Anda di halaman 1dari 18

LABORATORIUM TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL

PROGRAM STUDI FARMASI F-MIPA


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

PERCOBAAN I
PENCUCIAN DAN STERILISASI KARET DAN GLASS WARE

Disusun Oleh :
Kelompok XV
Clinton Ciputra J1E115208
Hema Novita Rendati J1E115036
Kesty Aprini J1E115213
Ningsih J1E115013
Siti Apsari Rez’na J1E115231

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU

2017
LABORATORIUM TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL
PROGRAM STUDI FARMASI F-MIPA
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

PERCOBAAN I
PENCUCIAN DAN STERILISASI KARET DAN GLASS WARE

KELOMPOK XV

Mengetahui, Nilai Laporan


Asisten

(Siti Humairah Z.A)


Tanggal : 6 Desember 2017
J1E114036

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU

2017
PENCUCIAN DAN STERILISASI KARET DAN GLASS WARE

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sterilisasi adalah suatu proses untuk mematikan semua organisme yang
terdapat pada atau di dalam suatu benda. Ketika untuk pertama kalinya
melakukan pemindahan biakan bakteri secara aseptic, sesungguhnya hal itu
telah menggunakan salah satu cara sterilisasi, yaitu pembakaran. Namun,
kebanyakan peralatan dan media yang umum dipakai di dalam pekerjaan
mikrobiologi akan menjadi rusak bila dibakar. Untungnya tersedia berbagai
metode lain yang efektif (Rindi, 2004).
Sterilisasi pada sediaan farmasi sperti produk parenteral sudah jelas
dan harus dipenuhi. Uji sterilitas dilakukan terhadap produk dan bahan yang
sebelumnya telah mengalami proses pensterilan yang telah diberlakukan.
Hasilnya membuktikan bahwa prosedur sterilisasi dapat di ulang secara
efektif. Tetapi umumnya disetujui bahwa control yang dilaksanakan selama
proses validasi memberikan jaminan telah efektifnya proses sterilisasi
(Rahman & Nasir, 2009).
Pengujian sediaan farmasi steril dan alat kesehatan merupakan suatu
cara pengujian untuk mengetahui suatu sediaan atau bahan farmasi atau alat-
alat kesehatan yang dipersyaratkan harus dalam keadaan steril. Tujuan dari uji
sterilitas adalah untuk menjamin bahwa produk yang melalui proses
pembuatan itu tidak mengandung mikroorganisme atau terkontaminasi. Uji
sterilisasi dilakukan untuk menentukan seleruh kemasan yang telah
disterilkan (Rahman & Nasir, 2009).
Beberapa bahan sudah disterilkan di pabrik dan dirancang untuk
penggunaan sekali pakai. Namun, banyak instrumen dan bahan yang digunakan
untuk tindakan medis yang sangat mahal dirancang sedemikian rupa sehingga
dapat digunakan kembali. Instalasi sterilisasi sentral bertanggung jawab untuk
membuat sebuah proses yang aman untuk peralatan sekali pakai digunakan
berulang, dengan arahan dari pimpinan rumah sakit. Sebuah siklus
proses berkualitas tinggi diperlukan dimana bahan dapat digunakan kmbali
secara aman (Suriawira, 1983).
Cara-cara sterilisasi yaitu, pembersihan, sinar matahari, sinar
ultraviolet, sinar-x, dan sinar-gamma, pendinginan, dan pemanasan. Macam-
macam cara sterilisasi dengan pemanasan yaitu, pemanasan dalam nyala api,
pemanasan dengan udara panas (dry heat oven), merendam dalam air
mendidih (menggodok), pemansan dengan uap air yang mengalir, dengan uap
air yang ditekan, dan cara sterilisasi benda-benda yang tidak tahan suhu
tinggi, misalnya pasteurisasi, tyndalisasi, dengan pengeringan, dengan
penyaringan (filtrasi), dan dengan menggunakan zat kimia (Schlegel, 1994).
1.2 Tujuan
Tujuan dari percobaan ini adalah mahasiswa mampu memahami tahapan
– tahapan dalam proses pencucian dan sterilisasi karet, ampul, vial, dan botol
infuse.

