Anda di halaman 1dari 91

Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO


Jl. Raya Dukuhwaluh PO BOX 202 Purwokerto 53181
Telp. (0281) 636751, Fax (0281) 637239

BUKU PANDUAN SKILLS LAB


BLOK 24

KEGAWATDARURATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2017

Blok 24 Kegawatdaruratan
1
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

STRUKTUR ORGANISASI
BLOK 24
KEGAWATDARURATAN

TIM PENYUSUN

Koordinator Kurikulum
dr. Anis Kusumawati, M.Sc

Penanggung Jawab Blok


dr. Refni Riyanto, Sp.An

TIM BLOK 24
KEGAWATDARURTAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2017

Blok 24 Kegawatdaruratan
2
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

DAFTAR ISI

JUDUL......................................................................................... 1
STRUKTUR ORGANISASI....................................................... 2
DAFTAR ISI ............................................................................... 3
KATA PENGANTAR ................................................................. 4
PENDAHULUAN........................................................................ 6
TOPIK I. PEMSANGAN ENDO TRAKEAL TUBE
PADA DEWASA DAN ANAK................................................ 7
A. TUJUAN PEMBELAJARAN........................................ 7
B. ALAT DAN BAHAN...................................................... 7
C. DASAR TEORI.............................................................. 8
D. CHEKLIST..................................................................... 27
TOPIK II. RESUSITASI CAIRAN............................................ 31
A. TUJUAN PEMBELAJARAN........................................ 31
B. DASAR TEORI.............................................................. 32
C. CHEKLIST..................................................................... 52
TOPIK III. ACCIDENT AND EMERGENCY
(FIRST AID).............................................................................. 57
A. TUJUAN PEMBELAJARAN........................................ 57
B. TINJAUAN PUSTAKA.................................................. 57
C. CHEKLIST..................................................................... 90
DAFTAR PUSTAKA................................................................... 97

Blok 24 Kegawatdaruratan
3
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

KATA PENGANTAR

Kami mengucapkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha


Esa, karena dengan bimbingan-Nya pada akhirnya kami dapat
menyelesaikan penyusunan Buku Pedoman Keterampilan Klinis bagi
mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Purwokerto Blok Kegawatdaruratan di Semester 8 ini. Buku Pedoman
Keterampilan Klinis ini disusun sebagai salah satu penunjang
pelaksanaan Problem Based Learning di FK UMP.
Perubahan paradigma pendidikan kedokteran serta
berkembangnya teknologi kedokteran dan meningkatnya kebutuhan
masyarakat menyebabkan perlunya dilakukan perubahan dalam
kurikulum pendidikan dokter khususnya kedokteran dasar di Indonesia.
Seorang dokter umum dituntut untuk tidak hanya menguasai teori
kedokteran, tetapi juga dituntut terampil dalam mempraktekkan teori
yang diterimanya termasuk dalam melakukan Pemeriksaan Fisik dan
Keterampilan Terapeutik yang benar terhadap pasiennya.
Keterampilan yang dipelajari di semester VIII perkuliahan di
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto adalah
Intubasi, Resusitasi Cairan, Accident and emergency (first aid).
Dengan disusunnya buku ini kami berharap mahasiswa
kedokteran lebih mudah dalam mempelajari dan memahami teknik dasar
penanganan kasus kegawatdaruratan, dan merujuk pada dokter spesialis
yang relevan.

Blok 24 Kegawatdaruratan
4
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah


membantu penyusunan buku ini. Kami menyadari bahwa buku ini masih
banyak kekurangannya, sehingga kami sangat mengharapkan saran dan
kritik yang membangun untuk perbaikan dalam penyusunan buku ini.

Purwokerto, Februari 2017

dr.Refni Riynto, Sp.An

Blok 24 Kegawatdaruratan
5
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

PENDAHULUAN

A. DAFTAR KOMPETENSI

1. Daftar Keterampilan klinis

No. Keterampilan Tingkat


keterampilan
1. Resusitasi cairan 4A
2. Intubasi
3. Tatalaksana anak dengan kondisi tidak sadar
4. Tatalaksana pemberian infus pada anak syok
5. Tatalaksana pemberian cairan glukosa IV
6. Tatalaksana dehidrasi berat pada kegawatdaruratan setelah 4A
penatalaksanaan syok
7. Pemeriksaan turgor kulit untuk menilai dehidrasi 4A
8. Tatalaksana anak dengan tersedak
9. Manuver Heimlich 4A
10. Transpor pasien (transport of casualty) 4A

TOPIK I
PEMSANGAN ENDO TRAKEAL TUBE
PADA DEWASA DAN ANAK

Blok 24 Kegawatdaruratan
6
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Mahasiswa mengetahui indikasi intubasi pipa endotrakeal
(Endo tracheal Tube = ETT).
2. Mahasiswa trampil melakukan intubasi Endotrakeal pada
pasien dewasa dan bayi atau anak

B. ALAT DAN BAHAN


1) Laryngoscope lengkap dengan handle dan blade-nya
2) Pipa endotrakeal (orotracheal) dengan ukuran : perempuan
no. 7; 7,5 ; 8 . Laki-laki: 8 ; 8,5. Keadaan emergency : 7,5
3) Forceps (cunam) magill
4) Benzokain atau tetrakain anestesi lokal semprot
5) Spuit 10 cc atau 20 cc
6) Stetoskop, ambubag, dan masker oksigen
7) Alat penghisap lendir
8) Plester, gunting, jelli
9) Stilet

C. DASAR TEORI
Ventilasi melalui pipa endotrakeal merupakan cara yang
sangat efektif. Jalan nafas yang terjaga menyebabkan
pemberian ventilasi dan oksigen lebih terjamin. Kemungkinan
aspirasi cairan lambung lebih kecil. Tekanan udara pernafasan
juga menjadi mudah dikendalikan dan penggunaan Positive

Blok 24 Kegawatdaruratan
7
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

End Expiratory Pressure (PEEP) dapat dilakukan dengan


mengatur katup ekspirasi.
a. Indikasi
1) Proteksi jalan nafas
 Hilangnya refleks pernafasan (cedera
cerebrovascular, kelebihan dosis obat).
 Obstruksi jalan nafas besar (epiglotitis, corpus
alienum, paralisis pita suara).
 Perdarahan faring
 Tindakan profilaksis (pasien yang tidak sadar untuk
pemindahan ke rumah sakit lain atau pada keadaan di
mana potensial terjadi kegawatan nafas dalam proses
transportasi pasien)
2) Optimalisasi jalan nafas
 Saluran untuk pelaksanaan pulmonary toilet darurat
(sebagai contoh : penghisapan atau bronchoscopy
untuk aspirasi akut atau pun trakheitis bakterialis).
 Tindakan untuk memberikan tekanan positif dan
kontinu yang tinggi pada jalan nafas ( respiratory
distress syndrome pada orang dewasa dan penyakit
membran hyalin).
3) Ventilasi mekanik.

Ventilasi mekanik pada kegagalan respirasi yang


dikarenakan :

Blok 24 Kegawatdaruratan
8
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

 Pulmonar : penyakit asama, penyakit paru


obstruktif kronik, emboli paru, pneumonia. (”Work of
breathing” berlebihan)
 Penyakit jantung atau edema pulmoner
 Neurologi : berkurangnya dorongan respirasi
(Gangguan kontrol pernafasan dari susunan saraf
pusat)
 Mekanik : disfungsi paru-paru pada flail-chest atau
pada penyakit neuromuskuler
 Hiperventilasi therapeutik untuk pasien – pasien
dengan peningkatan tekanan intrakranial.
b. Laringoskop

Ada 2 jenis laringoskop yang umum dipakai pada anak,


yaitu laringoskop berdaun lurus (Miller) dan lengkung
(MacIntosh) (gambar 2).

Gambar 2. Laringoskop berdaun lurus dan lengkung


Alat ini dirancang untuk menyingkirkan lidah, kemudian
membuka dan melihat daerah laring. Laringoskop lurus
digunakan dengan meletakkan ujung pada epiglottis,
kemudian mengangkat seluruh daun laringoskop tegak

Blok 24 Kegawatdaruratan
9
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

lurus dengan tuasnya. Laringoskop lengkung digunakan


dengan meletakkan ujung daun pada vallecula kemudian
mengungkitnya dengan menggerkkan tuas ke belakang.

Gambar 3. Penggunaan laringoskop daun lurus dan


lengkung
Keuntungan bila diletakkan di epiglottis adalah seringkali
dapat melihat pita suara dengan lebih jelas. Keuntungan
bila diletakkan di vallecula adalah mengurangi rangsang
epiglotis yang dapat berakibat spasme laring. Karena
bentuk anatomis jalan nafas neonatus, laringoskop berdaun
lurus lebih banyak digunakan pada neonatus. Sangat
penting diingat bahwa dalam persiapan selalu disediakan
lampu dan batu batere cadangan. Sebelum digunakan,
laringoskop dirakit dahulu, disesuaikan dengan daun yang
akan dipilih.
c. Pipa Endotrakeal

Pipa ET yang paling banyak digunakan untuk resusitasi


adalah pipa plastik lengkung dengan kedua ujung yang

Blok 24 Kegawatdaruratan
10
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

terbuka. Pada bagian proksimalnya, pipa ET dihubungkan


dengan adaptor yang berdiameter 15 mm, sesuai daengan
adaptor balon resusitasi. Terdapat juga adapator dengan
baku lain, yaitu 8,5 mm. Karena itu pada tas resusitasi,
adaptor ini harus diseragamkan. Bagian distal pipa terdapat
garis yang menunjukkan lokasi yang tepat setinggi pita
suara agar posisi pipa setelah terpasang tepat pada trakea
(Gambar 4).

Gambar 4. Pipa Endotrakeal dengan adaptor

Ada pula pipa ET yang memiliki lubang pada sisinya,


dikenal dengan istilah Murphy eye. Lubang ini dirancang
sebagai penyelamat bila terjadi obstruksi pada ujung pipa.
Untuk anak di bawah usia 8 – 10 tahun atau lebih, biasanya
tidak digunakan pipa yang menggunakan cuff ( balon)
untuk mencegah edema setinggi rawan krikoid. Pipa karet

Blok 24 Kegawatdaruratan
11
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

merah tidak banyak lagi digunakan karena lebih sering


menyebabkan edema.

Tabel 1. pedoman ukuran laringoskop, pipa endotrakeal


dan kateter penghisap

Diameter Jarak gigi seri / Kateter


Usia Laringoskop dalam pipa ET gusi ke bagian penghisap
(mm) tengah trakea (cm) (F)
Neonatus 2,5 ; 3,0 tanpa
Miller 0 8 5–6
< bulan balon penyekat
Neonatus
3,0 ; 3,5 tanpa
cukup Miller 0-1 9 – 10 6–8
balon penyekat
bulan
3,5 ; 4,0 tanpa
6 bulan 10 8
balon penyekat
4,0 ; 4,5 tanpa
1 tahun 11 8
balon penyekat
4,5 ; 5,0 tanpa
2 tahun Miller 2 12 8
balon penyekat
5,0 ; 5,5 tanpa
4 tahun 14 10
balon penyekat
5,5 tanpa
6 tahun 15 10
balon penyekat
6,0 dengan
Miller 2
8 tahun atau tanpa 16 10
MacIntosh 2
balon penyekat
6,5 dengan
10 tahun atau tanpa 17 12
balon penyekat
12 tahun MacIntosh 3 7,0 dengan 18 12

Blok 24 Kegawatdaruratan
12
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

balon penyekat
7,0 ; 8,0
MacIntosh 3
Remaja dengan balon 20 12
Miller 3
penyekat

Rumus di atas dapat berlaku untuk usia di atas 1 tahun.


Neonatus umumnya menggunakan pipa berukuran 3 – 3,5
mm, kecuali bayi prematur yang mungkin memerlukan
pipa berdiameter 2,5 mm. Cara lain untuk memperkirakan
diameter pipa adalah dengan membandingkannya dengan
diameter kelingking pasien atau diameter yang tepat
dengan liang hidung. Pemilihan diameter yang tepat dapat
diketahui bila dalam penggunaannya terjadi kebocoran
udara melaui tepi pipa pada tekanan di atas 20 -30 cm
H2O. Bila digunakan pipa dengan cuff, pengisian udara ke
dalam cuff, juga harus dapat menghasilkan kebocoran
udara melalui tepi cuff pada tekanan di atas 20 -30 cm H2O
d. Cunam Magill

Cunam Magill adalah alat penjepit bersudut agar dalam


penggunaannya tidak mengganggu lapangan pandang. Alat
ini digunakan untuk menjepit pipa endotrakeal, terutama
yang dimasukkan melalui liang hidung,dan mendorongnya
hingga melewati pita suara. Cunam ini dapat juga untuk
mengeluarkan benda asing dari jalan nafas atas.

