Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Kesehatan merupakan komponen utama dalam Index Pembangunan


Manusia (IPM) yang dapat mendukung terciptanya sumber daya
manusia yang cerdas, terampil dan ahli menuju keberhasilan
pembangunan kesehatan. Pembangunan kesehatan adalah salah satu
hak dasar masyarakat yaitu hak untuk memperoleh pelayanan
kesehatan (Kemenkes RI, 2011). Beberapa penyakit yang umum sering
diderita bayi dan balita antara lain demam, infeksi saluran
pernapasan, dan diare (Bulan A, 2013). Kejang bisa terjadi pada bayi
yang baru lahir dan pada anak-anak. Pada bayi yang baru lahir, kejang
bisa terjadi karena cedera saat persalinan, kekurangan oksigen, dan
bayi kuning. Sedang pada anak- anak, kejang bisa terjadi karena
infeksi otak, trauma kepala, kekurangan cairan karena diare atau
muntaber, epilepsi atau ayan serta febris konvulsi atau kejang
demam.
C. Kejadian kejang demam terjadi pada 2%-4% anak-anak, dengan insiden

puncak pada usia 2 tahun, 30% kasus kejang demam akan terjadi

kembali pada penyakit demam berikutnya, prognosis kejang demam

baik, kejang demam bersifat benigna. Angka kematian akibat kejang

demam mencapai 0,64%-0,75%. Sebagian besar penderita kejang

demam dapat sembuh sempurna, dan sebagian berkembang menjadi

epilesi sebanyak 2-7%. Kejang demam dapat mengakibatkan gangguan

tingkah laku serta penurunan intelegensi dan pencapaian tingkat

akademik, 4% penderita kejang demam secara bermakna mengalami

tingkah laku dan penurunan tingkat intelegensi. Insiden terjadinya


kejang demam diperkirakan 4-5% dari jumlah penduduk di Amerika

Serikat, Amerika Selatan, dan Eropa Barat. Menurut Hernal (2010) angka

kejadian kejang demam lebih tinggi di Asia, seperti di Jepang dilaporkan

antara 6-9% kejadian kejang demam dan 5-10% di India.

Angka kejadian balita yang mengalami kejang demam di


Indonesia sebanyak 16% (Depkes RI, 2009). Di Indonesia dilaporkan
angka kejadian kejang demam 3-4% dari anak yang berusia 6 bulan–5
pada tahun 2012-2013. Di provinsi Jawa Tengah mencapai 2 3% dari
anak yang berusia 6 bulan–5 tahun pada tahun 2012-2013 (Depkes
Jateng, 2013). Angka kejadian kejang demam yang disebabkan oleh
infeksi saluran pernapasan terdapat 80% pada tahun 2008. Di Jawa
Timur terdapat 2-3% dari 100 balita pada tahun 2009-2010 anak yang
mengalami kejang demam. Angka kejadian di wilayah Jawa Tengah
mencapai 2- 3% pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun pada tahun
2012-2013 (Depkes Jateng, 2013). 25-50% kejang demam akan
mengalami bangkitan kejang demam berulang (Gunawan, 2008).

Kejang demam adalah serangan kejang yang terjadi karena


kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 0C) yang disebabkan oleh
proses ekstrakranium (Riyadi & Sukarmin, 2009). Kejang demam
merupakan kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada anak
terutama golongan anak dibawah 6 bulan sampai 4 tahun (Sodikin,
2012). Kejang demam adalah kejang yang terjadi saat kenaikan suhu
tubuh dari 380C (suhu rektal atau dubur) yang disebabkan proses diluar
otak, tanpa ada bukti infeksi otak (Ridha, 2014).

D. Serangan kejang demam pada anak yang satu dengan yang lain tidaklah

sama, tergantung nilai ambang kejang masimg-masing. Oleh karena itu,

setiap serangan kejang harus mendapat penanganan yang cepat dan


tepat, apalagi kejang yang berlansung lama dan berulang. Sebab,

keterlambatan dan kesalahan prosedur bisa menyebabkan gejala sisa

pada anak, bahkan bisa menyebabkan kematian (Fida & Maya, 2012).

Kejang yang berlangsung lama biasanya disertai apneu (henti nafas)

yang dapat menyebabkan terjadinya hipoksia (berkurangnya kadar

oksigen jaringan) sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan

timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak.

Akibat yang dapat terjadi apabila anak sering kejang, akan semakin

banyak sel otak yang rusak dan mempunyai risiko menyebabkan

keterlambatan perkembangan, retardasi mental,

Anak merupakan hal yang penting artinya bagi keluarga, selain sebagai

penerus keturunan, anak pada akhirnya sebagai generasi penerus bangsa.

Oleh karena itu tidak satupun orang tua yang menginginkan anaknya jatuh

sakit, lebih – lebih bila anaknya mengalamikejang demam seperti ini sangat

tidak di inginkan oleh orang tua manapun.

Insiden kejang demam ini dialami oleh 2% - 4% pada anak usia antara 6

bulan hingga 5 Tahun (ME. Sumijati 2000 ) dengan durasi kejang selama

beberapa menit. Namun begitu, walaupun terjadi hanya beberapa menit, bagi

orang tua rasanya sangat mencemaskan, menakutkan dan terasa berlangsung

sangat lama, jauh lebih lama disbanding yang sebenarnya.

