Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

EPIDEMIOLOGI
ANALISIS KASUS MALARIA DAN DENGUE HEMORRHAGIC FEVER
DI KOTA SEMARANG TAHUN 2014-2016

Dosen Pembimbing : Umaroh, SKM, M.Kes.

Disusun Oleh:

1. Jeni Setiana 9. Nurul Hidayati


2. Dinda Arum R. 10. Ana Afifah
3. Yashinta Nur Aini 11. Ningrum Liana
4. Dewi Pamungkas 12. Roudhotul Jannah
5. Shinta Dhinta H.A 13. Siti Mosarofah
6. Yumna Zaada R. 14. Kinanti Setyo M.
7. Siti Novita Lestari 15. Fransiska Fiska S.A
8. Paranta Amalia A. 16. Marlen Yulianti T.

ALIH JENJANG ALUMNI NON REGULER


PRODI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN SEMARANG
JURUSAN KEBIDANAN SEMARANG
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARANG
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit malaria dan DHF(Dengue Haemorrhagic Fever) atau Penyakit Demam
Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh gigitan nyamuk.
Parasit penyebab malaria seperti malaria jenis Plasmodium falciparum merupakan
malaria tropika yang sering menyebabkan kematian. Ia adalah suatu protozoa yang
dipindahkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Anopheles betina terutama pada
waktu terbit dan terbenam matahari. Setidaknya 270 juta penduduk dunia menderita
malaria dan lebih dari 2 miliar atau 42% penduduk bumi memiliki risiko terkena malaria.
WHO mencatat setiap tahunnya tidak kurang dari 1 hingga 2 juta penduduk meninggal
karena penyakit yang disebarluaskan nyamuk Anopheles. Penyakit malaria juga dapat
diakibatkan karena perubahan lingkungan sekitar seperti adanya Pemanasan global yang
terjadi saat ini mengakibatkan penyebaran penyakit parasitik yang ditularkan melalui
nyamuk dan serangga lainnya semakin mengganas. Perubahan temperatur, kelembaban
nisbi, dan curah hujan yang ekstrim mengakibatkan nyamuk lebih sering bertelur
sehingga vector sebagai penular penyakit pun bertambah dan sebagai dampak muncul
berbagai penyakit, diantaranya demam berdarah dan malaria.
DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes, terutamaAedes aegypti
atau Aedesalbopictus. Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus adalah jenis nyamuk
yang memiliki ciri-ciri berbintik hitam putih yang menggigit pada siang hari terutama
pada pagi, dan sore hari dengan radius terbang kurang lebih 100 (seratus) meter dengan
perindukan di air jernih. Penyakit DBD dapat muncul sepanjang tahun dan dapat
menyerang seluruh kelompok umur.Jumlah kasus DBD cenderung menunjukkan
peningkatan di Indonesia.Incidence Rate (IR)dari penyakit DBD inipada tahun 1968
adalah 0.05/100.000 penduduk dan di tahun 2015 meningkat menjadi 49.5/100.000
penduduk. Puncak epidemik terjadi setiap sepuluh tahun, yaitu pada tahun 1988 dengan
IR 27.09/100.000 penduduk, tahun 1998 dengan IR 35.19 / 100.000 penduduk, dan pada
tahun 2007 dengan IR 71.78/100.000 penduduk. Sementara itu, WHO juga mencatat
bahwa sejak tahun 1968 hingga tahun2009, Indonesia merupakan negara dengan kasus
DBD tertinggi di Asia Tenggara. Sejak tahun 2006 sampai dengan 2015 Incident Rate