Blok 24 Kegawatdaruratan
13
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

e. Teknik Pemasangan Et Pada Dewasa


a) Beritahukan pada penderita atau keluarga mengenai
prosedur tindakan yang akan dilakukan, indikasi dan
komplikasinya, dan mintalah persetujuan dari
penderita atau keluarga ( informed consent)
b) Cek alat yang diperlukan, pastikan semua berfungsi
dengan baik dan pilih pipa endotrakeal ( ET) yang
sesuai ukuran. Masukkan stilet ke dalam pipa ET.
Jangan sampai ada penonjolan keluar pada ujung
balon, buat lengkungan pada pipa dan stilet dan cek
fungsi balon dengan mengembangkan dengan udara 10
ml. Jika fungsi baik, kempeskan balon. Beri pelumas
pada ujung pipa ET sampai daerah cuff.
c) Letakkan bantal kecil atau penyangga handuk setinggi
10 cm di oksiput dan pertahankan kepala sedikit
ekstensi. (jika resiko fraktur cervical dapat
disingkirkan)
d) Bila perlu lakukan penghisapan lendir pada mulut dan
faring dan berikan semprotan bensokain atau tetrakain
jika pasien sadar atau tidak dalam keadaan anestesi
dalam.
e) Lakukan hiperventilasi minimal 30 detik melalui bag
masker dengan Fi O2 100 %.(gambar 5.a)

Blok 24 Kegawatdaruratan
14
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

f) Buka mulut dengan cara cross finger dan tangan kiri


memegang laringoskop.(gambar 5.b)
g) Masukkan bilah laringoskop dengan lembut
menelusuri mulut sebelah kanan, sisihkan lidah ke kiri.
(gambar 5.c). Masukkan bilah sedikit demi sedikit
sampai ujung laringoskop mencapai dasar lidah,
perhatikan agar lidah atau bibir tidak terjepit di antara
bilah dan gigi pasien. (gambar 5.d)
h) Angkat laringoskop ke atasdan ke depan dengan
kemiringan 30 samapi 40 sejajar aksis pengangan.
Jangan sampai menggunakan gigi sebagai titik tumpu.
(gambar 5.e)
i) Bila pita suara sudah terlihat (gambar 5.f), tahan
tarikan / posisi laringoskop dengan menggunakan
kekuatan siku dan pergelangan tangan. Masukkan pipa
ET dari sebelah kanan mulut ke faring sampai bagian

Blok 24 Kegawatdaruratan
15
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

j) proksimal dari cuff ET melewati pita suara ± 1 – 2 cm


atau pada orang dewasa atau kedalaman pipa ET ±19
-23 cm (gambar 5.g).
k) Angkat laringoskop dan stilet pipa ET dan isi balon
dengan udara 5 – 10 ml. Waktu intubasi tidak boleh
lebih dari 30 detik.
l) Hubungan pipa ET dengan ambubag dan lakukan
ventilasi sambil melakukan auskultasi (asisten),
pertama pada lambung, kemudaian pada paru kanan
dan kiri sambil memperhatikan pengembangan

Blok 24 Kegawatdaruratan
16
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

dada.Bila terdengar gurgling pada lambung dan dada


tidak mengembang, berarti pipa ET masuk ke esofagus
dan pemasangan pipa harus diulangi setelah
melakukan hiperventilasi ulang selama 30 detik.
Berkurangnya bunyi nafas di atas dada kiri biasanya
mengindikasikan pergeseran pipa ke dalam bronkus
utama kanan dan memerlukan tarikan beberapa cm
dari pipa ET.
m) Setelah bunyi nafas optimal dicapai, kembangkan
balon cuff dengan menggunakan spuit 10 cc.
n) Lakukan fiksasi pipa dengan plester agar tak terdorong
atau tercabut (gambar 5.h).
o) Pasang orofaring untuk mencegah pasien menggigit
pipa ET jika mulai sadar.
p) Lakukan ventilasi terus dengan oksigen 100 % ( aliran
10 sampai 12 liter per menit).
q) Pasang orofaring untuk mencegah pasien menggigit
pipa ET jika mulai sadar.

f. Teknik Pemasangan Et Pada Bayi


a) Memilih dan menyiapkan pipa ET.

Pipa ET sekali pakai ( disposable) ukuran disesuaikan


dengan berat badan bayi. Pipa ET dipotong secara

Blok 24 Kegawatdaruratan
17
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

diagonal pada angka 13, sambungkan dengan


sambungan yang sesuai. Agar pipa lebih kaku dan
mudah dilegkungkan, masukkan stilet yang ujungnya
tidak melebihi panjang pipa ET.
Tabel 2. Perbandingan berat badan bayi dengan ukuran
pipa ET yang dibutuhkan
Berat (gram) Ukuran pipa ET (mm)

< 1000 2,5

1000 – 2000 3,0

2001 – 3000 3,5

> 3000 4,0

b) Menyiapkan laringoskop

Pilih laringoskop dengan lidah / daun lurus, no. 1


( cukup bulan) dan 0 ( kurang bulan). Pasang daun
laringoskop pada pegangannya. Hidupkan lampu
laringoskop, periksa lampu dan batere-nya
c) Menyiapkan perlengkapan lain

Alat dan kateter penghisap no 10 F. Balon dan sungkup


, sumber oksigen 100 %, stetoskop, plester.

Blok 24 Kegawatdaruratan
18
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

d) Posisi bayi

Kepala sedikit ekstensi / tengadah. Untuk anak di atas


2 tahun, posisi optimal dapat dicapai dengan
meletakkan ganjal pada kepala anak, kemudian
melakukan sniffing position. Pada bayi hal ini tidak
perlu dilakukan karena oksiput bayi yang prominen.
Pada trauma leher, intubasi harus dilakukan dalam
posisi netral.

Gambar : Sudut antara oral (O), faringeal (P) dan trakea (T)
pada anak berusia 2 tahun bila anak terbaring datar. B. Dengan
meletakkan ganjal pada oksiput, sumbu p dan t menjadi
hampir segaris. C. Dengan mengekstensikan sendi atlanto-
oksipital, ketiga sumbu hampir segaris.

e) Menyiapkan pemasukan laringoskop.


- Penolong berdiri di sisi atas kepala bayi.
- Nyalakan lampu laringoskop

Blok 24 Kegawatdaruratan
19
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

- Pegang laringoskop dengan ibu jari dan ketiga jari


tangan kiri (normal atau pun kidal), arahkan daun
laringoskop ke sisi berlawanan dengan penolong.
- Pegang kepala bayi dengan tangan kanan.
f) Memasukkan daun laringoskop
- masukkan daun laringoskop antara palatum dan
lidah
- ujung daun laringoskop dimasukkan menyusuri
lidah secara perlahan ke pangkallidah sampai
vallecula ( lekuk antara pangkal lidah dan epiglotis)
g) Melihat glottis
- angkat daun laringoskop dengan cara mengangkat
seluruh laringoskop ke arah batang laringoskop
menunjuk, lidah akan terjulur sedikit sehingga
terlihat faring.
- Menentukan letak dan posisi daun laringsokop :

Tabel : Tanda penunjuk tampilan laring melalui laringoskop


apabila terpasang dengan benar, kurang dalam, dan terlalu dalam
Letak Tanda penunjuk

Benar Glottis tampak di sebelah atas dengan muara di bawah

Kurang dalam Lidah terlihat menutupi daun

Terlalu dalam Terlihat dinding esofagus

Blok 24 Kegawatdaruratan
20
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Lebih ke kiri Di belakang faring terlihat sebagian trakea di samping

Gambar : Tampilan liang glottis melalui laringoskop

- Penekanan di daerah laring akan memperlihatkan


glottis, dengan menggunakan jari ke -4 dan ke-5
tangan kiri . atau dilakukan asisten dengan telunjuk
h) Batasan waku 20 detik

Tindakan dibatasi 20 detik untuk mencegah hipoksia.


Sambil menunggu, bayi diberikan VTP dengan oksigen
100 %.
i) Memasukkan pipa ET
- Glottis dan pita suara harus terlihat.
- Pipa ET dipegang dengan tangan kanan,
dimasukkan dari sebelah kanan mulut.
- Tetap melihat glottis, dimasukkan waktu pita suara
terbuka. Jika dalam 20 detik pita suara belum
terbuka, hentikan, sementara lakukan VTP.

Blok 24 Kegawatdaruratan
21
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

- Masukkan pipa ET di antara pita suara, sampai


sebatas garis tanda pita suara, ujung pipa pada
pertengahan pita suara dan karina.Hindari
mengenai pita suara, dapat mengakibatkan spasme.
j) mengeluarkan laringoskop.
- Pipa ET dipegang dengan tangan kanan, bertumpu
pada muka bayi, tekan ibir.
- Laringoskop dikeluarkan dengan tangan kiri tanpa
mengganggu atau menggeser pipa ET.
- Cabut stilet dari pipa ET
k) Memastikan letak pipa ET
- Sambil memegang pipa ET pada bibir, pasang
sambungan pipa ke balon resusitasi dan lakukan
ventilasi sambil mengamati dada dan perut bayi.
- Jika letak ET benar akan terlihat : dada
mengembang, perut tidak mengembung
- Mendengarkan suara nafas dengan menggunakan
stetoskop di dada atas kiri dan kanan.
- Jika letak ET benar : udara masuk ke kedua sisi
dada, suara nafas kiri = kanan
l) Letak pipa ET
a. Pipa ET tepat di tengah trakea :
- kedua sisi dada mengembang sewaktu
melakukan ventilasi
- suara nafas terdengar sama di kedua sisi dada
- tidak terdengar suara di lambung
- perut tidak kembung
b. pipa Et terletak di bronkus

Blok 24 Kegawatdaruratan
22
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

- suara nafas hanya terdengar di salah satu sisi


paru
- suara nafas terdengar tidak sama keras
- tidak terdengar suara di lambung
- perut tidak kembung
c. pipa ET terletak di esofagus
- tidak terdengar suara nafas di kedua dada atas
- terdengar suara udara masuk lambung
- perut tampak gembung
m) Fiksasi pipa ET

Perhatikan tanda cm pada pipa ET setinggi batas bibir


atas.
Tanda ini digunakan untuk :
- mengetahui apakah pipa ET berubah letaknya
- jarak pipa ET ke bibir menentukan dalamnya pipa

Fiksasi pipa ET ke wajah bayi dengan plester


g. Keadaan yang Menyebabkan Pengembangan Paru
Tidak Adekuat dengan Masker Resusitasi dan Pipa ET
a. pipa ET terlalu kecil
b. katup pelindung kelebihan tekanan pada balon
resusitasi lupa ditutup, hingga udara tekan keluar
melalui katup ini
c. kebocoran pada konektor
d. volume tidal yang diberikan kurang
e. sumbatan pada pipa ET
f. pneumothorax
h. Komplikasi

Blok 24 Kegawatdaruratan
23
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

1. Pipa ET masuk ke dalam esofagus..


2. Luka pada bibir dan lidah.
3. Gigi patah.
4. Laserasi pada faring dan trakea.
5. Kerusakan pita suara
6. Perforasi pada faring dan esofagus
7. Muntah dan aspirasi
8. Pelepasan adrenalin dan noradrenalin akibat
rangsangan intubasi sehingga terjadi hipertensi,
takikardi, dan aritmia.
9. Pipa masuk ke salah satu bronkus, umumnya masuk ke
bronkus kanan. Untuk mengatasinya, tarik pipa 1-2 cm
sambil dilakukan inspeksi gerakan dada dan auskultasi
bilateral.

CHECKLIST
TEKNIK PEMASANGAN ETT PADA DEWASA
No TEKNIK 0 1 2
1 Beritahukan pada penderita atau keluarga mengenai
prosedur tindakan yang akan dilakukan, indikasi dan
komplikasinya, dan mintalah persetujuan dari penderita
atau keluarga (informed consent)
2 Cek alat yang diperlukan, pastikan semua berfungsi
dengan baik dan pilih pipa endotrakeal ( ET) yang
sesuai ukuran.
3 Masukkan stilet ke dalam pipa ET. Jangan sampai ada
penonjolan keluar pada ujung balon
4 Buat lengkungan pada pipa dan stilet
5 Cek fungsi balon dengan mengembangkan dengan

Blok 24 Kegawatdaruratan
24
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

udara 10 ml. Jika fungsi baik, kempeskan balon.


