8 7 6 5 4 3 2 1
(Pleasant) (unpleasant)
Ramah Tidak ramah
8 7 6 5 4 3 2 1
(friendly) (unfriendly)
Rejecting 1 2 3 4 5 6 7 8 Accepting
Menegangkan Tenang
1 2 3 4 5 6 7 8
(tense) (relaxed)
Renggang (distant) 1 2 3 4 5 6 7 8 Dekat (close)
Kaku (cold) 1 2 3 4 5 6 7 8 Hangat (warm)
Mendukung Berseteru
8 7 6 5 4 3 2 1
(supportive) (hostile)
Membosankan Menarik
1 2 3 4 5 6 7 8
(boring) (interesting)
Suka bertengkar Harmonis
1 2 3 4 5 6 7 8
(quarrelsome) (harmonious)
Murung (gloomy) 1 2 3 4 5 6 7 8 Ceria (cheerful)
Terbuka (Open) 8 7 6 5 4 3 2 1 Tertutup (guarded)
Memfitnah
1 2 3 4 5 6 7 8 Setia (loyal)
(backbiting)
Tidak terpercaya Terpercaya
1 2 3 4 5 6 7 8
(untrustworthy) (trustworthy)
Memikirkan orang Tidak memikirkan
8 7 6 5 4 3 2 1
lain (considerate) orang lain

9|
(inconsiderate)
Buruk (nasty) 1 2 3 4 5 6 7 8 Baik (nice)
Menyetujui Tidak menyetujui
8 7 6 5 4 3 2 1
(agreeable) (disagreeable)
Bermuka dua
1 2 3 4 5 6 7 8 Tulus (sincere)
(insincere)
Baik Hati (kind) 8 7 6 5 4 3 2 1 Kasar (unkind)

Adapun untuk mengetahui tipe kepemimpinan pemimpin SMAIT NF kami


menggunakan LPC Questioneire. Kami berikan kepada wakil kepala sekolah SMAIT NF.
Berdasarkan kuesioner nilai LPC yang dihasilkan adalah 123.

Untuk pertanyaan position power, ada empat komponen pertanyaan dengan jawaban ya
atau tidak, yaitu:

1. Pimpinan memiliki wewenang untuk merekrut pegawai, jawaban tidak


2. Pimpinan memiliki wewenang untuk memecat pegawai, jawaban tidak
3. Pimpinan memiliki wewenang untuk mempromosikan pegawai, jawaban ya
4. Pimpinan memiliki wewenang untuk menaikkan gaji pegawai, jawaban tidak

Dari keempat pertanyaan hanya ada satu jawaban ‘ya’ yaitu promosi pegawai.

3.1.4 Analisa

Pertama kami akan menganalisa hasil dari LPC Quesionaire untuk menentukan
Leadership Style yang dimiliki oleh pimpinan SMAIT NF, dalam hal ini adalah wakil kepala
sekolahnya, apakah relationship atau task-oriented. Kemudian kami menentukan contigency
factors yang terdiri dari 3 (empat) dimensi situasi yang terjadi di organisasi penyedia jasa
pendidikan tersebut. Ketiga dimensi itu adalah LMR (leader-member relations), Task
Structure, dan Position power.

Berdasarkan hasil kuesioner LPC yang kami berikan untuk pimpinan SMAIT NF nilai
akhir LPC yang dihasilkan adalah sebesar 123. Menurut Fiedler, nilai LPC Score di atas 73
menandakan bahwa seorang leader bersifat relationship oriented. Sedangkan nilai 64 ke
bawah dianggap task oriented. Nilai antara 65 hingga 72 merupakan tipe gabungan keduanya.

10 |
Jadi berdasarkan keusioner LPC dapat disimpulkan bahwa pemimpin SMAIT Nurul Fikri
lebih berorientasi pada hubungan (Relationship-Oriented).