(DBD) Kota Semarang selalu lebih tinggi dari IR DBD Jawa Tengah dan IR DBD
Nasional. Target Nasional pencapaian Incident Rate (IR) DBD adalah ≤ 51 per 100.000
penduduk. Manurut data profil kesehatan Kota Semarang, pada tahun 2012 IR DBD di
Kota Semarang adalah 70/100.000 penduduk dan Case Fatality Rate(CFR) mencapai
1,1%. Pada tahun 2013 terjadi kenaikan hampir dua kali lipat kejadian DBD dari tahun
sebelumnya dengan IR 134,094/100.000 sehingga jumlah kematian akibat DBD di tahun
2013 sebesar 1,14%. Pada tahun 2014 terjadi penurunan jumlah penderita DBD sebanyak
31.1% sehingga IR menjadi 92,4257/100.000 penduduk dengan jumlah kematian yang
masih sama seperti tahun sebelumnya yaitu sebesar 1.66%.Tetapi kenaikan kembali
terjadi di tahun 2015 yaitu sebesar 6.7% dengan IR mencapai 98,61/100.000 penduduk
dan jumlah kematian sebesar 1,21%. Sedangkan pada tahun 2016 terjadi penurunan IR
menjadi 25,22/100.000 sedangkan Case Fatality Rate(CFR) mengalami peningkatan
menjadi 5,12%. Berdasarkan data kejadian deman berdarah selama lima tahun tersebut
dapat dilihat bahwa tren kejadian penyakit ini mangalami kenaikan.3,4Selama enam
tahun berturut-turut Kota Semarang selalu menempati 3 besar rangking IR DBD di Jawa
Tengah.Pada tahun 2010 dan 2011 menempati rangking pertama.Di tahun 2012 dan 2013
mengalami penurunan peringkat yaitu masing-masing tahun menempati urutan ke 2 dan
3.Tahun 2014, Kota Semarang menempati peringkat pertama. Di tahun 2015 IR DBD
Kota Semarang menduduki peringkat ketiga IR DBD Jawa Tengah setelah kota Magelang
dan Kabupaten Jepara.
B. Rumusan Masalah
1. Adakah temuan kasus malaria di Kota Semarang Tahun 2014-2016?
2. Bagaimana analisis kasus malaria di Kota Semarang tahun 2014-2016?
3. Adakah program pemerintah kota Semarang untuk kasus Malaria?
4. Adakah temuan kasus DHF di Kota Semarang Tahun 2014-2016 ?
5. Bagaimana analisis kasus DHF di Kota Semarang tahun 2014-2016?
6. Adakah program pemerintah kota Semarang untuk kasus DHF?
C. Manfaat
1. Agar mahasiswa dapat menganalisis informasi dari data kasus malaria dan DHF di
Kota Semarang.
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui program yang telah dibuat oleh pemerintah kota
Semarang dalam mengangani temuan kasus malaria dan DHF.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Penyakit Malaria
Malaria merupakan penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang
menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual didalam darah.
Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia dan splenomegali.
penyakit menular ini sangat dominan di daerah tropis dan sub-tropis atau kawasan
tropika yang biasa namun apabila diabaikan dapat menjadi penyakit yang serius.
Penyakit malaria disebabkan oleh bibit penyakit yang hidup di dalam darah manusia.
Bibit penyakit tersebut termasuk binatang bersel satu, tergolong amuba yang disebut
Plasmodium. Kerja plasmodium adalah merusak sel-sel darah merah. Dengan perantara
