Bab 20. Kemoterapi: Ga Mbar 20.1 Lokasi Aksi Agen Antimikroba. PABA, Paraminobenzoic Acid DHFA
Bab 20. Kemoterapi: Ga Mbar 20.1 Lokasi Aksi Agen Antimikroba. PABA, Paraminobenzoic Acid DHFA
KEMOTERAPI
Bukti awal kesuksesan kemoterapi diperoleh dari pengobatan Indian kuno di
Peru, yaitu mengobati malaria dengan pohon cinchona. Masyarakat Cina kuno benyak
mengunakan substansi antimikroba untuk mengobati berbagai penyakit. Kemoterapi
modern dimulai dari pekerjaan Paul Ehrlich di Jerman. Dia menemukan agen efektif
untuk mengatasi tripanosomiasis dan sifilis. Agen tersebut adalah p-rosanilin dan
arsfenamin masing-masing efektif terhadap tripanosomiasis dan sifilis. Pada tahun 1929
Alexander Fleming telah mengisolasi penisilin, tetapi tidak terapresiasi, Pada tahun 1939
Florey dan koleganya mengisolasi kembali penisilin, sehingga apresiasi terhadap
penemuan penisilin oleh Fleming terangkat kembali. Pada tahun 1944 Waksman
berhasil mengisolasi streptomisin, kloramfenikaol, tetrasiklin, dan eritromisin dari isolat
mikroba tanah. Pada tahun 1960 perkembangan teknik fermentasi mengakibatkan
peningkatan produksi agen kemoterapi baru secara modifiksi molekuler.
Ga
mbar 20.1 Lokasi aksi agen antimikroba. PABA, paraminobenzoic acid; DHFA,
dihydrofolic acid; THFA, tetrahydrofolic acid.
Gam
bar 20.2 Mekanisme aksi agen antimikroba dalam menghambat sintesis dinding sel
bakteri
Gamba
r 20.11 Struktur sulfolamida dan trimetoprim dan tempat penghambatannya pada
metabolisme folat.
RESISTENSI BAKTERI
Bakteri mampu mengembangkan resistensi terhadap agen antimikroba. Terdapat
beberapa cara untuk mengembangkan resistensi. Studi awal menunjukkan bahwa
perkembangan resistensi bakteri terhadap agen antimikroba melalui mutasi tahap
tunggal (single step mutation) kromosom. Mutasi satu asam amino pada enzim pteridin
sintase dapat menghasilkan resistensi bakteri terhadap sulfonamida. Mutasi tahap
tunggal juga teramati pada resistensi terhadap streptomisin. Shigella dysenteriae
mampu mengembangkan resistensi terhadap beberapa antibiotika (sulfonanida,
tetrasiklin, dan kloramfenikol). Proses resistensi multi antibiotik merupakan proses
mutasi plasmid, bukan mutasi kromosom. Tipe resistensi ini disebut resistensi termediasi
plasmid (Tabel 20.2). Resistensi termediasi plasmid terjadi pada semua bakteri. Bakteri
memiliki transposon yang dapat disisipkan ke plasmid dan kromosom. Resistensi
termediasi transposon merupakan mekanisme resistensi yang ditemukan pada
beberapa tahun yang lalu.