Kejang demam merupakan salah satu kelainan neurologis yang paling

sering dijumpai pada bayi dan anak. Dari penelitian oleh beberapa pakar

didapatkan bahwa sekitar 2,2%-5% anak pernah mengalami kejang demam

sebelum mereka mencapai umur 5 tahun. Penelitian di jepang bahkan


mendapatkan angka kejadian (inseden) yang lebih tinggi, mendapatkan

angka 9,7% (pada pria 10,5% dan pada wanita 8,9% dan Tsuboi mendapatkan

angka sekitar 7%. (Maeda DKK, 2016)

Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% da Amerika Serikat, Amerika

Selatan dan Eropa Barat. Di Asia lebih tinngi kira-kira 20% kasus merupakan

kejang demam komplek.Akhir-akhir ini kejang demam diklasifikasikan

menjadi 2 golongan yaitu kejang demam sederhana yang berlangsung kurang

dari 15 menit dan umum, dan kejang demam komplek yang berlangsung lebih

dari dari 15 menit, fokal atau multifel (lebih dari 1 kali kejang demam dalam

24 jam) (Arif Manajer, 2000)

Kejang demam bisa diakibatkan oleh infeksi ekstrakranial seperti ISPA,

radang telinga, campak, cacar air. Dalam keadaan demam, kenaikan suhu

tubuh sebesar 10C pun bisa mengakibatkan kenaikan metabolisme basal yang

mengakibatkan peningkatan kebutuhan oksigen jaringan sebesar 10 – 15 %

dan otak sebesar 20 %. Apabila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi maka anak

akan kejang. Umumnya kejang tidak akan menimbulkan dampak sisa jika

kejang tersebut berlangsung kurang dari 5 menit tetapi anak harus tetap

mendapat penanganan agar tidak terjadi kejang ulang yang biasanya lebih

lama frekuensinya dari kejang pertama. Timbulnya kejang pada anak akan

menimbulkan berbagai masalah seperti resiko cidera, resiko terjadinya

aspirasi atau yang lebih fatal adalah lidah jatuh ke belakang yang

mengakibatkan obstruksi pada jalan nafas.

Kejang demam merupakan kedaruratan medis yang memerlukan

pertolongan segera. Diagnosa secara dini serta pengelolaan yang tepat sangat
diperlukan untuk menghindari cacat yang lebih parah, yang diakibatkan

bangkitan kejang yang sering. Untuk itu tenaga perawat/paramedis dituntut

untuk berperan aktif dalam mengatasi keadaan tersebut serta mampu

memberikan asuhan keperawatan kepada keluarga dan penderita, yang

meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif secara terpadu dan

berkesinambungan serta memandang klien sebagai satu kesatuan yang utuh

secara bio-psiko-sosial-spiritual.

Dengan melihat latar belakang tersebut, masalah atau kasus ini dapat

diturunkan melalui upaya pencegahan dan penanggulangan optimal yang

diberikan sedini mungkin pada anak. Dan perlu diingat bahwa maslah

penanggulangan kejang demam ini bukan hanya masalah di rumah sakit tetapi

mencskup permasalahan yang menyeluruh dimulai dari individu anak

tersebut, keluarga, kelompok maupun masyarakat.

E. Rumusan Masalah

Bagaimanakah gambaran asuhan keperawatan pasien kejang demam ?

F. Tujuan Studi Kasus


1. Tujuan Umum

Menggambarkan asuhan keperawatan pasien kejang demam.

2. Tujuan Khusus
a. Mendiskipsikan pengkajian pada klien anak kejang demam.
b. Mendiskripsikan diagnosa keperawatan pada klien anak kejang
demam.
c. Mendiskripsikan rencana keperawatan pada klien anak kejang
demam.
d. Mendiskripsikan implementasi keperawatan pada pasien anak
kejang demam.
e. Mendiskipsikan evaluasi pada pasien anak kejang demam.

G. Manfaat Studi Kasus

Studi kasus ini, diharapkan memberikan manfaat bagi

1. Masyarakat
Meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam pengelolaan
pasien kejang demam baik di RS maupun dirumah.

2. Bagi Pengembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan


Menambah keluasan ilmu teknologi terapan bidang keperawatan
dalam asuhan keperawatan pasien kejang demam.

3. Perawat
Memperoleh pengalaman dalam mengaplikasikan hasil riset
keperawatan khususnya studi kasus tentang pelaksanaan asuhan
keperawatan pasien kejang demam.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Profil dan Gambaran Umum RSUD Palembang Bari

1. Profil RSUD Palembang BARI


Rumah sakit Umum Daerah Palembang BARI merupakan unsur
penunjang pemerintah daerah di bidang pelayanan kesehatan yang
merupakan satu-satunya rumah sakit umum milik pemerintah kota
Palembang. Rumah sakit Umum Daerah Palembang BARI terletak dijalan
panca No.1 kelurahan 5 Ulu kecamatan Seberang Ulu 1 dan berdiri di atas
tanah seluas 4,5 H.
Bangunan berada kurang lebih 800 meter dari jalan raya jurusan
kertapati. Sejak tahun 2001, dibuat jalann alternative dari jalan Jakabaring
menuju RSUD Palembang BARI dari jalan poros Jakabaring.

2. Visi, Misi, Tujuan, dan Motto RSUD Palembang BARI


a. Visi
“Menjadi Rumah Sakit Unggul, Amanah, dan Tepercaya di Indonesia”.
b. Misi
1) Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan prima dengan
berorientasi pada keselamatan dan ketepan sesuai standar mutu
berdasarkan pada etika dan profesionalisme yang menjangkau seluruh
lapisan masyarakat.
2) Meningkatkan mutu manajemen sumber daya kesehatan.
3) Menjadikan RSUD Palembang BARI sebagai rumah sakit pendidikan
dan pelatihan di Indonesia.

c. Motto
“Kesembuhan dan kepuasan pelanggan adalah kebahagiaan kami”.
d. Tujuan
1) Mengoptimalkan pelayanan yang efektif dan efisien sesuai standard
mutu.
2) Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang menjangkau seluruh
lapisan masyarakat.
3) Menciptakan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan mampu
bersaing di era pasar bebas.
4) Meningkatkan kemampuan SDM yang berkompeten dibidangnya.
5) Menyelenggarakan manajemen pengelolaan RS yang kondusif dan
professional.
6) Meningkatkan sarana dan prasarana kesehatan yang berorientasi pada
perkembangan teknologi.
7) Meningkatkan kesejahteraan pegawai untuk memberikan manfaat
yang signifikan kepada rumah sakit.
8) Memperluas kerjasama di bidang pendidikan, pelatihan dan penelitian.
9) Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang handal dan
berkompeten di bidangnya.