II. DASAR TEORI


Sterilisasi adalah proses pemanasan yang dilakukan untuk mematikan semua
mikroorganisme pada bahan makanan. Sterilisasi biasanya dikombinasi dengan
pengemasan hermatis untuk mencegah kontaminasi ulang. Yang dimaksud dengan
pengemasan hermatis adalah pengemasan yang sangat rapat, sehingga tidak dapat
ditembus oleh mikroorganisme, air, ataupun udara (Purnawijayanti, 2001).
Sudah jelas bahwa setelah menjalani sterilisasi, suatu objek harus steril, yaitu,
bebas dari mikroorganisme. Namun, sterilisasi tidak pernah menghasilkan sesuatu
yang 100% steril; berdasarkan definisinya, efek dari sterilisasi adalah penurunan
6
jumlah mikroorganisme sampai faktor perkalian yang lebih dari 10 (yaitu, lebih dari
99,9999% terbunuh). Buku rujukan standar, seperti buku daftar obat, sering memuat
pernyataan bahwa dari 1.000.000 item yang menjalani steriiliasi, tidak boleh ada
lebih dari 1 item yang mungkin masih mengandung mikroorganisme. Oleh karena itu
kita perlu meminimalkan tingkat kontaminasi pada materi yang sudah menjalani
sterilisasi. Hal tersebut dapat tercapai dengan cara melakukan sterilisasi hanya pada
objek yang bersih (bebas dari kotoran yang terlihat) dan menerapkan prinsip-prinsip
cara produksi yang baik (Pruss et al., 2005).
Sterilisasi dapat dilakukan baik dengan cara fisik maupun kimia. Metode
fisik didasarkan pada tindakan pemanasan (proses autoclaving, sterilisasi termal
kering atau sterilisasi termal basah), iradiasi (irradiasi-γ), atau pada pemisahan
secara mekanis melalui filtrasi. Cara kimia mencakup sterilisasi gas dengan etilen
oksida atau gas lainnya dan menyampurkan agen pensteril (misalnya,
glutaraldehid) pada larutan desinfektan (Pruss et al., 2005).
Beberapa metode sterilisasi yaitu:
1. Metode uap panas bertekanan tinggi. Metode sterlisasi uap panas bertekanan
tinggi ini adalah metode yang banyak digunakan, aman, cukup efektif, serta
mudah pengoperasiannya. Prinsip dasarnya yaitu uap panas pada suhu,
tekanan, dan waktu pemaparan tertentu mampu membunuh mikroba patogen
dengan cara denaturasi protein dari enzim dan membran sel. Teknis
pelansanaannya adalah alat yang digunakan adalah sebuah bejana tertutup
yang dilengkapi dengan manometer, termometer, termostat, dan pengatur
tekanan. Dengan demikian suhu dan tekanan uap panas dapat diatur.
Sterilisator metode uap panas bertekanan tinggi ini disebut autoclaf, dengan
urutan kerja sebagai berikut:
a. Peralatan medis seperti instrumen, sarung tangan, dan linen dimasukkan
dalam kamar (chamber) dan diletakkan diatas rak-rak yang tersedia.
b. Uap panas yang berasal dari pemanasan air dialirkan ke dalam kamar
(chamber) sehingga mendesak udara yang ada didalam kamar. Pemanasan
o
air dilanjutkan, sehingga suhu uap air mencapai 121 C karena adanya
kenaikan tekanan.
c. Saat suhu efektif ini tercapai, hitungan waktu dimulai yaitu 20 menit
untuk peralatan media yang tidak terbungkus dan 30 menit untuk
peralatan media terbungkus.
d. Bila durasi/waktu untuk sterilisasi telah berakhir, katup pengatur tekanan
dibuka sehingga tekanan uap akan turun dan selanjutnya akan diikuti
dengan penurunan suhu.
(Darmadi, 2008).
2. Metode panas kering. Prinsip dasar metode ini adalah melalui mekanisme
konduksi, panas akan diabsorpsi oleh permukaan luar dari peralatan yang
disterilkan. Lalu merambat ke bagian yang lebih dalam dari peralatan tersebut
sampai suhu untuk sterilisasi tercapai secara merata. Mikroba terbunuh
dengan cara oksidasi, dimana protein mikroba akan mengalami koagulasi.
Teknis sterilisasi pada metode panas kering ini yaitu menggunakan udara
panas pada sebuah alat yang disebut oven, sebuah bejana udara yang di
dalamnya harus dipanaskan dengan cara sebagai berikut:
a. Pemanasan udara dalam oven dengan memanfaatkan gas atau listrik,
o
suhunya dapat mencapai 160-180 C
b. Durasi/waktu untuk proses sterilisasi 1-2 jam, lebih lama daripada
menggunakan Autoclaf karena daya penetrasinya tidak sebaik uap panas
c. Digunakan untuk sterilisasi alat-alat dari gelas seperti tabung rekasi, labu,
cawan petri, dan sebagainya.
(Darmadi, 2008).
3. Metode gas kimia. Metode ini dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :
a. Sterilisasi dengan etilen oksida. Cara sterilisasi ini dapat digunakan untuk
perlatan medis dari plastik, alat-alat optik, pacemaker, dan lain-lain yang
sulit disterilkan dengan cara lain. Afinitasnya yang tinggi akan
mengakibatkan timbulnya residu pada peralatan medis yang telah disterilkan.
Gas etilen oksida cukup toksik sehingga dapat menyebabkan iritasi pada kulit
dan mukosa. Oleh karena itu perlu perhatian pada masalah keselamatan
kerja.Prinsip dasar metode ini adalah etilen oksida membunuh mikroba
melalui reaksi kimia, yaitu rekasi alkilasi. Pada rekasi ini terjadi penggantian
gugus atom hidrogen pada sel mikroba dengan gugus alkil, sehingga
metabolisme dan reproduksi sel terganggu. Teknis pelaksanannya yaitu
proses sterilisasi menggunakan autoclave khusus pada suhu yang
o
lebih rendah (36-60 C) serta konsentrasi gas tidak kurang dari 400
mg/liter, dengan proses sebagai berikut:
 Setelah peralatan medis dimasukkan, gas etilen oksida dipompakan ke
dalam kamar (chamber) selama 20-30 menit pada kelembapan 50-75%.
 Selesai waktu pemaparan dengan gas etilen oksida, diikuti oleh tahap
aerasi/pertukaran udara, yaitu proses membuang gas etilen oksida
pada sterilisator maupun pada peralatan medis.
b. Sterilisasi dengan formaldehid. Sterilisasi ini hanya terbatas untuk kateter,
sarung tangan, dan sebagainya. Gas formaldehid baunya sangat menyengat
dan menyebabkan iritasi pada kulit, mata, dan saluran pernapasan. Oleh
karena itu perlu penananan dengan hati-hati. Prinsip dasar metode ini
adalah mikroba terbunuh dengan cara mengikat gugus asam amino dari
protein mikroba. Teknis pelaksanaan metode ini yaitu alat yang dianjurkan
o
untuk sterilisasi adalah formalin Autoclaf dengan suhu 70 C. Setelah
peralatan medis yang akan distrerilkan dimasukkan, gas formaldehid
3
dialirkan ke dalam kamar (chamber) dengan konsentrasi 15 mg/m .
(Darmadi, 2008).