6 Beri pelumas pada ujung pipa ET sampai daerah cuff.
7 Letakkan bantal kecil atau penyangga handuk setinggi
10 cm di oksiput dan pertahankan kepala sedikit
ekstensi. (jika resiko fraktur cervical dapat
disingkirkan)
8 Bila perlu lakukan penghisapan lendir pada mulut dan
faring dan berikan semprotan benzokain atau tetrakain
jika pasien sadar atau tidak dalam keadaan anestesi
dalam.
9 Lakukan hiperventilasi minimal 30 detik melalui bag
masker dengan Fi O2 100 %.
10 Buka mulut dengan cara cross finger dan tangan kiri
memegang laringoskop.
11 Masukkan bilah laringoskop dengan lembut menelusuri
mulut sebelah kanan, sisihkan lidah ke kiri.
12 Masukkan bilah sedikit demi sedikit sampai ujung
laringoskop mencapai dasar lidah, perhatikan agar lidah
atau bibir tidak terjepit di antara bilah dan gigi pasien.
13 Angkat laringoskop ke atas dan ke depan dengan
kemiringan 30 samapi 40 sejajar aksis pengangan.
Jangan sampai menggunakan gigi sebagai titik tumpu.
14 Bila pita suara sudah terlihat, tahan tarikan / posisi
laringoskop dengan menggunakan kekuatan siku dan
pergelangan tangan.
15 Masukkan pipa ET dari sebelah kanan mulut ke faring
sampai bagian proksimal dari cuff ET melewati pita
suara ± 1 – 2 cm atau pada orang dewasa atau
kedalaman pipa ET ±19 -23 cm.
16 Angkat laringoskop dan stilet pipa ET dan isi balon
dengan udara 5 – 10 ml.
17 Hubungan pipa ET dengan ambubag dan lakukan
ventilasi sambil melakukan auskultasi ( asisten),
pertama pada lambung, kemudian pada paru kanan dan
kiri sambil memperhatikan pengembangan dada.
18 Bila terdengar gurgling pada lambung dan dada tidak
mengembang, berarti pipa ET masuk ke esofagus dan
pemasangan pipa harus diulangi setelah melakukan
hiperventilasi ulang selama 30 detik.

Blok 24 Kegawatdaruratan
25
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

19 Setelah bunyi nafas optimal dicapai, kembangkan balon


cuff dengan menggunakan spuit 10 cc.
20 Lakukan fiksasi pipa dengan plester agar tak terdorong
atau tercabut
21 Pasang orofaring untuk mencegah pasien menggigit
pipa ET jika mulai sadar.
22 Lakukan ventilasi terus dengan oksigen 100 % ( aliran
10 sampai 12 liter per menit).
JUMLAH
Penjelasan :
0 Tidak dilakukan mahasiswa
1 Dilakukan, tapi belum sempurna
2 Dilakukan dengan sempurna.
Nilai Mahasiswa = SkorTotal x 100%
44

CHECKLIST
TEKNIK PEMASANGAN ETT PADA BAYI
NO. LANGKAH 0 1 2
1 Informed consent pada keluarga
2 Pilih pipa ET sekali pakai dengan ukuran disesuaikan
berat badan bayi.
3 Pipa ET dipotong secara diagonal pada angka 13,
sambungkan dengan sambungan yang sesuai.
4 Agar pipa lebih kaku dan mudah dilegkungkan,
masukkan stilet yang ujungnya tidak melebihi panjang
pipa ET.
5 Pasang daun laringoskop pada pegangannya.
6 Hidupkan lampu laringoskop, periksa lampu dan batere

Blok 24 Kegawatdaruratan
26
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

nya*
7 Persiapkan alat dan kateter penghisap no 10 F.
8 Persiapkan balon dan sungkup, sumber oksigen 100 %,
stetoskop, plester.
9 Memposisikan bayi : Kepala sedikit ekstensi
10 Penolong berdiri di sisi atas kepala bayi.
11 Nyalakan lampu laringoskop
12 Pegang laringoskop dengan ibu jari dan ketiga jari
tangan kiri (normal atau pun kidal), arahkan daun
laringoskop ke sisi berlawanan dengan penolong.
13 Pegang kepala bayi dengan tangan kanan.
14 Masukkan daun laringoskop antara palatum durum dan
lidah
15 Ujung daun laringoskop dimasukkan menyusuri lidah
secara perlahan ke pangkal lidah sampai vallecula
epiglottica
16 Angkat daun laringoskop dengan cara mengangkat
seluruh laringoskop ke arah batang laringoskop
menunjuk, lidah akan terjulur sedikit sehingga terlihat
faring.
17 Penekanan di daerah laring akan memperlihatkan
glottis, dengan menggunakan jari ke -4 dan ke-5 tangan
kiri atau dilakukan asisten dengan telunjuk
Batasan waku 20 detik
18 Sambil menunggu, bayi diberikan VTP dengan oksigen
100 %.

19 Pipa ET dipegang dengan tangan kanan, dimasukkan


dari sebelah kanan mulut.
20 Tetap melihat glottis, dimasukkan waktu pita suara
terbuka. Jika dalam 20 detik pita suara belum terbuka,
hentikan, sementara lakukan VTP.
21 Masukkan pipa ET di antara pita suara, sampai sebatas
garis tanda pita suara, ujung pipa pada pertengahan pita
suara dan karina.*
22 Pipa ET dipegang dengan tangan kanan, bertumpu pada
muka bayi, tekan bibir.
23 Laringoskop dikeluarkan dengan tangan kiri tanpa
mengganggu atau menggeser pipa ET.

Blok 24 Kegawatdaruratan
27
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

24 Cabut stilet dari pipa ET


25 Sambil memegang pipa ET pada bibir, pasang
sambungan pipa ke balon resusitasi dan lakukan
ventilasi sambil mengamati dada dan perut bayi.
26 Mendengarkan suara nafas dengan menggunakan
stetoskop di dada atas kiri dan kanan.*
27 Fiksasi pipa ET ke wajah bayi dengan plester
JUMLAH

Penjelasan :
0 Tidak dilakukan mahasiswa
1 Dilakukan, tapi belum sempurna
2 Dilakukan dengan sempurna.
Nilai Mahasiswa = SkorTotal x 100%
54

TOPIK II
RESUSITASI CAIRAN

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Mahasiswa mampu mengenal jenis-jenis cairan yang
dapat digunakan untuk resusitasi cairan
2. Mahasiswa mampu menjelaskan faktor-faktor yang
mempengaruhi kebutuhan cairan

Blok 24 Kegawatdaruratan
28
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

3. Mahasiswa mampu melakukan diagnosis derajat


dehidrasi.
4. Mahasiswa mampu melakukan penghitungan kebutuhan
dan cara resusitasi dan jenis cairan yang digunakan pada
kasus dehidrasi
5. Mahasiswa mampu melakukan diagnosis derajad
kehilangan cairan dan darah pada kasus perdarahan.
6. Mahasiswa mampu melakukan penghitungan kebutuhan,
cara resusitasi dan jenis cairan yang digunakan pada
kasus perdarahan.
7. Mahasiswa mampu menjelaskan jenis-jenis sediaan darah
8. Mahasiswa mampu menentukan saat kapan transfusi dan
penghitungan kebutuhan darah.

B. TINJAUAN PUSTAKA
Resusitasi adalah suatu tindakan untuk mengembalikan
fungsi tubuh kepada keadaan fisiologis. Kehilangan cairan
dapat berupa kehilangan yang normal (keringat, penguapan,
urine) atau kehilangan yang patologis. Kehilangan cairan yang
patologis bisa disebabkan oleh karena perdarahan atau non
perdarahan (dehidrasi). Resusitasi cairan adalah tindakan
mengganti kehilangan cairan tubuh yang hilang oleh sebab

Blok 24 Kegawatdaruratan
29
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

patologis kembali menjadi normal. Mempertahankan volume


cairan tubuh agar relatif konstan dan komposisinya tetap stabil,
penting untuk homeostasis. Penghitungan kebutuhan cairan
didasarkan pada prinsip cairan masuk sama dengan cairan yang
keluar (seimbang).
Asupan cairan dapat terjadi melalui makan dan minum,
yang normalnya menambah cairan tubuh sekitar 2100 ml/hari,
serta dari sintesis di dalam tubuh yang menambah sekitar 200
ml/hari. Kedua hal ini memberikan asupan harian total kira-
kira 2300 ml/hari, yang jumlahnya kadang bervariasi pada
masing-masing orang bahkan pada orang yang sama pada hari
yang berbeda, bergantung pada cuaca, kebiasaan, dan tingkat
aktivitas fisik.

a. Komposisi Cairan Tubuh.


Tubuh manusia terdiri dari zat padat yaitu 40% dari
berat badan dan zat cair yaitu 60% dari berat badan. Cairan
tubuh (Total body water) : 60% dari berat badan yang terdiri
dari:
1. Cairan Intraselular (Intra Cellular Fluid/ ICF) adalah 40% dari berat
badan.

Blok 24 Kegawatdaruratan
30
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

2. Cairan Extraseluler (Extra Cellular Fluid/ ECF) adalah 20% dari berat
badan, terdiri dari:
 Cairan Intersitial (Inter Stitial Fluid) : 15%
 Cairan Intravascular (Intra Vascular Fluid) : 5%
Contoh :
o Laki laki, BB : 60 kg  Total Body Water (TBW) = 60% dari 60 kg
36 liter
o Dari 36 liter TBW  ICF = 24 liter & ECF = 12 liter
o ECF = 12 liter  ISF = 9 liter & IVF = 3 liter
Tabel Persentase Total Body Water
Pria Wanita
Kurus 65% 55%
Sedang 60% 50%
Gemuk 55% 45%

Perpindahan cairan tubuh dipengaruhi oleh :


 Tekanan hidrostatik
Tekanan hidrostatik yaitu tekanan yang mempengaruhi
pergerakan air melalui dinding kapiler. Bila albumin
rendah maka tekanan hidrostatik akan meningkat dan
tekanan onkotik akan turun sehingga cairan intravaskuler

Blok 24 Kegawatdaruratan
31
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

akan didorong masuk ke inerstitial yang berakibat


edema.
 Tekanan onkotik atau tekanan osmotik koloid
Tekanan onkotik merupakan tekanan yang mencegah
pergerakan air. Albumin menghasilkan 80% dari tekanan
onkotik plasma, sehingga bila albumin cukup pada cairan
intravaskuler maka cairan tidak akan mudah masuk ke
interstitial.

b. Faktor-Faktor Modifikasi Kebutuhan Cairan


 Kebutuhan Ekstra :
1. Demam (12 % setiap kenaikan 1°C di atas 37°C)
2. Hiperventilasi
3. Suhu lingkungan tinggi
4. Aktivitas ekstrem
5. Setiap kehilangan abnormal, misal : diare, poliuria.
 Penurunan kebutuhan :
1. Hipotermia (12 % setiap 1°C di bawah 37°C)
2. Kelembaban sangat tinggi
3. Oliguria atau anuria
4. Hampir tidak ada aktivitas
5. Retensi cairan misal gagal jantung

Blok 24 Kegawatdaruratan
32
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Gangguan keseimbangan cairan tubuh umumnya


menyangkut cairan ekstraseluler (extracellular fluid), yang
dapat terjadi pada keadaan :
 Gastroenteritis
 DHF, Difteri, Tifoid
 Hiperemesis gravidarum
 Pembedahan: Sectio caesarria, Histerktomi, kistekstomi,
apendektomi, splenektomi, reseksi usus, gastrektomi,
perdarahan intraoperatif, dll
 Ketoasidosis diabetikum
 Penyakit lain yang menyebabkan input dan output tidak
seimbang.

c. Pemberian Cairan
Pemberian cairan bisa melalui oral, ataupun melalui
jalur intravena dengan pemasangan infus.
Secara umum, keadaan-keadaan yang dapat
memerlukan pemberian cairan infus adalah:

Blok 24 Kegawatdaruratan
33
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

 Kondisi jaur enteral (via oral) tidak memungkinkan,


missal pada pasien penurunan kesadaran, kejang
 Perdarahan dalam jumlah banyak (kehilangan cairan
tubuh dan komponen darah) misalnya : trauma abdomen,
fraktur khususnya di pelvis dan femur, trauma kepala,
dada, dan tulang punggung.
 “Serangan panas” (heat stroke) (kehilangan cairan tubuh
pada dehidrasi)
 Diare dan demam (mengakibatkan dehidrasi)
 Luka bakar luas (kehilangan banyak cairan tubuh)
Jenis infus yang dipasang bisa berupa:
 Infus set dengan tetesan mikro (untuk anak usia <1
tahun) (1 cc = 60 tetes mikro)
 Infus set dengan tetesan makro (1 cc = 20 tetes makro)
 Transfusi set (1 cc = 15 tetes)

d. Jenis Cairan
Ada dua jenis cairan pengganti cairan tubuh :
1. Cairan kristaloid

Blok 24 Kegawatdaruratan
34
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Cairan kristalodi merupakan cairan yang mengandung partikel dengan


berat molekul (BM) rendah (<8000 Dalton), dengan atau tanpa
glukosa. Tekanan onkotik rendah, sehingga cepat terdistribusi ke
seluruh ruang ekstraseluler.
Contoh cairan kristaloid:
 Larutan ionic
a) Ringer Lactate (RL)
Merupakan cairan paling fisiologis jika sejumlah volume besar
diperlukan. Komposisi : Na+ 130, K+ 4, Cl- 109, Ca++ 3,
Lactate- 28. Indikasi : sebagai replacement therapy, seperti :
syok hipovolemik, diare, tauma, dan luka bakar.
Catatan :
- Laktat yang terdapat di dalam RL akan dimetabolisme oleh
hati menjadi bikarbonat untuk memperbaiki keadaan seperti
asidosis metabolik
- Kalium yang terdapat di dalam RL tidak cukup untuk
maintenance sehari-hari, apalagi untuk defisit kalium
- Tidak mengandung gukosa sehingga bila dipakai sebagai
cairan maintenance harus ditambah glukosa untuk mencegah
terjadinya ketosis
b) Ringer Acetate

Blok 24 Kegawatdaruratan
35
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Komposisi : Na+ 130, K+ 4, Cl- 109, Ca++ 3, Acetate – 28.