3. Sejarah
a. Sejarah berdirinya RSUD Palembang BARI
1) Pada tahun 1986 sampai tahun 1994 RSUD Palembang BARI
merupakan gedung Poliklinik/ Puskesmas Panca Usaha.
2) Seiring dengan perkembangan sarana dan prasarana, pada tanggal 19
juni 1995 diresmikan menjadi RSUD Palembang BARI dengan SK
Depkes Nomor 1326/Menkes/XI/1997, dan tanggal 10 November
1997 ditetapkan menjadi Rumah Sakit Umum Daerah kelas C.
3) Kepmenkes RI Nomor : HK.00.06.2.2.4646 tentang pemberian status
Akreditas Penuh Tingkat Dasar kepada RSUD Palembang BARI
tanggal 7 November 2003.
4) Kepmenkes RI Nomor : YM.01.10/111/08/4646 tentang pemberiaan
status Akreditas penuh tingkat dasar RSUD Palembang BARItanggal
5 Nobember 2008
5) Telah ditetapkan sebagai BLUD-SKPD RSUD palembang BARI
berdasarkan keputusan walikota palembang Nomor 915 B tahun 2008
tentang penetapan RSUD palembang BARI SKPD palembang yang
menerapkan pola pengelolaan keuangan BLUD (PKK-BLUD) secara
penuh.
6) Kemudian dengan SK Depkes No. 241/MENKES/SK/IV/2009,
tanggal 2 April 2009 di tetapkan menjadi Rumah Sakit Umum Daerah
Palembang BARI Kelas B
7) KAKS – SERT / 363/5/2012 tentang status Akreditasi Lulus Tingkat
Lengka kepada RSUD Palembang BARI tanggal 25 Januari 2012.

b. Sejarah Pemegang Jabatan Direktur


1) Tahun 1986 s/d 1994 : dr.Jane Lidia Jilahelu sebagai kepala
poliklinik/puskesmas panca usaha.
2) Tanggal 1 juli 1996 s/d juni 2000 : dr.h.Eddy Zakarty Monasir. SpOG
Sebagai direktur RSUD palembang BARI.
3) Bulan juli 2000 s/d November 2000 pelaksanaan petugas dr.H.
Dachlan Abbas S.PB
4) Bulan Desember 2000 s/d Febuari 2001 pelaksanaan petugas dr.
M.Faisal soleh. SpPD
5) Tanggal 14 november 2000 s/d Januari 2012 : dr.Hj.Indah Puspita
6) H.A.MARS sebagai Direktur RSUD palembang BARI.
7) Bulan Febuari 2012 s/d sekarang : dr. Hj. MAKIANI
M.Kes.,MM.,MARS sebagai direktur RSUD palembang BARI

4. Fasilitas dan Pelayanan


Dalam memberikan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat RSUD
palembang BARI mempunyai pelayanan sebagai berikut :
a. Fasilitas
1) Instalasi Gawat Darurat 24 Jam.
2) Farmasi/ Apotik 24 Jam
3) Rawat Jalan/ Poliklinik
4) Rawat Inap
5) Bedah Sentral
6) Rehabilitas Medik
7) Radiologi 24 Jam
8) Laboratorium 24 Jam
9) Patologi Anatomi
10) Bank Darah
11) Hemodialisa
12) Medika Check Up
13) ECG/EEG
14) USG 4 Dimensi
15) Endoscopy
16) Kamar Jenazah
17) Ct-Scan 64 Slic
18) Central Strerizied Suplai (CSSD)

b. Pelayanan Rawat Jalan


1) Poliklinik Spesialis Penyakit Dalam
2) Poliklinik Spesialis Bedah
3) Poliklinik Spesialis Kebidanan dan Penyakit Kandungan
4) Poliklinik Spesialis Anak
5) Poliklinik Spesialis Mata
6) Poliklinik Spesialis THT
7) Poliklinik Syaraf
8) Poliklinik Kulit dan Kelamin
9) Poliklinik Spesialis Jiwa
10) Poliklinik Rehabilitasi Medik
11) Poliklinik Spesialis Jantung
12) Poliklinik Spesialis Gigi
13) Poliklinik Spesialis Psikologi
14) Poliklinik Spesialis Terpadu
15) Poliklinik PKBRS

c. Fasilitas Kendaraan Operasional


1. Ambulance 118
2. Ambulance Bangsal
3. Ambulance Siaga Bencana
4. Ambulance Trauma Center
5. Mobil Jenazah

d. Pelayanan rawat inap


1) Perawatan VVIP dan VIP
2) Perawatan kelas I,II,III
3) Perawatan penyakit dalam infeksi Perempuan
4) perawatan penyakit dalam infeksi Laki-laki
5) Perawatan anak
6) Perawatan bedah
7) Perawatan ICU
8) Perawatan kebidanan
9) Perawatan neonatus / NICU
10) Perawatan PICU
11) Perawatan ICCU

e. Pelayanan penunjang
1) Intalasi laboratorium klinik
2) Instalasi radiologi
3) Instalasi bedah sentral
4) Instalasi farmasi (Apotik)
5) Instalasi Gizi
6) Instalasi Laundry
7) Central Sterilized Suplay Departemen (CSSD)
8) Instalasi Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit (IPS RS)
9) Instalasi Pemeliharaan Kesehatan Lingkungan
10) Bank Darah
11) Kasir
12) Hemodialisa
13) Instalasi Rehabilitasi Medis

B. KONSEP PENYAKIT KEJANG DEMAM

1. Definisi

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu

38oC. Yang disebabkan oleh suatu proses ekstranium, biasanya terjadi pada

usia 3 bulan-5 tahun.

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu

tubuh (suhu mencapai >38C). kejang demam dapat terjadi karena proses

intracranial maupun ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi

anak berumur 6 bulan sampai dengan 5 tahun (Amid dan Hardhi, NANDA

NIC-NOC, 2013).

