Anda di halaman 1dari 12

DISUSUN OLEH : NUROTULJANAH

TINJAUAN PUSTAKA UJI TOKSISITAS EKSTRAK DAUN SAMBILOTO


(Andrographis paniculata Nees.) TERHADAP KEMATIAN LARVA
Culex sp.

A. Kajian Teori
1. Tanaman Sambiloto (Andrographis paniculata Nees.)
a. Taksonomi Sambiloto (Andrographis paniculata Nees.)
Menurut Prapanza dan Marianto (2003) klasifikasi Andrographis paniculata
Nees. adalah :
Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Subkelas : Gamopetalae
Ordo : Dicotyledoneae
Famili : Acanthaceae
Subfamili : Acanthoidae
Genus : Andrographis
Spesies : Andrographis paniculata Nees .

Sambiloto yang juga dikenal sebagai “King of Bitters” bukanlah


tumbuhan asli Indonesia, tetapi diduga berasal dari India. Di India, sambiloto
adalah tumbuhan liar yang digunakan untuk mengobati penyakit disentri,
diare, atau malaria. Sambiloto dapat tumbuh di semua jenis tanah sehingga
tidak heran jika tanaman ini terdistribusi luas di belahan bumi Habitat aslinya
adalah tempat-tempat terbuka yang teduh dan agak lembab, seperti kebun, tepi
sungai, peka-rangan, semak, atau rumpun bambo (Widyawati, 2007).
b. Morfologi Sambiloto (Andrographis paniculata Nees.)
Sambiloto tergolong tumbuhan herba semusim, tumbuh tegak, tinggi 50-
90 cm, rasanya sangat pahit. Batang sambiloto berkayu, berpangkal bulat,
pada saat muda batang berbentuk segi empat (kwadrangularis) dan bulat
setelah tua, percabangan monopodial, berwarna hijau. Daun sambiloto
merupakan daun tunggal, bertangkai pendek, tidak me- miliki daun penumpu
(stipula). Daun tersusun berhadapan, berbentuk lanset, pangkal dan ujung
daun tajam atau runcing, tepi daun rata, daun bagian atas dari batang
berbentuk seperti braktea, permukaan daun halus. Permukaan atas daun
berwarna hijau tua dan bagian bawah berwarna hijau muda. Panjang daun 2-8
cm dan lebar 1-3 cm. Perbungaan rasemosa yang bercabang membentuk
malai, keluar dari ujung batang atau ketiak daun. Bunga berbibir berbentuk
tabung; kecil-kecil, warnanya putih bernoda ungu. Buah kapsul berbentuk
jorong, panjang sekitar 1,5 cm, lebar 0,5 cm, pangkal dan ujung tajam, bila
masak akan pecah membujur menjadi 4 keping, dan biji gepeng, kecil-kecil,
warnanya coklat muda (Hapsoh dan Hasanah, 2011).

a b
Gambar 1. a. Koleksi Pribadi Tumbuhan Sambiloto b.Daun dan
Tumbuhan Sambiloto (Andrographis paniculata Nees.)
Sumber : (Ratnani, 2012)

c. Kandungan Kimia Sambiloto (Andrographis paniculata Nees.)