Indikasi : digunakan sebagai terapi pengganti cairan pada pasien
dengan gangguan hepar, karena metabolisme asetat terjadi di
otot, berbeda dengan laktat yang dimetabolisme di hati (hepar).
c) NaCl physiologic (0,9% saline)
Komposisi : Na+ 154 Cl- 154. Digunakan sebagai cairan
resusitasi (Replacement Therapy) terutama untuk kasus :
- Kadar Na+ rendah
- Keadaan dimana RL tidak cocok digunakan, misalnya pada
alkalosis, retensi kalium
- Cairan pilihan untuk trauma kapitis
- Dipakai untuk mengencerkan darah merah sebelum transfuse
- Kekurangan : tidak mengandung HCO3-, tidak mengandung
K+, kadar Na+ dan Cl- relatif tinggi sehingga dapat terjadi
acidosis hyperchloremia, acidosis dilutional dan
hypernatremia.
d) Hartmann’s solution

 Larutan Non-ionik
a) Dextrose 5% dan 10%

Blok 24 Kegawatdaruratan
36
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

- Indikasi : digunakan sebagai cairan maintenance pada pasien


dengan pembatasan intake natrium atau cairan pengganti
pada pure water deficit. Penggunaan perioperatif.
- Kekurangan : tidak mengandung elektrolit, cairan hipotonik
sehingga menambah volume intrasel sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya edema anasarka. Menyebabkan
hiponatremia dan hipokloremia (gangguan keseimbangan
elektrolit).

2. Cairan Koloid
Cairan koloid merupakan cairan yang mengandung zat dengan BM
tinggi (>8000 Dalton), misalnya protein. Tekanan onkotik tinggi,
sehingga sebagian besar akan tetap tinggal di ruang intravaskuler.
Contoh:
 Plasma Protein fraction: plasmanat
 Albumin
 Blood product : Fresh Frozen Plasma (FFP), Red
Blood Cells Concentration, Cryoprecipitate
 Koloid sintetik : dextran, hetastarch, gelatin

e. Dasar Terapi Cairan

Blok 24 Kegawatdaruratan
37
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Terapi cairan terdiri dari resusitasi dan rumatan


(maintenance). Resusitasi dapat dilakukan dengan cairan
kristaloid atau koloid. Rumatan dilakukan dengan cairan
kristaloid. Sebagian besar cairan kristaloid akan keluar dari
intravaskular dalam waktu singkat. Sehingga volume yang
diberikan harus lebih banyak (3:1 dengan volume darah
yang hilang). Ekspansi cairan dari ruang intravaskuler ke
interstitial berlangsung selama 30-60 menit. Secara garis
besar kristaloid bertujuan untuk meningkatkan volume
ekstrasel, tanpa peningkatan volume intra sel.
Cairan koloid mengandung molekul-molekul besar,
tinggal dalam intravaskular cukup lama (waktu paruh koloid
intravaskuler 3-6 jam), sehingga volume yang diberikan
sama dengan volume darah. Koloid mempunyai kelebihan
dapat menggantikan dengan cepat, volume cairan lebih
sedikit, ekspansi volume plasma lebih panjang, dan risiko
edema periper kecil. Koloid digunakan untuk resusitasi
cairan pada penderita dengan defisit cairan berat (syok
hemoragik), pada hipoalbuminemia, misalnya pada luka
bakar.

f. Kehilangan Cairan Non-Perdarahan (Dehidrasi)

Blok 24 Kegawatdaruratan
38
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Derajat Dehidrasi

Tanda-tanda klinis Ringan Sedang Berat


Hemodinamik Takikardi Takikardi, hipotensi ortostatik,
Takikardi,sianosis,
nadi nadi sulit
lemah, vena kolaps akral dingin
Jaringan Mukosa lidah kering
Lidah lunak, keriput Atonia, mata cekung
Turgor kulit < << <<<
Urin Pekat Pekat, jumlah menurunOliguria
Kesadaran Normal Apatis, gelisah Koma
Defisit 3-5% BB 6-8% BB 10% BB
Penggantian Cairan :
1. Tentukan derajat dehidrasi pasien
2. Hitung kekurangan / defisit cairan, berdasarkan derajat dehidrasi
dikali dengan berat badan
3. Bila dehidrasi ringan dan sedang langsung ke rehidrasi tahap lambat,
namun bila dehidrasi berat dimulai dengan rehidrasi tahap cepat
kemudian dievaluasi dilanjutkan ke tahap rehidrasi lambat bila
rehidrasi cepat berhasil.
4. Tahap cepat : 20 – 40 ml/kgBB  guyur dalam waktu ½ -1 jam
5. Tahap lambat : 50% sisa defisit cairan + rumatan, diberikan
dalam 8 jam pertama 50% sisa defisit cairan + rumatan diberikan
dalam 16 jam kedua
Rehidrasi tahap cepat berguna untuk untuk mengembalikan fungsi
hemodinamik menuju normal. Hal tersebut ditandai dengan membaiknya
fungsi hemodinamik (MAP, HR, perfusi perifer), membaiknya perfusi
organ (urine mulai keluar, jernih).

Blok 24 Kegawatdaruratan
39
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

g. Kebutuhan normal untuk rumatan


Dalam keadaan tidak ada masukan melalui oral, maka
defisit cairan dan elektrolit dengan segera dapat terjadi
sebagai akibat produksi urine, sekresi gastrointestinal,
keringat dan insesible waterloss dari kulit dan paru.
Kebutuhan normal untuk rumatan dapat dilihat dari tabel
di bawah ini :
Berat Badan Jumlah Cairan
0-10 kg 4 mL / kg/jam
10-20 kg berikutnya Tambahkan 2 mL/kg/jam
Untuk setiap kg diatas 20 kg tambahkan 1 mL/kg/jam

Sebagai contoh : kebutuhan cairan rumatan untuk berat badan 60 kg


adalah:
10x4 + 10x2 + 40x1= 100 mL/jam. Atau 2400 mL/hari.

Blok 24 Kegawatdaruratan
40
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

h. Kehilangan cairan oleh karena perdarahan :


Penentuan derajat perdarahan yang sudah terjadi
berdasarkan hasil pemeriksaan pada saat ini

Keterangan : EBV = 70 ml/kg BB


- Contoh BB 60 kg, maka EBV = 60 x 70 = 4200 mL

- Perdarahan 25 % EBV = 25 % x 4200 = 1050 mL

Blok 24 Kegawatdaruratan
41
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Penggantian Cairan Pada Perdarahan:


Konsensus :

 Kristaloid 3:1

 Kolloid (HES) 1:1

 Kolloid (gelatin) 1.5 : 1

Sampai dengan perdarahan 25 % EBV  Kristaloid


Contoh :
- Pasien dengan BB 60 kg, perdarahan s/d 25% EBV
( 1050 ml)  diganti dengan 3150 ml RL.
- Selebihnya (diatas 25% EBV), diganti dengan koloid
(1:1)  500 mL perdarahan diganti dengan 500 mL
HES-6% , atau darah (WB) 500 mL

Blok 24 Kegawatdaruratan
42
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

i. Transfusi Darah
Mengikuti RULE-of nine.
- Jumlah mL WB = BB (kg) x 5 x delta Hb (selisih Hb
target dengan Hb saat ini)
- Target Hb = 7-9 gr %
- PRC  ½ dari WB.
Contoh :
o BB 60kg, Hb 3gr%, target 9gr%
o Maka kebutuhan WB = 60 x 5 x (9-3) = 1800 ml
o Bila PRC  900 ml
Penghangatan Cairan :
Tujuan penghangatan cairan :
- Tetesan infus lancar
- Mencegah hypothermia
- Kurva dissosiasi oksigen bergeser kekanan (un-
loading, Hb mudah melepas oksigen)
- Pompa jantung kuat

Blok 24 Kegawatdaruratan
43
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

SKENARIO KASUS
Seorang laki-laki berusia 40 tahun dibawa ke Unit gawat darurat
RS setelah mengalami kecelakaan lalu lintas. Pasien tampak sesak,
ketika diajak bicara jawaban tidak jelas.hasil pemeriksaan fisik
didapatkan: BB sekitar 60 kg. Tanda Vital : tekanan darah: 90/70
mmHg, frekuensi nafas :32 x/menit, denyut nadi : 128x / menit.
Abdomen tampak membesar dan keras, jejas (+) dibawah arcus
costa kiri, tanda-tanda fraktur tidak tampak. Setelah dipasang
kateter, urine yang keluar pekat, hanya 15 mL.
Tugas: Lakukanlah resusitasi cairan yang sesuai dengan kasus di atas !

Setelah dilakukan resusitasi, keadaan pasien saat ini:


Tekanan darah: 110/70 mmHg, Frekuensi nafas: 24x/menit, TD :
110/70 mmhg, denyut nadi 106x / menit, urine sudah mulai keluar
40 mL, mulai jernih.
Setengah jam kemudian pasien tampak sesak kembali, tekanan
darah 90/70 mmHg, denyut nadi 120 x /menit, pasien tampak
pucat, sklera tampak udem. Hb diukur 5 gr %.
Tugas:
Lakukanlah resusitasi cairan yang sesuai dengan kasus di atas !
Apakah kemungkinan diagnosis pasien tersebut?

Blok 24 Kegawatdaruratan
44
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Jawaban : (untuk instruktur)


1. diagnosis Trauma tumpul abdomen dengan shock hipovolemik ec
internal bleeding
2. Lihat tabel, dari tanda dan gejala yang ada diagnosis: derajat
perdarahan kelas III ( 30 -40 % EBV)
35 % x 60 x 70 mL = 1500 mL
3. Cairan yang diberikan RL (Ringer Lactat) + koloid (HES 6%) (dihangatkan)
4. Sampai dengan perdarahan 25 % berikan RL (3 : 1)  1000 cc perdarahan diganti
dengan 3000 mL RL, guyur kira-kira 1 jam. Nilai tanda klinis (TD, frekuensi nafas,
denyut nadi, produksi urine). Apabila hemodinamik belum kembali normal, berikan
penganti sisa perdarahan dengan koloid  500 mL perdarahan ganti dengan HES 6 %
500 mL ( 1 : 1)
5. Persiapan yang dilakukan : Infus set (jarum besar, 16 G atau 18 G ) 2 set, pemanas
cairan, Oksigen nasal.
Setelah ½ jam berikutnya keadaan menurun kembali :
1. Panggil segera ahli bedah dan tim OK untuk segera operasi cito.
2. Berikan transfusi Whole Blood dengan target Hb 9 gr%
= 60 x 5 x (9-5) = 1200 mL WB
Bila ingin memberi PRC  beri 600 mL PRC
3. Darah perlu dihangatkan sampai dengan 39 0 C

Blok 24 Kegawatdaruratan
45
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

SKENARIO KASUS 2
Seorang wanita, berusia 26 tahun di bawa ke Unit gawat darurat
RS dengan keluhan BAB cair sejak 2 hari yang lalu. Keluhan BAB
cair > 6 kali dalam sehari, lendir (-), darah (-). Pasien juga
mengeluh muntah >3 kali dalam sehari dengan volume sekitr 1
gelas belimbing. Pasien tampak lemas dan mengantuk. Pada
pemeriksaan fisik dijumpai : kesadaran: somnolen. Tanda vital:
tekanan darah: 85/- mmHg (dari palpasi); denyut nadi 138x/menit,
halus; frekuensi nafas: 28 x/menit, akral dingin, warna pucat dan
kebiruan, mata cekung. Katerter terpasang, urine 5 cc dengan
warna pekat.
Pasien didiagnosis mengalami gastroenteritis akut dengan
dehidrasi berat.
Tugas: Lakukanlah resusitasi cairan yang sesuai dengan kasus di atas !