Kejang demam merupakan gangguan transien pada anak yang terjadi

bersamaan dengan demam. Keadaan ini merupakan salah satu gangguan

neurologik yang paling sering dijumpai pada anak-anak dan menyerang

sekitar 4% anak. Kebanyakan serangan kejang terjadi setelah usia 6 bulan dan
biasanya sebelum usia 3 tahun dengan peningkatan frekuensi serangan pada

anak-anak yang berusia kurang dari 18 bulan. Kejang demam jarang terjadi

setelah usia 5 tahun. (Dona L.Wong, 2008)

2. Etiologi Kejang Demam

a. Faktor-faktor prenatal

b. Malformasi otak congenital

c. Faktor genetika

d. Penyakit infeksi (ensefalitis, meningitis)

e. Demam

f. Gangguan metabolisme

g. Trauma

h. Neoplasma, toksin

i. Gangguan sirkulasi

j. Penyakit degeneratif susunan saraf.

k. Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal.

3. Patofisiologi Kejang Demam

Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah

menjadi CO2dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari

permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam

keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion

kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit

lainnya, kecuali ion klorida (Cl–). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel
neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat

keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan

di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut

potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial

membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat

pada permukaan sel.Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :

a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular

b. Rangsangan yang dating mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau

aliran listrik dari sekitarnya

c. Perubahan patofisiologi dari membrane sendiri karena penyakit atau

keturunan

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan

metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%.

Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh

dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu

kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel

neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun

ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini

demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran

sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang

demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea,

meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang

akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh

metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak


teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya

aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat.

4. Pathway
Toksik ,trauma Penyakit infeksi ekstracranial dll

Merangsang hipotalamus untuk meningkatkan suhu tubuh

HIPERTERMI

Pengeluaran mediator kimia epinefrin dan prostaglandin

Merangsang peningkatan potensi aksi pada neuron

Merangsang perpindah ion K+ dan ion N+ secara


cepat dari luar sel menuju ke dalam sel

Meningkatkan fase depolarisasi neuron


dengan cepat

KEJANG
Spasme otot Spasme Bronkus
ekstermitas
Penurunan kesadaran

Kekakuan otot
Resiko tinggi pernafas
cedra

Pola nafas tidak


efektif
Pathways

Infeksi ekstrakranial

Reaksi inflamasi

Peningkatan metabolisme basal suhu hipotalamus meningkat

HIPERTERMI

Pengeluaran mediator kimia (epinefrin & prostaglandin)

Peningkatan potensial aksi

Difusi ion kalium maupun natrium

Lepas muatan listrik

RISIKO Lidah tergigit Risiko Injuri


KEJANG Kejang
BERULANG
Pengeluaran sekret dijalan
nafas

Peningkatan fase depolarasi dan otot dengan cepat

Ekspansi paru Bersihkan jalan nafas

Input O2 menurun

Ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan O2

Peningkatan kerja pernapasan

Pola napas tidak fektif

(Judha & Rahil, 2011)


5. Tanda dan gejala klinis Klinis Kejang Demam

Ada 2 bentuk kejang demam (menurut Lwingstone), yaitu:

a. Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala

klinis sebagai berikut :

1) Kejang berlangsung singkat, < 15 menit

2) Kejang umum tonik dan atau klonik

3) Umumnya berhenti sendiri

4) Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam

b. Kejang demam komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan ciri-ciri

gejala klinis sebagai berikut :

1) Kejang lama > 15 menit

2) Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang

parsial

3) Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.

6. Klasifikasi Kejang Demam

a. Kejang demam sederhana

1) Dikeluarga penderita tidak ada riwayat epilepsi

2) Sebelumnya tidak ada riwayat cedra otak oleh penyakit apapun

3) Serangan kejang demam yang pertama terjadi antara usia 6 bulan – 6

tahun

4) Lamanya kejang berlangsung < 20 menit

5) Kejang tidak bersifat tonik klonik


6) Tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas pasca kejang

7) Sebelumnya juga tidak didapatkan abnormalitas neurologi atau

abnormalitas perkembangan

8) Kejang tidak berulang dalam waktu sngkat

9) Tanpa gerakan focal dan berulang dalam 24 jam (H. Nabiel Ridha,

2014)

b. Kejang demam kompleks

Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang

parsial simpleks. Dapat mencangkup otomatisme atau gerakan otomatik;

mengecap-ecapkan bibir, mengunyah, gerakan mencongkel yang

berulang-ulang pada tangan, dan gerakan tangan lainnya. Dapat tanpa

otomatisme tatapan terpaku. (Cecily L.Betz dan Linda A.Sowden, 2002)

7. Pemeriksaan Penunjang Kejang Demam

a. Elektro encephalograft (EEG)

Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai nilai prognostik. EEG

abnormal tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya

epilepsi atau kejang demam yang berulang dikemudian hari. Saat ini

pemeriksaan EEG tidak lagi dianjurkan untuk pasien kejang demam yang

sederhana. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan dan

dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi.

b. Pemeriksaan cairan cerebrospinal

Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya meningitis,

terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Pada bayi yang masih
kecil seringkali gejala meningitis tidak jelas sehingga harus dilakukan

lumbal pungsi pada bayi yang berumur kurang dari 6 bulan dan

dianjurkan untuk yang berumur kurang dari 18 bulan.

1) Darah

 Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N

< 200 mq/dl)

 BUN: Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan

merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.

 Elektrolit : K, Na. Ketidakseimbangan elektrolit merupakan

predisposisi kejang. Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl ), Natrium ( N

135 – 144 meq/dl )

 Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS

tanda infeksi, pendarahan penyebab kejang.

 Skull Ray :Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan

adanya lesi

 Tansiluminasi : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan

UUB masih terbuka (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan

lampu khusus untuk transiluminasi kepala.

8. Penaktalaksanaan Medis

a. Pengobatan

1) Pengobatan fase akut

Obat yang paling cepat menghentikan kejang demam adalah

diazepam yang diberikan melalui interavena atau indra vectal.


Dosis awal : 0,3 – 0,5 mg/kg/dosis IV (perlahan-lahan).

Bila kejang belum berhenti dapat diulang dengan dosis yang sama

setelah 20 menit.

2) Turunkan panas

Anti piretika : parasetamol / salisilat 10 mg/kg/dosis.

Kompres air PAM / Os

3) Mencari dan mengobati penyebab

Pemeriksaan cairan serebro spiral dilakukan untuk menyingkirkan

kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang

pertama, walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi

lumbal hanya pada kasus yang dicurigai sebagai meningitis,

misalnya bila aga gejala meningitis atau bila kejang demam

berlangsung lama.