nyamuk anopheles, plasodium masuk ke dalam darah manusian dan berkembang biak
dengan membelah diri. Ada empat macam plasmodium yang menyebabkan malaria:
1. Falciparum, penyebab penyakit malaria tropika. Jenis malaria ini bisa menimbulkan
kematian.
2. Vivax, penyebab malaria tersiana. Penyakit ini sukar disembuhkan dan sulit kambuh
3. Malaria, penyebab malaria quartana. Di Indonesia penyakit ini tidak banyak
ditemukan.
4. Ovale, penyebab penyakit malaria Ovale. Tidak terdapat di Indonesia.
Penyebab lain terjadinya penyakit malaria, yaitu:
1. Parasit
Untuk kelangsungan hidupnya, parasit malaria memerlukan dua macam siklus
kehidupan yaitu siklus dalam tubuh manusia dan siklus dalam tubuh nyamuk.
2. Nyamuk Anopheles
Penyakit malaria pada manusia ditularkan oleh nyamuk Anopheles vektor betina. Di
seluruh dunia terdapat sekitar 2000 spesies nyamuk Anopheles, 60 spesies
diantaranya diketahui sebagai vektor malaria. Di Indonesia terdapat sekitar 80 jenis
nyamuk Anopheles, 22 spesies diantaranya telah terkonfirmasi sebagai vektor
malaria. Sifat masing-masing spesies berbeda-beda tergantung berbagai faktor seperti
penyebaran geografis, iklim dan tempat perkembangbiakannya. Semua nyamuk
vektor malaria hidup sesuai dengan kondisi ekologi setempat, contohnya nyamuk
vektor malaria yang hidup di air payau (Anopheles sundaicus dan Anopheles
subpictus), di sawah (Anopheles aconitus) atau di mata air (Anopheles balabacensis
dan Anopheles maculatus). Nyamuk Anopheles hidup di daerah iklim tropis dan
subtropis, tetapi juga bias hidup di daerah yang beriklim sedang.
3. Manusia yang rentan terhadap infeksi malaria
Secara alami penduduk di suatu daerah endemis malaria ada yang mudah dan ada
yang tidak mudah terinfeksi malaria, meskipun gejala klinisnya ringan. Perpindahan
penduduk dari dan ke daerah endemis malaria hingga kini masih menimbulkan
masalah. Sejak dulu, telah diketahui bahwa wabah penyakit ini sering terjadi di
daerah-daerah pemukiman baru, seperti di daerah perkebunan dan transmigrasi. Hal
ini terjadi karena pekerja yang datang dari daerah lain belum mempunyai kekebalan
sehingga rentan terinfeksi.
4. Lingkungan
Keadaan lingkungan berpengaruh terhadap keberadaan penyakit malaria di suatu
daerah. Adanya danau, air payau, genangan air di hutan, persawahan, tambak ikan,
pembukaan hutan dan pertambangan di suatu daerah akan meningkatkan
kemungkinan timbulnya penyakit malaria karena tempat-tempat tersebut merupakan
tempat perkembangbiakan nyamuk vektor malaria.
5. Iklim
Suhu dan curah hujan di suatu daerah berperan penting dalam penularan penyakit
malaria. Biasanya penularan malaria lebih tinggi pada musim kemarau dengan sedikit
hujan dibandingkan pada musim hujan. Pada saat musim kemarau dengan sedikit
hujan, genangan air yang terbentuk merupakan tempat yang ideal sebagai tempat
perkembangbiakan nyamuk vektor malaria. Dengan bertambahnya tempat
perkembangbiakan nyamuk, populasi nyamuk vektor malaria juga bertambah
sehingga kemungkinan terjadinya transmisi meningkat.