Untuk mengetahui Position power kami memberikan kuesioner juga yang diisi oleh
leader berupa close-ended question dengan jawaban ya atau tidak, menunjukkan bahwa
position power lemah (weak). Selain itu kami juga melakukan wawancara sederhana
berkaitan dengan position power leader dalam organisasi ini. Narasumber kami menegaskan
bahwa pihak pimpinan SMAIT NF memang tidak diberikan wewenang untuk mempekerjakan
(hiring), memecat, menentukan kenaikan gaji untuk karyawan. Wewenang tersebut secara
terpusat dimiliki oleh yayasan nurul fikri yang menaungi SMAIT NF. Satu-satunya
wewenang yang diberikan yang terkait dengan poisition power pada pimpinan adalah
merekomendasikan karyawan untuk mendapatkan promosi jabatan. Sehingga kami dapat
mengambil kesimpulan bahwa position power di SMAIT NF relatif rendah/lemah (weak).

Adapun Leader-Member-Relationship di organisasi tersebut berdasarkan kuesioner


yang telah kami buat menujukan hasil positif sehingga dapat disimpulkan bahwa LMR yang
baik (good). Hal ini didukung oleh fakta bahwa organisasi ini adalah organisasi yang
memiliki value “religion” yakni islam. Dan sudah menjadi budaya dan nilai dari organisasi
religi adalah relasi yang baik antara leader dan membernya.

Yang terakhir dari contigency variable pada fiedler model yang kami amati adalah
Task Structure. Dalam hal ini situasi kerja di SMAIT NF menunjukkan task structure yang
tinggi (high), berdasarkan jawaban-jawaban pada kuesioner yang mayoritas menyatakan ‘ya’
untuk setiap pertanyaan yang ditanyakan terkait dengan task structure. Jumlahnya mencapai
73 %.

Adapun hasil secara keseluruhannya adalah sebagai berikut:

 Tipe pemimpin: berorientasi pada hubungan (relationship-oriented leader)


 Situasi kerja:
1. Leader-member relations: baik (good)
2. Task structure: tinggi (high)
3. Position power: lemah (weak)

Dengan mengombinasikan jenis orientasi pemimpin dengan situasinya, maka posisi


pemimpin di SMAIT Nurul Fikri berada pada kategori kedua. Menurut Fiedler, ketika
menghadapi kategori situasi I, II, III, VII, atau VIII, pemimpin yang berorientasi tugas akan

11 |
bekerja lebih baik. Sehingga dalam kasus ini, ada ketidakcocokan antara jenis orientasi
pemimpin dengan situasi kerja yang dihadapinya.

12 |
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan dan Saran

Ada ketidakcocokan antara tipe kepemimpinan yang dimiliki Pak Suharyono dengan
dengan situasi kerja yang dihadapinya. Situasi kerja pada SMAIT NF menunjukkan leader-
member relations baik (good), task-structure tinggi (high), dan position power yang lemah
(weak). Menurut Feadler dengan situasi yang ada dalam organisasi seperti diatas tipe
leadership yang effisien adalah task-oriented leader.

Atas ketidakcocokan ini menurut Fiedler, ada dua hal yang dapat dilakukan untuk
mengatasinya:

1. Merubah tipe kepemimpinan yang awalnya berorientasi hubungan menjadi


berorientasi kerja dengan tetap mempertahankan situasi yang ada. Hal ini berarti
mengganti pimpinan SMAIT Nurul Fikri dan mencari pemimpin yang baru yang
berorientasi kepada kerja. Karena sebagaimana yang diketahui bahwa Fiedler
menganggap tipe kepemimpinan seseorang tidaklah dapat diubah (fixed) sehingga
bila yang ingin dimodifikasi-atas ketidakcocokan antara gaya kepemimpinan dengan
contigency factors-adalah dari sisi tipe kepemimpinan maka tidak ada cara lain selain
mengganti pemimpin yang ada saat ini.
2. Mempertahankan pemimpin yang ada namun merubah situasi yang ada agar sesuai
dengan tipe pemimpin. Yang termudah adalah dengan menjadikan task structurenya
rendah sehingga dapat masuk kekategori ke tiga yang cocok dengan tipe pemimpin
yang berorientasi hubungan.

