Anda di halaman 1dari 36

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Paradigma sehat merupakan model pembangunan kesehatan yang dalam

jangka panjang mampu mendorong masyarakat untuk bersikap mandiri dalam

menjaga kesehatan mereka sendiri melalui kesadaran yang lebih tinggi pada

pentingnya pelayanan kesehatan yang bersifat promotif dan preventif. Banyak

kendala yang harus dihadapi dalam upaya peningkatan derajat kesehatan

masyarakat, salah satunya adalah kendala untuk meningkatkan kesehatan jiwa

seseorang (http//www.depkes.go.id).

Kesehatan jiwa adalah kondisi jiwa seseorang yang terus tumbuh berkembang

dan mempertahankan keselarasan dalam pengendalian diri serta terbebas dari

stress yang serius. Indicator sehat jiwa meliputi sikap yang positif terhadap

diri sendiri, tumbuh berkembang, memiliki aktualisasi diri, keutuhan,

kebebasan diri, memiliki persepsi sesuai kenyataan dan kecakapan dalam

beradaptasi dengan lingkungan (Stuart & Laraia, 1998 dalam Yosep, 2007).

Individu yang tidak memiliki ciri sehat jiwa, berarti kesehatan jiwa mereka

sedang terganggu atau mengalami gangguan jiwa. Salah satu jenis gangguan

jiwa yang terjadi adalah gangguan emosional. Angka kejadian gangguan


2

mental emosional di Indonesia adalah 11,6%, sedangkan angka gangguan

emosional di Lampung sebesar 11,4%. Selain gangguan mental emosional,

kecemasan juga merupakan gangguan jiwa yang dapat dialami seseorang

(Riskesda, 2007).

Gangguan jiwa merupakan suatu perubahan pada fungsi jiwa yang

menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa yang menimbulkan

penderitaan pada individu atau hambatan dalam melaksanakan peran social.

Ciri gangguan jiwa antara lain marah tanpa sebab, mengurung diri, tidak

mengenali orang, bicara kacau, bicara sendiri dan tidak mampu merawat diri.

Gangguan jiwa dapat juga menimbulkan kecemasan (Sulastri dalam Modul

Kesehatan Jiwa, 2008).

Kecemasan merupakan salah satu gangguan kesehatan jiwa pada seseorang.

Kecemasan merupakan konflik emosional antara id dan super ego yang

berfungsi untuk memperingatkan ego tentang sesuatu bahaya yang perlu

diatasi. Kecemasan terjadi dari ketakutan akan penolakan interpersonal. Hal

ini juga dihubungkan dengan trauma pada masa pertumbuhan, seperti

kehilangan, perpisahan yang menyebabkan seseorang menjadi tidak berdaya.

Kecemasan merupakan hasil frustasi dari segala sesuatu yang mengganggu

kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Kecemasan

merupakan keadaan yang tidak dapat dijelaskan. Secara umum faktor yang

terkait meliputi ancaman integritas diri meliputi ketidakmampuan fisiologi

atau gangguan terhadap kebutuhan dasar dan ancaman sistem diri antara lain
3

ancaman terhadap identitas diri harga diri dan hubungan interpersonal (Andra,

2008).

Mekanisme koping dapat digunakan untuk mengatasi kecemasan. Mekanisme

koping adalah kemampuan adaptasi yang dipelajari oleh manusia. Mekanisme

koping yang konstruktif merupakan pembangun bagi jiwa seseorang,

seseorang yang cemas ketika menggunakan ego yang negatif cenderung

mengalami perilaku maladaptif sedangkan seseorang yang cemas ketika

menggunakan mekanisme koping task oriented akan mengembangkan

perilaku yang adaptif (Matsura, 2007).

Kecemasan dapat dialami oleh siapa saja tanpa memandang umur. Salah

satunya adalah kecemasan yang dialami oleh tahanan. Tahanan adalah

seseorang yang diduga keras melakukan kejahatan, karenanya untuk

sementara dia dimasukkan dalam tahanan untuk kepentingan penyelidikan,

penyidikan dari pemeriksaan dari perkara yang disangkanya. Dalam hal ini dia

dinyatakan belum tentu bersalah dan bisa saja dibebaskan bila dalam

penyelidikan dan pemeriksaan tersebut tidak ditemukan bukti bahwa dia

bersalah (http://www.chinmi.wordpress.com, 24 Maret 2009).

Tindak kejahatan yang dilakukan oleh tahanan adalah tindakan kriminalitas.

Kriminalitas yaitu segala sesuatu yang melanggar hukum atau sebuah tindak

kejahatan. Pelaku kriminalitas disebut orang kriminal

(http://www.wikipedia.com, 25 April 2009). Angka kriminalitas di Indonesia

dari tahun ketahun semakin meningkat. Hal ini dibuktikan dengan


4

meningkatknya jumlah tahanan pertahunnya. Jumlah tahanan pada tahun 2007

tercatat sebanyak 47.788 orang, dimana tahun 2006 jumlah tahanan sebesar

44.525 orang.

Berdasarkan artikel yang ditulis oleh Viktoria (2007) mengatakan bahwa

kecemasan dapat dialami oleh narapidana, karena masyarakat mempunyai

stigma yaitu menurunkan status seorang narapidana dari seseorang yang

seutuhnya menjadi seseorang yang tercemar dan diabaikan karena perbuatan

yang pernah dilakukan oleh para terpidana. Narapidana wanita telah diberi

stigma yang lebih buruk dibandingkan dengan narapidana pria. Wanita sebagai

pelaku kejahatan dianggap telah melanggar norma ganda oleh masyarakat,

yaitu norma hukum dan norma konvensional tentang bagaimana seharusnya

wanita berperilaku dan bersikap. Stigma tetap ada meskipun narapidana

wanita telah keluar dari penjara. Salah satu dampak dari stigma adalah

munculnya rasa cemas. Dengan demikian, seorang narapidana wanita dapat

merasa cemas untuk kembali ke masyarakat. Kecemasan ini tergantung dari

persepsi narapidana wanita tersebut. Apabila narapidana wanita tersebut

mempersepsikan adanya stigma yang kuat dari masyarakat, maka ia dapat

merasa cemas untuk kembali ke masyarakat.

