Dermatofita
Non-Dermatofita
(Malasezia furfur)
A. Dermatofitosis
adalah infeksi jaringan yang mengandung zat tanduk (keratin) misalnya
stratum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku, yang disebabkan oleh
golongan jamur dermatofita.
Dermatofita yang menginfeksi manusia diklasifikasikan berdasarkan
habitat mereka antara lain sebagai berikut :
I. Antrophophilic dermatophyta merupakan kelompok spesies dermatofita
yang hanya berkembang pada host manusia dan transmisi secara kontak
langsung. Kulit yang terinfeksi atau rambut pada pakaian, topi, sisir, kaus
kaki, dan handuk juga dapat menjadi sumber reservoir.
II. Zoophilic dermatophyta merupakan kelompok spesies dermatofita yang
menular ke manusia melalui hewan (Kucing, anjing, kelinci, babi,
unggas, kuda, binatang ternak, dan binatang lainnya merupakan sumber
infeksi pada umumnya). Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung
dengan hewan tersebut atau secara tidak langsung melalui rambut hewan
terinfeksi. Area terbuka seperti kulit kepala, janggut, wajah, dan lengan
menjadi tempat infeksi tersering. Microsporum canis sering menular
pada manusia melalui kucing dan anjing, sementara babi dan kelinci
sering sebagai sumber infeksi dari T. interdigitale. Adaptasi tubuh host
terhadap infeksi dermatofita zoofilik memungkinkan terjadinya infeksi
tersembunyi (silent infections), namun dermatofita ini cenderung
menimbulkan respon inflamasi akut pada manusia
III. Geophilic dermatophyta merupakan fungi yang menyebabkan infeksi
saat manusia kontak langsung dengan tanah. Microsporum gypseum
merupakan dermatofita geofilik tersering yang menginfeksi manusia.
Ada kemungkinan penyebaran epidemik dikarenakan tingginya virulensi
dari golongan geofilik serta kemampuan untuk membentuk spora yang
dapat hidup lama dan berada di selimut atau alat kosmetik. Seperti
infeksi zoofilik, dermatofita geofilik cenderung menimbulkan respon
inflamasi
a. Etiologi
Dermatofitosis disebabkan oleh jamur golongan dermatofita yang
teridiri dari tiga genus, yaitu genus Microsporum, Trichophyton, dan
Epidermofiton. Kemampuan dermatofita untuk terikat dan menginvasi
jaringan keratin pada binatang dan manusia serta memanfaatkan produk
degradasi untuk menjadi sumber nutrisi pada infeksi fungi superfisial di
kulit, rambut, dan kuku, dinamakan dermatofitosis
b. Faktor yang mempengaruhi
Kulit yang utuh tanpa lesi-lesi kecil, lebih susah untuk terserang
jamur.
iii. TineaKorporis
Adalah infeksi jamur dermatofita pada kulit halus
(globurusskin) di daerah muka, badan, lengan dan glutea. Penyebab
tersering adalah T.rubrum dan T. mentagropytes. Gambaran klinik
biasanya berupa lesi terdiri atas bermacam-macam efloresensi kulit,
berbatas tegas dengan konfigurasi anular, arsinar, atau polisiklik,
bagian tepi lebih aktif dengan tanda peradangan lebih jelas. Daerah
sentral biasanya menipis dan terjadi penyembuhan, sementara tepi lesi
meluas sampai keperifer. Kadang bagian tengahnya tidak
menyembuh, tetapi tetap meninggi dan tertutup skuama sehingga
menjadi bercak yang besar.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinik dan
lokalisasinya serta kerokan kulit dengan mikroskop langsung dengan
larutan KOH10-20% untuk melihat hifa atau spora jamur.
iv. TineaImbrikata
Adalah penyakit yang disebabkan jamur dermatofita yang
memberikan gambaran khas berupa lesi bersisik yang melingkar-
lingkar dan gatal. Disebabkan olehd ermatofita T.concentricum.
Gambaran klinik dapat menyerang seluruh permukaan kulit halus,
sehingga sering digolongkan dalam tinea korporis. Lesi bermula
sebagai macula eritematosa yang gatal, kemudian timbul skuama
agak tebal terletak konsensif dengan susunan seperti genting, lesi
tambah melebar tanpa meninggalkan penyembuhan dibagian
tangahnya.
Diagnosis berdasar gambaran klinis yang khas berupa lesi
konsentris. Pengobatan sistemik griseofulvin 500mg sehari selama 4
minggu, sering kambuh setelah pengobatan sehingga memerlukan
pengobatan ulang yang lebih lama, ketokonazol 200 mg sehari, obat
topical tidak begitu efektif karena daerah yang terserang luas.
v. TineaKruris
Adalah penyakit jamur dermatifita didaerah lipat paha,
genitalia dan sekitar anus, yang dapat meluas kebokong dan perut
bagian bawah. Penyebab E. floccosum, kadang-kadang disebabkan
oleh T. rubrum. Gambaran klinik lesi simetris dilipat paha kanan dan
kiri mula-mula lesi berupa bercak eritematosa, gatal lama kelamaan
meluas sehingga dapat meliputi scrotum, pubis ditutupi skuama,
kadang-kadang disertai banyak vesikel-vesikel kecil.
viii. Kandidiasis
Adalah suatu penyakit kulit akut atau subakut, disebabkan jamur
intermediate yang menyerang kulit, kuku, selaput lender dan alat-
alat dalam. Penyebab jamur golongan candida yang pathogen dan
merupakan kandidiasis adalah candida albicans. Gambaran klinik
berbentuk kandidiasis sistemik dan lokal.
d. Pengobatan
Pengobaratan dermatofitosis sering tergantung pada klinis. Sebagai
contoh lesi tunggal pada kulit dapat diterapi secara adekuat dengan anti
jamur topikal. walaupun pengobatan topikal pada kulit kepala dan kuku
sering tidak efektif dan biasanya membutuhkan terapi sistemik untuk
sembuh. Infeksi dermatofitosis yang kronik atau luas, tinea dengan
implamasi akut dan tipe "moccasin" atau tipe kering jenis t.rubrum
termasuk tapak kaki dan dorsum kaki biasanya juga membutuhkan terapi
sistemik. Idealnya, konfirmasi diagnosis mikologi hendaknya diperoleh
sebelum terapi sistemik anti jamur dimulai. Pengobatan oral, yang dipilih
untuk dermatofitosis adalah:
A. Pengertian
Antihistamin adalah zat-zat yang dapat mengurangi atau menghalangi
efek histamin terhadap tubuh dengan jalan memblok reseptor –histamin
(penghambatan saingan). Pada awalnya hanya dikenal satu tipe
antihistaminikum, tetapi setelah ditemukannya jenis reseptor khusus pada
tahun 1972, yang disebut reseptor-H2,maka secara farmakologi reseptor
histamin dapat dibagi dalam dua tipe , yaitu reseptor-H1 da reseptor-H2.
Berdasarkan penemuan ini, antihistamin juga dapat dibagi dalam dua
kelompok, yakni antagonis reseptor-H1 (singkatnya disebut H1-blockers atau
antihistaminika) dan antagonis reseptor H2 ( H2-blockers atau zat
penghambat-asam
a. H1-blockers (antihistaminika klasik)
Mengantagonir histamin dengan jalan memblok reseptor-H1 di otot
licin dari dinding pembuluh,bronchi dan saluran cerna,kandung kemih dan
rahim. Begitu pula melawan efek histamine di kapiler dan ujung saraf
(gatal, flare reaction). Efeknya adalah simtomatis, antihistmin tidak dapat
menghindarkan timbulnya reaksi alergi Dahulu antihistamin dibagi secara
kimiawi dalam 7-8 kelompok, tetapi kini digunakan penggolongan dalam
2 kelompok atas dasar kerjanya terhadap SSP, yakni zat-zat generasi ke-1
dan ke-2.
Obat generasi ke-1: prometazin, oksomemazin, tripelennamin,
(klor) feniramin, difenhidramin, klemastin (Tavegil), siproheptadin
(periactin), azelastin (Allergodil), sinarizin, meklozin, hidroksizin,
ketotifen (Zaditen), dan oksatomida (Tinset). Obat-obat ini berkhasiat
sedatif terhadap SSP dan kebanyakan memiliki efek antikolinergis
Obat generasi ke-2: astemizol, terfenadin, dan fexofenadin,
akrivastin (Semprex), setirizin, loratidin, levokabastin (Livocab) dan
emedastin (Emadin). Zat- zat ini bersifat khasiat antihistamin hidrofil dan
sukar mencapai CCS (Cairan Cerebrospinal), maka pada dosis terapeutis
tidak bekerja sedative. Keuntungan lainnya adalah plasma t⅟2-nya yang
lebih panjang, sehingga dosisnya cukup dengan 1-2 kali sehari. Efek anti-
alerginya selain berdasarkan, juga berkat dayanya menghambat sintesis
mediator-radang, seperti prostaglandin, leukotrin dan kinin.
b. H2-blockers (Penghambat asma)
Obat-obat ini menghambat secara efektif sekresi asam lambung
yang meningkat akibat histamine, dengan jalan persaingan terhadap
reseptor-H2 di lambung. Efeknya adalah berkurangnya hipersekresi asam
klorida, juga mengurangi vasodilatasi dan tekanan darah menurun.
Senyawa ini banyak digunakan pada terapi tukak lambug usus guna
mengurangi sekresi HCl dan pepsin, juga sebagai zat pelindung tambahan
pada terapi dengan kortikosteroida. Lagi pula sering kali bersama suatu zat
stimulator motilitas lambung (cisaprida) pada penderita reflux.
Penghambat asam yang dewasa ini banyak digunakan adalah simetidin,
ranitidine, famotidin, nizatidin dan roksatidin yang merupakan senyawa-
senyawa heterosiklis dari histamin.
A. Definisi
Psoriasis adalah penyakit inflamasi kulit kronik yang umum dijumpai,
bersifat rekuren dan melibatkan beberapa faktor misalnya; genetik, sistem
imunitas, lingkungan serta hormonal. Psoriasis ditandai dengan plak
eritematosa yang berbatas tegas dengan skuama berlapis berwarna keputihan.
Penyakit ini umumnya mengenai daerah ekstensor ekstremitas terutama siku
dan lutut, kulit kepala, lumbosakral, bokong dan genitalia.
Walaupun psoriasis terjadi secara universal, namun prevalensinya pada
tiap populasi bervariasi di berbagai belahan dunia. Studi epidemiologi dari
seluruh dunia memperkirakan prevalensi psoriasis berkisar antara 0,6 sampai
2
4,8%. Prevalensi psoriasis bervariasi berdasarkan wilayah geografis serta
etnis. Di Amerika Serikat, psoriasis terjadi pada kurang lebih 2% populasi
dengan ditemukannya jumlah kasus baru sekitar 150,000 per tahun. Pada
sebuah studi, insidensi tertinggi ditemukan di pulau Faeroe yaitu sebesar
2,8%. Insidensi yang rendah ditemukan di Asia (0,4%) misalnya Jepang dan
pada ras Amerika-Afrika (1,3%). Sementara itu psoriasis tidak ditemukan
pada suku Aborigin Australia dan Indian yang berasal dari Amerika Selatan.
Pria dan wanita memiliki kemungkinan terkena yang sama
besar.Beberapa pengamatan terakhir menunjukkan bahwa psoriasis sedikit
lebih sering terjadi pada pria dibanding wanita. Sementara pada sebuah studi
yang meneliti pengaruh jenis kelamin dan usia pada prevalensi psoriasis,
ditemukan bahwa pada pasien yang berusia lebih muda (<20 tahun) prevalensi
psoriasis ditemukan lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria.
Psoriasis dapat mengenai semua usia dan telah dilaporkan terjadi saat
lahir dan pada orang yang berusia lanjut. Penelitian mengenai onset usia
psoriasis mengalami banyak kesulitan dalam hal keakuratan data karena
biasanya ditentukan berdasarkan ingatan pasien tentang onset terjadinya dan
rekam medis yang dibuat dokter saat kunjungan awal. Beberapa penelitian
berskala besar telah menunjukkan bahwa usia rata-rata penderita psoriasis
episode pertama yaitu berkisar sekitar 15-20 tahun, dengan usia tertinggi
2
kedua pada 55-60 tahun. Sementara penelitian lainnya misalnya studi
prevalensi psoriasis di Spanyol, Inggris dan Norwegia menunjukkan bahwa
3
terdapat penurunan prevalensi psoriasis dengan meningkatnya usia. Auspitz,
dan Kobner. Psoriasis ini juga disebut dengan psoriasis vulgaris.
Psoriasis bentuk berat adalah psoriasis yang luas, psoriasis pustulosa
generalisata, psoriasis eritroderma, dan psoriasis arthritis,dan umumnya 1/3
kasus termasuk dalam kategori ini. Kualitas hidup pasien menjadi perhatian
utama, walaupun seseorang dengan lesi tidak luas namun mengganggu
kualitas hidupnya dapat dikategorikan berat. Lesi sering terasa gatal, panas
dan kering. Garukan atau trauma akan memicu reaksi Koebner, yaitu timbul
lesi baru pada daerah tersebut. Berbagai faktor dapat menimbulkan
kekambuhan antara lain: trauma, infeksi, faktor endokrin, hipokalsemia, stress
emosional, obat-obatan (antimalaria, litium, beta andrenergic blocking agent)
dan alkohol.
B. Diagnosis psoriasis
Biasanya ditegakkan berdasarkan anamnesis dan gambaran klinis lesi
kulit. Pada kasus-kasus tertentu, dibutuhkan pemeriksaan penunjang seperti
pemeriksaan laboratorium darah dan biopsi histopatologi.
Pemeriksaan penunjang yang paling umum dilakukan untuk
mengkonfirmasi suatu psoriasis ialah biopsi kulit dengan menggunakan
pewarnaan hematoksilin-eosin. Pada umumnya akan tampak penebalan
epidermis atau akantosis serta elongasi rete ridges. Terjadi diferensiasi
keratinosit yang ditandai dengan hilangnya stratum granulosum. Stratum
korneum juga mengalami penebalan dan terdapat retensi inti sel pada lapisan
ini yang disebut dengan parakeratosis. Tampak neutrofil dan limfosit yang
bermigrasi dari dermis. Sekumpulan neutrofil dapat membentuk mikroabses
Munro. Pada dermis akan tampak tanda-tanda inflamasi seperti
hipervaskularitas dan dilatasi serta edema papila dermis. Infiltrat dermis
terdiri dari neutrofil, makrofag, limfosit dan sel mast.
Selain biopsi kulit, abnormalitas laboratorium pada penderita psoriasis
biasanya bersifat tidak spesifik dan mungkin tidak ditemukan pada semua
pasien. Pada psoriasis vulgaris yang luas, psoriasis pustular generalisata, dan
eritroderma tampak penurunan serum albumin yang merupakan indikator
keseimbangan nitrogen negatif dengan inflamasi kronis dan hilangnya protein
pada kulit. Peningkatan marker inflamasi sistemik seperti C-reactive protein,
α-2 makroglobulin, dan erythrocyte sedimentation rate dapat terlihat pada
kasus-kasus yang berat. Pada penderita dengan psoriasis yang luas dapat
ditemukan peningkatan kadar asam urat serum. Selain daripada itu penderita
psoriasis juga menunjukkan gangguan profil lipid (peningkatan high density
lipoprotein, rasio kolesterol-trigliserida serta plasma apolipoprotein- A1)
C. Penatalaksanaan
Saat ini terdapat berbagai pengobatan psoriasis yang aman dan efektif.
Pengobatan tersebut memperbaiki keadaan kulit serta mengurangi keluhan
gatal. Dari banyaknya jenis pengobatan, hanya sebagian kecil saja pengobatan
psoriasis dapat membersihkan kelainan kulit. Proses tersebut
dinamakan clearance atau remisi. Setelah remisi masih diperlukan pengobatan
lanjutan (pengobatan pemeliharaan) yang diberikan dalam jangka waktu lama
untuk mempertahankan remisi atau mengontrol timbulnya kelainan kulit baru.
Sampai saat ini belum ada obat yang dapat menyembuhkan psoriasis secara
total. Semua pengobatan yang ada hanya dapat menekan gejala psoriasis.
Sebagian besar penderita tidak pernah mencapai suatu keadaan remisi yang
bebas pengobatan.
i. Penjelasan tentang penyakit, jenis obat yang dapat mengatasi dan tersedia
di wilayah kerja, efek samping obat-obatan. Kompromi pengobatan
dengan pasien agar mendapat kepatuhan yang tinggi
ii. Psoriasis ringan bila luas lesi < 15% luas permukaan tubuh.
iii. Terapi topikal:
a) Pelembab: vaselin album, urea 10%
b) Terlikuor karbonis detergen 5-10%, (untuk kulit dan skalp) dan asam
salsilat 3% tidak boleh untuk daerah lipatan
c) Kortikosteroid poten-superpoten (tidak lebih dari 50gram/minggu),
dalam waktu kurang dari dua minggu), untuk daerah lipatan pakai
kortiko-steroid lemah –sedang tergantung ketebalan lesi.
d) Antralin 2%
e) Kalsipotriol (vitamin D3 analog) topical
f) Tazaroten
g) Lebih dari 15% atau bila rekalsitran
h) Fototerapi UVB, PUVA
Psoriasis berat
a) Fototerapi: UVB/PUVA
b) Pengobatan sistemik: metotreksat, asitretin, siklosporin,terapi biologi
antara lain infliximab, alefacept, etanercept dan efalizumab.
Gambar. Psoriasis