Jawaban : (untuk instruktur)

Blok 24 Kegawatdaruratan
46
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

1. lihat tabel dehidrasi klasifikasi dehidrasi berat


2. Pasien mengalami kehilangan cairan 10% BB
3. 10% dari 50 kg = 5 liter = 5000 mL
4. Cairan yang diberikan RL (Ringer Lactat) yang dihangatkan
5. Persiapan yang dilakukan : infus set (jarum besar, 16 G atau 18
G ) 2 set, penghangat cairan, penghangat tubuh, Oksigen nasal,
persiapan cairan Kristaloid RL yang dihangatkan
6. Tata cara resusitasi cairan
- Infus RL hangat : 20 ml/kg BB  1000 ml
- Dihabiskan dalam waktu ½ s/d 1 jam (guyur)
- Dinilai status pasien ini, kalau masih belum membaik, berikan 20 ml/kg
BB (1000 ml) ke II dalam waktu setengah jam.
- Nilai kembali TD saat ini : 105/70 mm/Hg, HR : 100 x/menit, nadi teraba,
volume sudah mulai membaik.
Urine keluar 35 ml, mulai jernih.
- Tindakan berikutnya sisa deficit cairan 5000 ml – 2000 ml = 3000 ml.
Cairan Rumatan dengan BB = 50 kg = (10 X 4) +(10x2)+ (30X1) = 90
ml/jam
- Maka tetesan lambat 8 jam pertama (50% x 3000 ml + (90 ml x 8 ) = 2220
ml → dihabiskan dalam 8 jam
- 16 jam berikutnya : 1500 ml + (90 ml x 16 ) = 2940 ml  habiskan
dalam 16 jam

Blok 24 Kegawatdaruratan
47
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

berikutnya .
NB. 1cc = 20 tetes makro = 60 tetes mikro
- Sementara lakukan pemantauan, hemodinamik, perfusi perifer, produksi
urine, temperatur tubuh.

CEKLIS PENILAIAN KETERAMPILAN


RESUSITASI CAIRAN DEWASA
No Aspek Keterampilan yang dinilai Skor
0 1 2
1 Menilai parameter :

Blok 24 Kegawatdaruratan
48
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

- Menentukan TD
- Menentukan HR
- Menentukan frekwensi pernafasan
- Menentukan produksi urin
- Turgor kulit
- Menentukan kesadaran

2 Persiapan untuk melakukan tindakan :


- Infus set terdiri dari 2 set.
- Penghangat cairan
- Penghangat tubuh
- Oksigen nasal
- Kateter urine
- Persiapan cairan Kristaloid RL

3 Menentukan derajat perdarahan atau dehidrasi


sesuai data pada tabel
4 Melakukan perhitungan kehilangan darah atau
dehidrasi cairan berdasarkan klassifikasi (tabel).
5 Mengenal jenis cairan pengganti perdarahan
(kristaloid, koloid, darah atau komponen darah)
dan pengganti cairan untuk rehidrasi pada kasus
dehidrasi
6 Melakukan penggantian perdarahan/ dehidrasi,
sesuai dengan petunjuk diatas. ( kerjakan sesuai
dengan kasus)
7 Pemantauan pasca resusitasi / rehidrasi sesuai
dengan tabel (klassifikasi perdarahan/dehidrasi)
Jumlah Skor
0 Tidak dilakukan mahasiswa
1 Dilakukan, tapi belum sempurna
2 Dilakukan dengan sempurna.
Nilai Mahasiswa = SkorTotal x 100%
RESUSITASI CAIRAN PEDIATRIK

Child in Shock

Blok 24 Kegawatdaruratan
49
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Adequate oxygenation & ventilation


Crystalloid 20 mL/KgBW in 5 minutes

No improvement improvement

No improvement Crystalloid 20 mL/KgBW in 5 minutes


Increase MABP
Normalization HR
Urinary catheter Improved perfusion
UOP >1 mL/KgBW

Establish CVP
Establish etiology, observation

CVP > 10 mmHg


CVP < 10 mmHg

Discontinue fluid resuscitation


Colloid infusion untill CVP 10 mmHg

Inotropic agent (+)

Maintenace fluid requirement daily (according to Holliday-Segar) :


BW : ≤ 10 Kg  100cc/KgBW
Colloid infusion untill CVP 10 mmHg BW : 11 – 20 Kg  1000 + (BW-10) x 50
BW : 21 – 30 Kg  1500 + (BW-20) x 20
CEKLIS PENILAIAN KETERAMPILAN
RESUSITASI CAIRAN PEDIATRIK
No Aspek Keterampilan yang dinilai Skor
0 1 2

Blok 24 Kegawatdaruratan
50
improvement
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

1 Menilai keadaan syok


- Kesadaran : respon terhadap nyeri,
- Frekuensi Napas : 70 kali/menit
- Denyut nadi di arteri radialis : tidak teraba
- Tekanan darah : tidak terukur
- Waktu pengisian kapiler: > 3 detik
- Jumlah urin : tidak ada

2 Mempersiapkan alat dan cairan resusitasi


- Kristaloid : Ringer Lactate, NaCl 0,9%
- Koloid : HES 6%, dextran 40, dan gelatin
- IV line : abbocath no. 22 / 24, infuse set mikro/makro

3 Penanganan awal pasien


- Airway : head tilt-chin lif
- Breathing : Berikan oksigenasi & ventilasi adekuat :pemberian
oksigen dengan nasal kanul
- Circulation : pasang IV line

4 Menghitung cairan resusitasi awal dengan kristaloid yaitu ringer


laktat pada 5 menit pertama : 20 cc/kgBB yaitu sebanyak 200cc
5 Menilai perbaikan klinis pasca resusitasi dengan cairan kristaloid
pada 5 menit pertama
- Kesadaran :tidak respon terhadap nyeri
- Frekuensi Napas : 64 kali/menit
- Meraba denyut nadi di arteri radialis : teraba 158 kali/menit,
namun masih halus
- Tekanan darah : 80/60 mmHg
- Waktu pengisian kapiler yaitu dengan cara menekan pada
ujung kuku kemudian dilepaskan : > 3 detik
- Jumlah urin : 3 cc (kesan < 1cc/kg/jam)

Kesimpulan : shock belum teratasi.


- Jika shock telah teratasi, lanjutkan terapi cairan maintenance
menurut Holliday-Segar (pada no.10)

Blok 24 Kegawatdaruratan
51
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

6 Menghitung cairan resusitasi dengan kristaloid (Ringer Laktat) pada


5 menit kedua : 20 cc/kgBB yaitu sebanyak 200 cc
7 Menilai perbaikan klinis pasca resusitasi dengan cairan kristaloid
pada 5 menit kedua
- Kesadaran : respon terhadap suara
- Frekuensi Napas : 52 kali/menit
- Meraba denyut nadi di arteri radialis : 150 kali/menit
- Tekanan darah : 90/70 mmHg
- Waktu pengisian kapiler yaitu dengan cara menekan pada
ujung kuku kemudian dilepaskan : > 3 detik
- Jumlah urin : 5 cc (kesan < 1 cc/kgBB/jam)

Kesimpulan : shock belum teratasi.

- Jika shock telah teratasi, lanjutkan terapi cairan maintenance


menurut Holliday-Segar (pada no.10)

8 Menghitung cairan resusitasi dengan koloid pada 5 menit ketiga : 10


cc/kgBB, diberikan sebanyak 100 cc
9 Menilai perbaikan klinis pasca resusitasi dengan cairan koloid
- Kesadaran : alert (compos mentis)
- Frekuensi Napas : 36 kali/menit
- Meraba denyut nadi di arteri radialis : 108 kali / menit, teraba
kuat
- Tekanan darah : 90/60 mmHg
- Waktu pengisian kapiler yaitu dengan cara menekan pada
ujung kuku kemudian dilepaskan : < 3 detik
- Jumlah urin : 50 cc (kesan > 1cc/kgBB/jam)

Kesimpulan : shock teratasi.


10 Syok teratasi, dilanjutkan dengan cairan maintenance sesuai klinis
menurut Holliday-Segar
Kasus ini : diberikan sebanyak 1000 cc per hari
11 Evaluasi pemberian cairan
- Peningkatan Mean Arterial Pressure

Blok 24 Kegawatdaruratan
52
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

- Denyut jantung normal


- Perfusi membaik

12 Melakukan rujukan / rawat di PICU

Jumlah Skor
Keterangan:

0 Tidak dilakukan mahasiswa


1 Dilakukan, tapi belum sempurna
2 Dilakukan dengan sempurna.
Nilai Mahasiswa = SkorTotal x 100%

TOPIK III

Blok 24 Kegawatdaruratan
53
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

ACCIDENT AND EMERGENCY (FIRST AID)

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari topik keterampilan ini mahasiswa
diharapkan mampu :
1. Mengetahu keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan pertolongan
pertama.
2. Mengenali pasien dengan kegawatdaruratan yang memerlukan
pertolongan pertama.
3. Melakukan penanganan pertama yang diperlukan.
4. Melakukan tindakan penanganan untuk mencegah cedera lebih lanjut.
5. Memutuskan perlunya pasien mendapatkan penanganan lebih lanjut.

B. TINJAUAN PUSTKA
Pertolongan pertama adalah prosedur tindakan terbatas yang
dilakukan untuk menangani keadaan sakit atau cedera yang
biasanya dilakukan oleh orang awam terhadap penderita sakit
atau cedera sampai penanganan definitif dapat diberikan, atau
sampai sakit atau cedera tersebut tertangani (tidak semua sakit
atau cedera memerlukan tingkat penanganan yang lebih
lanjut).
Pada umumnya ini meliputi suatu rangkaian teknik medis
sederhana atau tindakan penyelamatan hidup, yang dapat

Blok 24 Kegawatdaruratan
54
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

dilatihkan kepada individu dengan kemampuan atau tanpa


kemampuan medis, dan dengan peralatan yang minimal.
Keadaan-keadaan emergency yang memerlukan pertolongan
pertama misalnya penanganan pada kasus :
1. Kejang
2. Trauma spinal
3. Heatstroke
4. Perdarahan
5. Syok Anafilaktik
6. Gigitan Ular berbisa
7. Tersedak

1. KEJANG
Kejang merupakan manifestasi klinis lepas muatan listrik
berlebihan dari sel neuron di otak yang terganggu fungsinya.
Fungsi otak normal dapat terganggu karena kejang. Kejang
dapat disebabkan oleh :
1. Panas tinggi pada anak
2. Epilepsi
3. Trauma otak, tumor atau stroke
4. Metabolik: kelainan elektrolit, Syndroma Reye's
5. Hipoksia

Blok 24 Kegawatdaruratan
55
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

6. Shock elektris
7. Heatstroke
8. Keracunan
9. Infeksi
10. Reaksi atau overdosis obat
11. Gigitan ular
Kadang-kadang penyebab kejang tidak diketahui. Kejang
dikelompokkan menjadi 2 : kejang umum dan parsial. Kejang
parsial mempengaruhi sebagian area otak. Kejang umum
mempengaruhi seluruh otak dan dapat terjadi kehilangan
kesadaran. Pertolongan pertama harus diberikan pada orang
yang mengalami kejang tersebut.
Ciri-ciri kejang :
 Munculnya tiba-tiba
 Penurunan atau kehilangan kesadaran
 Gerakan ekstremitas yang sinkron: kaku seluruh tubuh (tonik), kelojotan
(klonik), tiba-tiba terjatuh (atonik), bengong (absent)
 Stereotipi gerakan
 Gerakan abnormal bola mata: mendelik ke atas, melirik ke kanan atau ke
kiri
 Sianosis (kebiruan) di sekitar mulut

Blok 24 Kegawatdaruratan
56
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Sesudah kejang otot penderita lemas, kadang kehilangan


kontrol dalam BAB/BAK dan bingung, mengantuk dan nyeri
kepala. Sebagian besar kejang berlangsung < 5 menit.
Penatalaksanaan kejang
Pada anak:
1. Usahakan jalan nafas terjaga tetap bebas.
2. Jangan memasukkan apapun ke dalam mulut
3. Miringkan anak
4. Baju yang ketat harus dilonggarkan.
5. Penderita ditempatkan sedemikian agar jangan terjadi
cidera.
6. Pemberantasan kejang secepatnya diberi Diazepam rektal 5
mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg,
diazepam rektal 10 mg bila berat badan anak lebih dari 10
kg. Apabila sudah terpasang jalur intravena maka diberikan
diazepam IV secara perlahan-lahan dengan dosis 0,25-0,5
mg/kg.