4. Sterilisasi Cara Mekanik


Sterilisasi dengan filter bakteri digunakan untuk larutan farmasetik atau
bahan biologi yang di pengaruhi oleh pemanasan, bebeda dengan metode
filtrasi lainnya filtrasi bakteri di tujukan untuk filtrasi bebas bakteri. Metode
sterilisasi ini membutuhkan penggunaan teknik aseptik yang benar. Sediaan
obat yang disterilkan dengan metode ini membutuhkan penggunaan bahan
bakteriostatik kecuali diarahkan lain (Jenkins, 1969).
5. Filter seitz
Dibuat dari bahan asbes yang di jepit pada dasar wadah besi, keuntungan
dari filter ini adalah lapisan filter yang dapat di buang setelah digunakan dan
masalah pembersih hanya berkurang. Filter ini mampu dengan volume dari 30 ml
hingga lebih dari 100 ml, kerugian pertama dari filter ini adalah cenderung
memberikan komponen magnesium pada filtrat kedua permuakaan saat lapisan
filter membuat larutan tidak cocok untuk injeksi (Pelczar, 2008).
6. Filter swinny
Mempunyai alat terkhusus yang terdiri dari lapisan asbes, bersama
dengan screen dan pencuci, utamanya untuk digunakan filter swinny
dibungkus dengan kertas dan di autoklaf. Bagian yang dipasang dihubungkan
pada spoit luer lola dan cairan dimasukkan melalui disk asbes dengan
menggunakan tekanan pada saluran spoit (Pelczar, 2008).
7. Filter Fritted-glass
Disusun dari dasar serbuk, tombol bulat dari gelas di gabung bersama
dengan penggunaan panas untuk menentukan sebelumnya ukuran dalam
bentuk disk (Pelczar, 2008).
8. Filter Berkefeld dan Mendler
Tes bentuk tube filter pembanding ini yang dihubungkan dengan dasar
logam dan saluran keluar tube adalah sama pada keduanya. Di buat dari
silikat murni, asbes dan kalsium sulfat (Pelczar, 2008).

Keuntungan dan kerugian dari metode sterilisasi panas kering yaitu


keuntungannya dapat digunakan untuk membunuh spora dan bentuk vegetatifnya
dari semua mikroorganisme, umumnya digunakan untuk senyawa-senyawa yang
tidak efektif disterilkan dengan uap air panas, metode pilihan bila dibutuhkan
peralatan yang kering atau wadah yang kering seperti pada zat kimia kering atau
larutan bukan air. Kerugiannya hanya digunakan untuk zat-zat yang tahan
o
penguraian pada suhu diatas kira-kira 140 C, karena panas kering efektif
membunuh mikroba dengan uap air panas, maka diperlukan temperatur yang
lebih tinggi dan waktu yang lebih panjang. Sedangkan keuntungan dan kerugian
dari metode sterilisasi uap panas yaitu keuntungannya adanya uap air dalam sel
mikroba menimbulkan kerusakan pada temperatur yang relatif rendah daripada
tidak ada kelembaban metode ini digunakan untuk sediaan farmasi dan bahan-
bahan yang dapat tahan terhadap temperatur yang digunakan dan penembusan
uap tetapi tidak timbul efek yang tidak dikehendaki akibat uap air, sel bakteri
dengan kadar air besar umumnya lebih mudah dibunuh, dipergunakan untuk
larutan jumlah besar, alat-alat gelas, pembalut operasi dan instrument, dapat
membunuh semua bentuk mikroorganisme vegetatif. Kerugiannya tidak
digunakan untuk mensterilkan minyak-minyak lemak, sediaan berminyak dan
sediaan yang tidak dapat ditembus oleh uap air atau pensterilan serbuk terbuka
yang mungkin rusak oleh uap jenuh dan spora-spora yang kadar airnya rendah,
sukar dihancurkan. Keuntungan dan kerugian dari metode sterilisasi gas yaitu
keuntungannya beberapa senyawa yang tidak tahan terhadap panas dan uap dapat
disterilkan dengan baik dengan memaparkan gas etilen oksida atau propilen
oksida bila dibandingkan dengan cara lain, dapat digunakan untuk membunuh
mikroorganisme dan spora lain. Kerugiannya gas-gas (etilen dan propilen oksida)
mudah terbakar bila tercampur dengan udara, tindakan pengemasan yang lebih
besar diperlukan untuk sterilisasi dengan cara ini daripada dengan cara lain
karena waktu, suhu, kadar gas dan kelembaban jumlahnya tidak setegas seperti
pada sterilisasi panas kering dan lembab panas, gas-gas sulit hilang dan
kebanyakan bahan-bahan setelah pemaparan, iritasi jaringan dapat terjadi jika
etilen oksida tidak dihilangkan sama sekali, sifat karsinogenik dan mutagenic dari
etilen oksida dari sisa-sisa pada bahan yang digunakan pada manusia dan waktu
siklus untuk sterilisasi dengan etilen oksida agak lama (Lachman, 1986).
Sediaan farmasi steril merupakan salah satu bentuk sediaan farmasi yang
pada saat ini banyak digunakan terutama pada rumah sakit. Sediaan farmasi steril
sangat membantu pada saat pasien dioperasi, diinfus, disuntik, mempunyai luka
terbuka yang harus diobati dan sebagainya. Dimana dalam keadaan tersebut
sangat dibutuhkan kondisi steril karena pada pengobatannya langsung
bersentuhan sel tubuh, lapisan mukosa organ tubuh, dimasukkan langsung
kedalam cairan atau rongga tubuh. Sangat memungkinkan terjadi infeksi bila
obatnya tidak steril. Disamping persyaratan sterilitasnya, juga dibutuhkan
persyaratan lain seperti isohidris, isotonis dan tidak mengiritasi (Ansel, 1989).
Sediaan steril bermacam-macam. Berikut contoh dari sediaan steril yaitu
a. Injeksi
Larutan obat dalam pembawa yang sesuai, dengan atau tanpa penambahan
bahan-bahan yang dimaksudkan untuk pemakaian parenteral dibuat sebagai
injeksi.
b. Cairan infus
Cairan infus intravena dibuat sebagai sejumlah karakteristik infus melalui cara
pemakaiannya.
c. Semi padat
Beberapa obat tidak mempunyai kestabilan yang cukup dalam larutan untuk
dapat memudahkannya seperti injeksi maka disediakan sebagai sediaan padat
kering dalam larutan ketika digunakan.
d. Suspensi steril
Suspensi obat dalam pembawa parenteral yang cocok dibuat sebagai suspensi
obat steril seperti suspensi sediaan hidrokortison asetat.
e. Tetes mata, suspensi, dan salep
Obat-obat dalam larutan atau suspensi digunakan melalui penetesan pada mata
sebagai sediaan steril, walaupun tidak umum disebut steril seperti larutan mata
natrium sulfametasol atau suspensi mata hidrokortison asetat.
f. Larutan irigasi
Digunakan untuk mencuci atau menyembuhkan luka terbuka.
(Ansel, 1989).
Setiap sediaan memiliki persyaratannya masing-masing. Syarat – syarat
sediaan steril meliputi :
a. Sediaan parenteral yaitu pelarut pembawa harus memenuhi kemurnian khusus
dan memenuhi standar-standar lain yang menjamin keadaan obat suntik.
Penggunaan zat-zat penambah sebagai dapar, penstabil, dan pengawet
antimikroba mengikuti petunjukpetunjuk khusus, penggunaan dan dilarang
pada produk parenteral tertentu, penggunaan zat warna dilarang keras. Produk
parenteral selalu disterilkan dan harus bebas pirogen. Larutan parenteral harus
bebas dari partikel-partikel dan produk parenteral harus dibuat dalam daerah
lingkungan yang diawasi memenuhi standar sanitasi yang ketat, dan oleh
pekerja yang khusus dilatih dan memekain pakaian khusus untuk
mempertahankan standar sanitasi.
b. Preparat untuk mata
 Larutan steril.
 Isotonis.
 Bila perlu digunakan pendapar.
 Viskositas optimal anatar 15 – 25 cps.
 Wadah pengemas tidak menganggu stabilitasbdan kemajuan preparat.
 Suspensi obat mata harus mengandung partikel dengan karakteristik
kimiawi dan dimensi-dimensi kecil yang tidak menganggu mata.
c. Preparat untuk telinga
 Steril.
 Pengawet sesuai.
 Wadah gelas atau plastik berukuran kecil (5-15ml) dan memakai alat
penetes.
d. Preparat untuk hidung
 Steril.
 Pendapar cocok.
 Pengawet yang sesuai.
 Wadah berupa botol tetes atau dalam botol semprot plastik, biasanya
berisi 15-30 ml obat
(Turco, 1979).
Penelitian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kulit Bawang Merah (Allium cepa
L.) terhadap Bakteri Staphylococcus aureus yang dilakukan oleh Misna dan
Diana juga menggunakan teknik sterilisasi alat. Adapun cara sterilisasi alat
meliputi alat-alat kaca seperti beker gelas, gelas ukur, Erlenmeyer, dan tabung
pereaksi, cawan petri pencadang, batang pengaduk dibungkus dalam kertas HVS.
0
Kemudian alat-alat tersebut dimasukkan kedalam oven dengan suhu 180 C
selama 1 jam. Ose disterilisasi dengan cara dibakar diatas lampu bunsen sampai
pijar. Prinsip kerja sterilisasi dengan uap panas kering yaitu oven protein mikroba
akan mengalami dehidrasi hingga terjadi kekeringan, selanjutnya teroksidasi oleh
oksigen di udara sehingga menyebabkan matinya mikroba dan tidak
menimbulkan embun/ kondensasi pada alat yang disterilisasi serta sterilisasi
media nutrient agar menggunakan sterilisasi uap yaitu autoklaf, prinsip kerjanya
yaitu mikroba akan mengalami denaturasi dan koagulasi yang menyebabkan
mikroba tersebut mati (Misna & Diana, 2016)

III. METODE KERJA


3. 1. ALAT DAN BAHAN
3.1.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah:
1. Oven
2. Autoclaf
3. Glass ware dan karet
4. Baskom
5. Steples
3.1.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah:
1. Water For Injection (WFI)
2. Selotip
3. Kertas sampul cokelat
4. Alkohol
5. Sabun

3.2. CARA KERJA


3.2.1 Sterilisasi dengan Autoclaf

Glass ware dan karet

 Dicuci bersih dengan menggunakan sabun


 Dikeringkan

Glass ware dan karet +


kertas sampul cokelat

 Dibungkus glass ware dan karet yang telah


dicuci dengan kertas sampul cokelat dan
direkatkan dengan menggunakan steples

Water For
Injection

 Dimasukkan dalam autoclaf secukupnya


Glass ware dan karet
yang telah dibungkus

 Dimasukkan dalam autoclaf


0
 Dikunci dan dipanaskan sampai suhu 121 C
selama 30 menit
 Dikeluarkan dan disimpan

Hasil
3.2.2 Sterilisasi dengan Oven

Glass ware

 Dicuci bersih dengan menggunakan sabun


 Dikeringkan

Glass ware + kertas


sampul cokelat

 Dibungkus glass ware yang telah dicuci


dengan kertas sampul cokelat dan direkatkan
dengan menggunakan stepler
Glass ware yang
telah dibungkus

 Dimasukkan dalam oven


0
 Dipanaskan sampai suhu 180 C sampai 3 jam
 Dikeluarkan dan disimpan

Hasil

IV. Tabel Hasil


No. Perlakuan Hasil Dokumentasi
1. Pencucian peralatan Peralatan yang
sudah dicuci bersih

2. Keringkan peralatan Peralatan yang


mengguanakan tisu sudah kering

3. Pembungkusan Alat-alat yang


peralatan sudah terbungkus
mengguanakan alumunium foil
alumunium foil

4. Pembungkusan masing- Peralatan yang


masing alat sesuai jenis sudah terbungkus
menggunakan kertas dengan kertas
coklat dan ditandai coklat dan sudah
mengguankan spidol diberi tanda

5. Sterilisasi Alat yang sudah


menggunakan autoklaf disterilisasi
menggunakan
autoklaf
6. Sterilisasi Alat yang sudah
menggunakan oven disterilisasi
menggunakan
oven

V. PEMBAHASAN
Sterilisasi merupakan upaya atau metode yang bertujuan untuk
membebaskan alat - alat atau bahan/sampel dari kehidupan mikroorganisme lain.
Sterilisasi penting dilakukan agar bahan dan peralatan yang digunakan tersebut
tidak terdapat adanya mikroorganisme yang akan mengganggu atau merusak
sediaan steril. Tujuan pencucian dan sterilisasi ini adalah untuk menghilangkan
zat-zat pengotor atau penghilangan semua jenis organisme hidup, dan dalam hal
ini adalah mikroorganisme (fungi, mycoplasma, virus, bakteri, protozoa)
sehingga diperoleh pengemasan yang steril, bebas pirogen dan bebas partikel
sehingga tidak mempengaruhi produk dan isi.
Produk steril termasuk sediaan parentral, mata dan irigasi. Preparat parental
bisa diberikan dengan berbagai rute. Lima yang paling umum adalah intravena,
intramuskular, subkutan, intrakutan dan intraspinal. Pada umumnya pemberian
secara parenteral dilakukan bila diinginkan kerja obat yang lebih cepat, seperti
pada keadaan gawat, bila penderita tidak dapat diajak bekerjasama dengan baik,
tidak sadar, tidak dapat atau tidak tahan menerima pengobatan secara oral atau
bila obat tersebut tidak efektif dengan cara pemberian yang lain. Injeksi diracik
dengan melarutkan, mengemulsikan, atau mensuspensikan sejumlah obat ke
dalam sejumlah pelarut atau dengan mengisikan sejumlah obat ke dalam wadah
dosis tunggal atau wadah dosis ganda.
Tiga cara utama yang umum dipakai dalam sterilisasi yaitu penggunaan
panas, penggunaan bahan kimia, dan penyaringan (filtrasi). Bila panas digunakan
bersama-sama dengan uap air maka disebut sterilisasi panas lembab atau sterilisasi
basah, bila tanpa kelembaban maka disebut sterilisasi panas kering atau sterilisasi
kering. Sedangkan sterilisasi kimiawi dapat dilakukan dengan menggunakan gas atau
radiasi. Pemilihan metode didasarkan pada sifat bahan yang akan disterilkan.
Pemilihan cara sterilisasi harus mempertimbangkan beberapa hal sebagai
berikut.
a. Stabilitas: sifat kimia, sifat fisika, khasiat, serat, dan struktur bahan obat tidak
boleh mengalami perubahan setelah proses sterilisasi.
b. Efektifitas: cara sterilisasi yang dipilih akan memberikan hasil maksimal
dengan proses yang sederhana, cepat dan biaya murah.
c. Waktu: lamanya sterilisasi ditentukan oleh bentuk, jenis dan sifat zat serta
kecepatan tercapainya suhu sterilisasi yang merata.
Pembuatan sediaan steril hendaklah dibuat didalam suatu ruangan terpisah
yang dirancang khusus sedemikian rupa sehingga dapat menjamin produk yang
dihasilkan terlindung dari kontaminasi mikroorganisme ataupun partikel pada
setiap tahap manufaktur. Lokasi, tata letak dan aliran ruangan, serta
konstruksinya harus dirancang khusus agar proses dapat berjalan dengan baik,
mudah dibersihkan, terhindar dari penumpukan debu, kotoran atau kontaminiasi
silang antar produk. Ukuran ruangan hendaklah dibuat sedemikian rupa sehingga
menyediakan ruang yang cukup untuk memungkinkan terjadinya aliran kerja
yang baik, memudahkan komunikasi, pengawasan dan pembersihan.
Praktikum kali ini akan mensterilisasi alat seperti vial, ampul, tutup karet dan
lainnya yang diperlukan untuk pembuatan sediaan steril. Sterilisasi tutup karet
metode yang digunakan adalah metode sterilisasi panas basah menggunakan
autoklaf. Autoklaf adalah alat sterilisasi yang digunakan untuk mensterilkan benda-
benda yang tahan panas atau termostabil, seperti botol, gelas beker kultur dan
seperangkat alat biopsy seperti, pinset, mata scalpel dan lainnya. Sebelum
dimasukkan ke dalam autoklaf tutup karet dicuci terlebih dahulu menggunakan air
0
mengalir dan deterjen yang sesuai. Tutup karet di autoklaf pada suhu 121 C selama
30 menit, digunakan alat autoklaf karena untuk sterilisasi tutup karet dilakukan
dengan metode sterilisasi panas basah. Selanjutnya karet dibungkus di dalam kertas
coklat tanpa air dan di autoklaf dengan tujuan untuk mensterilkan.
Pada proses pencucian tutup karet, dengan air sabun. Fungsinya adalah
untuk membersihkan dari mikroba atau bakteri dan mengurangi kebasaan dari
pengemas agar kira-kira menjadi netral. Untuk mencuci dan mensterilkan vial,
botol infus dan peralatan gelas lainnya digunakan metode sterilisasi panas kering.
Mikroorganisme akan mengalami kekeringan jika dipaparkan pada suhu tinggi
dan akibatnya sel akan lisis dan mati. Kekurangan sterilisasi panas kering yaitu
masih bertahannya endospora bakteri. Oven merupakan alat sterilisasi yang
menggunakan udara panas kering, dimana fungsi oven adalah untuk mensterilkan
alat-alat gelas yang tidak berskala. Namun, ketika praktikum alat disterilkan
0
dengan oven pada suhu 180 C karena keterbatasan kemampuan oven yang
tersedia. Prinsip oven yaitu mengakibatkan lisis mikroba menggunakan panas
udara kering. Untuk sterilisasi panas kering sangat diperhatikan penempatan
bahan yang akan disterilisasi, yaitu sebisa mungkin tidak renggang atau
seminimal mungkin hindari adanya celah agar aliran udara tidak dapat menembus
dan terdistribusi, selain itu agar bahan tidak pecah atau retak karena bahan
tersebut akan memuai pada pemanasan. Alasan vial dan botol disterilkan dengan
metode sterilisasi panas kering karena terbuat dari gelas yang tahan pada
temperatur dan tekanan tinggi. Jika digunakan sterilisasi uap dikhawatirkan tidak
ada bakteri atau mikroorganisme yang terbunuh karena uap air tidak dapat
menembus kemasan dari sifatnya yang impermeable. Keadaan basah setelah
sterilisasi uap pada alat gelas justru menimbulkan mikroba baru.
VI. KESIMPULAN
Kesimpulan dari percobaan ini adalah sebagai berikut :
1. Sterilisasi merupakan upaya atau metode yang bertujuan untuk membebaskan
alat–alat atau bahan/sampel dari kehidupan mikroorganisme lain.
2. Sterilisasi yang digunakan saat praktikum yaitu sterilisasi panas basah dan
sterilisasi panas kering. Sterilisasi panas basah menggunakan autoklaf dan
sterilisasi panas kering menggunakan oven.
3. Sediaan steril harus bebas dari mikroorganisme hidup.
4. Produk steril yang banyak diproduksi diindustri farmasi bentuk vial dan
ampul.
DAFTAR PUSTAKA

Ansel, H. C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi keempat. UI- Press.
Jakarta.
Darmadi. 2008. Infeksi Nosokomial Problematika dan Pengendaliannya. Penerbit
Salemba Medika. Jakarta.
Jenkins, G.L. 1969. Scoville's:The Art of Compounding. Burgess Publishing Co.
USA. Lachman, L. 1986. Teori dan Praktek Industri Farmasi Third Edition. Lea and
Febiger. Philadelphia.
Misna & K. Diana. 2016. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kulit Bawang Merah (Allium
cepa L.) terhadap Bakteri Staphylococcus aureus. Galenika Journal of
Pharmacy 3 (1): 84-90.
Pelczar, M. J. 2008. Dasar- Dasar Mikrobiologi. Universitas Indonesia. Jakarta.
Pruss, A., E. Giroult & P. Rushbrook. 2005. Pengelolaan Limbah Layanan Kesehatan.
EGC. Jakarta.
Purnawijayanti, H. A. 2001. sanitasi Higiene dan Keselamatan Kerja dalam
Pengolahan Makanan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Rahman, L. & D. Nazir. 2009. Sediaan Farmasi Steril. Lembaga Penerbitan Unhas.
Makassar.
Randi. 2004. Teknik Laboratorium. Erlangga. Jakarta.

Schlegel, G.H. 1994. Mikrobiologi Umum Edisi 6. UGM Press. Yogyakarta.

Suriawira. 1983. Pengantar Mikrobiologi Umum. Angkasa. Bandung.

Turco, S. 1979. Sterile Dosage Form. Lea and Flehninger. Philadelpia.

Anda mungkin juga menyukai