(http://www.atmajaya.ac.id/content.asp?f=7&katsus=16&id=534).

Penelitian Sutandar (2007), tentang upaya mengatasi kecemasan narapidana,

di dapatkan hasil bahwa dalam menjalankan pemindahan di Lembaga

Permasyarakatan sering kali timbul perasaan tidak aman, gelisah, cemas serta
5

berbagai macam tekanan pada dirinya. Tentu saja ada perbedaan

intensitaskecemasan yang dipengaruhi jenis pelanggaran maupun latar

belakang kemampuan yang dimiliki oleh narapidana. Dan pengamatan pribadi

komposisi penghuni Lembaga Permasyarakatan sebagian besar berpendidikan

rendah, dengan tingkat keekososialan yang buruk. Maka dapat diperkirakan

kecemasan hari depan (kesempatan untukmenghidupi dirinya sendiri ataupun

keluarga) merupakan masalah utama bagi narapidana-narapidana tersebut.

Setiap orang pasti mengalami kecemasan dalam hidupnya karena dalam

perjalan hidupnya manusia pasti pernah menghadapi permasalan yang

terkadang dapat menimbulkan konflik dan frustasi. Konflik dan frustasi

lainnya merupkan salah satu sumber kecemasan ancaman fisik, ancaman

terhadap harga diri, dan tekanan untuk melakukan sesuatu diluar kemampuan,

juga bisa menimbulkan kecemasan. Kecemasan narapidana di Lembaga

Permasyarakatan menjadi lebih menarik perhatian karena mereka ada

perlakuan khusus yang diterima berdasarkan ketentuan-ketentuan yang di

tetapkan Lembaga Permasyarakatn (Sutandar, 2007).

Berdasarkan data rekapitulasi saat peneliti melakukan presurvey didapatkan

jumlah tahanan di Poltabes Bandar Lampung, tahun 2009, pada bulan Januari

sebanyak 270 tahanan, bulan Februari sebanyak 208 tahanan, dan pada bulan

Maret sebanyak 73 tahanan. Dampak penahanan itu sendiri menyebabkan

psikososial mereka terganggu, seperti kurangnya interaksi dengan sesama

teman dalam tahanan, rasa takut dan gelisah. Berdasarkan presurvey yang

dilakukan peneliti terhadap 10 orang tahanan di Poltabes Bandar Lampung,


6

didapatkan data sebagai berikut: sebanyak 5 orang (50%) mengatakan tidak

tenang ketika berada dalam tahanan, ketika diwawancara mereka terlihat

gemetar pada tangannya, bibirnya tampak bergetar, dan nafasnya terkadang

sesak, sebanyak 3 orang (30%) mengatakan mereka takut kalau mereka

divonis bersalah dan akan mendapatkan hukuman penjara, mereka terlihat

gelisah, tidak konsentrasi dalam menjawab pertanyaan, sebanyak 2 orang

(20%) mengatakan dapat menerima dirinya, mereka terlihat santai dan tenang

dalam tahanan.

Berdasarkan latar belakang masalah diatas peneliti tertarik untuk meneliti

tentang ”Hubungan mekanisme koping terhadap kecemasan pada tahanan di

Poltabes Bandar Lampung tahun 2009”.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas dapat diidentifikasi masalah

sebagai berikut:

1.2.1 Kecemasan dapat dialami oleh siapa saja tanpa memandang umur.

1.2.2 Angka kriminalitas di Indonesia dari tahun ketahun semakin

meningkat. Hal ini dibuktikan dengan meningkatknya jumlah tahanan

pertahunnya. Jumlah tahanan pada tahun 2007 tercatat sebanyak 47.788

orang, dimana tahun 2006 jumlah tahanan sebesar 44.525 orang. Hal ini

menyebabkan mereka ditahan, sehingga berdampak pada psikososial

mereka, seperti kurangnya interaksi dengan sesama teman dalam tahanan,

rasa takut dan gelisah.


7

1.2.3 Angka kejadian mental emosional di Indonesia adalah 11,6%

sedangkan angka gangguan emosional di Lampung berjumlah 11,4%.

1.2.4 Mekanisme koping dapat digunakan untuk mengatasi kecemasan.

Seseorang yang cemas ketika menggunakan ego yang negatif cenderung

mengalami perilaku maladaptif sedangkan seseorang yang cemas ketika

menggunakan mekanisme koping task oriented akan mengembangkan

perilaku yang adaptif.

1.2.5 Berdasarkan artikel yang ditulis oleh Viktoria (2007) mengatakan

bahwa kecemasan dapat dialami oleh narapidana.

1.2.6 Berdasarkan penelitian Sutandar (2007) bahwa narapidana yang

menjalankan pemindaan di Lembaga Permasyarakatan sering kali muncul

perasaan tidak aman, gelisah, cemas, serta bergagai tekanan dirinya.

1.2.7 Berdasarkan data rekapitulasi jumlah tahanan di Poltabes Bandar

Lampung, tahun 2009 pada bulan Maret sebanyak 73 tahanan.

1.2.8 Berdasarkan presurvey yang dilakukan peneliti terhadap 10 orang

tahanan di Poltabes Bandar Lampung, didapatkan data sebagai berikut:

sebanyak 5 orang (50%) mengatakan tidak tenang ketika berada dalam

tahanan, ketika diwawancara mereka terlihat gemetar pada tangannya,

bibirnya tampak bergetar, dan nafasnya terkadang sesak, sebanyak 3 orang

(30%) mengatakan mereka takut kalau mereka divonis bersalah dan akan

mendapatkan hukuman penjara, mereka terlihat gelisah, tidak konsentrasi

dalam menjawab pertanyaan, sebanyak 2 orang (20%) mengatakan dapat

menerima dirinya, mereka terlihat santai dan tenang dalam tahanan.