Andrographis paniculata Nees. atau yang biasa dikenal dengan nama
daerah sambiloto merupakan tanaman obat yang secara empiris digunakan
sebagai antimalaria. Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa ekstrak
tanaman ini mempunyai aktivitas antimalaria Kandungan kimia dalam
tanaman sambiloto diantaranya ialah Andrographolide, Saponin, Flavonoid,
Alkaloid dan Tanin :
1. Andrographolide
Pada tanaman sambiloto kandungan andrographolide terakumulasi paling tinggi
pada bagian daun (2,39%) sedangkan paling rendah ditemukan di biji.
Andrographolide, yang merupakan senyawa yang masuk dalam grup
trihidroksilakton memiliki rumus molekul C20H30 O5.
2. Saponin
Saponin merupakan senyawa dalam bentuk glikosida yang tersebar luas
pada tanaman tingkat tinggi serta beberapa hewan laut dan merupakan
kelompok senyawa yang beragam dalam struktur, sifat fisikokimia dan
efek biologisnya. (Yanuartono, dkk, 2017). Senyawa ini aman untuk
mamalia, tetapi dapat bersifat racun bagi hewan berdarah dingin termasuk
golongan serangga (Herlina, 2011).
3. Flavonoid
Flavonoid merupakan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada
tanaman hijau, kecuali alga. Flavonoid termasuk senyawa fenolik alam
yang potensial sebagai antioksidan dan mempunyai bioaktifitas sebagai
obat. Beberapa fungsi flavonoid bagi tumbuhan adalah pengaturan
tumbuh, pengaturan fotosintesis, kerja antimikroba dan antivirus.
Flavonoid akan merusak permeabilitas dinding sel dan menghambat kerja
enzim sehingga mempengaruhi proses metabolisme pada serangga
(Yunilda, 2011). Kadar flavonoid total dalam ekstrak etanolik sambiloto
sebesar 46,322 g/kg ekstrak atau 4,63% terhadap kuersetin (Rais, 2015).
4. Alkaloid
Alkaloid adalah senyawa metabolit sekunder terbanyak yang memiliki
atom nitrogen, yang ditemukan dalam jaringan tumbuhan dan hewan.
Senyawa alkaloid yang berkhasiat sebagai anti diare, anti diabetes, anti
mikroba dan anti malaria, akan tetapi beberapa senyawa golongan alkaloid
bersifat racun (Ningrum, dkk., 2016).
5. Tanin
Tanin terdiri dari sekelompok zat – zat kompleks yang terdapat secara
meluas dalam dunia tumbuh–tumbuhan, antara lain terdapat pada bagian
kulit kayu, batang, daun dan buah–buahan. Tanin memiliki rasa pahit
sehingga menghambat serangga untuk memakannya. Ini terjadi karena
tanin bereaksi dengan protein membentuk kopolimer mantap yang tidak
larut dalam air sehingga protein lebih sukar dicapai oleh cairan
pencernaan hewan (Aseptianova, dkk. 2017).
6. Terpenoid
Terpenoid merupakan senyawa pertahanan tumbuhan yang dapat bersifat
menghambat makan serangga, dan juga bersifat toksik.

2. Ekstraksi
a. Pengertian
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat
larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan
menggunakan suatu pelarut cair. Senyawa aktif yang terdapat dalam
berbagai simplisia dapat digolongkan kedalam golongan minyak atsiri,
alkaloida, flavonoida dan lain-lain. Dengan diketahuinya senyawa aktif
yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dengan
cara ekstraksi yang tepat (Ditjen POM, 2000).
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi
senyawa aktif dari simplisla nabati atau simplisia hewani menggunakan
pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan
dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga
memenuhi baku yang telah ditetapkan (Ditjen POM, 2000).
b. Tujuan
Tujuan ekstraksi bahan alam adalah untuk menarik komponen kimia yang
terdapat pada bahan alam. Ekstraksi ini didasarkan pada prinsip perpindahan
massa komponen zat ke dalam pelarut, dimana perpindahan mulai terjadi pada
lapisan antar muka kemudian berdifusi masuk kedalam pelarut (Dirjen POM,
1986).
c. Metode-Metode Ekstraksi
Menurut ditjen POM (2000), terdapat beberapa metode ekstraksi yaitu :
a. Cara dingin
Ekstraksi dengan cara dingin terdiri dari:
1. Maserasi, adalah proses pengekstraksikan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada
temperature ruangan (kamar). Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan
prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi
kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontinu (terus-menerus).
Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah
dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya.
2. Perkolasi, adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
sempurna (exhaustive extraction) yang umunya dilakukan pada
temperature ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan,
tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya
(penetesan/penampungan ekstrak) terus menerus sampai diperoleh ekstrak
(perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan.
b. Cara Panas
Ekstraksi dengan cara panas terdiri dari:
1. Refluks, adalah ektraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatasyang relatif konstan
dengan adanya pendingin balik. Umunya dilakukan pengulangan proses
pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses
ekstraksi sempurna
2. Sokletasi adalah ekstraksi kontinu menggunakan alat soklet, dimana pelarut
akan terkondensasi dari labu menuju pendingin, kemudian jatuh
membasahi sampel dan mengisi bagian tengah alat soklet. Tabung sifon
juga terisi dengan larutan ekstraksi dan ketika mencapai bagian atas tabung
sifon, larutan tersebut akan kembali ke dalam labu.
3. Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara
umum dilakukan pada temperatur 40-50˚C.
4. Infundasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperature penangas air
(menggunakan bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih,
temperatur 90˚C selama 15-20 menit.
5. Dekoktasi adalah infus pada waktu yang lebih lama (30 menit) pada suhu
90˚C- 98˚C menggunakan pelarut air.
3. Nyamuk Culex sp.
a. Klasifikasi Nyamuk Culex sp.
Menurut Clement (1963) dan Dharmawan (1993) klasifikasi dari nyamuk
Culex sp. adalah :
Kingdom : Animalia
Phyllum : Arthropoda
Classis : Insecta
Ordo : Diptera
Familia : Culicidae
Genus : Culex
Spesies : Culex sp.
b. Morfologi Nyamuk Culex sp.
1) Stadium Telur

Gambar 2 Stadium Telur Culex sp.


Sumber : (Gani, 2011)

Nyamuk Culex sp. meletakkan telur pada permukaan air dan


bergerombol membentuk rakit sehingga mampu untuk mengapung. Nyamuk
Culex sp. lebih menyukai meletakkan telurnya pada air yang berpolutan tinggi
dan berkembang biak di air yang keruh. Telur nyamuk Culex sp. berbentuk
seperti peluru dan melekat satu sama lain. Satu kali bertelur nyamuk Culex sp.
mampu menghasilkan telur sebanyak 200 telur (Sucipto, 2011). Pada waktu
dikeluarkan oleh induk, telur berwarna putih, setelah beberapa menit telur
berubah menjadi berwarna abu-abu, dan setelah kurang lebih 30 menit telur
berwarna hitam (WHO, 2013).

2) Stadium Larva
Gambar 3 Stadium Larva Culex sp.
Sumber : (Stephanie & Roxanne, 2013)

Setelah sebuah telur menetas, maka telur tersebut akan berubah menjadi
larva. Pada fase larva ini terdapat 4 tahap perubahan, mulai dari larva instar I,
larva instar II, larva instar III, hingga larva instar IV. Pada setiap perubahan
antar instar, seekor larva akan berganti kulitnya. Proses pergantian kulit ini
disebut sebagai proses “moulting” (WHO, 2013 dan New Zealand Biosecure
Entomology Laboratory, 2008).
Menurut Hill & Connelly (2013) perkembangan larva nyamuk di bagi
menjadi 4 tahap yaitu:
a) Larva instar I : berukuran paling kecil yaitu 1-2 mm atau 1-2 hari setelah
telur menetas, duri-duri (spinae) pada dada belum jelas dan corong
pernapasan pada siphon belum menghitam.
b) Larva instar II : berukuran 2,5 – 3,5 mm berumur 2-3 hari setelah telur
menetas, duri-duri dada belum jelas, corong pernapasan sudah mulai
menghitam.
c) Larva instar III : berukuran 4-5 mm berumur 3-4 hari setelah telur
menetas, duri-duri dada mulai jelas dan corong pernapasan berwarna
coklat kehitaman.
d) Larva instar IV : berukuran paling besar yaitu 5-6 mm berumur 4-6 hari
setelah telur menetas, warna kepala gelap.
3) Stadium Pupa
Gambar 4 Stadium Pupa Culex sp.
Sumber : (ICPMR, 2017)

Waktu yang dibutuhkan seekor larva menjadi seekor pupa antara 5 – 8


hari. Pupa nyamuk memiliki bentuk seperti koma dan bergerak secara aktif.
Fase pupa ini berlangsung 1 – 3 hari. pupa memiliki dua segmen yaitu
peleburan antara kepala dan thoraks ( cephalothoraks) dan abdomen (WHO,
2013 dan New Zealand Biosecure Entomology Laboratory, 2008). Pupa
sering naik ke permukaan air untuk bernapas melalui sepasang terompet
pernafasan di bagian toraksnya (Sutanto dkk, 2009). Pada fase ini, pupa tidak
memerlukan makanan dan terjadi perkembangan organ tubuhnya seperti sayap
untuk persiapannya menjadi nyamuk dewasa (Stephanie dan Roxanne, 2013).

4) Nyamuk Dewasa
Gambar 5 Nyamuk dewasa Culex sp.
Sumber : (Stephanie & Roxanne, 2013)

Setelah 2 – 3 hari, dari pupa akan muncul nyamuk dewasa melalui


proses robeknya kulit pada bagian toraks . Tubuh nyamuk Culex sp. dewasa
berwarna hitam kecoklatan yang terdiri atas bagian kepala, toraks, dan
abdomen. Selain itu, ada hal lain yang membedakan jantan dan betina yaitu
panjang palpus dan proboscis Pada nyamuk jantan, palpus lebih panjang atau
sama dengan proboscis (Prianto, 2000 dan New Zealand Biosecure
Entomology Laboratory, 2008). Sayap pada nyamuk berbentuk sempit
panjang dengan ujung runcing dan kaki yang berwarna lebih gelap
dibandingkan tubuhnya. Nyamuk jantan hidup lebih sebentar daripada
nyamuk betina, yaitu kurang dari 10 hari, sedangkan nyamuk betina dapat
hidup hingga 2 bulan (Prianto, 2000).
c. Siklus Hidup Nyamuk Culex sp.

Gambar 6 Siklus Hidup Culex sp.


Sumber : (American Mosquito Control Association, 2014).
Siklus hidup nyamuk terdiri dari 4 (empat) siklus, yaitu telur, larva,
pupa, dan nyamuk dewasa. Mulai dari siklus telur hingga pupa berlangsung 8-
14 hari dan berlangsung di dalam air. Sedangkan jika pupa telah berubah
menjadi nyamuk dewasa akan bertahan sekitar 1-4 minggu (WHO, 2013).
d. Peran Nyamuk Culex sp.
Nyamuk Culex sp biasa hidup pada air yang kotor dan keruh seperti di
got rumah ataupun di genangan air yang kotor (Prianto, 2000). Nyamuk
jantan dan betina dewasa biasanya memakan nektar dari tumbuh-tumbuhan.
Nektar menjadi sumber energi pada saat nyamuk terbang, selain nektar
nyamuk betina juga menghisap darah pada malam hari untuk pematangan
telur (Maharani, 2016).
Nyamuk Culex sp. dikenal sebagai nocturnal mosquito yang sering
masuk ke dalam rumah-rumah terutama tengah malam dan pada siang hari
nyamuk ini akan istirahat. Nyamuk ini bersifat endofagik (hidup berada di
dalam rumah) juga eksofagik (hidup berada di luar rumah) (Prianto, 2000).
4. Filariasis
a. Pengertian
Filariasis adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing
filaria dan ditularkan melalui nyamuk. Di Indonesia, cacing filaria terdiri dari
tiga spesies yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori.
Penyakit ini menginfeksi jaringan limfe (getah bening). Filariasis menular
melalui gigitan nyamuk yang mengandung cacing filaria dalam tubuhnya.
Dalam tubuh manusia, cacing tersebut tumbuh menjadi cacing dewasa dan
menetap di jaringan limfe sehingga menyebabkan pembengkakan di kaki,
tungkai, payudara, lengan dan organ genital (Kemenkes RI, 2017).
b. Penyebab
Penyakit kaki gajah disebabkan oleh tiga spesies cacing filaria
yaitu Wucheria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori. Semua
spesies tersebut terdapat di Indonesia, namun lebih dari 70% kasus
filariasis di Indonesia disebabkan oleh Brugia malayi. Saat ini telah
diketahui ada 23 spesies nyamuk dari genus Anopheles, Culex,
Mansonia, dan Armigeres yang dapat berperan sebagai vektor
filarisais. Di perkotaan nyamuk ini ditularkan oleh nyamuk culex
quinquefosatus, di pedesaan vektornya berupa nyamuk anopheles
atau nyamuk aedes (Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI,
2015).
c. Gejala
Penyakit filariasis mempunyai gejala dan tanda klinis akut serta kronis.
Filariasis akut ditandai dengan gejala demam berulang selama 3-5 hari.
Demam dapat hilang bila istirahat dan timbul lagi setelah bekerja berat.
Pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa ada luka) di daerah lipatan paha,
ketiak (Limfadenitis) yang tampak kemerahan, panas dan sakit. Radang
saluran kelenjar getah bening yang terasa panas dan sakit yang menjalar dari
pangkal kearah ujung kaki atau lengan. Abses filarial terjadi akibat seringnya
pembengkakan kelenjar getah bening, dapat pecah dan mengeluarkan nanah
serta darah. Pembesaran tungkai, lengan, buah dada, kantong buah zakar yang
terlihat agak kemerahan dan terasa panas (limfedema dini). Filariasis kronis
memiliki gejala dan tanda klinis yang meliputi pembesaran yang menetap
pada tungkai, lengan, buah dada atau buah zakar (Pusat Data dan Informasi
Kementrian Kesehatan RI, 2015).
5. Definisi Toksikologi
Toksikologi ialah ilmu pengetahuan mengenai kerja senyawa kimia yang
merugikan terhadap organisme hidup. Toksisitas merupakan sifat bawaan suatu
zat, bentuk dan tingkat manifestasi toksiknya pada suatu organisme bergantung
pada berbagai jenis faktor, yakni faktor dosis dan lamanya pajanan (Sari, 2016).
Toksin adalah zat yang berpotensi memberikan efek berbahaya terhadap
organisme tertentu. Uji toksisitas merupakan suatu uji untuk menentukan
kemampuan suatu senyawa sebagai racun, mengenali kondisi biologis setelah
efek toksik tersebut timbul dan mengenali karakteristik efek tersebut (Subekti,
2014).

Anda mungkin juga menyukai