Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELLITUS PADA LANSIA

DI SUSUN OLEH:

ATIK DIYAH UMAWATI

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya

Jurusan Keperawatan

Prodi DIV Keperawatan Reguler II

2019
1. KONSEP DASAR
A. Pengertian

Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang


ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner
dan Suddarth, 2002).
Diabetes melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai
kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai
komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi/
perlukaan pada membran basalis dalam pemerisaan dengan menggunakan
mikroskop elektron (Arif, et al, 2001)
B. Etiologi

Pada lansia cenderung terjadi peningkatan berat badan, bukan karena


mengkonsumsi kalori berlebih namun karena perubahan rasio lemak-otot dan
penurunan laju metabolisme basal. Hal ini dapat menjadi faktor predisposisi
terjadinya diabetes mellitus. Penyebab diabetes mellitus pada lansia secara
umum dapat digolongkan ke dalam dua besar:
Proses menua/kemunduran (Penurunan sensitifitas indra pengecap,
penurunan fungsi pankreas, dan penurunan kualitas insulin sehingga insulin
tidak berfungsi dengan baik).
Gaya hidup (life style) yang jelek (banyak makan, jarang olahraga,
minum alkohol, dll.) Keberadaan penyakit lain, sering menderita stress juga
dapat menjadi penyebab terjadinya diabetes mellitus.Selain itu perubahan fungsi
fisik yang menyebabkan keletihan dapat menutupi tanda dan gejala diabetes dan
menghalangi lansia untuk mencari bantuan medis. Keletihan, perlu bangun pada
malam hari untuk buang air kecil, dan infeksi yang sering merupakan indikator
diabetes yang mungkin tidak diperhatikan oleh lansia dan anggota keluarganya
karena mereka percaya bahwa hal tersebut adalah bagian dari proses penuaan itu
sendiri.
1. Diabetes tipe I:
a. Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya
DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang
memiliki tipe antigen HLA.

b. Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana
antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap
jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.

c. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang
menimbulkan destruksi selbeta.

2. Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik
memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko :
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga

C. Patofisiologi

Pengolahan bahan makanan dimulai dari mulut kemudian ke lambung


dan selanjutnya ke usus. Di dalam saluran pencernaan, makanan yang terdiri dari
karbohidrat dipecah menjadi glukosa, protein dipecah menjadi asam amino dan
lemak menjadi asam lemak. Ketiga zat makanan itu diedarkan ke seluruh tubuh
untuk dipergunakan oleh organ-organ di dalam tubuh sebagai bahan bakar.
Supaya berfungsi sebagai bahan bakar zat makanan itu harus diolah, dimana
glukosa dibakar melalui proses kimia yang menghasilkan energi yang disebut
metabolisme.

Dalam proses metabolisme insulin memegang peranan penting yaitu


memasukkan glukosa ke dalam sel yang digunakan sebagai bahan bakar. Insulin
adalah suatu zat atau hormon yang dihasilkan oleh sel beta di pankreas, bila
insulin tidak ada maka glukosa tidak dapat masuk sel dengan akibat glukosa
akan tetap berada di pembuluh darah yang artinya kadar glukosa di dalam darah
meningkat.

Pada Diabetes melitus tipe 1 terjadi kelainan sekresi insulin oleh sel beta
pankreas. Pasien diabetes tipe ini mewarisi kerentanan genetik yang merupakan
predisposisi untuk kerusakan autoimun sel beta pankreas. Respon autoimun
dipacu oleh aktivitas limfosit, antibodi terhadap sel pulau langerhans dan
terhadap insulin itu sendiri.

Pada diabe tes melitus tipe 2 jumlah insulin normal, tetapi jumlah
reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang sehingga glukosa
yang masuk ke dalam sel sedikit dan glukosa dalam darah menjadi meningkat
(diabetesmellituscenter.wordpress.com, 2010).