Tabel 20.2 Resistensi termediasi plasmid
Antibiotik Mekanisme Mikroba resisten
resistensi
Penisilin, ampisilin, Hidrolisis -laktamase Staphylococcus, enterococcus,
carbenisilin enterobakteriaceae,
pseudomonas, bacteroid
Oksasilin, metisilin Hidrolisis -laktamase Enterobakteriaceae,
pseudomonas
Cefalosporin -Laktamase Staphylococcus, pseudomonas,
bacteroid, enterobakteriaceae
Kloramfenikol Asetilasi Staphylococcus, enterococcus,
streptococcus, pseudomonas,
enterobakteriaceae
Tetrasiklin Blok permeabilitas Staphylococcus, enterococcus,
streptococcus, pseudomonas,
enterobakteriaceae, bakteroid
Aminoglikosida Asetilasi, fosforilasi, Staphylococcus, enterococcus,
(streptomisin, neomisin, adenilasi pseudomonas,
kanamisin, tobramisin, enterobakteriaceae
amikasin)
Makrolida-Linkonoid Mengubah 23S RNA Staphylococcus, enterococcus,
(eritromisin, clindamisin) bakteroid
Trimetoprim Mengubah dihidrofolat Staphylococcus,
reduktase enterobakteriaceae
Sulfonamida Mengubah tetrahidro- Staphylococcus, enterococcus,
pteroat sintase pseudomonas, streptococcus,
enterobakteriaceae
Fosfomisin Mengubah glukosa Staphylococcus,
enterobakteriaceae
Vanomisin Protein baru Enterococcus
Resistensi Aminoglikosida
Modifikasi aminoglikosida dapat menyebabkan penurunan pengambilan
aminoglikosida oleh bakteri (Gambar 20.12). Modifikasi ini dilakukan oleh sejumlah
enzim. Gugus hidroksil dan asam amino bebas pada aminoglikosida merupakan bagian
esensial untuk mengikat protein ribosom. Sejumlah enzim dapat mengasetilasi gugus
amino bebas dan memfosforilasi atau mengadenilasi gugus hidroksil. Enzim-enzim ini
biasanya berada pada ruang periplasmik. Selain memodifikasi agen, resistensi
aminoglikosida dapat terjadi melalui perubahan tempat pengikatannya di ribosom 30S,
tetapi hal ini jarang terjadi.
Mekanisme modifikasi aminoglikosida ditemukan pada bakteri gram positif
seperti S. aureus, S. faecalis, dan S. pyogenes. Mikroba anaerob Bacteroid biasanya
resisten aminoglikosida, karena tidak memiliki sistem transport bergantung oksigen
untuk mentransport agen menembus membran sel. Beberapa anggota
enterobacteriaceae dan P. auruginosa resisten aminoglikosida melakukan modifikasi
protein porin, sehingga aminoglikosida tidak dapat masuk.
Perusakan atau Penonaktifan Agen
Resistensi Kloramfenikol
Banyak bakteri gram positif dan negatif resisten kloramfenikol. Resistensi ini
akibat aktivitas enzim kloramfenikol transaetilase yang mengasetilasi gugus hidroksil
kloramfenikol. Enzim ini merupakan enzim sitoplasmik, sehingga mekanisme
penonaktifan terjadi di dalam sitoplasma bukan di ruang periplasma. Kloramfenikol
terasetilasi mengikat lemah ribosom 50S.
Resistensi -Laktam
Mekanisme resistensi -laktam merupakan akibat aktivitas enzim penisilinase.
Enzim ini menyerang senyawa -laktam seperti penisilin, cefalosporin, carbapenem, dan
monobaktam. Karena menyerang senyawa -laktam, maka enzim ini disebut -
laktamase. Enzim -laktamase menyerang nukleus senyawa -laktam (Gambar 20.13).
Enzim -laktamase dikode dari plasmid atau kromosom dan enzim ini merupakan enzim
konstitutif maupun enzim induktif. Enzim -laktamase terdistribusi luas di alam (Tabel
20.3) dan pengelompokan enzim ini biasanya berdasarkan senyawa yang diserang
seperti penisilinase, cefalosporinase, dan lainnya. Pada bakteri gram positif semua
enzim -laktamase merupakan enzim ekstrasel, sedangkan pada bakteri gram negatif
merupakan enzim periplasmik. Tabel 20.2 memuat daftar mekanisme resistensi mikroba
terhadap antibiotik
Agen antivirus yang telah disahkan dan beredar luas, adalah amantadine,
rimantadine, ribavirin, idoxuridine, trifluridine, vidarabine, acyclovir, ganciclovir,
foscarnet, zidovudine, didanosine, zalcitabine, stavudine, famciclovir, dan valaciclovir
(Gambar 20.15). Dosis dan virus sasaran agen antivirus dapat dilihat pada Tabel 20.4,
sedangkan mekanisme aksi agen antivirus dapat dilihat pada Tabel 20.5.
Ribavirin
Meskipun efektif untuk infeksi ortho- dan paramyxo-virus, ribavirin hanya
disetujui untuk pengobatan infeksi virus respiratory syncytial (RSV) pada bayi. Agen ini
dimasukan ke tubuh melalui inhalasi. Partikel ribavirin kecil (diameter: 1-3 m) sehingga
dapat mencapai saluran pernafasan bawah.