4) Pengobatan profilaksis

Pengobatan ini ada dalam cara : profilaksis intermitten / saat demam

dan profilaksis terus menerus dengan antikanulsa setiap hari. Untuk

profilaksis intermitten diberikan diazepim secara oral dengan dosis

0,3 – 0,5 mg/hgBB/hari.

5) Penanganan sportif

 Bebaskan jalan napas

 Beri zat asam

 Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit

 Pertahankan tekanan darah


b. Pencegahan

1) Pencegahan berkala (intermitten) untuk kejang demam sederhana.

Beri diazepam dan antipiretika pada penyakit-penyakit yang

disertai demam.

2) Pencegahan kontinyu untuk kejang demam komplikasi dapat

digunakan :

 Penobarbital : 5-7 mg/kg/24 jam dibagi 3 dosis

 Fenitorri : 2-8 mg/kg/24 jam dibagi 2-3 dosis

 Diazepam : (indikasi khusus)


KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KEJANG DEMAM

A. Pengkajian Keperawatan
1. Anamnesa
a. Aktivitas atau Istirahat
Keletihan, kelemahan umum
Keterbatasan dalam beraktivitas, bekerja, dan lain-lain
b. Sirkulasi
Iktal : Hipertensi, peningkatan nadi sinosis
Posiktal : Tanda-tanda vital normal atau depresi dengan penurunan
nadi dan pernafasan
c. Intergritas Ego
Stressor eksternal atau internal yang berhubungan dengan keadaan
dan atau penanganan
Peka rangsangan : pernafasan tidak ada harapan atau tidak berdaya
Perubahan dalam berhubungan
d. Eliminasi
1) Inkontinensia epirodik
2) Makanan atau cairan
3) Sensitivitas terhadap makanan, mual atau muntah yang
berhubungan dengan aktivitas kejang
e. Neurosensori
1) Riwayat sakit kepala, aktivitas kejang berulang, pinsan, pusing
riwayat trauma kepala, anoreksia, dan infeksi serebal
2) Adanya area (rasangan visual, auditoris, area halusinasi)
3) Posiktal : Kelamaan, nyeri otot, area paratise atau paralisis
f. Kenyamanan
1) Sakit kepala, nyeri otot, (punggung pada periode posiktal)
2) Nyeri abnormal proksimal selama fase iktal
g. Pernafasan
1) Fase iktal : Gigi menyetup, sinosis, pernafasan menurun cepat
peningkatan sekresi mulus
2) Fase posektal : Apnea
h. Keamanan
1) Riwayat terjatuh
2) Adanya alergi
i. Interaksi Sosial
Masalah dalam hubungan interpersonal dalam keluarga lingkungan
sosialnya
2. Pemeriksaan Fisik
a. Aktivitas
1) Perubahan tonus otot atau kekuatan otot
2) Gerakan involanter atau kontraksi otot atau sekelompok otot
b. Integritas Ego
1) Pelebaran rentang respon emosional
c. Eleminasi
Iktal : penurunan tekanan kandung kemih dan tonus spinter
Posiktal : otot relaksasi yang mengakibatkan inkonmesia
d. Makanan atau cairan
1) Kerusakan jaringan lunak (cedera selama kejang)
2) Hyperplasia ginginal
e. Neurosensori (karakteristik kejang)
1) Fase prodomal : Adanya perubahan pada reaksi emosi atau
respon efektifitas yang tidak menentu yang mengarah pada fase
area.
2) Kejang umum
Tonik – klonik : kekakuan dan postur menjejak, mengenag
peningkatan keadaan, pupil dilatasi, inkontineusia urine
3) Fosiktal : pasien tertidur selama 30 menit sampai beberapa jam,
lemah kalau mental dan anesia
4) Absen (patitmal) : periode gangguan kesadaran dan atau
makanan
5) Kejang parsial
Jaksomia atau motorik fokal : sering didahului dengan aura,
berakhir 15 menit tdak ada penurunan kesadaran gerakan ersifat
konvulsif
f. Kenyamanan
Sikap atau tingkah laku yang berhati-hati
Perubahan pada tonus otot
Tingkah laku distraksi atau gelisah
g. Keamanan
Trauma pada jaringan lunak
Penurunan kekuatan atau tonus otot secara menyeluruh

B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi Berhubungan dengan proses penyakit
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kekakuan otot
pernafasan
3. Resiko tinggi cedra berhubungan dengan spasme otot ektermitas
C. Rencana Keperawatan