Meskipun demikian, kami tidak dapat serta-merta merekomendasikan yayasan nurul


fikri untuk mengganti Pak Suharyono dengan orang lain yang memiliki gaya kepemimpinan
task-oriented ataupun merubah situasi kerja agar menyesuaikan dengan tipe
kepemimpinannya. Sebab, untuk melakukan perubahan ini rasanya kurang tepat jika tidak
melihat ukuran keberhasilan kinerja kepala sekolah. Tentunya perubahan hanya dianggap
perlu jika kinerja kepala sekolah terbukti tidak memuaskan. Namun, hal ini bukanlah perkara
mudah, sebab ukuran kinerja kepala sekolah sendiri tidak diketahui secara jelas. Seandainya
prestasi akademik, seperti menjuarai perlombaan di luar sekolah, adalah ukurannya, kami rasa
kurang tepat, sebab terlalu banyak variabel lain yang juga diperkirakan memiliki pengaruh
13 |
yang signifikan, seperti kualitas guru (di mana hal ini ditentukan oleh yayasan), kualitas
sekolah (yang tidak bisa dilihat hanya dari rating sekolahnya saja), jumlah murid (dengan
asumsi semakin banyak murid, semakin mungkin ditemukan murid yang pintar dan
berprestasi serta mendorong suasana kompetisi antar siswa untuk menjadi yang terbaik), cara
penerimaan siswa baru (jika sangat selektif, pastilah murid yang masuk lebih pintar), dan
masih banyak lagi.

Oleh karena itu, sebelum merubah tipe kepemimpinan ataupun situasi kerja, kami
mengusulkan agar pihak yayasan nurul fikri terlebih dahulu mencari tahu unsur keberhasilan
seorang kepala sekolah. Hal ini dapat dilakukan dengan mencari model pengukuran kinerja
seorang pemimpin baik melalui internet atau bertanya kepada Diknas. Setelah diketahui unsur
penilaiannya dan melakukan penilaian atas kinerjanya, barulah yayasan dapat
mempertimbangkan apakah perlu mengganti pempin di SMAIT NF ataupun situasi kerja yang
saat ini berjalan.

4.2 Keterbatasan Penelitian

Metode penelitian yang dilakukan oleh Fiedler pada kenyataannya tidak dapat
dikalkulasikan dengan perhitungan sederhana seperti yang kami lakukan, yaitu dengan
mencari rata-rata dan kemudian menilai rata-rata tersebut. Ditambah lagi kami tidak
melakukan uji validitas dan reliabilitas dari masing-masing variabel pertanyaan. Padahal
unsur tersebut sangat penting mengingat jika variabelnya saja sudah tidak valid atau tidak
reliabel, maka hasilnya bisa dipastikan tidak akan valid pula. Hal inilah yang dalam penelitian
sering diistilahkan dalam ungkapan garbage in, garbage out. Lebih jauh, kami sama sekali
tidak menggunakan metode analisis data seperti regresi, ANOVA, Factor Analysis, t-test, dan
lainnya.

14 |
DAFTAR REFERENSI

Ayman, Roya. (2002). Contingency Model of Leadership Effectiveness: Challenges and


Achievements (Leadership, pp 197-228). Charlotte: Information Age Publishing

D. Quinn Mills. 2005. The Importance of Leadership (chapter 1), “leadership, How to Lead,
how to Live”. (e-book)

Robbins, Stephen P. 2011. Organizational Bihavior 14e. England: Person Education Limited.

Rowe, W. Glenn & Guerrero, L. (2011). Cases in Leadership (2nd Edition) Instructor
Review. U.K: Sage Publishing

15 |

Anda mungkin juga menyukai