B. Penyakit DHF
Dengue ialah suatu infeksi arbovirus (arthrop-borne virus) akut, ditularkan oleh
nyamuk spesies Aedes (FK UI, 1985, hlm. 607). Dengue Hemorrhagic fever (DHF) atau
Demam berdarah dengue adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue
dan ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti (Nursalam, 2005). Penyakit ini
dapat menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian, terutama pada anak.
Penyakit ini juga sering menimbulkan kejadian luar biasa atau wabah.
Demam berdarah dengue atau DHF adalah penyakit demam akut yang disebabkan
oleh empat serotipe virus dengue dan ditandai dengan empat gejala klinis utama yaitu
demam yang tinggi, manifestasi perdarahan, hepatomegali, dan tanda-tanda kegagalan
sirkulasi sampai timbulnya renjatan (sindroma renjatan dengue) sebagai akibat dari
kebocoran plasma yang dapat menyebabkan kematian (Soe soegijanto, 2002).
Demam berdarah dengue adalah penyakit demam akut dengan ciri-ciri demam
manifestasi perdarahan, dan bertendendi mengakibatkan renjatan yang dapat
menyebabkan kematian (Mansjoer, 2005). Puncak kasus DBD terjadi pada musim hujan
yaitu bulan Desember sampai dengan Maret.
Demam berdarah dengue adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh Virus dengue
(arbovirus) yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypti (Suriadi,
2010). Menurut Aziz Alimul H. (2006) Dengue Haemorargic Fever (DHF) merupakan
penyakit yang disebabkan oleh karena virus dengue yang termasuk golongan arbovirus
melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti betina. Penyakit ini lebih dikenal dengan sebutan
Demam Berdarah Dengue (DBD).
Demam berdarah dengue ialah penyakit yang terutama terdapat pada anak dengan
gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, yang biasanya memburuk setelah dua hari
pertama (Soeparman, 1993
1. Etiologi DHF
Virus dengue termasuk dalam kelompok arbovirus B. Dikenal 4 serotipe virus
dengue yang saling tidak mempunyai imunitas silang. Sabin adalah orang pertama
yang berhasil mengisolasi virus dengue, yaitu dari darah penderita sewaktu terjadi
epidemi demam dengue di Hawaii dengan nama tipe 1, sedangkan virus dari penderita
demam dengue yang berasal dari New Guinea diberi nama tipe 2 (FK UI, 1985).
Virus dengue tipe 1 dan tipe 2 berhasil diisolasi dengan menyuntik darah
penderita secara intrakutis pada anak tikus putih muda. Dari serum penderita yang
diserang Philippene hemorrhagic fever yang terjadi di Manila pada tahun 1953 dapat
diisolasi tipe virus dengue baru yang diberi nama virus dengan tipe 3 dan 4. Virus
dengue dengan tipe 1 dan tipe 2 berhasil diisolasi dengan menyuntik darah penderita
secara intrakutis pada anak tikus putih muda. Dari serum penderita yang diserang
Philippine hemorrhagic fever yang terjadi di Manila pada tahun 1953 dapat disolasi
tipe virus dengue baru yang diberi nama virus dengue tipe 3 dan tipe 4. Ae.
Albopictus sel C6/36, “a clone of Singh’s Ae. albopictus cells” untuk mengisolasi
virus. Biakan jaringan itu diberi kode sel c6/36 dan disebut “a clone of Singh’s Ae.
albopictus cell” karena Singh adalah sarjana pertama yang membuat biakan jaringan
Ae. albopictus, sedangkan kloning biakan jaringan dikembangkan oleh Igarashi.
Isolasi virus dengue dengan menggunakan biakan jaringan nyamuk Ae, aegypti atau
Ae, albopictus disebut mosquito inoculation technique yang merupakan suatu teknik
baru, sangat sensitif, sederhana dan murah. Sensitivitas isolasi bergantung pada
serotipe virus, macam strain, macam biakan jaringan, asal biakan jaringan, jumlah
pasase biakan jaringan dan lain-lain (FK UI, 1985).
2. Vektor DHF
Sampai saat ini telah diketahui beberapa nyamuk sebagai vektor dengue.
Walaupun Ae. aegypti diperkirakan sebagai vektor utama penyakit Dengue
hemorrhagic fever (DHF), pengamatan epidemiologis dan percobaan penularan di
laboratorium membuktikan bahwa Ae. scuttelaris dan Ae (FK UI, 1985).
Polynesiensis yang terdapat di Kepulauan Pasifik Selatan dapat menjadi vektor
demam dengue. Di Kepulauan Rotuma di daerah Fiji pada waktu terjadi wabah
demam dengue pada tahun 1971 – 1972, Ae. rotumae dilaporkan sebagai satu-satunya
vektor yang ditemukan. Di pulau Ponape, kepulauan Caroline sebelah Timur pada
tahun 1974 terjadi letupan wabah dengue; virus dengue tipe 1 telah berhasil diisolasi