N Diagnosa Rencana Keperawatan


o Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional

1. Hipertermi NOC: Thermoregulasi NIC : Monitor Tanda tanda Vital


Definisi : suhu tubuh diatas Setelah dilakukan tindakan keperawatan Monitor Tanda tanda Vital 1. Untuk mengetahui
kisaran normal karena selama x 24 jam diharapkan tidak terjadi 1. Monitor TD, nadi, suhu, tindakan yang akan
kegagalan termoregulasi peningkatan suhu dengan kriteria hasil : dan status pernafasan dilakukan selanjutnya
dengan cepat. 2. Untuk menjaga suhu kulit
Batasan Karakteristik: No Kriteria A T 2. Inisiasi dan pertahankan agar dalam rentang
1. Apnea 1. Merasa merinding 5 perangkat pemantauan suhu normal
2. Gelisah saat dingin tubuh secara terus menerus 3. Untuk mencegah
3. Hipotensi 2. Berkeringat saat 5 dengan tepat terjadinya syok
4. Kejang panas 3. Monitor dan lalporkan 4. Untuk mengetahui
5. Koma 3. Mengigil saat 5 tanda dan gejala hipotermia kehilangan cairan secara
6. Kulit kemerahan dingin dan hipertermia aktif
7. Kulit terasa hangat 4. Sakit kepala 5 4. Monitor warna kulit, suhu Fever Treatment
8. Letargi 5. Peningkatan suhu 5 dan kelembapan 1. Mengetahui suhu dan
9. Postur abnormal kulit tanda vital klien dalam
10. Stupor 6. Perubahan warna 5 Fever Treatment rentang normal
11. Takikardi kulit 1. Monitor suhu sesering 2. Untuk mengetahui warna
12. Takipnea mungkin kulit dan suhu klien
7. Dehidrasi 5
13. Vasodilatasi 2. Monitor warna dan suhu 3. Untuk mengetahui
Skala Indikator :
kulit keseimbangan cairan
1. Sangat Terganggu
Faktor faktor yang 3. Monitor intake dan pasien
2. Banyak Terganggu
berhubungan : output 4. Pemberian antiperatik
3. Cukup Terganggu
1. Agen farmaseutikal 4. Berikan pengobatan dapat menurunkan suhu
4. Sedikit Terganggu
2. Aktivitas berlebihan 5. Tidak Terganggu untuk mengatasi tubuh sedangkan
3. Dehidrasi penyebab demam pemberian antibiotik
4. Iskemia NOC : Tanda Tanda Vital (antipiretik,antibiotik) dapat mengurangi resiko
5. Pakaian yang tidak tepat 5. Selimuti pasien penyebaran bakteri
6. Peningkatan laju No Kriteria A T 6. Lakukan tapid sponge 5. Agar pasien merasa
metabolisme 1. Suhu Tubuh 5 7. Berikan cairan intravena nyaman saat beristirahat
7. Penurunan perspirasi 8. Kompres pasien pada 6. Untuk menurunkan suhu
2. Tingkat Pernapasa 5
8. Penyakit lipat paha dan aksila tubuh psien
9. Sepsis 3. TD Sistolik 5 7. Untuk meningkatkan
10. Suhu lingkungan tinggi 4. TD Diastolik 5 volume cairan didalam
11. Trauma 5. Tekanan Nadi 5 Temperature Regulation tubuh pasien
1. Monitor suhu minimal tiap 8. Untuk menurunkan suhu
Skala Indikator : 2 jam tubuh psien
1. Deviasi berat dari kisaran normal 2. Monitor TD, nadi, dan RR
2. Deviasi yang cukup besar dari kisaran 3. Monitor warna dan suhu Temperature Regulation
normal kulit 1. Untuk mengetahui
3. Deviasi sedang dari kisaran normal 4. Monitor tanda-tanda penurunan suhu secara
4. Deviasi ringan dari kisaran normal hipertermi dan hipotermi ekstrem
5. Tidak ada deviasi dari kisaran normal 5. Tingkatkan intake cairan 2. Mengetahui Nilai TTV
dan nutrisi 3. Untuk mengetahui
6. Selimuti pasien untuk kehilangan cairan secara
mencegah hilangnya aktif
kehangatan tubuh 4. Mengethui Hipertermi
dan Hipotermi
5. Menjaga Keseimbangan
cairan
6. Mencegah Hilangnya
kehangatan tubuh
2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas NOC : NIC : Monitor tanda-tanda
berhubungan dengan asma Respiratory status : Airway patency vital 1. Untuk mengetahui kondisi pasien
Respiratory status : Ventilasi 1. Monitor tekanan darah,
Definisi : Ketidakmampuan untuk Aspiration Control nadi, suhu dan status 2. Beberapa derajat spasme bronkus
membersihkan sekresi atau obstruksi dari Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pernafasan terjadi dengan onstruksi jalan
saluran pernafasan untuk mempertahankan diharapkan klien menunjukkan 2. Auskultasi suara nafas, nafas dan dapat / tidak dapat
kebersihan jalan nafas. perbaikkan status : Status Pernapasan : catat adanya suara dimanifestasikan adanya bunyi
Batasan Karakteristik : Kepatenan Jalan Napas dengan kriteria tambahan. nafas adventisus, bunyi nafas
12. Dispneu, Penurunan suara nafas hasil: redup dengan ekspirasi mengi
13. Orthopneu atau tidak ada bunyi nafas
14. Cyanosis 3. Dengan derajat 45° yang
15. Kelainan suara nafas (rales, wheezing) No Kriteria Hasil Tujuan 3. Posisikan pasien dalam bertujuan gaya gravitasi dapat
16. Kesulitan berbicara 1. Frekuensi pernapasan 5 posisi semi fowler membantu pengembangan paru
17. Batuk, tidak efekotif atau tidak ada 2. Irama pernapasan 5 dan mengurangi tekanan dari
18. Mata melebar 3. Kemampuan untuk 5 abdomen pada diagrafma (Safitri
19. Produksi sputum mengeluarkan sekret & andriany, 2011).
20. Gelisah 4. Mengeluarkan secret dengan cara
21. Perubahan frekuensi dan irama nafas Skala Indikator : di suction merupakan tindakan
4. Keluarkan sekret dengan
1 : Deviasi berat dari kisaran normal menggunakan suction yang optimal untuk
Faktor-faktor yang berhubungan: 2 : Deviasi yang cukup berat dari mengeluarkan skeet, namu ada
1. Lingkungan : merokok, menghirup asap kisaran normal beberapa hal yang harus
rokok, perokok pasif-POK, infeksi 3 : Deviasi sedang dari kisaran diperhatikan yaitu SPO2 jika
2. Fisiologis : disfungsi neuromuskular, normal melakukan saction.
hiperplasia dinding bronkus, alergi jalan 4 : Deviasi ringan dari kisaran 5. Membuang sekresi agar dapat
nafas, asma. 5. Lakukan fisioterapi dada memperbaiki ventilasi dan
normal
3. Obstruksi jalan nafas : spasme jalan 5 : Tidak ada deviasi meningkatkan efisiensi otot
nafas, sekresi tertahan, banyaknya pernapasan (Muttaqin, 2008)
mukus, adanya jalan nafas buatan, sekresi 6. Pengeluaran dahak pada pasien
bronkus, adanya eksudat di alveolus, 6. Ajarkan batuk efektif. dengan ketidakefektifan bersihan
adanya benda asing di jalan nafas. jalan nafas setelah diberikan
perlakuan batuk efektif pasien
lebih dari 50 % dapat
mengeluarkan dahak dengan
banyak sebanyak 10 responden
(66,66%) (jurnal Yosep, AN.
2011)
7. Pemberian kortikosteroid secara
7. Kolaborasi dengan tim sistemik haruslah berhati-hati
medis dalam pemberian karena obat ini mempunyai efek
obat bronkodilator, samping yang cukup berat.
antibiotik dan ekspektorn Untuk obat combivent digunakan
setiap 1-2 jam apabila tercapai
keadaan klinis yang lebih baik
(jurnal Rahmi, 2015)