D. Tanda dan Gejala

Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada


DM umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah
keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf.
Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga
gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan
komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan
penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot
(neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan
lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang
sering ditemukan adalah :
1. Katarak
2. Glaukoma
3. Retinopati
4. Gatal seluruh badan
5. Pruritus Vulvae
6. Infeksi bakteri kulit
7. Infeksi jamur di kulit
8. Dermatopati
9. Neuropati perifer
10. Neuropati viseral
11. Amiotropi
12. Ulkus Neurotropik
13. Penyakit ginjal
14. Penyakit pembuluh darah perifer
15. Penyakit koroner
16. Penyakit pembuluh darah otak
17. Hipertensi

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Glukosa darah sewaktu
2. Kadar glukosa darah puasa
3. Tes toleransi glukosa
Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM
(mg/dl)
Bukan DM Belum pasti DM DM

Kadar glukosa darah sewaktu

- Plasma vena < 100 100-200 >200


- Darah kapiler
<80 80-200 >200

Kadar glukosa darah puasa

- Plasma vena <110 110-120 >126


- Darah kapiler
<90 90-110 >110

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali


pemeriksaan :

1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)


2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl
F. Pathway

Defisiensi Insulin

glukagon↑ penurunan pemakaian


glukosa oleh sel

glukoneogenesis hiperglikemia
Kurang
pengetahuan
lemak protein glycosuria

ketogenesis BUN↑ Osmotic Diuresis

ketonemia Nitrogen urine ↑ Dehidrasi Kekurangan


volume cairan

Mual muntah ↓ pH Hemokonsentrasi

Asidosis Trombosis
Resti Ggn Nutrisi

Kurang dari kebutuhan  Koma Aterosklerosis


 Kematian

Makrovaskuler Mikrovaskuler

Retina Ginjal
Jantung Serebral Ekstremitas
Retinopati Nefropati
Miokard Infark Stroke Gangren diabetik

Ggn. Penglihatan Gagal


Ggn Integritas Kulit Ginjal

Resiko Injury
G. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan
aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi
komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes
adalah mencapai kadar glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
a. Diet
Suatu perencanaan makanan yang terdiri dari 10% lemak, 15% Protein, 75%
Karbohidrat kompleks direkomendasikan untuk mencegah diabetes.
Kandungan rendah lemak dalam diet ini tidak hanya mencegah
arterosklerosis, tetapi juga meningkatkan aktivitas reseptor insulin.
b. Latihan
Latihan juga diperlukan untuk membantu mencegah diabetes. Pemeriksaan
sebelum latihan sebaiknya dilakukan untuk memastikan bahwa klien lansia
secara fisik mampu mengikuti program latihan kebugaran. Pengkajian pada
tingkat aktivitas klien yang terbaru dan pilihan gaya hidup dapat membantu
menentukan jenis latihan yang mungkin paling berhasil. Berjalan atau
berenang, dua aktivitas dengan dampak rendah, merupakan permulaan yang
sangat baik untuk para pemula. Untuk lansia dengan NIDDM, olahraga dapat
secara langsung meningkatkan fungsi fisiologis dengan mengurangi kadar
glukosa darah, meningkatkan stamina dan kesejahteraan emosional, dan
meningkatkan sirkulasi, serta membantu menurunkan berat badan.
c. Pemantauan
Pada pasien dengan diabetes, kadar glukosa darah harus selalu diperiksa
secara rutin. Selain itu, perubahan berat badan lansia juga harus dipantau
untuk mengetahui terjadinya obesitas yang dapat meningkatkan resiko DM
pada lansia.
d. Terapi (jika diperlukan)
Sulfoniluria adalah kelompok obat yang paling sering diresepkan dan efektif
hanya untuk penanganan NIDDM. Pemberian insulin juga dapat dilakukan
untuk mepertahankan kadar glukosa darah dalam parameter yang telah
ditentukan untuk membatasi komplikasi penyakit yang membahayakan.
e. Pendidikan
- Diet yang harus dikomsumsi
- Latihan
- Penggunaan insulin