pada stadium akut dari darah penderita dan ternyata Ae. hakansomi merupakan
vektornya. Ae. cooki diduga merupakan vektor pada waktu terjadi wabah semam
dengue di Nieue. Di Indonesia, walaupun vektor DHF belum diselidiki secara
luas, Ae. aegypti diperkirakan sebagai vektor terpenting didaerah perkotaan,
sedangkan Ae. albopictus di daerah pedesaan.
3. Epidemiologi DHF
Infeksi virus dengue pada manusia mengakibatkan suatu spektrum manifestasi
klinis yang bervariasi antara penyakit paling ringan (mild undifferentiated febrile
illness), dengue fever, dengur hemorrhagic fever (DHF) dan dengue shock syndrome
(DSS); yang terakhir dengan mortalitas tinggi yang disebabkan renjatan dan
perdarahan hebat (FK UI, 1985). Gambaran manifestasi klinis yang bervariasi ini
dapat disamakan dengan sebuah gunung es. DHF dan DSS sebagai kasus-kasus yang
dirawat di rumah sakit merupakan puncak gunung es yang kelihatan diatas permukaan
laut, sedangkan kasus-kasus dengue ringan (demam dengue dan silent dengue
infection) merupakan dasar gunung es. Diperkirakan untuk setiap kasus renjatan yang
dijumpai di rumah sakit, telah terjadi 150 – 200 kasus silent dengue infection.
Wabah demam dengue di Eropa meletus pertama kali pada tahun 1784,
sedangkan di Amerika Selatan wabah itu muncul diantara tahun 1830 – 1870. Di
Afrika wabah demam dengue hebat terjadi pada tahun 1871 – 1873 dan di Amerika
Serikat pada tahun 1922 terjadi wabah demam dengue dengan 2 juta penderita.
Dalam kurun waktu 4 tahun yaitu pada tahun 2007-2010, kasus DBD di Indonesia
meningkat tiap tahunnya. Terdapat dua puncak epidemik di tahun 2007 terdapat
158.115 kasus dan 2009 terdapat sekitar 158.912 kasus. Pada tahun 2008 terdapat
137.469 kasus (Insiden Rate = 59,02 per 100.000 penduduk) dan tahun 2010
mencapai sekitar 140.000 kasus.
Provinsi Jawa Tengah dapat dikatakan sebagai provinsi yang endemis untuk
penyakit DBD. Berdasarkan data dari profil kesehatan Provinsi Jawa Tengah pada
tahun 2007 terdapat sebanyak 20.565 kasus, tahun 2008 sebanyak 19.307 kasus, tahun
2009 kasus turun menjadi 18.728 kasus dan pada tahun 2010 sekitar 17.000 kasus
DBD.
Di beberapa negara penularan virus dengue dipengaruhi oleh adanya musim,
jumlah kasus biasanya meningkat bersamaan dengan peningkatan curah hujan. Di
Indonesia pengaruh musim terhadap DBD tidak begitu jelas, akan tetapi secara garis
besar dapat dikemukakan bahwa jumlah penderita meningkat antara bulan September
sampai Februari dan mencapai puncaknya pada bulan Januari. Di daerah urban yang
berpenduduk padat puncak penderita adalah bulan Juni-Juli hal ini bertepatan dengan
awal musim kemarau. Dari pengamatan di Surabaya antara tahun 1987-1991
menunjukkan bahwa distribusinya berubah-ubah dan puncaknya mengikuti pola
perubahan kejadian musim hujan ke musim panas atau sebaliknya.
Demikian juga data yang ada pada instalasi rawat inap di bagian ilmu kesehatan
anak RSUD Dr. Soetomo pada tahun 1997, polanya tidak banyak perbedaan.
Dikemukakan bahwa banyaknya kasus DBD tersebut ada hubunganya dengan
kepadatan nyamuk dewasa dan jentik nyamuk Aedes aegyti yang sering dijumpai
ditempat penampungan air akibat curah hujan.
Walaupun DHF bisa mengenai semua kelompok umur, namun terbanyak pada
anak dibawah umur 15 tahun. Di Indonesia, Suroso (1997) mengemukakan bahwa
penderita demam berdarah dengue terbanyak umur 5-14 tahun.
4. Manifestasi klinis demam berdarah dengue
Semua yang ada berikut ini harus ada pada DHF (WHO, 1999):
a. Demam, atau riwayat demam akut, berlangsung 2-7 hari kadang bifasik.
b. Kecenderungan perdarahan, dibuktikan sedikitnya dengan satu hal berikut:
1) Tes tournikt positif
2) Petekie, ekimosis atau purpura
3) Perdarahan dari mukosa, saluran gastrointestinal, tempat injeksi atau lokasi
lain.
4) Hematemesis dan melena
c. Trombositopenia (100.000 sel per mm3 atau kurang).
d. Adanya rembesan plasma karena peningkatan permeabilitas vaskular,
dimanifestasikan oleh sedikitnya hal berikut:
1) Peningkatan hematokrit sama atau lebih besar dari 20% diatas rata-rata usia,
jenis kelamin, dan populasi.
2) Penurunan hematokrit setelah tindakan penggantian volume sama dengan atau
lebih besar dari 20% data dasar.
3) Tanda-tanda rembesan plasma seperti efusi pleural, asites, dan
hipoproteinemia.
BAB III
PEMBAHASAN KASUS KOTA SEMARANG

A. Kasus Malaria Kota Semarang


Situasi angka kesakitan malaria selama tahun 2012 – 2016 relatif cenderung
turun, tahun 2012 sebanyak 20 kasus, tahun 2013 sebanyak 19 kasus, tahun 2014
sebanyak 12 kasus, tahun 2015 sebanyak 10 kasus dan tahun 2016 sebanyak 10 kasus,
sedangkan jika dibandingkan kasus malaria tahun 2015 dengan tahun 2016 tidak dterjadi
perubahan, sebagaimana dapat dilihat pada grafik dibawah ini:

Gambar 1. Grafik Kasus Malaria Kota Semarang

Selama tiga tahun terakhir (2012-2016) kasus malaria kota Semarang


sebanyak 100% adalah kasus import, karena hasil penyelidikan epidemiologi malaria,
sebelum sakit kasus pernah tinggal/bekerja di daerah endemis malaria (Kalimantan,
Papua)
Gambar 2. Grafik Kasus & Kematian Malaria Kota Semarang

Dari Grafik diatas kasus malaria meninggal tahun 2010 – 2016 sebanyak 1
kasus, yaitu pada tahun 2011, Sedangkan rata - rata kasus malaria selama tahun 2010
– 2016 sebanyak 13,1kasus pertahun. Sedangkan semua kasus berhasil disembuhkan.
Pada tahun 2015 tidak ada atau 0% kelurahan/desa dengan stratifikasi MCI/HCI, dan
kelurahan/desa dengan stratifikasi LCI (API<1‰) sebanyak 12;(6,7%) sedangkan
tahun 2016 juga tidak ada atau 0% kelurahan/desa dengan stratifikasi MCI/HCI, dan
kelurahan/desa dengan stratifikasi LCI sebanyak 5; (2,8%).

B. Analisa kasus malaria di Kota Semarang


Dari data diatas 3 tahun terakhir semenjak 2014 jumlah kasus malaria di kota
Semarang menurun. Pada tahun 2014, kasus malaria ditemukan sebanyak 12 kasus
kemudian pada 2015 dan 2016 ditemukan 10 kasus. Kematian akibat malaria pada
tahun 2014-2016 ada 0 kasus.
Pada kasus malaria yang terdeteksi di Semarang, menurut data dari Profil
Kesehatan Kota Semarang tahun 2012-2016, 100 % kasus yang ditemukan merupakan
kasus import yaitu penderita pernah tinggal/ sempat tinggal di daerah endemis malaria
(Kalimantan, Papua) mengingat Semarang khususnya bukan daerah endemis malaria.

Tidak ada program khusus dari pemerintah kota Semarang khususnya untuk
menangani kasus malaria.

C. Demam Berdarah
Pada Jumlah Penderita DBD Tahun 2016 turun menjadi 448 kasus dari yang
1.737 kasus pada tahun sebelumnya. Incidence Rate juga terjadi penurunan yang
signifikan dari yang sebelumnya (tahun 2015) 98,61 menjadi 25,22 pada tahun 2016.
CFR Tahun 2016 meningkat, dari 1,2 pada Tahun 2015 menjadi 5,12 pada tahun 2016.
Gambar 3 Grafik Perkembangan IR-CFR DBD Th 1994 –2015

Sejak Tahun 1994 sampai dengan 2016 jumlah kasus dan kematian tertinggi
pada Tahun 2010 yaitu 5.556 kasus dan 47 meninggal. IR tertinggi juga pada Tahun
2010 yaitu 368,7 per 100.000 dan CFR tertinggi pada Tahun 2006 yaitu 2,28%.
Incidence Rate (IR) DBD Kota Semarang dari Tahun 2006 sampai dengan Tahun
2016 selalu jauh lebih tinggi dari IR DBD Jawa Tengah dan IR DBD Nasional.Tahun
2016 IR DBD Kota Semarang 25,22 per 100.000 penduduk atau 47,5% lebih rendah
dari IR DBD Jawa Tengah yang mencapai 48,22 per 100.000 penduduk.Target
Nasional pencapaian incidence rate DBD adalah ≤ 51 per 100 ribu penduduk.

Gambar 4 IR DBD Kota Semarang, Jateng, dan Indonesia

Gambar 5 Rangking IR DBD Kota Semarang di Jawa Tengah

Incidence Rate DBD Kota Semarang menduduki peringkat ke-29 IR DBD.


Terjadi perubahan definisi operasional kasus DBD mulai 1 Oktober 2016 yang
mengakibatkan perubahan jumlah penderita DBD secara keseluruhan. Perbedaan yang
terjadi pada keharusan syarat hemakonsentasi yang harus > 20 dan hasil pemeriksaan
Serologi tidak diperhitungkan. Pada masa sebelumnya disepakati bahwa
hemakonsentrasi ditolelir > 10 dan atau adanya hasil pemeriksaan (+) pada
pemeriksaan IgG dan IgM. Validasi dilakukan pada akhir tahun pada penderita DBD
sejak Januari 2016. Pergeseran tersebut mengakibatkan kasus yang semula didiagnosa
DBD menjadi Demam Dengue (DD).
Gambar 6 IR DBD Kab/Kota se-Jateng Tahun 2016

Jumlah Penderita DBD Laki - laki Tahun 2015 adalah 907 kasus atau 52,22%,
sisanya atau 830 kasus atau 47,78% adalah Perempuan. Dilihat dari proporsi menurut
jenis kelamin pada penderita DBD tidak terlalu signifikan.

Gambar 7 Grafik Proporsi Penderita DBD Menurut Jenis KelaminTahun 2016

Kasus DBD berdasarkan golongan umur terbanyak pada golongan umur 5 – 9


tahun yaitu sebanyak 507 kasus atau 29,2% dan terendah pada golongan umur > 60
th, sebanyak 3 kasus atau 0,2%. Jika dilihat dari sudut lebih luas lagi maka golongan
usia balita dan usia sekolah paling dominan. Proporsi seperti ini berlangsung hampir
setiap tahun, sehingga perlu penelitian lebih lanjut apa yang mendasari kelompok
umur balita dan anak sekolah selalu lebih dominan dari kelompok umur lain

