A. Kajian Teori
1. Tanaman Sambiloto (Andrographis paniculata Nees.)
a. Taksonomi Sambiloto (Andrographis paniculata Nees.)
Menurut Prapanza dan Marianto (2003) klasifikasi Andrographis paniculata
Nees. adalah :
Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Subkelas : Gamopetalae
Ordo : Dicotyledoneae
Famili : Acanthaceae
Subfamili : Acanthoidae
Genus : Andrographis
Spesies : Andrographis paniculata Nees .
a b
Gambar 1. a. Koleksi Pribadi Tumbuhan Sambiloto b.Daun dan
Tumbuhan Sambiloto (Andrographis paniculata Nees.)
Sumber : (Ratnani, 2012)
2. Ekstraksi
a. Pengertian
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat
larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan
menggunakan suatu pelarut cair. Senyawa aktif yang terdapat dalam
berbagai simplisia dapat digolongkan kedalam golongan minyak atsiri,
alkaloida, flavonoida dan lain-lain. Dengan diketahuinya senyawa aktif
yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dengan
cara ekstraksi yang tepat (Ditjen POM, 2000).
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi
senyawa aktif dari simplisla nabati atau simplisia hewani menggunakan
pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan
dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga
memenuhi baku yang telah ditetapkan (Ditjen POM, 2000).
b. Tujuan
Tujuan ekstraksi bahan alam adalah untuk menarik komponen kimia yang
terdapat pada bahan alam. Ekstraksi ini didasarkan pada prinsip perpindahan
massa komponen zat ke dalam pelarut, dimana perpindahan mulai terjadi pada
lapisan antar muka kemudian berdifusi masuk kedalam pelarut (Dirjen POM,
1986).
c. Metode-Metode Ekstraksi
Menurut ditjen POM (2000), terdapat beberapa metode ekstraksi yaitu :
a. Cara dingin
Ekstraksi dengan cara dingin terdiri dari:
1. Maserasi, adalah proses pengekstraksikan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada
temperature ruangan (kamar). Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan
prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi
kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontinu (terus-menerus).
Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah
dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya.
2. Perkolasi, adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
sempurna (exhaustive extraction) yang umunya dilakukan pada
temperature ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan,
tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya
(penetesan/penampungan ekstrak) terus menerus sampai diperoleh ekstrak
(perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan.
b. Cara Panas
Ekstraksi dengan cara panas terdiri dari:
1. Refluks, adalah ektraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatasyang relatif konstan
dengan adanya pendingin balik. Umunya dilakukan pengulangan proses
pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses
ekstraksi sempurna
2. Sokletasi adalah ekstraksi kontinu menggunakan alat soklet, dimana pelarut
akan terkondensasi dari labu menuju pendingin, kemudian jatuh
membasahi sampel dan mengisi bagian tengah alat soklet. Tabung sifon
juga terisi dengan larutan ekstraksi dan ketika mencapai bagian atas tabung
sifon, larutan tersebut akan kembali ke dalam labu.
3. Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara
umum dilakukan pada temperatur 40-50˚C.
4. Infundasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperature penangas air
(menggunakan bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih,
temperatur 90˚C selama 15-20 menit.
5. Dekoktasi adalah infus pada waktu yang lebih lama (30 menit) pada suhu
90˚C- 98˚C menggunakan pelarut air.
3. Nyamuk Culex sp.
a. Klasifikasi Nyamuk Culex sp.
Menurut Clement (1963) dan Dharmawan (1993) klasifikasi dari nyamuk
Culex sp. adalah :
Kingdom : Animalia
Phyllum : Arthropoda
Classis : Insecta
Ordo : Diptera
Familia : Culicidae
Genus : Culex
Spesies : Culex sp.
b. Morfologi Nyamuk Culex sp.
1) Stadium Telur
2) Stadium Larva
Gambar 3 Stadium Larva Culex sp.
Sumber : (Stephanie & Roxanne, 2013)
Setelah sebuah telur menetas, maka telur tersebut akan berubah menjadi
larva. Pada fase larva ini terdapat 4 tahap perubahan, mulai dari larva instar I,
larva instar II, larva instar III, hingga larva instar IV. Pada setiap perubahan
antar instar, seekor larva akan berganti kulitnya. Proses pergantian kulit ini
disebut sebagai proses “moulting” (WHO, 2013 dan New Zealand Biosecure
Entomology Laboratory, 2008).
Menurut Hill & Connelly (2013) perkembangan larva nyamuk di bagi
menjadi 4 tahap yaitu:
a) Larva instar I : berukuran paling kecil yaitu 1-2 mm atau 1-2 hari setelah
telur menetas, duri-duri (spinae) pada dada belum jelas dan corong
pernapasan pada siphon belum menghitam.
b) Larva instar II : berukuran 2,5 – 3,5 mm berumur 2-3 hari setelah telur
menetas, duri-duri dada belum jelas, corong pernapasan sudah mulai
menghitam.
c) Larva instar III : berukuran 4-5 mm berumur 3-4 hari setelah telur
menetas, duri-duri dada mulai jelas dan corong pernapasan berwarna
coklat kehitaman.
d) Larva instar IV : berukuran paling besar yaitu 5-6 mm berumur 4-6 hari
setelah telur menetas, warna kepala gelap.
3) Stadium Pupa
Gambar 4 Stadium Pupa Culex sp.
Sumber : (ICPMR, 2017)
4) Nyamuk Dewasa
Gambar 5 Nyamuk dewasa Culex sp.
Sumber : (Stephanie & Roxanne, 2013)