Isoxuridine dan Trifluridine
Karena berefek samping myelosuppressive, mutagenik, dan teratogenik, maka
idoxuridine dan trifluridine hanya digunakan secara topikal. Trifluridin lebih efektif
daripada idoxuridine ketika digunakan untuk mengobati herpetik keratitis mata.
Idoxuridine dapat digunakan untuk pengobatan lesi kulit herpetik.
Vidarabine
Vidarabine digunakan baik secara topikal maupun sistemik untuk pengobatan
infeksi virus herpes simpleks. Kekurangan serius vidarabine adalah kelarutan lemah
pada media akuosa, sehingga memerlukan banyak volume cairan jika digunakan secara
intravena. Vidarabine menghasilkan efek samping toksis, yaitu tremor, ataksia, seizure,
myalgia, nausea, vomiting, dan diare.
Acyclovir, Valaciclovir, dan Famciclovir
Acyclovir digunakan dalam mengatasi infeksi virus herpes, yaitu herpes kelamin,
herpetik ensefalis, dan infeksi HSV dan VZV pada pasien terkompromi imun. Acyclovir
dapat digunakan secara topikal, oral, maupun intravena. HSV dan VZV mampu
mengembangkan resistensi terhadap acyclovir. Valaciclovir dan Famciclovir merupakan
agen antimikroba untuk pengobatan infeksi HSV dan VZZV secara oral.
Ganciclovir dan Foscarnet
Ganciclovir merupakan pilihan untuk pengobatan infeksi cytomegalovirus (CMV)
pada pasien AIDS atau pasien defisiensi imun lainnya. Karena efektifvitas oral rendah
(3%), maka ganciclovir diberikan secara intravena. Efek samping terapi ganciclovir
adalah granulositopenia dan tombrositopenia. Foscarnet merupakan agen alternatif
digunakan untuk pengobatan infeksi CMV, khususnya CMV retinitis pada pasien
terkompromi imun.
Zidovudine, Didanosine, Zalcitabine, dan Stavudine
Zidovudine digunakan untuk pengobatan infeksi HIV-1 atau HIV-2. Zidovudine
terserap baik secara oral (60%) dan cepat tersirkulasi. Efek samping serius zidovudine
adalah anemia- dan leukopenia-megaloblastik. Didanosine, zalcitabine, dan stavudine
telah digunakan untuk pengobatan infeksi HIV. Ketiga agen antivirus memiliki efek
samping toksis, ayitu neuropati periferal dan pankreastitis. Kombinasi zidovudin,
didanosine, dan zalcitabine digunakan untuk meningkatkan efektivitas dan mengurangi
toksisitas.
KEMOTERAPI ANTIFUNGI
Pengembangan agen antifungi tertinggal dari pengembangan agen antibakteri.
Hal ini karena konsekuensi struktur fungi mirip dengan struktur mammalia. Fungi adalah
organisme eukariota, sehingga agen antifungi dapat menghasilkan efek toksis pada
inang. Selain itu, fungi tumbuh lambat dan berbentuk multisel, maka cukup sulit
mengatasi fungi dibandingkan bakteri.
Terlepas dari keterbatasan, sejumlah perkembangan positif telah terjadi pada
penemuan agen antifungi. Terdapat 3 kelompok agen antifungi, yaitu polien, azol, dan
antimetabolit. Tabel 20.6 merangkum sejumlah agen antifungi penting dan umum
digunakan
Tabel 20.6 Agen antifungi utama dan pengunaannya
Agen Mikosis sistemik Mikosis oportunis
Antifungi Kokidioido Histo Blasto Parakoki Asper Candi Kripto Dermato
mikosis plasmosis mikosis diomikosis gilosis diasis kokosis fitosis
Polien
AmfoterisinB + + + + + + + -
Nistasin - - - - - mc - -
Pimarisin - - - - - - - -
Imidazol
Clotrimazol - - - - - mc - +
Mikonazol - - - - - mc - +
Ketokonazol + + + + - + - +
Triazol
Itrakonazol + + + + + mc + +
Flukonazol + ? ? ? - + + +
Anti
metabolit
5Flucrositosin - - - - + + + -
mc : mukokutan (bukan sistemik) candidiasis
Polien
Semua antibiotik polien diproduksi oleh Streptomyces. Polien berinteraksi
dengan sterol membran sel dan membentuk kanal membran, sehingga sel berlubang
(Gambar 20.16). Agen antifungi polien, yaitu nistatin, amfoterisin B, dan pimarisin.