Bila dalam 10-20 menit pertama setelah suntikan pertama


masih kejang, dilakukan suntikan IV kedua dengan dosis yang
sama. Penyuntikan Diazepam IV adalah perlahan-lahan dalam
2-3 menit dan apabila sebelum obat habis penderita sudah

Blok 24 Kegawatdaruratan
57
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

sadar kembali maka suntikan dihentikan. Karena masa kerja


Diazepam singkat, maka perlu diberi antikonvulsan lain,
misalnya Fenobarbital, Fenitoin.
Pada orang dewasa
Prinsip penatalaksanaan adalah sama dengan pada anak, hanya
perbedaan pada dosis obat, yaitu :
a. bebaskan jalan nafas
b. evaluasi pernafasan
c. evaluasi sirkulasi (denyut nadi)
d. Diazepam diberikan 0,1 mg/kgbb IV perlahan-lahan. Bila
kejang masih timbul, dosis tersebut dapat diulang sampai 3
kali setelah 30-60 menit suntikan sebelumnya.
e. Bila tidak ada Diazepam, dapat diberikan fenobarbital IM
sebanyak 3-5/kgBB dan dapat diulang 2-3 kali.
f. Untuk hibernasi diberi Klorpromazin dengan dosis 50-100
mg IM/IV atau per infus sebagai Lytic-Coctail (50 mg
Largactil, 75 mg Pethidin dan 40 mg Phenergan) dalam
larutan glukosa 5% sebanyak 500 cc.
2. TRAUMA SPINAL
Trauma di daerah cervical biasanya merupakan trauma
ekstensi-fleksi yaitu keadaan di mana kepala tiba-tiba bergerak

Blok 24 Kegawatdaruratan
58
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

ke belakang, kemudian fleksi ke depan ataupun sebaliknya


(whiplash injury).
Gejala dan tanda :
a) Terdapat bukti adanya trauma kepala, dengan adanya
gangguan kesadaran.
b) Ada keluhan nyeri di daerah tengkuk.
c) Tidak dapat menggerakkan dirinya atau lehernya.
d) Ada keluhan lemah, paralisis atau kehilangan kontrol atas
anggota gerak, ngompol.
Jika ada kecurigaan trauma kepala atau punggung, berhati-
hatilah dalam menolong penderita, karena jika tidak hati-hati
dapat menyebabkan kelumpuhan permanen.
Jika anda mendapatkan seseorang yang dicurigai mengalami
trauma spinal :
1. Panggil 118 atau bantuan lain untuk mendapatkan bantuan
darurat. Minta bantuan dengan cara berteriak “Tolong !!!”
untuk mengaktifkan sistem pelayanan medis yang lebih
lanjut.
2. Tujuan utama pertolongan pertama pada trauma spinal
adalah untuk menjaga agar korban tetap pada posisi yang
sama dengan saat ditemukan. Tempatkan handuk tebal pada

Blok 24 Kegawatdaruratan
59
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

kedua sisi leher atau sangga kepala dan leher untuk


mencegah gerakan.
3. Lakukan pertolongan pertama yang memungkinkan dengan
tanpa menggerakkan kepala atau leher korban. Jika korban
menunjukkan gejala henti nafas, lakukan RJP, tetapi jangan
menarik kepala ke belakang.
4. Buka jalan nafas. Gunakan jari dengan hati-hati membuka
rahang dan angkat ke depan.
5. Jika anda harus memutar korban karena muntah, ada
jendalan darah atau khawatir trauma lebih berat, lakukan
sekurangnya berdua. Lakukan bersama agar kepala, leher
dan punggung tetap segaris ketika memutar korban pada
posisi lain.
6. Stabilisasi korban
7. Persiapan transportasi korban

3. HEAT EXHAUSTION & HEAT STROKE


Heat exhaustion

Blok 24 Kegawatdaruratan
60
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Keringat bekerja sebagai natural air conditioner, keringat yang


keluar dari kulit, akan berefek mendinginkan tubuh.
Kemampuan sistem pendingin kita dapat gagal jika kita
paksakan pada kondisi panas dan lembab. Jika hal ini terjadi,
tubuh kita akan mengalami panas pada kondisi yang
membahayakan. Dapat terjadi pada kondisi yang disebut heat
exhaustion atau heat stroke yang harus memerlukan perawatan
segera.
Heat exhaustion memerlukan waktu untuk terjadinya. Cairan
dan garam merupakan unsur penting untuk kesehatan. Cairan
dan garam bisa hilang jika seseorang beraktivitas banyak dan
berat. Sangat penting untuk minum cairan sebelum, selama
dan sesudah aktivitas saat udara panas. Pada keadaan
seseorang yang menderita heat exhaustion dapat mempunyai
suhu rendah, normal atau sedikit peningkatan. Tanda dan
gejala :
a. Dingin, kulit pucat
b. Berkeringat
c. Mulut kering
d. Fatigue dan kelemahan
e. Pusing
f. Nyeri kepala

Blok 24 Kegawatdaruratan
61
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

g. Mual, kadang sampai muntah


h. Kram otot
i. Nadi kecil dan cepat
Heat stroke
Heat stroke, bisa terjadi secara tiba-tiba, tanpa peringatan. Jika
sistem pendingin. tubuh gagal, suhu tubuh meningkat dengan
cepat, menimbulkan kondisi emergency.
Gejala heat stroke :
a. Suhu tubuh tinggi, 104° F atau lebih (40°C atau lebih)
b. Kulit kering, panas dan berwarna merah
c. Tidak berkeringat
d. Nafas dalam dan nadi cepat, kemudian nafas dangkal dan nadi kecil
e. Pupil dilatasi
f. Bingung, delirium dan halusinasi.
g. Kejang
h. Penurunan kesadaran
Kondisi dengan penyakit kronis, seperti DM, pemakaian
alkohol dan muntaber pada anak dan dewasa dapat
menimbulkan heat stroke pada cuaca yang sangat panas. Heat
stroke pada anak tidak hanya berkaitan dengan suhu dan
kelembaban tinggi, tetapi juga karena kurangnya asupan
cairan.

Blok 24 Kegawatdaruratan
62
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Pencegahan
Heat exhaustion dan heat stroke dapat dicegah dengan
beberapa cara :
a. Jangan tinggal atau meninggalkan seseorang dalam mobil yang diparkir
dengan kondisi tertutup saat cuaca panas.
b. Hati-hati jika harus berada di bawah terik matahari (gunakan pelindung).
Jika mulai timbul gejala heat exhaustion, segera berteduh.
c. Jangan berolahraga keras saat kondisi cuaca panas. Sebagai pengganti,
lakukan olah raga saat pagi atau sore hari. Jika suhu udara luar 28° atau
lebih, lakukan olahrga ringan dan singkat saja.
d. Kenakan pakaian yang ringan dan tidak ketat, berbahan katun, sehingga
panas tubuh dan keringat dapat keluar dengan bebas. Kenakan topi yang
mempunyai ventilasi.
e. Minum air yang banyak, terutama jika urin anda berwarna kuning tua,
untuk menggantikan cairan yang hilang lewat keringat. Haus bukan
merupakan tanda yang reliable bahwa tubuh kita membutuhkan cairan.
Jika anda berlatih, lebih baik cukup cairan daripada kekurangan cairan.
f. Minumlah air atau air garam jika anda berkeringat banyak (campurkan 1
sendok teh garam pada ¼ liter air (quart water). Dapat juga anda minum
cairan olah raga yang sudah tersedia dalam kemasan.
g. Jika anda merasakan sangat panas, usahakan untuk mendinginkan
dengan cara membuka jendela atau memakai kipas angin atau AC.

Blok 24 Kegawatdaruratan
63
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

h. Kurangi berlama-lama berendam di hot tube atau heated whirlpool (<


15'). Jangan berendam jika hanya sendirian.
i. Jangan minum alkohol atau minuman berkafein karena mempercepat
kehilangan cairan.
j. Hindari paparan sinar matahari jika anda mengkonsumsi obat yang
mengandung antispasmodik atau pengubah mood. Konsultasikan dengan
dokter apakah obat tersebut aman.
k. Jangan mengenakan pada bayi anda jaket atau pakaian yang tebal, sebab
bayi belum dapat mentoleransi panas karena kelenjar keringatnya belum
berfungsi sempurna.
l. Kenali dan jangan abaikan gejala heat stroke atau heat exhaustion.
Penatalaksanaan
Heat exhaustion
a. Penderita dibaringkan di tempat sejuk dengan kepala lebih rendah, pakaian
dilonggarkan.
b. Beri minum air dingin.
c. Bila keadaan berat, dapat diberikan :
 Infus NaCl 0.9%/plasma expander untuk mengatasi kolaps
sirkulasi,
 Epinephrin 1/1000 0.3-1 ml subkutan
 Oksigen
 Jangan berikan Na-bikarbonat

Blok 24 Kegawatdaruratan
64
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

d. Bila keadaan cepat teratasi, biasanya keadaan umum penderita segera


membaik; tetapi bila tidak, dapat memberat menjadi heat stroke.
Heat stroke
a. Turunkan suhu tubuh segera dengan cara memindahkan penderita ke tempat
sejuk dan berventilasi baik (gunakan kipas angin) dan pakaian ditanggalkan.
b. Mengguyur penderita dengan air dingin.
c. Lakukan massage kulit untuk mengatasi efek vasokonstriksi dari air dingin
dan mempercepat aliran darah.
d. Periksa suhu rektal tiap 10' dan jangan sampai kurang dari 38,5°C karena
dapat timbul hipothermia (pengukuran suhu axilaris tidak berguna). Hati-hati
kemungkinan relaps, yang dapat diatasi dengan tindakan yang sama.
e. Obat-obatan jika perlu :
 Infus cairan
 Sedatif hanya diberikan bila kejang terus-menerus,
misalnya Diazepam 10-20 mg IV
 Jangan berikan morfin atau epinephrin.

4. PERDARAHAN
Jika terjadi trauma sangat mungkin terjadi perdarahan, maka
tindakan mengontrol perdarahan merupakan prioritas pada
pertolongan pertama.
Tipe perdarahan dapat kita kelompokkan sebagai berikut :

Blok 24 Kegawatdaruratan
65
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

- Perdarahan yang bertitik-titik dan menyebar merupakan


perdarahan kapiler.
- Darah yang mengalir berwarna merah gelap merupakan
perdarahan vena.
- Darah yang memancar atau mengalir deras, berwarna
merah segar merupakan perdarahan arteri.

Penatalaksanaan (pada perdarahan banyak) :


1. Baringkan penderita, perhatikan jika ada darah yang mengalir ke jalan
nafas jangan sampai menyumbat jalan nafas

Gambar 1. Posisi penderita tidak sadar untuk mencegah obstruksi


jalan nafas
2. Angkat bagian yang berdarah untuk mengurangi derasnya aliran.
3. Singkirkan pakaian yang menghalangi darah tersebut.

Blok 24 Kegawatdaruratan
66
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

4. Lindungi luka dengan perban tekan yang bersih.


5. Atasi syok
6. Untuk perdarahan arteri, diberikan tekanan pada daerah proksimal luka
atau bila tidak bisa, boleh menggunakan tourniqet (jika darurat bisa
menggunakan sapu tangar, dasi, seutas tali atau potongan pakaian).
Tourniqet diikat selama 15 menit dan dikendorkan 1 menit, selang-seling
demikian seterusnya. Hati-hati tourniqet bisa menimbulkan penyulit
gangren sehingga hanya dipakai bila perdarahan masif dan atau anggota
gerak yang teramputasi di mana arteri terputus yang kemudian tertarik ke
dalam dan perdarahan baru tidak nampak akibat tertutup bekuan darah.

Blok 24 Kegawatdaruratan
67
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Gambar 2. Cara pemasangan balut tekan

Batuk darah dan muntah darah


Batuk darah (hemoptoe) terjadi karena terdapat pembuluh
darah saluran pernafasan yang pecah. Tanda batuk darah
adalah darah keluar secara dibatukkan. Darah berwarna merah
segar (bila masih baru) dan berbusa. Hemoptoe biasanya
terjadi karena penyakit di paru-paru.
Muntah darah (hematemesis) terjadi karena ada pembuluh
darah saluran cerna yang pecah. Tanda hematemesis adalah
darah keluar karena dimuntahkan. Darah yang keluar berwarna
merah tua (kadang-kadang kehitaman), sering disertai sisa
makanan. Hematemesis biasanya karena luka/ ulkus di
lambung, varises oesofagus atau ingesti zat yang bersifat
korosif.
Tindakan pertolongan untuk hemoptoe :
a) Lihat adanya tanda-tanda shock (bila ada, lakukan penanganan pertama
untuk Shock, bawa penderita segera ke RS).
b) Bila tidak ada, pasien diminta beristirahat dengan posisi tidur, kepala
lebih tinggi daripada tubuh. Jika hendak batuk, pasien diminta tidak
menarik nafas panjang lebih dahulu.

Blok 24 Kegawatdaruratan
68
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

c) Kompres es di dada kadang dapat mengurangi rasa panas dan diharapkan


membantu mengurangi perdarahan.
d) Bawa penderita segera ke dokter.
Tindakan pertolongan untuk hematemesis :
a. Lihat adanya tanda-tanda shock (bila ada, lakukan penanganan pertama
untuk Shock, bawa penderita segera ke RS).
b. Bila tidak ada, pasien diminta beristirahat dengan posisi tidur, kepala
lebih tinggi daripada tubuh.
c. Berikan antasida
d. Bawa penderita segera ke RS.