2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan NOC : Status Pernapasan NIC : Manajemen


dengan Hiperventilasi. Setelah dilakukan tindakan keperawatan Jalan Nafas
diharapkan klien menunjukkan 1. Auskultasi bunyi nafas, catat
Definisi : Pertukaran udara inspirasi dan/atau perbaikkan status : Status Pernapasan adanya bunyi nafas, mis: 1. Untuk mengetahui kondisi pasien
ekspirasi tidak adekuat dengan kriteria hasil : mengi, krekels, ronki
2. Keji / pantau frekuensi 2. Beberapa derajat spasme bronkus
Batasan karakteristik : pernafasan, catat rasio terjadi dengan onstruksi jalan
1. Penurunan tekanan inspirasi/ekspirasi No Kriteria Hasil Tujuan inspirasi / ekspirasi nafas dan dapat / tidak dapat
2. Penurunan pertukaran udara per menit 1. Retraksi dinding dada 5 dimanifestasikan adanya bunyi
3. Menggunakan otot pernafasan tambahan Suara napas tambahan nafas adventisus, bunyi nafas
4. Nasal flaring 2. Pernapasan cuping 5 redup dengan ekspirasi mengi
5. Dyspnea hidung atau tidak ada bunyi nafas
6. Orthopnea 3. Demam 5 3. Kaji pasien untuk posisi 3. Dengan derajat 45°c yang
7. Perubahan penyimpangan dada yang nyaman, mis: bertujuan gaya gravitasi dapat
8. Nafas pendek 4. Batuk 5 peninggian kepala tempat membantu pengembangan paru
9. Assumption of 3-point position tidur atau duduk pada dan mengurangi tekanan dari
10. Pernafasan pursed-lip sandaran tempat tidur abdomen pada diagrafma (Safitri
11. Tahap ekspirasi berlangsung sangat lama & Andriany, 2011)
12. Peningkatan diameter anterior-posterior 4. Pertahankan posisi 4. Mengeluarkan secret dengan cara
13. Pernafasan rata-rata/minimal lingkungan minimun, mis: di suction merupakan tindakan
a. Bayi : < 25 atau > 60 debu, asap dan bulu bantal yang optimal untuk
b. Usia 1-4 : < 20 atau > 30 Skala Indikator : berhubungan dengan kondisi mengeluarkan skeet, namu ada
c. Usia 5-14 : < 14 atau > 25 1 : Sangat berat individu beberapa hal yang harus
d. Usia > 14 : < 11 atau > 24 2 : Berat diperhatikan yaitu SPO2 jika
3 : Cukup melakukan saction. Membuang
14. Kedalaman pernafasan 4 : Ringan sekresi agar dapat memperbaiki
a. Dewasa volume tidalnya 500 ml saat 5 : Tidak ada ventilasi dan meningkatkan
istirahat efisiensi otot pernapasan
b. Bayi volume tidalnya 6-8 ml/Kg (Muttaqin, 2008)
15. Timing rasio
16. Penurunan kapasitas vital 5. Kolaborasi dalam pemberian 5. Pengeluaran dahak pada pasien
oksigen lembab, cairan IV, dengan ketidakefektifan bersihan
Faktor yang berhubungan : berikan kelembaban ruangan jalan nafas setelah diberikan
1. Hiperventilasi yang tepat perlakuan batuk efektif pasien
2. Deformitas tulang lebih dari 50 % dapat
3. Kelainan bentuk dinding dada mengeluarkan dahak dengan
4. Penurunan energi/kelelahan banyak sebanyak 10 responden
5. Perusakan/pelemahan muskulo-skeletal (66,66%) (jurnal Yosep, AN.
6. Obesitas 2011)
7. Posisi tubuh
8. Kelelahan otot pernafasan Pemberian kortikosteroid secara
9. Hipoventilasi sindrom sistemik haruslah berhati-hati
10. Nyeri karena obat ini mempunyai efek
11. Kecemasan samping yang cukup berat.
12. Disfungsi Neuromuskuler Untuk obat combivent digunakan
13. Kerusakan persepsi/kognitif setiap 1-2 jam apabila tercapai
14. Perlukaan pada jaringan syaraf tulang keadaan klinis yang lebih baik
belakang (jurnal Rahmi, 2015)
15. Imaturitas Neurologis