8

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan presurvey peneliti, didapatkan data bahwa jumlah tahanan di

Poltabes Bandar Lampung selalu mengalami peningkatan, hal ini disebabkan

meningkatnya angka kriminalitas yang dilakukan oleh para tahanan, yang

mengakibatkan mereka mengalami kecemasan seperti respon gemetar pada

anggota gerak, bibir bergetar, sesekali nafas pendek, gelisah, tidak konsentrasi

dan tidak mau berinteraksi dengan sesama teman dalam tahanan. Pada

Poltabes Bandar Lampung juga belum pernah dilakukan penelitian tentang

hubungan mekanisme koping dengan kecemasan pada tahanan di Poltabes

Bandar Lampung. Berdasarkan hal tersebut, maka dirumuskan masalah

sebagai berikut: “Hubungan mekanisme koping terhadap kecemasan pada

tahanan di Poltabes Bandar Lampung tahun 2009”.

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan mekanisme koping terhadap kecemasan pada

tahanan di Poltabes Bandar Lampung tahun 2009.

1.4.2 Tujuan Khusus

1.4.2.1 Mengetahui mekanisme koping pada tahanan di Poltabes Bandar

Lampung tahun 2009.

1.4.2.2 Mengetahui kecemasan pada tahanan di Poltabes Bandar Lampung

tahun 2009.

1.4.2.3 Mengetahui hubungan mekanisme koping terhadap kecemasan

pada tahanan di Poltabes Bandar Lampung tahun 2009.


9

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Poltabes Bandar Lampung

Hasil penelitian ini diharapkan sebagai masukan bagi Poltabes Bandar

Lampung akan pentingnya dukungan sosial dan moral bagi para tahanan

dan mekanisme koping yang tepat untuk mengurangi kecemasan dalam

ruang tahanan.

1.5.2 Bagi Tahanan Poltabes Bandar Lampung

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada

tahanan untuk dapat mengetahui apakah mekanisme koping mereka tepat

dan dapat dilakukan untuk mengurangi kecemasan.

1.5.3 Bagi Institusi Poltekkes Prodi Keperawatan Tanjungkarang

Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi pendidikan sebagai diklat dan

dokumentasi serta masukan dalam mata kuliah jiwa untuk menekankan

pengaruh mekanisme koping terhadap kecemasan.

1.5.4 Bagi Peneliti

Untuk mengembangkan dan mengaplikasikan mata ajar karya tulis ilmiah

dan riset keoerawatan.


10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kecemasan

2.1.1 Pengertian kecemasan

Kecemasan adalah penghamburan kecemasan secara alami dan tidak

menentu, menghubungkan antara perasaan yang tidak pasti dan tidak

keberdayaan (Stuart and Laraia, 2005 : 260). Kecemasan adalah sebuah

perasaan sebagai pengalaman individu dan subjektif atau menyempitnya

pandangan sendiri, itu adalah energi yang tidak bisa diteliti secara langsung

(Stuart and Laraia, 2005 : 260). Kecemasan menurut Williams and Wilkins

(2003 :205) adalah sebuah kelompok atau kondisi yang ditandai dengan

keluarbiasaan atau kecemasan patologi tau juga ketakutan pengalaman dari

penderita adalah gangguan fikir, gangguan hati, perilaku, aktivitas psikologi,

banyak perasaan tidak menentu sepanjang waktu.

Kecemasan merupakan respon individu terhadap suatu keadaan yang tidak

menyenangkan dan dialami oleh semua mahkluk dalam kehidupan sehari-

hari. Kecemasan terjadi sebagai ancaman terhadap harga dirinya atau

identitas diri yang mendasar bagi keberadaan individu (Suliswati, dkk,

2005:108).
11

Kecemasan adalah kehawatiran yang tidak jelas menyebar, yang terkait

dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak

memiliki objek yang spesifik. Kecemasan dialami secara subjektif dan di

komunikasikan secara interpersonal (Stuart, 2007 :144).

Kecemasan adalah suatu perasan takut yang tidak menyenangkan dan tidak

dapat dibenarkan yang sering disertai dengan gejala fisiologis, sedangkan

pada gangguan kecemasan terkandung unsur penderitaan yang bermakna

dan gangguan fungsi yang disebabkan oleh kecemasan tersebut (Tomb,

2006:96).

2.1.2 Respon Kecemasan

Kecemasan dapat diekspresikn secara langsung melalui perubahan fisiologi

dan prilaku juga secara tidak langsung melalui timbilnya masalah gejala atau

mekanisme koping sebagai melawan masalah. (Stuart, Gail.W, 2007 : 148-

150).

Berikut ini adalah Respon fisiologi, prilaku, kognitif dan efektif terhadap

kecemasan (Stuart and Laraia, 2005 :263) adalah :

a. Respon Fisiologis Kecemasan

 Kardiovaskuler

Palpitasi, jantung berdebar, tekanan darah meningkat, rasa ingin

pingsan, pingsan, tekanan darah menurun, denyut nadi menurun.


12

 Pernapasan

Napas cepat, sesak napas, tekanan pada dada, nafas dangkal,

pembengkakan pada tenggorokan, sensasi tercekik, terengah-engah.

 Neuromoskuler

Reflek meningkat, reflek terkejut, mata berkedip-kedip, insomnia,

tremor, regiditas gelisah, gelisah, mondar-mandir, wajah tegang,

kelemahan umum, tungkai lemah, gerakan yang janggal.

 Gastroenterestinal

Kehilangan nafsu makan, menolak makan, rasa tidak nyaman pada

abdomen, nyeri abdomen, mual, nyeri ulu hati, diare.

 Saluran Kemih

Tidak dapat menahan kencing, sering berkemih.

 Kulit

Wajah kemerahan, berkeringat setempat (telapak tangan), gatal,

berkeringat seluruh tubuh.

b. Respon Prilaku, Kognitif dan Afektif Kecemasan

 Respon Prilaku

Gelisah, ketegangan fisik, tremor, reaksi berkejut, bicara cepat,

kurang koordinasi, cenderung mengalami cidera, menarik diri dari

hubungan interpersonal, melarikan diri dari masalah, menghindar

dan sangat waspada.

 Respon Kognitif

Perhatian terganggu, konsentrasi buruk, pelupa,salah dalam

memberikan penilaian, hambatan berfikir, lapang persepsi menurun,


13

kreatifitas menurun, produktivitas menurun, binggung, sangat

waspada, takut kehilangan kendali, kehilangan objektivitas, takut dan

mimpi buruk.

 Respon Afektif

Mudah terganggu, tidak sabar, gelisah, tegang, gugup, ketakutan,

waspada, kengerian, kekhawatiran, kecemasan, mati rasa, rasa

bersalah dan malu.

2.1.3 Klasifikasi Tingkat Kecemasan

Tingkat kecemasan yang dialami individu yaitu ringan, sedang, berat dan

panik (Sulistiawati,dkk, 2005 : 110).

2.1.3.1 Kecemasan Ringan

Dihubungkan dengan ketegangan yang dialami sehari-hari. Individu masih

waspada serta lapang persepsi meluas, menajam indra. Dapat memotivasi

individu untuk belajar dan mampu memecah masalah secara efektif dan

menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas.

2.1.3.2 Kecemasan Sedang

Individu terfokus hanya pada pikiran yang menjadi perhatiannya,terjadi

penyempiten lapangan persepsi, masih dapat melakukan sesuatu dengan

arahan orang lain.

2.1.3.3 Kecemasan Berat

Lapangan persepi individu sangat sempit. Pusat perhatiannya pada detail

yang kecil (spesifik) dan tidak ada berfikir tentang hal-hal lain. Seluruh
14

prilaku dimaksudkan untuk mengurangi kecemasan dan perlu banyak

perintah atau arahan untuk terfokus pada area lain.

2.1.3.4 Panik

Individu kehilangan kendali dan detail perhatian hillang. Karena hilang

control, maka tidak mampu untuk melakukan apapun meskipun dengan

perintah. Terjadi peningkatan aktivitas motorik, berkurangnya kemampuan

berhubungan dengan orang lain, penyimpangan persepsi dan hilangnya

pikiran rasional, tidak mampu berfungsi secara efektif. Biasanya disertai

dengan disorganisasi kepibadian.

2.1.4 Rentang Respon Kecemasan

Rentang respon sehat sakit dapat dipakai untuk menggambarkan respon

adaptif dan maladaptif dari kecemasan (Stuart & Laraia, 2005):

Adaptif Maladaptif

Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik

Gambar 2.1
Respon Kecemasan

2.1.5 Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan

2.1.5.1 Faktor Predisposisi

1. Dalam pandangan psikoanalitis, kecemasan merupakan konflik

emosional yang terjadi antara emosional yang terjadi antara dua

elemen kepribadian : id dan superego. Id mewakili dorongan insting


15

dan impuls primitive, sedangakan superego mencerminkan hati nurani

dan dikendalikan oleh norma budaya. Ego dan id berfungsi menengahi

tuntutan dari dua elemen yang bertentangan tersebut, dan fungsi

kecemasan adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya. (Stuart,

2007:146).

2. Menurut pandangan interpersonal, kecemasan timbul dari perasaan

takut terhadap ketidaksetujuaan penolakan interpersonal. Kecemasan

juga berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan

dan kehilangan, yang menimbulkan kerentanan tertentu. (Stuart,

Gail.W, 2007:146).

3. Menurut pandangan prilaku, kecemasan merupakan produk

frustasi yaitu segala yang mengganggu kemampuan individu untuk

mencapai tujuan yang di inginkan. (Stuart, 2007:146).

2.1.5.2 Faktor Prepitasi

Menurut Suliswati, dkk, (2005:114) bahwa stressor prepitasi adalah

ketegangan dalam kehidurpan yang mencetuskan timbulnya kecemasan,

dan stressor prepitasi kecemasan dikelompokan kedalam dua bagian :

1. Ancaman terhadap integritas fisik

Ketegangan yang mengancam integritas fisik yang meliputi:

a. Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologi

system imun, perubahan biologis normal, misalnya kehamilan.


16

b. Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus

dan bakteri, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatan

tempat tinggal.

2. Ancaman terhadap harga diri.

Meliputi sumber internal dan ekternal :

a. Sumber internal : kesulitan dalam berhubungan

interpersonal di rumah dan di tempat kerja, penyesuaian terhadap

peran baru. Berbagai ancaman terhadap integras fisik juga dapat

mengancam harga diri.

b. Sumber eksternal : kehilangan orang-orang yang dicintai,

perceraian, tekanan, kelompok dan budaya.

2.1.5.3 Penilaian Terhadap Stresor

Pemahaman tentang kecemasan memerlukan integrasi pengetahuan dan

sudut pandang. Diketahui bahwa stressor yang dialami akan menimbulkan

kecemasan pada klien sesuai dengan kondisi tingkat kecemasannya,

dipengaruhi banyak faktor,yang membutuhkan penanganan. (Suliswati,

dkk, 2005:116).

2.1.5.4 Sumber Koping

Seseorang dapat mengatasi stres dan kecemasan dengan menggunakan

atau mengambil sumber koping dari lingkungan baik dari sosial,

interpersinal dan interpersonal (Suliswati, dkk, 2005 :116). Sumber-

sumber itu seperti aset ekonomi, kemampuan mengatasi masalah,


17

dukungan sosial, kepercayaan budaya yang dapat membantu seseorng

mengatasi permasalahan stres kedalam dirinya dan belajar untuk berhasil

dalam mengangkat strategi dalam pengatasian (Stuart and Laraia 2005).

Dengan integrasi sumber-sumber koping tersebut individu dapat

mengabsrobsi strategi koping yang efektif (Suliswati, dkk, 2005 : 116).

2.1.5.4 Mekanisme Koping

Sebuah kecemasan dapat meningkat dari berat ke level panik, prilaku

ditunjukkan oleh seorang menjadi kuat dan kemungkinan ketidakadilan

dan kualitas hidup menjadi menurun. Seseorang mencoba untuk

menghindari dari kecemasan dengan menggunakan macam-macam

mekanisme koping untuk melapangkannya (Stuart, and Laraia 2005).

Ketika mengalami kecemasan, individu menggunakan berbagai

mekanisme koping untuk mencoba mengatasinya (Struat & Sundeen,

1998: 182). Mekanisme koping dapat digunakan untuk mengatasi

kecemasan. Mekanisme koping adalah kemampuan adaptasi yang

dipelajari oleh manusia. Mekanisme koping yang konstruktif merupakan

pembangun bagi jiwa seseorang, seseorang yang cemas ketika

menggunakan ego yang negatif cenderung mengalami perilaku maladaptif

sedangkan seseorang yang cemas ketika menggunakan mekanisme koping

task oriented akan mengembangkan perilaku yang adaptif (Matsura, 2007).

Ketidak mampuan menghadapi kecemasan secara konstruktif merupakan

penyebab utama terjadinya prilaku patologis (Stuart, 2007 : 147). Bila


18

indifidu mengalami kecemasan ia akan mencoba menetralisasi,

mengingkari, atau meniadakan kecemasan dengan pola koping. Pada

kecemasan ringan mekanisme koping yang digunakan adalah menagis,

tidur, makan, tertawa, berkhayal, memaki, merokok, olahraga, mengurangi

diri dengan orang lain, membatasi diri dengan orang lain. Mekanisme

koping untuk kecemasan sedang, berat dan panic membutuhkan banyak

energi (Sulaswati, dkk, 2005 : 116).

Menurut Stuart and Laraia (2005 : 268) mekanisme koping yang dapat di

katagorikan ada dua jenis :

1. “Task oriented reaction “ atau reaksi berorentasi pada tugas.

Tujuan yang ingin dicapai dengan melakukan koping ini adalah

individu mensoba menghadapi kenyataaan tuntutan sters dengan

menilai objektif ditujukan untuk mengatasi masalah, memulihkan dan

memenuhi kebutuhan.

Mekanisme ini meliputi :

 Menyerang : dengan menyerang yang dimaksud untuk

kesesuaian kebutuhannya. Ada banyak jalan kemungkinan dari

penyerangan masalah, tipe reaksi ini bersifat merusak atau buruk

(destruktif) atau bersifat membangun (konstruktif). Contoh dari

bersifat buruk biasanya di barengi dengan perasaan marah yang

besar dan permusuhan. Perasaan ini kemungkinan ungkapan

negatif atau prilaku aggresif yang melanggar kebenaran. Contoh


19

yang membangun, mencerminkan sebuah pendekatan pengatasian

masalah. Mereka kemudiaan menjadikan prilaku pertahanan diri

yang menerima kebenaran yang lain.

 Menarik diri : respon secara fisik menjauhi sumber stress

dan secara psikologis dengan apatis merasa kalah. Klien menarik

diri dan mengganggu kemampuan. Seseorang juga dapat menarik

macam-macam psycologikal dengan cara mau mengakui

kekalahan, menjadi tidak peduli atau mengurangi keinginan

penyerangan. Tipe reaksi ini bersifat membangun (konstruktif) atau

bersifat merusak (destruktif). Ketika pengasingan seseorang dari

yang lainnya dan pencampuran dengan bekerja, reaksi dapat

menimbulkan masalah.

 Kompromi : bila dengan menarik diri dan menyerang tidak

berhasil dapat dilakukan mekanisme koping kompromi dengan

mengubah cara bekerja atau cara penyelesaian mengganti tujuan

atau megorbankan salah satu kebutuhan pribadi, koping ini bersifat

membangun (konstruksi)

2. ”Ego oriented reaction” atau reaksi berorentasi pada ego. Koping

ini tidak selalu sukses dalam menghadapi masalah. Mekanisme ini

seringkali digunakan untuk melindungi diri sendiri, sehingga sisebut

mekanisme pertahanan ego diri biasanya mekanisme ini tidak

membantu untuk mengatasi masalah secara realita.


20

Menurut Gail W. Sruart (2007 : 116) bahwa mekanisme ini sering

berlangsung secara relatif pada tingkat tidak sadar dan mencakup

penipuan diri dan distorsi realitas, mekanisme ini menjadi respon

maladaptif terhadap setres. Mekanisme pertahanan ego yang sering

digunakan untuk mengatasi kecemasan (Gail W. Stuart, 2007 : 152),

antara lain :

 Kompensasi

Proses individu dengan cara citra diri yang kurang

berupayamenggantinya dan menonjolkan kelebihan lain yang

dianggapnya sebagai aset.

 Penyangkal (denial)

Menghindari realitas ketidaksetujuan dengan mengabaikan atau

menolak untuk mengenalinya; kemungkinan merupakan

mekanisme pertahanan diri yang paling sederhna dan paling

primitif.

 Pengalihan ( displacement)

Mengalihkan emosi yang seharusnya di arahkan pada orang atau

benda tertentu ke benda yang netral atau membahayakan.

 Disosialisasi

Pemisahan dari setiap kelompok mental atau proses perlakuan dari

seluruh kesadaran atau identitas.


21

 Identifikasi

Proses individu mencoba untuk menjadi seperti seseorang yang di

kaguni oleh individu tersebut dengan menirukan pikiran, prilaku,

atau kesukaan.

 Introyeksi

Tipe identifikasi yang hebat dimana individu menyatukan kualitas

atau nilai-nilai orang lain atau kelompok dalam struktur egonya

sendiri; salah satu mekanisme terdini pada anak-anak; penting

dalam hubungan hati nurani.

 Isolasi

Memisahkan komponen emosional dari pikiran, yang dapat

temporer atau jangka panjang.

 Projeksi

Mengaitkan pikiran atau impuls dirinya terutama keinginan yang

tidak dapat di toleransi, perasaan emosional, atau motivasi terhadap

orang lain.

 Resionalisasi

Memberi penjelasan yang diterima secara sosial atau tampaknya

masuk akal untuk menyesuaikan impuls, perasaan, prilaku, dan

motif yang tidak dapat di terima.

 Reaksi Formasi

Pembentukan sikap ksadaran dan pola perilaku yang berlawanan

dengan apa yang benar-benar dirasakan atau akan di lakukan olrh

orang lain.
22

 Regresi

Menghindari stres terhadap karakteristik prilaku dari tahap

perkembangan yang lebih awal.

 Represi

Dorongan involunter dari pikiran yang menyakitkan atau konflik,

atau konflik, atau ingatan dari kesadaran, pertahanan ego yang

primer yang lebih cenderung memperkuat mekanisme ego lainnya.

 Spiliting

Memandang orang dan situasi sebagai semuanya baik atau

semuanya buruk, gagal untuk mengintegrasikan kualitas negativ

dan positif seseorang.

 Sublimasi

Penerimaan tujuan pengganti yang diterima secara sosial karena

dorongan yang meruopakan saluran norma ekspresi terhambat.

 Supresi

Suatu proses yang disebut sebagai mekanisme pertahanan diri,

tetapi benar-benar merupakan analogi represi, pencetusan

kesadaranbertujuaan sesuatu ketika dapat mengarahkan pada

represi.

 Undoing

Bertindak atau berkomunikasi yang secara sebagian meniadakan

yang sudah ada sebagian meniadakan yang sudah ada sebelumnya,

mekanisme pertahanan diri primitif.


23

2.1.6 Pengertian Tahanan

Narapidana adalah pelaku tindak criminal yand dinyatakan bersalah oleh

pengadilan dan menjalani hukuman. Sedangkan seseorang kriminal belum

ditetapkan oleh hakim, maka orang ini disebut orang terdakwa

(www.kriminalitas.com)

Penahanan adalah upaya paksa memempatkan tersangka atau terdakwa

disuatu tempat yang telah dietntukan. Selama proses penyelidikan,

penuntunan, pemeriksaan, tersangka atau terdakwa ditempatkan di Rumah

Tahanan (Rutan),tetapi ada juga yang ditempatkan di Lembaga

Permasyarakan (LP), karena berdasarkan SK MENKEH RI NO. M. 03.

UM.06 tahun 1983, beberapa Lembaga Permasyarakatan tertentu dapat

ditetapkan sebagai Rumah Tahanan (Rutan). Dalam hal ini pihak-pihak yang

berhak menahan adalah:

a. Penyelidik, yaitu polisi atau pejabat lain yang diberi wewenang

untuk melakukan serangkaian tindakan pengumpul bukti.

b. Penuntut umum, yitu jaksa yang diberi wewenang oleh Undang-

Undang untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan

hakim

c. Hakim, baik hakim Pengadilan Negeri maupun hakim Pengadilan

Tinggi dam Mahkamah Agung, yaitu pejabat peradilan Negara yang

diberikan wewenang oleh Undang-Undang untuk mengadili


24

Jenis penahanan yaitu :

1. Penahanan Ruhah Tahanan Negara, tersangka atu terdakwa di

tempetkan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) atau Lembaga

Permasyarakatan yang ditetapkan sebagai rumah Tahanan Negara.

2. Penahanan Rumah, penahanan dilaksanakan ditempat tinggal atau

kediaman tersangka atau terdakwa, dengan tetap dibawah pengawasan

pihak yang berwenang untuk menghindari segala sesuatu yang

menimbulkan kesulitan dalam penyelidikan, penuntutan atau

pemeriksaan disidang pengadilan.

3. Penahanan Kota, penahanan dilaksanakan di kota tempat tingggal

tersangka atau terdakwa dam wajib melaporkan diri pada waktu yang

telah ditentukan.

Umumya orang menganggap, bahwa ditahan sama dengan dipenjara.

Padahal tidak demikian. Seseorang ditahan jika diduga keras melakukan

kejahatan, karenanya untuk sementara dia dimasukan kedalam tahanan

untuk kepentingan penyelidikan dan pemeriksaan dari perkara yang

disangka kepadanya. Berarti dia belum bersalah. Sedangan orang dipenjara

karena dia telah terbukti melakukan kejahatan dan telaah menerima

keputusan hakim (vonis) yang bersifat tetap.

(http://chinmi.wordpepper.com/2007/08/04).
25
26

BAB III

KERANGKA KONSEP PENELITIAN

3.1 Kerangka Teori

Kecemasan dapat dipengaruhi beberapa faktor yaitu:

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

Variabel Independen

FaktorPredisposisi
Penyebab kecemasan menurut pandangan
teori kecemasan:
- Pandangan psikoanalitik
- Pandangan interpersonal
- Pandangan perilaku (Stuart,
2007)

Faktor Presipitasi
Ketegangan dalam kehidupan yang
mencetuskantimbulnya kecemasan:
- Ancaman terhadap
Variabel Dependen
integritas fisik
- Ancaman terhadap harga
diri (Suliswati, dkk, 2005)
Kecemasan

Penilaian Terhadap Stressor:


- Penilaian individu terhadap
stressor menurut kondisi tingkat
kecemasan (Suliswati, dkk, 2005)

Sumber Koping:
- Lingkungan sosial
- Interpersonal (Suliswati,
dkk,
, (2007) 2005)

Mekanisme Koping:
- Task oriented reaction
- Ego oriented reaction
(Stuart & Laraia, 2005)
27

3.2 Kerangka Kerja Penelitian

Kerangka kerja penelitian adalah suatu hubungan atau suatu kaitan antara

konsep satu dengan konsep lainnya dan masalah yang ingin diteliti

(Notoatmodjo, 2002). Berdasarkan tinjauan pustaka diatas, maka penulis

membuat kerangka kerja penelitian sebagai berikut:

Variabel Independen Variabel Dependen

Mekanisme Koping Kecemasan:


 Adaptif
 C
 Maladaptif emas
 T
idak
cemas

3.3 Hipotesa Penelitian

3.3.1 Ha: ada hubungan mekanisme koping terhadap kecemasan pada

tahanan di Poltabes Bandar Lampung tahun 2009.

3.3.2 Ho: tidak ada hubungan mekanisme koping terhadap kecemasan

pada tahanan di Poltabes Bandar Lampung tahun 2009.

3.4 Variael Penelitian

Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran yang

dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang suatu konsep

pengertian tertentu (Notoatmodjo, 2005). Variabel yang diteliti adalah:


28

3.4.1 Variabel Independen

Variabel independen merupakan variabel yang mempengaruhi bebas, dan

sebab (Notoadmojo, 2005). Adapun variabel independen pada penelitian ini

adalah mekanisme koping.

3.4.2 Variabel Dependen

Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi, akibat dan

tergantung (Notoadmojo, 2005). Variadel dependen pada penelitian ini

adalah tingkat kecemasan pada tahanan di Poltabes Bandar Lampung.

3.5 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah batasan pada variabel-variabel yang diamati atau

diteliti untuk mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan terhadap

variabel-variabel yang bersangkutan serta pengembangan instrumen atau alat

ukur (Notoatmodjo, 2002). Definisi operasional dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

Tabel 3.1
Definisi Operasional
Variabel Definisi Operasional Cara Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur Ukur
Mekanisme Bentuk pertahanan Mengisi Lembar Hasil analisis Ordinal
koping yang digunakan oleh lembar checklist I, dikategorikan
tahanan untuk checlist Berisi 20 menjadi:
mengatasi rasa cemas pernyataan
dan takut berupa 1=Adaftif ,jika
tindakan berorientasi ≥mean
pada tugas dan
berorentasi pada diri 0=Maladaftif, jika
sendiri, yang <mean
bertujuan untuk
mengatasi masalah
dengan cara:
melawan stresor,
menghindari diri dari
masalah.
29

Kecemasan Respon emosional Mengisi Lembar Hasil analisis Ordinal


yang dialami oleh lembar checklist dikategorikan
tahanan di Poltabes kuisioner II, menjadi:
Bandar lampung yang Berisi 20
dimanifestasikan pernyataan. 1=Cemas, jika
dengan perubahan >mean
respon fisik, kognitif,
alam perasaan, respon 0=Tidak cemas, jika
perilaku dan emosi. < mean
30

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitin ini menggunakan desain korelatif yaitu rancangan penelitian yang

bertujuan untuk mencari hubungan dengan pendekatan cross sectional antara

dua variabel (Arikunto, 2006). Penelitian ini mencari adakah hubungan

mekanisme koping terhadap tingkat kecemasan pada tahanan di Poltabes

Bandar Lampung tahun 2009.

4.2 Populasi dan Sampel

4.2.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang akan diteliti populasi

Populasi pada penelitian ini adalah 73 orang tahanan.

4.2.2 Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang akan

diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2005).

Menurut Arikunto (2006), bahwa apabila subjek kurang dari 100, maka

lebih baik sampel diambil semua sehingga penelitiannya merupakan

penelitian populasi.Dan sampel pada penelitian ini berjumlah 73 orang.


31

Sampel di ambil berdasarkan rumus:

N
n=
1+ N (d )2

73
n=
1+73(0, 05 )2

73
n=
1, 1825

n=62 orang

Keterangan:

n = Jumlah sampel

N = Jumlah Populasi

d = Derajat Kesalahan (0.05)

Dan untuk pengambilan sampelnya menggunakan teknik random

sampling secara systematik sampling yaitu mengambil sampel secara acak

dan sistematis (Notoadmojo, 2005)

4.3 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Poltabes Bandar Lampung selama satu minggu pada

bulan Juni 2009.

4.4 Etika Penelitian

4.4.1 Informed Concent

Merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian

dengan memberikan lembar persetujuan. Lembar persetujuan tersebut


32

diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar

persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan persetujuan adalah agar subjek

mengganti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya, jika

subjek bersedia maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan dan

jika responden tidak bersedia maka penelitian harus menghormati hak klien.

4.4.2 Anomity (Tanpa Nama)

Merupakan masalah etika dalam penelitian keperawatan dengan cara tidak

memberikan nama responden pada lembar alat ukur hanya menuliskan kode

pada lembar pengumpulan data.

4.4.3 Kerahasiaan (Confidentiality)

Merupakan masalah etika dengan menjamin kerahasiaan dari hasil penelitian

baik informasi maupun masalah-masalah lainnya, semua informasi yang

telah dikumpulkan dijamin kerahasiaan responden, hanya kelompok data

tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset.

4.5 Pengumpulan Data

4.5.1 Instrumen Pengumpul Data

Alat pengumpul data pada penelitian ini adalah lembar checklist yang

terdiri dari dua bagian 2 (dua) bagian, yang pertama berisi pernyataan

tentang variabel independen yaitu pernyataan masalah mekanisme koping

dengan mengisi lembar checklist dengan katagori adaftif dan maladaftif

yang terdiri dari 20 pernyataan (1-20). Pernyataan yang digunakan adalah

10 (sepuluh) pernyataan positif dan 10 (sepuluh) pernyataan negatif.

Nomor urut untuk pernyataan positif adalah: 1, 2, 6, 7, 8, 12, 16, 18, 19,
33

sedangkan nomor urut pernyataan negatif adalah 3, 4, 5, 9, 10, 11, 13, 14,

15, 20. Dan pertanyaan kedua tentang variabel dependen mengenai

kecemasan diukur menggunakan lembar checklist dengan kategori cemas

dan tidak cemas sebanyak 20 pernyataan (1-20). Pernyataan yang

digunakan adalah 10 (sepuluh) pernyataan positif dan 10 (sepuluh)

pernyataan negatif. Nomor urut untuk pernyataan positif adalah :1, 2, 3, 4,

5, 6, 7, 8, 9, 10. dan untuk pernyataan negatif. 11, 12, 13, 14, 15, 16,17

4.5.2 Prosedur Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dengan cara membagikan lembar checklist

secara langsung kepada resonden. Responden mendapatkan penjelasan

dari peneliti tentang cara menjawab soal. Pada penelitian ini kuisioner

yang digunakan adalah kuisioner yang sudah disediakan jawabannya

sehingga responden tinggal memilih satu jawaban yang dianggap benar.

Pada saat penelitian peneliti bekerjasama dengan pihak petugas Kepolisian

Poltabes untuk menggeluarkan tahanan yang sudah dipilih oleh peneliti

sebanyak 10 0rang secara bertahap dan bergiliran keruangan yang telah

ditentukan, pihak petugas Kepolisian Poltabes kemudian dibagikan

kuisioner oleh peneliti yang kemudian dijelaskan tujuan penelitian dan

pengisian inform concent dan kemudiaan pengisian kuisioner, dan dalam

pengisian kuisioner tersebut peneliti berada diruangan tersebut dengan

tujuan bila ada responden yang mengalami kesulitan peneliti dapat

memberikan arahan atau panduan kepeda responden. Lembar jawaban


34

dikumpulkan pada hari itu juga dengan meminta bantuan kepada petugas

Kepolisian Poltabes Bandar Lampung.

4.6 Pengolahan Data

Menurut Hastono (2007), pengolahan data pada penelitian melalui tahap:

4.6.1 Editing

Merupakan kegiatan pengecekan isian kuesioner apakah jawaban yang ada

di kuesioner sudah lengkap, jelas, relevan dan konsisten.

4.6.2 Coding

Koding merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data

berbentuk angka atau bilangan.

4.6.3 Processing

Setelah semua kuesioner terisi penuh dan benar, maka langkah selanjutnya

adalah memproses data agar data yang sudah di entry dapat dianalisis.

Pemprosesan data dilakukan dengan cara meng-entry data dari kuesioner

ke paket program komputer.

4.6.4 Cleaning

Merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di entry apakah

ada kesalahan atau tidak.

4.7 Analisa Data

Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa univariat dan

bivariat. Penelitian ini terdiri dari dua variabel, yaitu variabel mekanisme

koping sebagai variabel independen dan kecemasan sebagai variabel


35

dependen. Analisa univariat digunakan untuk menggambarkan distribusi

frekuensi variabel independen dan dependen, sedangkan analisa bivariat

digunakan untuk mengetahui hubungan variabel dependen dan independen.

Oleh karena variabel independen dan dependen masing-masing adalah data

kategorik sehingga digunakan uji Chi-Square.

4.7.1 Analisa Univariat

Menurut Arikunto (1998), rumus untuk menggambarkan distribusi

frekuensi adalah sebagai berikut:

P=
∑ f x 100%
n

Keterangan :

P = Persentase

f = Jumlah masing-masing variabel

n = Jumlah responden

4.7.2 Analisa Bivariat

Analisa bivariat menurut Hastono (2007), untuk mengetahui hubungan

antar variabel independen dan dependen yaitu: Hubungan mekanisme

koping terhadap tingkat kecemasan pada tahanan. Skala ukur kedua

variabel adalh data katagorik maka uji statistik yang digunakan adalah

dengan menggunakan uji Chi Square (Kai Kuadran) menggunakan rumus

sebagai berikut:

[ ]
2
( Oij−E ij )
x =∑
2
Eij
36

Keterangan:

x2 = Chi Square hitung

Oij = simbol observasi dari tiap sel

Eij = hasil ekspektasi

Hipotesis kerja (Ha) diterima bila harga Chi Square hitung lebih besar dari

harga Chi Square tabel. Interpretasi dari rumus diatas adalah sebagai

berikut: tentukan batas kritis α (0,05), kemudian dengan nilai x2 hitung

dari nilai df, tentukan nilai p value pada tabel Chi Square. Bila p value ≤ α

(0,05), Ho ditolak berarti data sampel mendukung adanya hubungan yang

bermakna (signifikan) dan bila p value >α (0,05), Ho gagal ditolak berarti

data sampel tidak mendukung adanya hubungan yang bermakna

(signifikan).

Dalam bidang kesehatan untuk mengetahui derajat hubungan dengan

Risiko Relatif (RR) dan Odds Ratio (OR). Nilai OR digunakan untuk jenis

penelitian Cross Sectional dan Case Control. Penelitian ini menggunakan

OR karena merupakan jenis penelitian Cross Sectional. Nilai OR terdapat

pada baris Odds Ratio. OR untuk membandingkan odds pada kelompok

ter-ekspose dengan odds kelompok tidak ter-ekspose.

Anda mungkin juga menyukai