5. SYOK ANAFILAKTIK
Anafilaktik adalah keadaan reaksi alergi yang berat, muncul
mendadak, dengan cepat memburuk dan dapat mematikan.
Anafilaktik terjadi setelah tubuh terpapar oleh suatu zat yang
menyebabkan reaksi tubuh mengeluarkan -amin seperti
histamine yang menyebabkan gejala alergi.
Gejala
Gejala dapat sangat berbeda dari tiap orang. Gejala awal
mungkin ringan seperti keluar cairan ingus dari hidung, ruam
kulit atau perasaan aneh. Gejala ini dengan cepat menjadi
berat menjadi :

Blok 24 Kegawatdaruratan
69
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

o Kesulitan bernafas
o Merah gatal atau bengkak
o Penyempitan tenggorokan
o Serak
o Mual
o Muntah
o Nyeri perut
o Diare
o Pusing
o Penurunan tekanan darah
o Peningkatan frekuensi nadi
o Henti jantung
Penatalaksanaan
Pemberian adrenalin atau epinefrin adalah terapi yang umum
dikerjakan pada keadaan gawat. Epinefrin dapat menaikan
tekanan darah dan memudahkan pernafasan. Paling baik
epinefrin diberikan begitu masalah timbul. Beberapa obat
biasanya digunakan seperti antihistamin dan kortikosteroid.
Obat-obat ini tidak dapat menghentikan terjadinya anafilaksis,
tetapi dapat menghilangkan gejala alergi yang lain seperti
gatal dan bengkak.
1. Hubungi unit gawat darurat terdekat.

Blok 24 Kegawatdaruratan
70
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

2. Letakkan penderita dengan posisi kepala lebih rendah.


3. Buka pakaian yang ketat, jangan memberikan minum.
4. Bila penderita muntah segera dimiringkan agar tidak terjadi aspirasi.
5. Bila tidak ada nadi dan nafas segera lakukan RJP.
6. Mempertahankan jalan nafas pasien : bebaskan jalan nafas, berikan
oksigen, pernafasan buatan, kateter transtrakeal / krikotirotomi /
trakeotomi)
7. Pengobatan
a. Epinefrin / Adrenalin adalah obat pilihan untuk pengobatan awal
anafilaksi dengan dosis 0.3 – 0.5 mg ( 0.3 – 0.5 ml larutan 1:1000 )
diberikan SC dan diulangi sampai 2 kali setiap 20 menit kalau perlu.
Pasien dengan gangguan pernafasan berat / hipotensi dapat diberikan
epinefrin secara sublingual ( 0,5 mL larutan 1:1000 ) atau disuntikkan
ke dalam vena jugularis interna atau melalui pipa endotrakeal (3 - 5
ml larutan 1 : 10.000 ). Untuk reaksi berat yang tidak segera
berrespon terhadap terapi awal, diberikan infus epinefrin 1 mg
diencerkan dalam 250 ml larutan Dekstrosa 5%.
b. Peningkatan volume intravaskuler
Diberikan 500 - 1000 ml larutan kristaloid atau koloid
yang kemudian jumlah dan kecepatan pemberiannya
disesuaikan dengan tekanan darah dan produksi urin.

Blok 24 Kegawatdaruratan
71
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

c. Aminophylin digunakan untuk mengatasi bronkospasme pada reaksi


anafilaksi dengan dosis 6 mg/kgBB diberikan IV perlahan-lahan
selama 20 menit.
d. Antihistamin kurang bermanfaat pada tahap akut. Bertujuan untuk
mengeblok histamin lebih lanjut ke organ target sehingga
memperpendek reaksi dan mencegah kekambuhan. Difenhidramin
HCl (Delladryl) dengan dosis 25 - 50 mg IV (IM / oral) tiap 6 jam.
e. Glucocorticoid tidak mempunyai pengaruh yang berarti dalam waktu
6 - 12 jam, namun dapat mencegah kekambuhan reaksi yang lebih
parah. Dosis yang adekuat adalah hidrokortison 125 mg IV tiap 6 jam.
8. Observasi
Pasien dengan anafilaksi ringan - sedang (gatal atau sesak nafas ringan)
agar diobservasi setidaknya selama 6 jam. Pasien dengan reaksi berat dan
cenderung mengalami kekambuhan sebaiknya dilakukan rawat inap
(dilakukan pengawasan ketat bila terdapat sesak nafas yang parah,
hipotensi atau gangguan irama jantung)

6. GIGITAN ULAR BERBISA


Insidennya meliputi 8000 kasus setiap tahun di Amerika, 98%
mengenai ekstermitas. Bisa ular mengandung hialuronidase
yang menyebabkan bisa cepat menyebar melalui jaringan
limfatik superfisial. Toksin lain yang terkandung dalam bisa

Blok 24 Kegawatdaruratan
72
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

ular antara lain neurotoksin, toksin hemoragik, toksin


trombogenik, toksin hemolitik, sitotoksin dan antikoagulan.
Gejala
Gejala paling mudah mengenali gigitan ular berbisa adalah
rasa sakit yang sangat menyiksa. Terdapat satu atau dua bekas
taring dengan ekimosis, bengkak dan perlunakan jaringan
sekitarnya. Jika tidak terjadi pembengkakan setelah 30 menit
gigitan mungkin tidak ada bisa yang disuntikkan. Setelah 8 jam
mungkin timbul bula, vesikel hemoragik atau petekia. Gejala
sistemik termasuk fasikulasi otot, hipotensi, badan lemas,
berkeringat, pusing, mual dan muntah.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan lokal dengan memfiksasi ekstermitas yang
terkena kemudian dipasang tourniquet di sebelah proksimal
dari gigitan. Jika kejadian kurang dari 1 jam maka insisi dan
penghisapan pada tempat gigitan akan banyak membantu. Bisa
yang berada di subkutan 50%nya dapat dihilangkan dengan
penghisapan bila dilakukan dalam waktu 30 menit.
Penghisapan yang dilakukan dalam waktu 30 menit dapat
menghilangkan 90% bisa. Insisi dilakukan pada jejas taring,
sekitar 2/3 cm dengan kedalaman 1/3-2/3 cm longitudinal dan
tidak boleh menyilang. Penghisapan dilakukan dengan alat

Blok 24 Kegawatdaruratan
73
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

penghisap atau bila tidak tersedia dapat dilakukan dengan


mulut asal penolong tidak mempunyai luka atau kerusakan
pada mukosa mulut. Pilihan lain dengan eksisi seluruh daerah
gigitan termasuk kulit dan jaringan sub kutan. Ini dilakukan
bila gigitan terjadi dalam waktu 1 jam. Hal ini jarang dilakukan
karena terapi medis yang dilakukan secara dini biasanya efektif
pada sebagian besar pasien. Tomiquet dapat dilepaskan bila
penderita telah terpasang infus, antivenin telah disiapkan dan
penderita tidak dalam keadaan syok.
Antivenin tidak diberikan pada keracunan derajat 0-1. Pada
keracunan derajat diperlukan 3-4 ampul, derajat 3 diperlukan
5-15 ampul. Jika gejala bertambah berat dapat diberikan
beberapa ampul lagi dalam 2 jam pertama. Pada penderita yang
bertubuh kecil atau pada anak-anak dibutuhkan anti venin yang
lebih banyak karena mereka termasuk kelompok risiko tinggi.
Antivenin diberikan secara intravena dalam dosis 3-5 ampul
dalam 500 cc garam fisiologis atau glukosa 5%. Bila lebih
parah dapat ditambah 6-8 ampul. Antivenin diberikan sampai
gejala lokal dan sistemik membaik.
Bila penderita alergi terhadap serum kuda maka diberikan 1
ampul antivenin dalam 250 cc glukosa 5% dalam waktu 90
menit dengan mengawasi tahda-tanda alergi.

Blok 24 Kegawatdaruratan
74
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Bila terjadi gangguan nafas dapat terjadi kegagalan nafas dapat


diatasi dengan pemasangan endotrakheal tube. Bila terjadi
gagal ginjal akut mungkin diperlukan hemodialisis. Bila terjadi
koagulopati diberikan darah, fibrinogen dan vitamin K. Juga
perlu diberikan antibiotik dan anti tetanus serum.
Derajat keracunan bisa :
 I : satu atau lebih tanda gigitan, nyeri minimal, kurang dari
1 inci dikelilingi edema dan tidak ada bisa.
 II : keracunan bisa minimal, terdapat nyeri sedang - berat di
sekitar gigitan. Dengan luas 1-5 inci, dikelilingi oleh edema
dan kemerahan di sekitar luka selama 12 jam pertama.
 III : keracunan bisa sedang, terdapat nyeri hebat di sekitar
gigitan. Dengan luas 6-12 inci, dikelilingi oleh edema dan
kemerahan di sekitar luka selama 12 jam pertama. Tampak
tanda-tanda sistemik.
 IV : keracunan bisa yang berat. Terdapat nyeri hebat di
sekitar gigitan. Dengan luas lebih dari 12 inci, dikelilingi
oleh edema dan kemerahan di sekitar luka selama 12 jam
pertama. Tanda-tanda sistemik tampak, dengan petekia dan
ekimosis menyeluruh.
 V : keracunan bisa yang parah selalu terdapat gejala
sistemik, bisa berupa gagal ginjal, sekret bercampur darah,

Blok 24 Kegawatdaruratan
75
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

koma dan kematian. Edema bisa meluas sampai ekstremitas


dan perrnukaan ipsilateral tubuh.

7. TERSEDAK
Tersedak adalah sumbatan mekanik di jalan napas menuju
paru. Tersedak menyebabkan terganggunya pernapasan yang
dapat terjadi sebagian atau total. Bila sumbatan sebagian,
penderita masih dapat bernafas walaupun tidak mencukupi
aliran udara ke paru. Tersedak yang terlalu lama atau obstruksi
total akan menyebabkan asfiksia, hipoksia dan berakibat fatal.
Tersedak secara umum diketahui karena adanya benda asing
yang tersangkut pada jalan nafas. Ini sering dialami oleh anak
kecil yang belum mengerti bahaya memasukkan benda kecil
ke dalam mulut atau hidung. Pada orang dewasa ini sering
terjadi pada saat penderita makan.
Gejala :
 Penderita tidak dapat bicara atau menangis.
 Penderita menjadi biru karena kekurangan oxigen.
 Penderita memegangi tenggorokannya.
 Penderita batuk-batuk lemah, dan nafas sulit menyebabkan
suara nafas brisik dengan nada yang tinggi.
 Penderita akhirnya tidak sadar.

Blok 24 Kegawatdaruratan
76
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Penatalaksaan
Tersedak dapat ditolong dengan beberapa prosedur, yang dapat
dilakukan baik oleh orang awam atau petugas kesehatan.
Banyak organisasi menyatakan tekanan pada abdomen atau
"Heimlich Manoeuvre" adalah prosedur yarig tepat untuk
keadaan tersedak. Hampir semua protokol terbaru (termasuk
American Heart Association dan American Red Cross tahun
2006) menambahkan beberapa tahap dari hanya menekan
abdomen saja, dengan tujuan untuk meningkatkan tekanan.

Gambar 3. Kiri : Heimlich maneuver pada orang dewasa, kanan :


pada anak

Blok 24 Kegawatdaruratan
77
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Gambar 4. Heimlich maneuver pada bayi, Kiri : menepuk


punggung, kanan : dorongan abdomen

Gambar 5. Heimlich maneuver oleh pasien sendiri

Menepuk punggung
Kebanyakan dari protokol sekarang menganjurkan dengan
memukul punggung penderita bagian atas menggunakan tumit
tangan secara keras. Berapa kali ini dilakukan tergantung dari

Blok 24 Kegawatdaruratan
78
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

organisasi pelatihan. Tetapi biasanya antara 5 sampai 20 kali


pukulan.
Tepukan pada punggung ini dirancang dengan menggunakan
pukulan di belakang sumbatan, yang akan membantu pasien
untuk melepaskan benda asing tersebut. Pada beberapa kasus
getaran mekanik dari gerakan ini bisa menggerakan benda
asing yang menyumbat jalan nafas tersebut sehingga cukup
untuk membuka jalan nafas. Kebanyakan protokol
memberikan pukulan punggung sebagai teknik yang pertama
digunakan sebelum teknik penekanan pada abdomen yang
dipertimbangkan dapat mencederai saat penolong melakukan
penekanan pada abdomen pada penderita yang tersedak.
Dorongan Abdomen
Dorongan Abdomen juga dikenal sebagai Heimlich Maneuver.
Melakukan dorongan abdomen melibatkan penolong berdiri di
belakang penderita dengan menggunakan tangan mereka untuk
menekan dasar dari diafragma. Raihlah melingkar pinggang
penderita, letakkan kepalan tangan pertama di atas pusar dan
di bawah rongga iga. Genggam kepalan tangan pertama
menggunakan tangan yang lain. Tarik kepalan tangan tadi ke
belakang atas di bawah rongga dada. Ini akan menekan paru
dan dapat mendorong benda yang menyangkut di trakea yang

Blok 24 Kegawatdaruratan
79
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

akan membantu penderita mengeluarkan benda asing. Ini


serupa dengan batuk buatan.
Karena sifat dari prosedur ini yang memberikan daya dorong
yang kuat, walaupun dilakukan dengan benar ini dapat
mencederai penderita. Memar pada abdomen sering terjadi dan
cedera yang lebih berat dapat terjadi seperti termasuk fraktur
pada prosesus xiphoideus atau fraktur pada tulang iga.
Pada kasus dengan penderita yang gemuk atau hamil gunakan
tekanan pada dada. Penolong berdiri di belakang penderita,
letakkan ibu jari dari kepalan tangan kiri di depan sternum.
Genggam kepalan tangan kiri dengan tangan kanan. Remaslah
dada 4 kali secara cepat.
Melepas benda asing (hanya bila penolong dapat melihat
benda asing tersebut) Bila penderita tidak sadar cobalah untuk
meraih benda asing di tenggorokan dengan menggunakan jari.
Bila tidak berhasil cobalah dorongan abdomen kembali.