6 Ansietas NOC : Ansietas NIC : Pengurangan Pengurangan Kecemasan


Definisi : Setelah dilakukan tindakan Kecemasan 1. Agar pasien percaya kepada
Perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran keperawatan selama x24 jam perawat
yang samar disertai respons otonom diharapkan pasien tidak mengalami 1. Gunakan pendekatan yang 2. Mengetahui tingkat
(sumber sering kali tidak spesifik atau ansitas. Dengan kriteria hasil : tenang dan meyakinkan kecemsan yang klian alami
tidak diketahui oleh individu), perasaan 2. Observasi tanda verbal dan 3. Meningkatkan pengetahuan
takut yang disebabkan oleh antisipasi Anxiety self control non verbal dan mengurangi cemas
terhadap bahaya. No Kriteria Awa Tu 3. Berikan informasi faktual 4. Mengurangi cemas
Batasan Karakteristik : l j terkait diagnosis, perawatan 5. Merasa diperhatikan
Perilaku : 1 Monitor kecemasan 5 dan prognosis 6. Pengalihan untuk
1. Agitasi 2 Menyingkirkan 5 4. Dorong keluarga pasien mengurangi kecemasan
2. Gelisah tanda kecemasan untuk mendampingi klien 7. Mengurangi kecemasan
3. Gerakan ekstra 3 Menggunakan teknik 5 dengan cara yang tepat
4. Insomnia relaksasi 5. Dengarkan Klien
5. Kontak mata yang buruk 6. Berikan aktivitas pengganti
6. Melihat sepintas 4 Melaporkan 5 yang bertujuan untuk
7. Mengekspresikan kekhawatiran karena penurunan durasi mengurangi tekanan
perubahan dalam peristiwa hidup dari episode cemas 7. Instruksikan klien untuk Peningkatan Koping
8. Penurunan produktivitas Skala Indikator : menggunakan teknik 1. Membangun mekanisme
9. Perilaku mengintai 1. Berat relaksasi koping klien agar
10. Tampak waspada 2. Cukup berat Peningkatan Koping ansietasnyaberkurang
Afektif : 3. Sedang 1. Bantu pasien dalam 2. Memilih cara yang tepat bagi
1. Berfokus pada diri sendiri 4. Ringan mengidentifikasi tujuan pasien
2. Distres 5. Tidak ada jangka pendek dan jangka 3. Pasien percaya dengan
3. Gelisah panjang perawat
4. Gugup 2. Bantu pasien untuk 4. Agar pasien mengetahui
5. Kesedihan yang mendalam Anxiety level menyelesaikan masalah penyakitnya dan kecemasan
6. Ketakutan No Kriteria Awa Tu masalah dengan cara yang dapat berkurang
7. Menggemerutukkan gigi l j konstruktif 5. Kecemassan berkurang
8. Menyesal 1 Mampu 5 3. Gunakan pendekatan yang bertahap
9. Peka mengidentifikasi tenang dan memberikan 6. Agar pasien merasa
10. Perasaan tidak adekuat gejala kecemasan jaminan diperhatikan
11. Putus asa 2 Postur tubuh, 5 4. Sediakan informasi aktual 7. Mengurangi kecemasan
12. Ragu ekspresi wajah, mengenai diagnosis,
13. Sangat khawatir bahasa tubuh dan penanganan, dan prognosis Terapi Relaksasi
14. Senang berlebihan tingkat aktivitas 5. Dukung kemampuan 1. Mempermudah melakukan
Fisiologis : 3 menunjukkan 5 mengatasi situasi secara interrvensi
1. Gemetar berkurangnnya berangsur-angsur 2. Menentukan intervensi yang
2. Peningkatan keringat kecemasan 6. Dukung verbalisasi bisa dipakai pasien
3. Peningkatan ketegangan 4 Vital sign dalam 5 perasaan, persepsi dan rasa 3. Mengurangi kecemasan
4. Suara bergetar batas normal takut 4. Agar pasien mandiri
5. Tremor Skala Indikator : 7. Instruksikan pasien untuk 5. Mengurangi pengunaan obat-
6. Wajah tegang 1. Berat menggunakan teknik obatan dengan terapi
Faktor yang berhubungan : 2. Cukup berat ralaksasi sesuai kebutuhan nonfarmakologi
1. Ancaman kematian 3. Sedang 6. Mengetahui hasil dari
2. Ancaman pada status terkini 4. Ringan Terapi Relaksasi implementasi yang telah kita
3. Hereditas 5. Tidak ada 1. Gambarkan rasionalisasi lakukan
4. Hubungan interpersonal dan manfaat relaksasi serta
5. Kebutuhan yang tidak dipenuhi jenis relaksasi yang tersedia
6. Konflik nilai 2. Tentukan apakah ada
7. Konflik tentang tujuan hidup intervensi relaksasi dimasa
8. Krisis maturasi lalu yang sudah
9. Krisis situasi memberikan manfaat
10. Pajanan pada toksin 3. Dorong klien untuk
11. Penularan interpersonal mengambil posisi yang
12. Penyalahgunaan zat nyaman
13. Perubahan besar (mis, status ekonomi, 4. Dorong kontrol sendiri
lingkungan, status kesehatan, fungsi ketika relaksasi dilakukan
peran, status peran) 5. Gunakan relaksasi sebagai
14. Riwayat keluarga tentang ansietas strategi tambahan dengan
15. Stressor penggunaan obat-obatan
nyeri atau sejalan dengan
terapi lainnya dengan cepat
6. Evaluasi dan dokumentasi
respon terhadap terapi
relaksasi
DAFTAR PUSTAKA

Arif, Mansjoer, dkk, (2000). KapitaSelektakedokteran. Edisi 3.


MedicaAesculpalus, FKUI. Jakarta

Amid dan Hardhi, 2013. Diagnosis keperawatan, NANDA NIC-NOC, EGC,


Jakarta
Carolin, Elizabeth J. 2002. Buku Saku Patofisiologi. EGC: Jakarta.

Carpenito, L.J.,2000, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis, EGC,


Jakarta
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, alih bahasa; I Made
Kariasa, editor; Monica Ester, Edisi 3. EGC: Jakarta.

Hidayat, Azis Alimul. (2005). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Edisi:1.


Jakarta: Salemba medika.

Judith M. Wilkinson, ( 2016) Diagnosis keperawatan NANDA NIC-NO, Edisi


:10.EGC ,Jakarta

Maeda, Dkk. Lpkejangdemam. 12 mai 2018.


https://www.scribd.com/doc/240209755/LP-Kejang-Demam

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.


(2007). Ilmu Kesehatan Anak. Edisi: 11. Jakarta: Infomedika

Syaifudin (2006). Anatomi Fisiologi untuk mahasiswa keperawatan. Editor:


Monica Ester. Edisi: 3. Jakarta: ECG

Hidayat, Azis Alimul. (2005). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Edisi:1.


Jakarta: Salemba medika.

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.


(2007). Ilmu Kesehatan Anak. Edisi: 11. Jakarta: Infomedika

Syaifudin (2006). Anatomi Fisiologi untuk mahasiswa keperawatan. Editor:


Monica Ester. Edisi: 3. Jakarta: ECG

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &


Suddarth, alih bahasa; Agung Waluyo, editor; Monica Ester, Edisi 8. EGC:
Jakarta.

Tucker, Susan Martin. 1998. Standar Perawatan Pasien; Proses Keperawatan,


Diagnosis dan Evaluasi, Edisi 5. EGC. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai