Askep Seminar CKR
Askep Seminar CKR
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan
kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi
akibat kecelakaan lalu lintas (Mansjoer, 2007). Diperkirakan 100.000 orang
meninggal setiap tahunnya dan lebih dari 700.000 mengalami cedera cukup
berat yang memerlukan perawatan dirumah sakit, dua pertiga ii berusia
dibawah 30 tahun dengan jumlah laki-laki lebih banyak dibandingkan jumlah
wanita, lebih dari setengah semua pasien cedera kepala mempunyai
signifikasi terhadap cedera bagian tubuh lainya (Smeltzer and bare, 2002 ).
1
Penulis tertarik untuk mengambil judul “Asuhan Keperawatan
Pemenuhan Gangguan Rasa Aman Dan Nyaman Nyeri Pada Tn.S : Cedera
Kepala Ringan Di Ruang Inayah RSU PKU Muhammadiyah Gombong”
karena penulis ingin memberikan informasi tentang cara mengurangi rasa
nyeri dengan non farmakologi dan memberikan asuhan keperawatan pada
klien dengan gangguan rasa aman nyeri
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan
cedera kepala ringan
2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa mampu meningkatkan pengertian mengenai masalah yang
berhubungan dengan cedera kepala ringan.
b. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian data pada klien dengan
cedera kepala ringan.
c. Mahasiswa mampu menganalisa data hasil pengkajian pada klien
dengan cedera kepala ringan.
d. Mahasiswa mampu melakukan rencana tindakan pada klien dengan
cedera kepala ringan
e. Mahasiswa mampu melakukan tindakan keperawatan pada klien
dengan cedera kepala ringan.
f. Mahasiswa mampu mengevaluasi hasil tindakan yang dilakukan pada
klien dengan cedera kepala ringan.
2
BAB II
KONSEP DASAR
A. Definisi
Cedera kepala adalah adanya pukulan atau benturan mendadak pada
kepala dengan atau tanpa kehilangan kesadaran.
(Tucker, 2006)
Klasifikasi
Menurut Mansjoer (2009) cedera kepala dibagi 3 yaitu :
1. Mekanisme berdasarkan adanya penetrasi durameter.
a. Trauma tumpul
- Kecepatan tinggi : tabrakan mobil
- Kecepatan rendah : terjatuh, dipukul.
b. Trauma tembus
- Luka tembus peluru
2. Tingkat keparahan cedera
a. Ringan
- GCS 13 – 15
- Tidak ada kehilangan kesadaran
- Tidak adan infoksikasi alkohol atau obat terlarang
- Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing
- Pasien dapat menderita abrasi, laserasi atau hematoma kulit kepala
- Tidak adanya kriteria cedera sedang berat.
b. Sedang
- GCS 9 – 12
- Amnesia pasca trauma
- Muntah
- Tanda kemungkinan fraktur kranium (mata rabun, hematimpanum,
otorea atau rinorea cairan serebrospinal)
- Kejang.
3
c. Berat
- GCS 3 – 8
- Penurunan derajat kesadaran secara progresif
- Tanda neurologis fokal
- Cedera kepala penetrasi atau teraba farktur depresi kronium.
3. Morfologi
a. Fraktur tengkorak
- Kranium : linier : depresi atua non depresi, terbuka atau tertutup.
- Basis : dengan atau tanpa kebocoran cairan serebrospinal dengan atau
tanpa kelumpuhan nervus VII (facialis)
b. Lesi intrakranial
- Fokal : epidural, subdural, intra serebral
- Difus : konkusi ringan, konkusi klasik, cedera aksonal difus.
B. Etiologi
Menurut Carolyn M. Hundak (2008) penyebab cedera kepala adalah
kecelakaan lalu lintas dan jatuh.
C. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala yang muncul pada pasien cedara kepala (Tucker, 2006) antara
lain :
1. Perubahan tingkat kesadaran (letargi sampai koma)
2. Perubahan tingkah laku, seperti : cepat marah, gelisah, bingung, kacau
mental.
3. Sakit kepala.
4. Mual dan muntah.
5. Perubahan pola pernafasan : nafas kuat dalam, cheyne stokes, henti nafas.
6. Perubahan motorik dan sensorik fokal : kelemahan progresif, parastesia.
7. Perubahan pupil : dilatasi.
8. Postur abnormal : rigiditas dekortikasi, rigiditas desebrasi.
4
D. Patofisiologi
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya
melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi
kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan
fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar
metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan
koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh,
sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala
permulaan disfungsi cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan
oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi
pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi
penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan
asidosis metabolik.
Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml / menit /
100 gr. jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.
Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas
atypical-myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan
otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia,
fibrilasi atrium dan vebtrikel, takikardia.
Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana
penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan
berkontraksi . Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh
darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar.
Cedera kepala menurut patofisiologi dibagi menjadi dua:
1. Cedera kepala primer
Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acclerasi-decelerasi otak) yang
menyebabkan gangguan pada jaringan.
Pada cedera primer dapat terjadi:
5
a. Gegar kepala ringan
b. Memar otak
c. Laserasi
2. Cedera kepala sekunder
Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti:
a. Hipotensi sistemik
b. Hipoksia
c. Hiperkapnea
d. Udema otak
e. Komplikai pernapasan
f. Infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain
6
E. Pathway
Benturan akibat kecelakaan / jatuh
7
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan dalam menegakkan diagnosa medis
(Siahaan, 2007) adalah :
1. X-ray Tengkorak
2. CT-Scan
3. Angiografi
G. Komplikasi
Menurut Hundak dan Gallo (2008) komplikasi cedera kepala adalah :
1. Edema pulmonal
2. Kejang
3. Kebocoran cairan serebrospinal
4. Hemoragi.
H. Penatalaksanaan
1. Dexamethason atau kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral
dosis dengan berat ringannya trauma.
2. Therapi hiperventilasi (taruma kepala berat) untuk mengurangi vasodilatasi.
3. Pemberian analgetik.
4. Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20% atua
glukosa 40 % atau gliserol 10 %.
5. Antibiotika yang mengandung barier darah otak (penisilin) atua untuk infeksi
anaerob diberikan metronodazole.
6. Pembedahan.
(Elyna S.L Siahaan, 2009)
I. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema otak
2. Potensial tidak efektifnya pola pernapasan berhubungan dengan adanya
obstruksi trakeabronkial
8
3. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
penurunan ADH
4. Resiko tinggi gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
kelemahan otot yang diperlukan untuk mengunyah
5. Gangguan rasa nyaman nyeri kepala berhubungan dengan kerusakan jaringan
otak dan perdarahan otak atau peningkatan tekanan intrakranial
6. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
7. Potensial terjadinya infeksi berhubungan dengan masuknya kuman melalui
jaringan
8. Gangguan integriatas kulit berhubungan dengan terjadinya kerusakan jaringan
kulit.
9. Resiko tinggi cedera aspirasi berhubungan dengan kesulitan menelan.
J. Fokus Intervensi
1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema otak
(Depkes, 2009 : 68 – 69)
Tujuan :
a. Tingkat kesadaran dalam batas normal
b. Fungsi kognitif dan sensori / motorik normal
Intervensi :
a. Kaji faktor-faktor yang menyebabkan koma, kesadaran menurun dan
peningkatan TIK.
b. Monitor dan catat status neurologik tentang frekuensi terjadi dan
bandingkan dengan GCS.
i. Respon mata terhadap rangsangan.
ii. Respon verbal terhadap orang, waktu dan tempat.
iii. Respon motorik (ekstremitas atas, bawah)
b. Evaluasi pupil, besar dan responnya terhadap cahaya.
c. Kurangi stimulus yang tidak berarti.
9
2. Potensial tidak efektifnya pola pernapasan berhubungan dengan adanya
obstruksi trakeabronkial (Elyna S. Laura Siahaan, 2005).
Tujuan : Pola napas efektif dalam batas normal.
Intervensi :
a. Kaji kecepatan, kedalaman frekuensi dan bunyi napas.
b. Atur posisi pasien dengan posisi semi fowler (150 – 450).
c. Berikan posisi semi prone lateral atau miring.
d. Apabila pasien sudah sadar, anjurkan dan ajak latihan napas dalam.
e. Lakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi oksigen.
f. Lakukan dengan tim analis dalam melaksanakan analisa gas darah.
3. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
penurunan ADH (Elyna S. Laura Siahaan,2005)
Tujuan :
a. Cairan elektrolit tubuh seimbang
b. Turgor kulit baik
Intervensi :
a. Monitor asupan haluaran setiap 8 jam sekali.
b. Berikan cairan setiap hari tidak boleh lebih dari 2000 cc.
c. Kolaborasi dengan tim analisis untuk pemeriksaan kadar elektrolit tubuh.
d. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian lasix.
4. Resiko tinggi gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
kelemahan otot yang diperlukan untuk mengunyah (Marilyn E. Doengoes,
2000 : 285).
Tujuan :
a. Mendemonstrasikan pemeliharaan / kemajuan peningkatan berat badan
sesuai tujuan
b. Tidak mengalami tanda-tanda malnutrisi.
Intervensi :
a. Kaji kemampuan pasien untuk mengunyah, menelan, batuk dan mengatasi
cebresi.
b. Auskultasi bising usus.
10
c. Timbang berat badan sesuai indikasi.
d. Berikan makan dalam jumlah kecil dan dalam waktu sering dan teratur.
e. Kaji feces, cairan lambung, muntah darah dan sebagainya.
5. Gangguan rasa nyaman nyeri kepala berhubungan dengan kerusakan jaringan
otak dan perdarahan otak atau peningkatan tekanan intrakranial (Elyna S.
Laura Siahaan, 2009).
Tujuan : Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi.
Intevensi :
a. Kaji mengenai lokasi, intensitas, penyebaran, tingkat kegawatan dan
keluhan-keluhan pasien.
b. Ajarkan latihan tehnik relaksasi.
c. Buat posisi kepala lebih tinggi.
d. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat-obatan analgetika.
6. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
(Marilyn E. Doenges, 2001)
Tujuan :
a. Pasien dapat melakukan kembali atua mempertahankan posisi fimasi
optimal.
b. Tidak ada kontraktur.
c. Mempertahankan integritas kulit.
Intervensi :
a. Periksa kembali kemampuan dan keadaan secara fungsional pada
kerusakan yang terjadi.
b. Kaji derajat imobilisasi pasien dengan skala ketergantungan (0-4).
c. Letakkan pasien pada posisi tertentu untuk menghindari kerusakan karena
tekanan.
d. Instruksikan atau bantu pasien dengan program masuknya latihan dan
penggunaan alat mobilisasi.
11
7. Potensial terjadinya infeksi berhubungan dengan masuknya kuman melalui
jaringan (perawatan VC, 2015 : 121)
Tujuan : Tidak terjadi infeksi
Intervensi :
a. Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan aseptik
dan antiseptik.
b. Monitor suhu tubuh dan penurunan kesadaran.
c. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat antibiotik leukosti,
liquor dari hidung, telinga dan urin.
8. Gangguan integriatas kulit berhubungan dengan terjadinya kerusakan jaringan
kulit.
Tujuan :
a. Pasien dapat mengidentifikasi faktor-faktor resiko terjadinya gangguan
integritas kulit.
b. Pasien dapat berpartisipasi / kooperatif pada setiap tindakan.
Intervensi :
a. Inspeksi area kulit, kemerahan, bengkak, penekanan, kelembaban.
b. Observasi keutuhan / integritas kulit catata adanya pembengkakan,
kemerahan, bersihkan secara rutin, berikan salf antibiotik sesuai jadwal /
instruksi.
c. Rubah posisi pasien setiap dua jam miring kanan-kiri.
d. Gunakan pakaian tidur yang kering dan lunak.
9. Resiko tinggi cedera aspirasi berhubungan dengan kesulitan menelan. ( Lynda
Jual, 2015)
Tujuan : Cedera aspirasi tidak terjadi.
Intervensi :
a. Kaji faktor-faktor penyebab dan pendukungnya.
b. Kurangi resiko terjadinya aspirasi.
c. Pertahankan pada posisi miring, jika tidak merupakan kontra indikasi
cedera.
d. Tinggikan kepala.
12
e. Beritahu individu dan keluarga penyebab-penyebab dan pencegahan
aspirasi.
13
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
1. Biodata Pasien
Umur : 43 th
Status : menikah
Pendidikan : SMA
Agama : islam
No. CM : 16-17-349038
Nama : Tn. A
Umur : 49 th
Pekerjaan : swasta
Agama : islam
14
Alamat : Dusun Gandul 4/3 Kaligambe
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
pusing pada kepala dan leher bagian belakang disertai rasa mual
15
d. Genogram
Keterangan :
: klien
: suami klien
3. Pola Fungsional
16
b. Pola eliminasi
- Sebelum sakit : pasien mengatakan BAK 4-5 x / hari dan BAB 1 x / hari dan
- Selama sakit : pasien mengatakan BAK 4-5 x / hari dan belum BAB sejak klien
- Sebelum sakit : pasien mengatakan kegiatan dan aktivitas baik dan mampu
karena bila bergerak sedikit kepalanya pusing dan terpasang infus asering 20
tetes / menit pada tangan kanan maka ia tidak mampu memenuhi kebutuhannya
- Sebelum sakit : klien mengatakan tidur siang 2-3 jam sehari, tidur malam 5-7
17
- Selama sakit : klien mengatakan sulit untuk tidur karena merasakan nyeri
pada kepalanya, nyeri selalu hilang timbul. Klien bisa tidur apabila selesai
minum obat.
nasi, sayur, daging, ikan dan buah-buahan. Nafsu makan baik,tidak mual-
sesuai yang diberikan ahli gizi. Mual (+), muntah (-), nafsu makan menurun.
- BB sebelum sakit : 65 kg
- BB selama sakit : 63 kg
IMT :
* normal/gizi baik
- Sebelum sakit : klien mandi 2-3 kali sehari, gosok gigi, keramas.
- Selama sakit : klien belum mandi sejak klien sakit, klien disibin oleh
keluarga/suaminya setiap pagi dan sore, tidak keramas, dan tidak bisa gosok
gigi.
h. Persepsi kognitif
18
Pasien mengatakan nyeri kepala dan pusing, skala nyeri 6 faktor
i. Pola psikologis
1. Body image
2. Identitas diri
3. Harga diri
19
Pasien mengatakan dalam keluarganya selalu diajarkan
4. Peran
5. Ideal diri
gelisah.
4. Pemeriksaan Fisik
b) Kesadaran : composmentis
GCS : 15
c) Tanda-tanda vital
TD : 140/90 mmhg
N : 112 x/menit
S : 36,8 C
RR : 20 x/menit
d) Kepala : bentuk simetris, terdapat nyeri kepala, kepala pusing, ada luka
20
e) Mata : akomodasi baik, sklera an ikterik, konjungtiva an anemis, reflek
pupil terhadap cahaya baik, ukuran pupil sama besar (diameter 2 mm).
penciuman baik;
cukup;
h) Mulut : terdapat luka pada bibir atas, tidak ada stomatitis; Gigi : tidak
ada caries;
kelenjar tiroid;
l) Paru-paru :
- Perkusi : sonor
- Auskultasi : vesikuler ;
m) Jantung :
21
- Palpasi, Ictus cordis tidak kuat angkat,
- Perkusi : Pekak,
n) Abdomen :
- Perkusi : timpani.;
5. Pemeriksaan Neurologis
bau-bauan.
2 Optikus Sensorik Fungsi penglihatan pasien
baik
3 Okulomotorius Motorik Pasien mampu
22
menggerakkan mata ke
menggerakkan mata ke
samping.
7 Facialis Motorik Wajah pasien
manis, asin.
8 Akustikus Sensorik Pendengaran pasien
berfungsi baik.
Glosofaringeus Motorik Pasien dapat menelan dengan
baik
Vagus Motorik Fungsi menelan baik.
dengan jelas.
Asesorius Motorik Pasien dapat menggerakan
walau terbatas.
Hipoglosus Motorik Pasien mampu
6. Data Penunjang
No. Cm : 1617349038
Hari/tanggal : 18/11/2016
23
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Gol. Darah
KIMIA
24
b. Hasil Pemeriksaan Radiologi
Hari/tanggal : 15-11-2016
2. 3 D/VOLUME RENDERING
HASIL :
KESAN :
25
Tak tampak fraktur os cranium, tulang-tulang wajah dan basis
cranil
HASIL:
Alignement lurus
KESAN :
Alignment lurus
Terapi Obat :
26
Hari/ Nama Obat Dosis Waktu Kegunaan
Tanggal
19/11/2016 Citicolin 2 x 500 mg 05, 09,13, 21 Memperbaiki
sistem saraf.
nyeri.
asam lambung
nyeri.
asam lambung.
Inf. RL 20 tpm
21/11/2016 Ketorolac 3 x 1 amp 05,13,21 Mengurangi
nyeri.
asam lambung.
Inf. RL 20 tpm
27
28
B. ANALISA DATA
No. HARI/
pada kepala.
nyeri.
dikepala.
tusuk.
T : hilang timbul.
KU : lemah, kesadaran :
composmentis. GCS : 15
RR : 20x/menit
luka di wajah,
KU : lemah
29
Tanda-tanda infeksi :
wajah.
kemerahan.
susah tidur.
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
jaringan kulit.
30
31
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
pemberian
analgetik.
2 Setelah dilakukan 1. Inspeksi area 1. Untuk
kulit,
tindakan mengetahui
kemerahan,
32
keperawatan selama bengkak, adanya tanda-
penekanan,
3 x 24 jam, tanda infeksi
kelembaban.
diharapkan klien 2. Perawatan luka
2. Observasi
dapat keutuhan / bertujuan untuk
integritas kulit
mengidentifikasi mencegah
catata adanya
faktor-faktor terjadinya
pembengkakan,
terjadinya infeksi. kemerahan, infeksi.
bersihkan secara
kriteria hasil : 3. Untuk
rutin, berikan
tidak ada tanda- mencegah
salf antibiotik
tanda terjadinya sesuai jadwal / adanya
instruksi.
infeksi. ketegangan otot
3. Rubah posisi
dan luka tekan.
pasien setiap
dua jam miring 4. Agar tidak
kanan-kiri.
terjadi gesekan
4. Gunakan
pada luka.
pakaian tidur
yang kering dan
lunak.
33
dengan kriteria hasil dalam 3. Membantu
: menangani mengurangi
E. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
DO : klien tampak
kooperatif.
DO : klien tampak
kooperatif.
34
Inj. Ketorolac 3x1 amp
perawatan luka
DO : klien tampak
35
agar pasien dapat DO : keluarga tampak
tenang.
tampak kooperatif,
DO : KU : cukup,
kesadaran : composmentis,
36
96 x/menit, suhu : 36,4 C.
berkurang.
kooperatif.
perawatan luka
DO : klien tampak
37
dioles dengan betadine,
kunjung sembuh.
motivasinya.
klien berkurang.
DO : skala nyeri 4,
38
Ku : sedang, TD : 125/80
RR : 18 x/menit.
kooperatif.
perawatan luka.
DO : klien tampak
kooperatif.
betadine.
wajah.
perih.
39
- Tumor : bibir masih
bengkak
kemerahan.
motivasinya.
F. EVALUASI KEPERAWATAN
No. Hari/
40
Skala nyeri 4,
sakit
O:
teratasi
P : pertahankankan intervensi
3 21/11/2016 S : klien mengatakan cemas berkurang
41
42
BAB IV
PEMBAHASAN
kepala ringan di bangsal Cempaka RSUD SALATIGA sehingga pada pembahasan ini
individu dan komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
Diagnosa keperawatan yang ada di teori dan muncul pada kasus adalah
tekanan intra kranial. Menurut Mi Ja Kim (2009 : 49) nyeri adalah suatu keadaan
dimana individu mengalami dan melaporkan adanya rasa tidak nyaman yang berat
ialah adanya data subyektif : pasien mengatakan merasa nyeri, data obyektif :
melindungi area nyeri, memfokuskan pada diri sendiri, perilaku distraksi (merintih,
43
tekanan intra kranial karena peningkatan tekanan intra kranial menjadikan arteri
yang mensuplai otak spasme. Suplai darah ke otak berkurang sehingga sebagian otak
menjadi flosid dan tidak mampu mempertahankan terus vaskuler, sehingga desakan
data yang menunjang munculnya diagnosa ini adalah pasien mengatakan nyeri pada
kepalanya atau pusing, pasien tampak memegangi kepalanya, keadaan umum sedang,
skala nyeri 4 – 6, nyeri timbul bila pasien mau duduk. Diagnosa ini menjadi prioritas
pertama karena menurut konsep triage gangguan rasa nyaman termasuk immediate,
selama 3 x 24 jam, karena diharapkan, nyeri yang dialami pasien akan berkurang /
hilang karena nyeri yang dialami pasien berskala 4 – 6. Dengan kriteria hasil pasien
mengatakan pusing berkurang, pasien tenang, skala nyeri 1-2. intervensi yang penulis
mengurangi ketegangan saraf sehingga pasien merasa lebih rileks dan dapat
mengurangi rasa nyeri kepala, pusing. Latihan nafas dalam dapat membantu
pemasukan oksigen lebih banyak, terutama untuk oksigenasi otak; d) berikan posisi
44
kepala lebih tinggi (15 – 300 C), rasionalnya dengan posisi kepala (150 - 300 ) dari
badan dan kaki maka akan meningkatkan dan memperlancar aliran balik darah vena
program terapi dokter dalam pemberian analgetik rasinalnya obat analgetik untuk
Intervensi antara kasus dan teori sama, karena penulis buat berdasarkan studi
literatur dan disesuaikan dengan kondisi pasien dan rumah sakit.Penulis tidak
melakukan semua intervensi, ada satu intervensi yang penulis tidak lakukan yaitu
berikan posisi kepala lebih tinggi (15o – 30o).Karena faktor yang menyebabkan nyeri
terasa saat kepala diangkat sehingga pasien memilih untuk terlentang dan memakai
meningkatkan dan melancarkan aliran balik darah vena kepala sehingga mengurangi
intrakranial, tetapi pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan Scan CT karena
dengan waktu yang terlalu singkat dan kondisi pasien masih sedikit pusing , skala
nyeri 3-4.Apabila masalah ini tidak segera diatasi akan mengakibatkan skala nyeri
meningkat sehingga kondisi pasien akan semakin buruk dan bisa berakibat syok.Juga
45
menyebabkan perasaan tidak berdaya dan depresi (Engram, 2009).Sedangkan
1ampul).
dalam jaringan. Menurut Carpenito (2007 : 533) resiko terhadap infeksi, merupakan
suatu kondisi dimana individu beresiko terkena agen patogenis (virus, jamur, bakteri,
protozoa atau parasit lain) dari berbagai sumber dalam atau dari luar tubuh. Etiologi
dari diagnosa ini adalah masuknya kuman ke dalam jaringan karena terjadi kerusakan
infeksi yang ditandai dengan adanya demam yang terus-menerus, nyeri atau
pembengkakan, adanya luka, suhu tubuh meningkat sedangkan pada sdr. S data yang
menunjang munculnya diagnosa ini adalah pasien mengatakan sakit pada lukanya
terdapat luka pada dahi + 4 cm, siku + 4 cm, punggung tangan + 2 cm, metatarsal + 5
cm, luka tidak ada pus. Diagnosa ini menjadi diagnosa kelima karena pada resti
infeksi bukan merupakan masalah non urgent. Penulis mencantumkan tujuan tidak
mengingat kondisi luka yang kecil jadi di harapkan kerangka waktu tersebut kondisi
luka tetap kering, bersih, tidak ada tanda-tanda infeksi, dengan kriteria hasil : luka
tampak kering, luka sembuh, tidak ada tanda-tanda infeksi (tumor, rubor, kalor dan
monitor TTV rasionalnya mengetahui adanya perubahan dari tekanan darah, nadi,
46
shu, respirasi; c) anjurkan pasien jangan menyentuh luka, rasionalnya agar tidak
Adapun intervensi antara kasus dan teori sama karena penulis buat sesuai
dengan literatur dan kondisi pasien.Intervensi telah dilakukan semua dengan bekerja
perawatan luka setiap hari karena mengingat luka yang belum mengering akan
kesembuhan.Dalam evaluasi hasil masalah teratasi sebagaian karena luka pasien agak
kering, pasien mengatakan sakit pada luka berkurang, pus tidak ada.Apabila diagnosa
ini tidask segera teratasi akan mengakibatkan penybaran proses infeksi yang
Diagnosa keperawatan yang tidak muncul dalam teori tetapi muncul dalam
etiologi dari kelemahan fisik menjadi keterbatasan gerak. Hal ini didukung oleh
47
keadaan pasien saat pengkajian tidak mengalami anoreksia, mual, muntah, BB
etiologinya keterbatasan gerak karena ada beberapa data yang mendukung antara lain
kemampuan untuk melakukan atau melengkapi aktivitas untuk dirinya, yang ditandai
dengan gangguan kemampuan untuk pindah, gangguan status mobilisasi, nyeri atau
tidak nyaman, intoleransi terhadap aktivitas, menurunnya daya tahan dan kekuatan. .
Diagnosa ini menjadi prioritas kedua karena menurut konsep triage gangguan
aktivtas merupakan urgent, sehingga perlu penanganan yang tepat, asuhan yang tepat
tujuan yaitu kebutuhan dan aktivitas pasien terpenuhi setelah dilakukan tindakan
keterbatasan gerak yang didukung data nyeri kepala membutuhkan waktu yang
cukup lama untuk berkurang. Ada beberapa hal yang mendukung tercapainya tujuan
itu, yaitu : kondisi pasien yang sedang, kekuatan otot pasien yang masih baik
sehingga untuk beraktivitas masih bisa, dengan kriteria hasil : keadaan umum baik,
aktivitas tidak dibantu orang lain. Untuk mencapai kriteria hasil tersebut penulis
48
untuk mengidentifikasi kemungkinan pilihan intervensi yang akan dilakukan; b)
bantu pasien dalam memenuhi ADL, rasionalnya selama dalam proses perawatan di
rumah sakit aktivitas dan kebutuhan pasien terpenuhi secara adekuat; c) anjurkan
keluarga pasien untuk ikut membantu melatih dan memberi motivasi rasionalnya
keperawatan ini intervensi dapat dilakukan semua. Karena pasien kooperatif dan
penulis juga bekerja sama dengan perawat jaga. Penulis melakukan intervensi
menganjurkan keluarga pasien untuk ikut membantu melatih dan memotivasi pasien
dalam memberikan dukungan moril pasien sehingga pasien akan optimis dalam
teratasi yang ditandai dengan data subyektif : pasien mengatakan dapat melakukan
aktivitas sedikit-sedikit, pasien sudah dapat duduk walaupun agak sedikit pusing.
menurut Carpenito (2010 : 164), konstipasi adalah suatu keadaan dimana individu
mengalami statis usus besar sehingga menimbulkan eliminasi jarang atau keras.
Etiologinya adalah bedrest karena dalam memenuhi pola eliminasi memerlukan suatu
49
gerak. Diagnosa ini menjadi prioritas ketiga, karena bila kebutuhan aktivitas tidak
ada gangguan, maka pola eliminasi akan terpenuhi dikarenakan dalam memenuhi
kebutuhan eliminasi memerlukan suatu gerak aktivitas yang akan meningkatkan kerja
propulsif usus sehingga menurut Virginia Handerson pola eliminasi meupakan suatu
Penulis mencantumkan tujuan yaitu pola eliminasi kembali normal setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam karena membutuhkan waktu yang lama dan
sirkulasi pada sistem pencernaan, dengan kriteria hasil : pola eliminasi normal
mengonsumsi minuman yang manis dan pedas rasionalnya stimulan G1 yang dapat
pasien kooperatif dan penulis bekerja sama dengan perawat ruangan.Salah satu
minuman yang manis dan makanan yang mengandung tinggi serat karena untuk
pola eliminasi normal. Dalam evaluasi hasil masalah belum teratasi karena data yang
50
diperoleh belum sesuai dengan kriteria hasil yang penulis terapkan pada rencana
perawatan yang ditandai dengan data subyektif : pasien mengatakan belum bisa
BAB, data obyektif : teraba massa pada kuadran kiri bawah, peristaltik usus 4 x /
mengeras dan membesar sehingga sulit untuk dikeluarkan yang lama kelamaan akan
kurang informasi.
Diagnosa ini menjadi diagnosa ke empat karena menurut Carpenito (2011 : 589),
data : pasien sering bertanya mengenai penyakitnya, pasien tampak gelisah, pasien
karena masalah ini memerlukan penanganan yang tepat, sehingga dengan adanya
suatu informasi akan membantu menghilangkan rasa takut dan cemas yang
51
menetapkan tujuan pasien mengetahui dan memahami penyakitnya atau informasi
konsepsi dan kesenjangan pengetahuan tentang cedera kepala, dengan kriteria hasil :
pulang dari rumah sakit, pasien tenang. Untuk mencapai kriteria hasil tersebut
rasionalnya perlu diketahui apakah informasi tambahan yang perlu diberikan, kapan
belajar; c) berikan informasi tentang hal-hal yang harus diperhatikan setelah pulang
yang harus diperhatikan setelah pulang dari RS. Dalam intervensi antara kasus dan
teori sama, dalam diagnosa keperawatan ini intervensi dapat dilakukan semua karena
pasien kooperatif dan penulis juga bekerjasama dengan perawat ruangan.Salah satu
dan keluarga mengenai penyakitnya dan hal-hal yang diperhatikan setelah pulang
dari rumah sakit, dengan tujuan akan mengurangi kecemasan keluarga dan pasien
sehingga dalam bekerjasama dengan tim kesehatan dapat terbuka akan permasalah
yang berhubungan dengan ekonomi, hubungan sosial dan spiritual serta harapan
pasien dan keluarga adalah penting jika membutuhkan dan bila terjadi perubahan
52
saat cedera dan meluas sampai rumah dan lingkungan masyarakat pasien karena
perbaikan status dapat berlanjut 3 tahun atau lebih setelah cedera.Dalam evaluasi
hasil masalah teratasi karena data yang diperoleh sesuai dengan kriteria hasil yang
penulis terapkan pada rencana perawatan yang ditandai dengan data : pasien
hal-hal yang harus diperhatikan setelah pulang dari rumah sakit, pasien tampak
Sedangkan diagnosa keperawatan yang muncul pada teori tetapi tidak muncul
1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema otak (Depkes RI,
2009).
nutrisi dan pernapasan pada tingkat seluler disebabkan suatu penurunan dalam
suplai darah kapiler, yang ditandai dengan adanya robekan pada pembuluh
kapiler atau cairan traumatik yang mengandung protein eksudat yang berisi
yang yang berlebihan pada jaringan otak.Edema otak terjadi karena penekanan
terhadap pembuluh darah dan jaringan sekitarnya. Edema otak ini dapat
peningkatan TIK yang dapat menyebabkan herniasi dan penekanan batang otak
53
Diagnosa ini dapat ditegakkan dengan adanya data yaitu perubahan tingkat
perubahan tanda vital (Doenges, 2011). Sedangkan data yang diperoleh dari Sdr.S
yaitu pasien tampak tenang, GCS pasien 15, tekanan darah 110 /60 mm Hg
Menurut Carpenito (2000 : 802) pola nafas tidak efektif adalah suatu
cuping hidung, pergerakan dada tidak simetris atau ada retraksi, pemeriksaan
analisa gas darah abnormal. Sedangkan data yang diperoleh dari Sdr.S yaitu pola
napas normal, kecepatan 20 kali / menit, bunyi napas vasikuler sehingga diagnosa
(Siahaan, 2012).
dehidrasi vaskuler, seluler atau intra seluler atau kelebihan volume cairannya itu
data yang diperoleh dari Sdr.S yaitu tidak ditemukan poliuria atau oliguria dan
54
juga kebutuhan cairan terpenuhi, tidak ada tanda-tanda dehidrasi sehingga tidak
yang kurang : anoreksia dan output yang berlebihan : mual muntah (Elyna S.
adalah suatu keadaan dimana individu yang tidak puasa mengalami yang beresiko
tidak adekuat atau metabolisme nutrien yang tidak adekuat untuk kebutuhan
mengalami masukan makanan tidak adekuat kurang dari yang dianjurkan dengan
aktivitas tubuh hipotalamus dan stimulus vagal. Hal ini akan merangsang
mengeluarkan steroid adrenal. Hal ini adalah kompensasi tubuh untuk menangani
data : pasien mengatakan nafsu makan seperti biasa, pasien makan habis 1 porsi,
55
5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan terjadinya kerusakan jaringan
perlukaan kulit, rusaknya lapisan kulit dan invasi pada struktur tubuh. Sedang
tidak dimunculkan.
Juall, 2000)
Menurut Carpenito (2000 : 575) resiko terhadap aspirasi ialah suatu kondisi
dimana orang beresiko untuk masuknya sekret, benda pda atau cairan ke dalam
Doenges, 2000).
kekuatan otot dan ketidak mampuan klien melakukan gerak ROM aktif.
Sedangkan pada Sdr.S meskipun mobilitas fisiknya berkurang hal ini disebabkan
56
oleh rasa nyeri pada kepalanya bukan karena kelemahan motorik, hal itu
berdasarkan anamnesa yang penulis lakukan ternyata kekuatan otot klien adalah
penuh, skala 4 – 6, pasien bisa menggerakkan kaki dan tangan secara optimal.
57
BAB V
PENUTUP
cedera kepala ringan, maka penulis dapat mengambil kesimpulan dan saran sebagai
berikut :
A. Kesimpulan
Kasus cedera kepala ringan yang dialami oleh Ny.U sejak tanggal 13
Agustus 2003 dengan data : keadaan umum sedang, GCS 15, TD : 110 / 60
mmHg, pasien tampak menahan nyeri (skala nyeri 4-6), aktivitas dan kebutuhan
sehari-hari dibantu oleh perawat dan keluarga, terdapat luka pada dahi + 4 cm,
belum BAB selama 3 hari, teraba massa pada kuadran kiri bawah, peristaltik
tampak gelisah. Dari data yang didapat dari pasien tersebut dapat ditegakkan
Diagnosa keperawatan pada kasus yang sama pada teori adalah gangguan
58
dalam jaringan. Sedangakn diagnosa yang tidak muncul dalam teori tetapi
muncul dalam kasus nyata adalah gangguan pemenuhan aktivitas dan kebutuhan
intervensi disesuaikan dengan konsep dasar. Ada satu yang belum penulis
kepala yaitu beri posisi kepala elevasi 150 - 30 0, untuk diagnosa dua, tiga dan
empat dibuat berdasarkan studi literatur dan telah disesuaikan dengan kondisi
dengan baik. Ada beberapa tindakan yang penulis tambahkan karena belum
Dengan tiga diagnosa yang belum teratasi dan dua diagnosa yang sudah
teratasi.
B. Saran
sebagai berikut :
1. Dalam menangani pasien cedera kepala harus dilakukan secara terus menerus
59
2. Kemandirian tenaga keperawatan dalam mengatasi keluhan-keluhan
keperawatan.
agar keadaan keluarga tetap tenang dan tidak gelisah sehingga akan
60
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall (2015). Aplication of Practice Clinical. 6th Ed. Editor: Ester
Monica, Skp. Alih Bahasa: Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek
Klinis. Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Dep Kes RI (2008). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta : Penerbit Departeman Kesehatan RI.
Doenges, ME Moorhouse, MF dan Geiser, Ac. (2000). Nursing Care Plans. Editor :
Canoggio, MM. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Engram, Barbara. (2000). Medical Surgical Nursing Care Plans. Volume 2. Editor :
Ester Monica. Alih Bahasa : Suharyati Samba. Rencana Asuhan Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Kim Mi Ja, Mc Farried, GIS dan Mc Lane, AM. (2007). Pocket Guide to Nursing
Diagnosis. 5th ed. Alih Bahasa : Yasmin Asih. Diagnosa Keperawatan. Jakarta
: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Mansjoer Arief (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jilid 2. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Siahaan E.S. (2005). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Editor : Ni Luh Gede Yasmin Asih. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Tucker, Susan Martin. (2006). Patients Care Standars: Nursing Proces, Diagnosis
and outcome. 5th Ed. Editor : Ester Monica, Skp. Standar Perawatan
Pasien: Proses Keperawatan, Diagnosa dan Evaluasi. Volume 3. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
61