Blok 24 Kegawatdaruratan
80
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Gambar 6. Mengambil benda asing dalam tenggorokan, kiri : pada


orang dewasa, kanan : pada bayi

Transportasi pasien (transport of casuality)


Trasportasi pasien adalah sarana yang digunakan untuk
mengangkut penderita/korban dari lokasi bencana ke sarana
kesehatan yang memadai dengan aman tanpa memperberat
keadaan penderita ke sarana kesehatan yang memadai.
A. Prosedur transport pasien :
1) Lakukan pemeriksaan menyeluruh. Terdiri dari pemeriksaan Airway
(jalan nafasnya harus bebas), Breathing ( pasien harus bisa bernafas
spontan, dan bila tidak bisa bernafas spontan dapat dilakukan
pernafasan buatan). Circulation ( nadi teraba dan tensi terukur).
2) Amankan posisi tandu di dalam ambulans. Pastikan selalu bahwa
pasien dalam posisi amam selama perjalanan ke rumah sakit
3) Posisikan dan amankan pasien. Selama pemindahan ke ambulans,
pasien harus diamankan dengan kuat ke usungan

Blok 24 Kegawatdaruratan
81
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

4) Pastikan pasien terikat dengan baik dengan tandu. Tali ikat


keamanan digunakan ketika pasien siap untuk dipindahkan ke
ambulans, sesuaikan kekencangan tali pengikat sehingga dapat
menahan pasien dengan aman.
5) Persiapkan jika timbul komplikasi pernafasan dan jantung. Jika
kondisi pasien cenderung berkembnag ke arah heti jantung, letakkan
spinal board pendek atau papan RJP di bawah matras sebelum
ambulans dijalankan.
6) Melonggarkan pakaian yang ketat
7) Periksa perbannya
8) Periksa bidainya
9) Naikkan keluarga atau teman dekat yang harus menemani pasien
10) Naikkan barang-barang pribadi
11) Tenangkan pasien.
B. Teknik Pemindahan pada pasien
Teknik pemindahan pada klien termasuk dalam transport
pasien, seperti pemindahan pasien dari satu tempat ke
tempat lain, baik menggunakan alat transport seperti
ambulance , dan branker yang berguna sebagai
pengangkut pasien gawat darurat.
Macam-macam pemindahan pasien yaitu :
1. Pemindahan pasien dari tempat tidur ke brankar

Blok 24 Kegawatdaruratan
82
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

2. Pemindahan pasien dari tempat tidur ke kursi


3. Pemindahan pasien ke posisi lateral atau prone di tempat tidur
C. Transportasi pasien kritis
Transportasi pasien-pasien kritis ini berisiko tinggi
sehingga diperlukan komunikasi yang baik perencanaan
dan tenaga-tenaga kesehatan yang sesuai. Pasien harus
distabilisasi lebih dulu sebelum diberangkatkan.
Prinsipnya pasien hanya ditranspotasi untuk mendapat
fasilitas yang lebih baik dan lebih tinggi di tempat tujuan.
Perencanaan dan persiapan meliputi :
- Menentukan jenis transportasi (mobil, perahu, pesawat terbang)
- Menentukan tenaga kesehatan yang mendampingi pasien
- Menetukan peralatan dan persediaan obat yang diperlukan selama
perjalanan baik kebutuhan rutin maupun darurat
- Menentukan kemungkinan penyulit
- Menentukan pemantauan pasien selama transportasi
Komunikasi yang efektif sangat penting untuk
menghubungkan :
- Rumah sakit tujuan
- Penyelenggara transportasi
- Petugas pendamping pasien
- Pasien dan keluarganya

Blok 24 Kegawatdaruratan
83
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Untuk stabilisasi yang efektif diperlukan :


- Resusitasi yang cepat
- Menghentikan perdarahan dan menjaga sirkulasi
- Imobilisasi fraktur
- analgesia

CEKLIS PENILAIAN KETERAMPILAN


PERTOLONGAN PERTAMA PADA KEJANG
No Aspek Keterampilan yang dinilai Skor
0 1 2
1 Memastikan penderita mengalami kejang

Blok 24 Kegawatdaruratan
84
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

2 Menjaga jalan nafas tetap terbuka


3 Memiringkan penderita
4 Melonggarkan pakaian yang ketat
5 Menempatkan penderita pada posisi yang
nyaman (mencegah terjadinya cidera)
6 Mengatasi kejang secepatnya (bila ada
antikonvulsan)
Jumlah Skor

Penjelasan :
0 Tidak dilakukan mahasiswa
1 Dilakukan, tapi belum sempurna
2 Dilakukan dengan sempurna.
Nilai Mahasiswa = SkorTotal x 100%
12

CEKLIS PENILAIAN KETERAMPILAN


PERTOLONGAN PERTAMA PADA TRAUMA SPINAL
No Aspek Keterampilan yang dinilai Skor
0 1 2
1 Memanggil bantuan emergency
2 Menjaga korban tetap pada posisinya, dengan
memasang 2 bantal tebal atau yang sejenis di kedua

Blok 24 Kegawatdaruratan
85
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

sisi leher korban


3 Menilai keadaan korban (A, B, C)
4 Membuka jalan nafas. Gunakan jari untuk membuka
rahang dan mengangkat dagu ke depan (lift chin)
5 Bila henti nafas, lakukan RJP tanpa menarik kepala ke
belakang
6 Bila perlu memutar korban, dlakukan minimal berdua
dengan gerakan secara bersama-sama; kepala, leher
dan punggung tetap segaris
7 Stabilisasi korban
8 Mempersiapkan transportasi korban
Jumlah Skor

Penjelasan :
0 Tidak dilakukan mahasiswa
1 Dilakukan, tapi belum sempurna
2 Dilakukan dengan sempurna.
Nilai Mahasiswa = SkorTotal x 100%
16
CEKLIS PENILAIAN KETERAMPILAN
PERTOLONGAN PERTAMA PADA HEAT STROKE
No Aspek Keterampilan yang dinilai Skor
0 1 2
1 Memastikan korban mengalami heat stroke
2 Memindahkan korban ke tempat sejuk dan
berventilasi baik
3 Mengguyur penderita dengan air dingin
4 Massage kulit untuk mengatasi efek
vasokonstriksi dari air dingin dan mempercepat
aliran darah
5 Memeriksa suhu rektal tiap 10 menit jangan

Blok 24 Kegawatdaruratan
86
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

sampai kurang dari 38.5oC (pertimbangan etis


bisa dilakukan sublingual)
6 Memperhatikan penderita jangan sampai relaps
7 Pemberian obat jika perlu :
- Infus cairan
- Sedatif bila kejang terus-menerus
Jumlah Skor
Penjelasan :
0 Tidak dilakukan mahasiswa
1 Dilakukan, tapi belum sempurna
2 Dilakukan dengan sempurna.
Nilai Mahasiswa = SkorTotal x 100%
14

CEKLIS PENILAIAN KETERAMPILAN


PERTOLONGAN PERTAMA PADA PERDARAHAN
No Aspek Keterampilan yang dinilai Skor
0 1 2
1 Baringkan penderita (pada pasien tidak sadar
posisi mantap sehingga darah tidak akan
masuk jalan nafas)
2 Angkat bagian yang mengalami perdarahan
3 Menyingkirkan pakaian yang menghalangi
darah
4 Melindungi luka dengan perban tekan yang
bersih
5 Mengatasi syok (bila ada)
6 Melakukan pembebatan dengan torniket untuk
perdarahan arteri
Jumlah Skor

Blok 24 Kegawatdaruratan
87
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Penjelasan :
0 Tidak dilakukan mahasiswa
1 Dilakukan, tapi belum sempurna
2 Dilakukan dengan sempurna.
Nilai Mahasiswa = SkorTotal x 100%
12

CEKLIS PENILAIAN KETERAMPILAN


PERTOLONGAN PERTAMA PADA TERSEDAK

No Aspek Keterampilan yang dinilai Skor


0 1 2
1 Memastikan penderita benar tersedak
(mengetahui gejala korban tersedak)
2 Melakukan terpukan pada punggung minimal 5
kali dengan tumit tangan
3 Melakukan Heimlich maneuver sampai 4 kali
dengan cepat
4 Dapat melakukan Heimlich maneuver pada
orang hamil
5 Bila penderita menjadi tidak sadar, melakukan
evakuasi korpus alienum
6 Menyiapkan transportasi korban
Jumlah Skor
Penjelasan :
0 Tidak dilakukan mahasiswa
1 Dilakukan, tapi belum sempurna

Blok 24 Kegawatdaruratan
88
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

2 Dilakukan dengan sempurna.


Nilai Mahasiswa = SkorTotal x 100%
12

CEKLIS PENILAIAN KETERAMPILAN


PERTOLONGAN PERTAMA PADA GIGITAN ULAR BERBISA

No Aspek Keterampilan yang dinilai Skor


0 1 2
1 Menghubungi UGD terdekat
2 Dapat mengidentifikasi gigitan ular dan gejala
keracunan
3 Megistirahatkan dan memfiksasi ekstremitas yang
terkena gigitan
4 Melakukan insisi dengan alat yang tersedia dan
menghisap
5 Melakukan torniket vena dan limfe
6 Memberikan anti venin
7 Memasang infus
8 Melakukan identifikasi masalah lain dan
penanganannya
Jumlah Skor
Penjelasan :
0 Tidak dilakukan mahasiswa
1 Dilakukan, tapi belum sempurna
2 Dilakukan dengan sempurna.
Nilai Mahasiswa = SkorTotal x 100%
16

Blok 24 Kegawatdaruratan
89
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

CEKLIS PENILAIAN KETERAMPILAN


PERTOLONGAN PERTAMA PADA SYOK ANAFILAKTIK

No Aspek Keterampilan yang dinilai Skor


0 1 2
1 Menghubungi UGD terdekat
2 Melakukan posisi head down
3 Membuka pakaian yang ketat
4 Mengamankan jalan nafas
5 Melakukan pemeriksaan tanda vital
6 Memberikan suntikan adrenalin
7 Melakukan RJP bila penderita mengalami arrest
Jumlah Skor

Penjelasan :
0 Tidak dilakukan mahasiswa
1 Dilakukan, tapi belum sempurna
2 Dilakukan dengan sempurna.
Nilai Mahasiswa = SkorTotal x 100%
12

DAFTAR PUSTAKA

Guyton & Hall, 2006. Textbook of Medical Physiology. Iith edition.


ElsevierSaunders : Philadelphia

Blok 24 Kegawatdaruratan
90
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Handbook Anestesi by Barash

Pharmacia, 1999. Paediatrics Parenteral Nutrition. Pharmacia page


11.

The Merck manual, 2001.Water electrolyt, mineral and acid-base


metabolism.Merck Manual Sec2.

Westmead Children Hospital : Fluid and Electrolyt Therapy.


Westmead Children

Hospital Handbook. American Institute for Preventive Medicine.


1996. Emergency & First Aid.
http://www.healthy.net/asp/leftSide.asp?lnk=19

Mayo Clinic Staf. 2006. First-Aid Guide. http://www.mayoclinic.


com/health/FirstAidlndex/FirstAidlndex

Schwartz, Shires & Spencer. 1994. Principles of Surgery, VI


edition, Mc Graw Hill Inc. London.

Stead, L.G., Stead, S.M. and Kaufman, M.S, 2006, First Aid for
The Emergency Medicine Clerkship, Mc. Graw Hill
Company, New York, USA

Blok 24 Kegawatdaruratan
91

Anda mungkin juga menyukai