H. Terapi Obat dengan Implikasi Keperawatannya


1. Sulfoniurea
Sulfonilurea adalah salah satu golongan obat yang paling banyak digunakan
untuk pengobatan pasien diabetes melitus (DM) tipe 2. Golongan obat
maksudnya adalah nama kelompok obat-obatan yang cara kerjanya sama,
memiliki struktur kimia yang mirip, dan sering digunakan untuk mengobati
penyakit serupa.
Cara pemberiannya yaitu 15-30 menit sebelum makan.
2. Repaglinide
Repaglinide digunakan untuk mengobati diabetes tipe 2. Mengontrol gula
darah tinggi membantu mencegah kerusakan ginjal, kebutaan, masalah saraf,
kehilangan anggota tubuh. Repaglinide menstimulasi tubuh memproduksi
insulin.
Cara pemberiannya yaitu sebelum makan.
3. Insulin
Insulin suntik adalah jenis obat yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan
pasokan insulin yang dibutuhkan oleh penderita diabetes. Insulin merupakan
hormon yang bertugas membantu mengolah gula yang telah diserap tubuh
agar menjadi energi. Insulin juga berperan dalam menyimpan cadangan
energi yang nantinya bisa digunakan jika suatu saat dibutuhkan oleh tubuh.
Cara penyuntikan Insulin:
Insulin umumnya diberikan dengan suntikan di bawah kulit (subkutan). Pada
keadaan khusus diberikan intramuskular atau intravena secara bolus atau
drip. Lokasi penyuntikan juga harus diperhatikan benar, demikian pula
mengenai rotasi tempat suntik.

2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pen gkajian
1. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
2. Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat
terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau
tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
3. Aktivitas/ Istirahat :
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
4. Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada
ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi,
perubahan tekanan darah
5. Integritas Ego
Stress, ansietas
6. Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
7. Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus,
penggunaan diuretik.
8. Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot,
parestesia,gangguan penglihatan.
9. Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
10. Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
11. Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
12. Pemeriksaan Fisik
Pengukuran tinggi dan berat badan, pengukuran tekanan darah, termasuk
pengukuran tekanan darah dalam posisi berdiri untuk mencari kemungkinan
adanya hipotensi ortostatik, pemeriksaan funduskopi, pemeriksaan rongga
mulut dan kelenjar tiroid, pemeriksaan jantung, evaluasi nadi baik secara
palpasi maupun dengan stetoskop, pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah,
termasuk jari, pemeriksaan kulit (acantosis nigrican dan bekas tempat,
penyuntikan insulin) dan pemeriksaan neurologis, tanda-tanda penyakit lain
yang dapat menimbulkan DM tipe-lain

B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
penurunan masukan oral, anoreksia, mual, peningkatan metabolisme protein,
lemak.
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik
(neuropati perifer).
4. Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan.
C. Rencana Asuhan Keperawatan

No Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi

1 Resiko tinggi gangguan Kebutuhan nutrisi  Pasien dapat mencerna jumlah  Timbang berat badan setiap hari
nutrisi : kurang dari pasien terpenuhi kalori atau nutrien yang tepat atau sesuai dengan indikasi.
kebutuhan berhubungan  Berat badan stabil atau  Tentukan program diet dan pola
dengan penurunan masukan penambahan ke arah rentang makan pasien dan bandingkan
oral, anoreksia, mual, biasanya dengan makanan yang dapat
peningkatan metabolisme dihabiskan pasien.
protein, lemak.  Auskultasi bising usus, catat
adanya nyeri abdomen / perut
kembung, mual, muntahan
makanan yang belum sempat
dicerna, pertahankan keadaan puasa
sesuai dengan indikasi.
 Berikan makanan cair yang
mengandung zat makanan (nutrien)
dan elektrolit dengan segera jika
pasien sudah dapat mentoleransinya
melalui oral.
 Libatkan keluarga pasien pada
pencernaan makan ini sesuai
dengan indikasi.
 Observasi tanda-tanda hipoglikemia
seperti perubahan tingkat
kesadaran, kulit lembab/dingin,
denyut nadi cepat, lapar, peka
rangsang, cemas, sakit kepala.
 Kolaborasi melakukan pemeriksaan
gula darah.
 Kolaborasi pemberian pengobatan
insulin.
 Kolaborasi dengan ahli diet.
2 Kekurangan volume cairan Kebutuhan cairan Pasien menunjukkan hidrasi yang  Pantau tanda-tanda vital, catat
berhubungan dengan atau hidrasi pasien adekuat dibuktikan oleh tanda adanya perubahan TD ortostatik
diuresis osmotik
terpenuhi vital stabil, nadi perifer dapat  Pantau pola nafas seperti adanya
diraba, turgor kulit dan pengisian pernafasan kusmaul
kapiler baik, haluaran urin tepat  Kaji frekuensi dan kualitas
secara individu dan kadar pernafasan, penggunaan otot bantu
elektrolit dalam batas normal. nafas
 Kaji nadi perifer, pengisian kapiler,
turgor kulit dan membran mukosa
 Pantau masukan dan pengeluaran
 Pertahankan untuk memberikan
cairan paling sedikit 2500 ml/hari
dalam batas yang dapat ditoleransi
jantung
 Catat hal-hal seperti mual, muntah
dan distensi lambung.
 Observasi adanya kelelahan yang
meningkat, edema, peningkatan
BB, nadi tidak teratur
 Kolaborasi : berikan terapi cairan
normal salin dengan atau tanpa
dextrosa, pantau pemeriksaan
laboratorium (Ht, BUN, Na, K)

3 Gangguan integritas kulit Gangguan integritas Kondisi luka menunjukkan  Kaji luka, adanya epitelisasi,
berhubungan dengan kulit dapat adanya perbaikan jaringan dan perubahan warna, edema, dan
perubahan status metabolik berkurang atau discharge, frekuensi ganti balut.
(neuropati perifer). menunjukkan tidak terinfeksi  Kaji tanda vital
penyembuhan.  Kaji adanya nyeri
 Lakukan perawatan luka
 Kolaborasi pemberian insulin dan
medikasi.
 Kolaborasi pemberian antibiotik
sesuai indikasi.

4 Resiko terjadi injury Pasien tidak Pasien dapat memenuhi  Hindarkan lantai yang licin.
berhubungan dengan mengalami injury kebutuhannya tanpa mengalami  Gunakan bed yang rendah.
penurunan fungsi injury  Orientasikan klien dengan ruangan.
penglihatan  Bantu klien dalam melakukan
aktivitas sehari-hari
 Bantu pasien dalam ambulasi atau
perubahan posisi

5 Kurangnya pengetahuan Pasien memperoleh  Pasien mengetahui tentang  Kaji tingkat pengetahuan
tentang proses penyakit, informasi yang jelas proses penyakit, diet, perawatan pasien/keluarga tentang penyakit
diet, perawatan, dan dan benar tentang dan pengobatannya dan dapat DM dan gangren.
pengobatan berhubungan Penyakitnya menjelaskan kembali bila  Kaji latar belakang pendidikan
dengan kurangnya informasi ditanya. pasien.
 Pasien dapat melakukan  Jelaskan tentang proses penyakit,
perawatan diri sendiri diet, perawatan dan pengobatan
berdasarkan pengetahuan yang pada pasien dengan bahasa dan
diperoleh. kata-kata yang mudah dimengerti.
 Jelasakan prosedur yang kan
dilakukan, manfaatnya bagi pasien
dan libatkan pasien didalamnya.
 Gunakan gambar-gambar dalam
memberikan penjelasan ( jika ada
/memungkinkan).
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilyn E. 2014. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I
Made Kariasa, Ni Made Sumarwati, Jakarta : EGC,

Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1edisi 3. Jakarja : Media
Aesculaius

Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono,
Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai