Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Disadur Oleh:
Cynthia Damayanti
112011101091
Pembimbing:
dr. Maria Kwarditawati, Sp. THT
2017
Abstrak
Trauma pada hidung berperan penting pada bidang trauma kepala-wajah. Evaluasi
teliti, termasuk pemeriksaan rinci tentang riwayat awal sangat penting. Tujuan
artikel ini adalah untuk memusatkan pada tatalaksana trauma hidung,
patofisiologi, diagnosis, dan terapi pendekatan
Kata kunci: Patah tulang hidung; Patah tulang sekat hidung; Reduksi tertutup;
Reduksi terbuka
Pendahuluan
Patah tulang hidung adalah patah tulang wajah yang paling sering terjadi pada
dewasa dan terhitung lebih dari 50% banyaknya dari semua jenis trauma wajah 1,2.
Penyebab paling sering adalah trauma tumpul pada wajah bagian tengah. Trauma
jenis ini terbanyak disebabkan oleh perkelahian, olahraga, serta kecelakaan sepeda
motor 2,3.
Tulang hidung terdiri dari tulang dan tulang rawan, yang menyokong susunan
rangka. Susunan rangka ini penting untuk estetika wajah dan untuk inspirasi
udara. Untuk melindungi kerangka ini, evaluasi penting dilakukan. Pemeriksaan
awal mungkin akan sulit karena adanya pembengkakan hidung. Separuh dari
patah tulang hidung, yang parah, membutuhkan rhinoplasti reoperatif 4,5.
Patah tulang hidung jarang terjadi pada anak dibawah 5 tahun, karena paparan
trauma wajah yang lebih jarang. Ada peningkatan frekuensi menurut umur,
terutama diantara 16-20 tahun anak laki-laki 6. Patah tulang hidung sering terjadi
pada laki-laki usia dibawah 25 tahun dengan penyebab terbanyak karena
perkelahian 7.
Pada anak-anak dan wanita, penyiksaan fisik harus diperhatikan dan
dievaluasi segera. Patah tulang hidung mungkin terjadi sendiri atau bersamaan
dengan trauma wajah yang lain 8.
Trauma pada hidung yang parah dengan pergeseran sekat dan hidung
menyebabkan obstruksi jalan nafas dan membutuhkan tatalaksana dengan teknik
terbuka, yaitu rhinoplasti 2.
Anatomi
Struktur anatomi hidung sangat penting untuk memahami patofisiologi.
Maksila, etmoid, frontal, tulang vomer dan tulang hidung membentuk struktur
rangka hidung. Yang paling sering, patah tulang muncul di bagian distal dimana
tulang hidung menjadi lebih tipis dan lebar. Trauma pada hidung bagian
proksimal dipertimbangkan sebagai patah tulang nasoorbitoetmoid, yang
membutuhkan tatalaksana tambahan (Gambar 1) 2.
Pasangan tulang rawan atas dan bawah lateral dan juga sekat membentuk
struktur tulang rawan hidung. Pada garis tengah, tulang rawan kuadrangular
(empat sudut) dibentuk oleh tulang rawan lateral atas 9. Zona transisi antara
segmen proksimal yang tebal dan segmen distal yang tipis pada sepertiga sampai
setengah bagian bawah tulang hidung rentan terhadap fraktur. Kira-kira 80%
patah tulang hidung ada pada zona transisi. Trauma pada struktur tulang rawan
kebanyakan dalam bentuk perpindahan, pergeseran, dan penonjolan, lebih banyak
10
daripada patah tulang murni . Tulang rawan lateral atas mempunyai persendian
jaringan ikat dengan tulang hidung di bagian atas, tulang rawan kuadrangular di
bagian medial, dan tulang rawan lateral bawah di bagian inferior. Persendian ini
menjaga ketahanan aliran udara inspirasi, dan daerah pertahanan ini disebut
sebagai katup hidung internal (Gambar 2) 11.
Sekat tulang rawan terletak di superior antara lapisan tegak lurus etmoid
dan tulang vomer dengan jembatan osseochondral yang kuat. Area yang lemah
pada tulang rawan dorsal dan sambungan yang lemah antara tulang rawan sekat
dan puncak maksila, menyebabkan insidens tinggi pada patah tulang –
10
perpindahan sekat diikuti trauma hidung . Bagian bawah lateral bertugas
menjaga tampilan estetika hidung. Struktur tulang rawan yang kuat ini tahan
terhadap kerusakan. Tulang rawan quadrangular membentuk sekat hidung. Tulang
rawan sekat posterior yang tebal menjaga bentuk dua pertiga atas hidung. Sekat
ini merupakan pusat pertumbuhan mayor untuk wajah pada anak-anak yang
berlangsung hingga usia 12 sampai 13 tahun. Pada semua usia, struktur garis
tengah ini disokong dari lateral oleh crura media pada kedua tulang rawan lateral.
Akar tulang vomer menyokong bagian inferior dan tulang ethmoid menyokong
bagian superior dan posterior.
Pencitraan
Meskipun dianggap minor, patah tulang tulang hidung dapat menjadi
cidera serius. Patah tulang hidung dapat muncul sendiri atau dengan kombinasi
21
dengan cidera kepala dan wajah lainnya . Diagnosis patah tulang hidung
dasarnya adalah secara klinis. Radiografi adalah langkah pertama untuk
mengevaluasi patah tulang hidung. Sensitivitas dan spesivitas radiografi pada
patah tulang hidung telah ddidiskusikan sejak lama oleh para peneliti (Gambar 3)
22
.
Diagnosis patah tulang hidung utamanya adalah secara klinis. CT dapat
berguna pada patah tulang hidung komplikata bersamaan dengan patah tulang
wajah lain, misalnya patah tulang mandibula. Menurut laporan sebelumnya,
teknik radiografi muncul negatif sebanyak 25% pada pasien dengan patah tulang
tulang hidung yang membutuhkan tatalaksana operatif dan CT-scan wajah pada
pasien yang memiliki resiko tinggi radiasi lensa (Gambar 4) 23.
USG Resolusi Tinggi (USRT) adalah pilihan pemeriksaan radiologi lain.
USRT termasuk murah, sederhana, dan yang paling penting adalah tidak adanya
resiko radiasi ion. USRT memiliki nilai diagnostik tinggi yang dibuktikan dalam
banyak penelitian. CT memberikan anatomi detail pada dokter, dan bukan
tergantung pada operatornya. Namun, patah tulang garis hidung dapat tidak
terdeteksi dari efek volume buatan partial. Sedangkan USRT dapat
memperlihatkan bahkan dengan gangguan 0.1 mm pada tulang hidung, dan tidak
mungkin untuk membedakan antara garis patah tulang akut dan kronis pada
sonografi. USRT dapat memberikan waktu patah tulang pada dokter. Selain itu,
baik untuk indikator struktur tulang rawan dan bagaimana terjadinya cidera
23
dibandingkan radiografi konvensional . Proyeksi eksternal hidung adalah
kerugian dari USRT. Pemeriksaan linier ini menjadi terlalu besar terhadap tulang
hidung, dan ada jarak udara (air gap) yang dapat terlihat antara tulang hidung
24
lateral dan zygoma . Sonografi hidung telah menjadi populer di beberapa tahun
terakhir karena menyediakan informasi tentang area superfisial pada berbagai
lapisan pencitraan 22.
Tatalaksana Preoperatif
Metode tatalaksana patah tulang hidung berbeda antara satu pasien dengan
yang lainnya bergantung pada faktor penting yaitu umur, waktu terjadinya cidera,
tipe anestesi, kepentingan reduksi akut maupun tertunda, dan tatalaksana
operatifnya. Tatalaksana pada pasien sangat muda dan sangat tua akan sangat
sulit, akan lebih dipertimbangkan konservatif. Anak usia 13-14 tahun harus
dilakukan operasi sekat karena merupakan pusat pertumbuhan wajah. Pusat
pertumbuhan wajah ini akan sempurna seiring bertambahnya usia (Gambar 6) 2.
Anestesi
Pasien anak-anak mungkin membutuhkan anestesi umum, dimana hampir
semua dewasa dengan patah tulang hidung parah dapat direduksi dengan
kombinasi anestesi topikal dan infiltratif. Anestesi infiltratif dapat berguna dan
dipergunakan eksternal pada dorsum hidung dan lebih baik ditoleransi setelah
anestesi blok internal bilateral 2.
Anestesi lokal terdiri dari topikal dan infiltratif. Lidokain (4%) dan
oxymetazoline atau phenylephrine hydrochloride dapat diberikan. Tiga pledget
(kassa) selama 8-10 menit untuk setiap hidung dirasa cukup. Fokus area spesifik
sebaiknya pada dorsal sekat dekat nervus dan arteri ethmoidalis anterior, turbinata
proximal bagian tengah hingga ganglion pterygopalatina, dan dasar hidung yang
berbatasan dengan nervus nasopalatina dan arteri sfenopalatina 17.
Waktu Reduksi
Selama 5 sampai 10 hari setelah cidera, tulang hidung dapat menempel
dan sulit digerakkan. Fiksasi biasanya diobservasi selama 2 hingga 3 minggu.
Dokter sebaiknya memilih waktu yang tepat untuk reduksi ketika evaluasi dapat
akurat dan tulang masih bisa bergerak. Yang direkomendasikan adalah reduksi
tertutup dapat dilakukan dalam 3 sampai 7 hari untuk anak-anak dan 5 sampai 10
hari untuk dewasa 10.
Reduksi Tertutup
Reduksi tertutup cocok untuk patah tulang hidung simpel dan non-
kominutif. Yang paling penting adalah menjaga gaya yang berlawanan dari arah
trauma. Dengan cara ini, reduksi sukses dilakukan. Elevator Goldman dapat juga
digunakan, dimana berguna untukreposisi manual. Harus diperhatikan pada
lamina cribriformis untuk kemungkinan cidera. Teknik tertutup pada patah tulang
hidung bergantung pada kemampuan untuk membalikkan arah gaya yang terjadi
pada tempat cedera. Langkah awal adalah mereduksi tulang hidung dan
selanjutnya adalah reduksi dan stabilisasai sekat. Batang Goldman harus
dimasukkan ke hidung keatas dibawah tulang hidung dan ditekan keatas dan
keluar. Tekanan eskternal dan intrahidung oleh jari dapat menciptakan gaya yang
adekuat untuk mereduksi piramida hidung.
Patah tulang inkomplit mungkin membutuhkan mobilisasi osteotomi untuk
reduksi yang cukup 17.
Reduksi Terbuka
Metode yang diperlukan pasien terkadang tidak hanya cukup oleh reduksi
tertutup saja. Patah tulang kominutif dengan hilangnya penyokong hidung yang
parah, cidera sekat yang parah, membutuhkan teknik terbuka. Reduksi terbuka
dapat menghasilkan pembongkaran yang baik dan mendetail. Prosesnya
mempermudah pemeriksaan anatomis dan reformasi dari struktur hidung.
Pembedahan sekat yang cukup, dorsum dan ujung, memberikan hasil yang sukses
2
. Pada cidera hidung yang parah, septorhinoplasty awal sangat penting, karena
hasil reduksi tertutup tidak memuaskan dan butuhkanm sebelum terjadinya
26
fibrosis . Insidensi deformitas muncul setelah reduksi tertutup dimana akhirnya
27-29
membutuhkan rhinoplasty yaitu sekitar 14-50% kejadian . Sebagai hasilnya,
deviasi sekat nasi menyebabkan tekanan pada tulang hidung, yang menyebabkan
tulang hidung bergeser setelah reduksi. Kesimpulannya, tulang hidung mengikuti
posisi dari sekat 30.
Kesimpulan
Tujuan yang paling penting dari terapi pasien dengan patah tulang hidung
adalah mengembalikan kondisinya seperti sebelum terjadinya cidera. Evaluasi
klinis dan tatalaksana sebaiknya secara individu bergantung pada tipe dan
keparahan cidera. Ini adalah saat menentukan ketepatan. Penilaian yang tepat akan
menghasilkan kesembuhan yang tepat, pernafasan dan penghidu. Dengan ini,
kesulitan dan kelelahan pasien akan menghasilkan hasil yang baik.
Referensi