Gambar 8 Proporsi Penderita DBD di Kota Semarang Menurut Umur Th 2016


Gambar 9 Grafik Bulanan Penderita DBD

Dari grafik di atas terlihat bahwa hanya di Bulan Oktober dan Nopember 2016 jumlah
penderita DBD Kota Semarang melibihi jumlah penderita yang sama pada Tahun
2015. Puncak kasus DBD Tahun 2016 terjadi di bulan Maret dengan 63 kasus,
sedangkan tahun lalu pada Bulan Februari dengan 329 kasus. Jika dilihat dari data
Bulanan tersebut di atas, berdasarkan kriteria Kejadian Luar Biasa DBD yang
digunakan dalam Perda Kota Semarang Tahun 2010, tidak ada KLB tingkat Kota pada
Tahun 2016. Jumlah kasus terendah Tahun 2016 terjadi di Bulan Juli 2017 dengan 21
kasus. Sedangkan Tahun lalu kasus terendah terjadi di Bulan Oktober dengan 26
kasus. Rata - Rata jumlah penderita DBD Tahun 2016 sebanyak 37 orang per bulan
sedangkan tahun lalu mencapai 145 kasus per bulan.

Angka Kematian

Gambar 3.57 Grafik Kematian Akibat DBD Menurut Kelompok Umur th 2016
Kasus DBD berdasarkan golongan umur terbanyak pada golongan umur 5 –9
tahun yaitu sebanyak 507 kasus atau 29,2% dan terendah pada golongan umur > 60 th,
sebanyak 3 kasus atau 0,2%. Jika dilihat dari sudut lebih luas lagi maka golongan usia
balita dan usia sekolah paling dominan. Proporsi seperti ini berlangsung hampir setiap
tahun, sehingga perlu penelitian lebih lanjut apa yang mendasari kelompok umur
balita dan anak sekolah selalu lebih dominan dari kelompok umur lain.

D. Analisa kasus DHF di Kota Semarang


Kota Semarang merupakan daerah endemik DHF dan selalu menjadi
kelompok atas dalam temuan kasus DHF pertahun. Di Jawa Tengah 3 tahun terakhir
Kota Semarang sempat menjadi kota tertinggi kasus DHF yaitu tahun 2014 dan
menjadi peringkat ke 3 tahun 2015 dan mengalami penurunan peringkat yang jauh
pada tahun 2016 yaitu peringkat 29.
Kasus DHF di Kota Semarang pada tahun 2014 mengalami penurunan
sebanyak 31,13 % dari tahun 2013 yaitu ditemukan1628 kasus DHF dengan angka
insidensi atau penderita baru 92,45 dan CFR (angka kematian) 27 kasus.
Pada tahun 2015 kasus DHF meningkat 6,7% dengan ditemukannya 1737
kasus DHF dengan angka insidensi 98,61. Namun pada tahun ini CFR atau case
fatality rate mengalami penurunan dengan penemuan 21 kasus dari tahun sebelumnya
yang berjumlah 27 kasus.
Sedangkan pada tahun 2016 terdapat penurunan yang sangat signifikan yaitu
ditemukan 448 kasus DHF dengan angka insidensi 25,2 dimana tahun 2015 adlah
98,61. Sayangnya pada tahun 2016 CFR meningkat yaitu 23 kasus dari tahun
sebelumnya yang berjumlah 21 kasus.
E. Upaya Pemerintah dalam menangani kasus DHF di Kota Semarang
1. Adanya program fogging gratis yang rutin diadakan oleh Pemerintah Kota
Semarang untuk daerah daerah yang khususnya ditemukan kasus DHF tertinggi.
2. Adanya Peraturan Daerah no. 5 tahun 2010 tentang Pengendalian Demam
Berdarah yang kemudian dilengkapi dengan Peraturan Walikota Semarang no.
27B tahun 2012 tentang petunjuk pelaksanaan Peraturan Daerah no. 5 tahun 2010
bahwa pengendalian DBD akan melibatkan pemerintah kecamatan dan kelurahan,
serta Dinkes yang diwakili oleh Gasurkes.
3. Adanya gasurkes DBD yang bertugas terjun langsung ke masyarakat untuk
melakukan pemantauan jentik nyamuk dan mengedukasi masyarakat mengenai
kesehatan dan kebersihan lingkungan terutama untuk mencegah penyakit DHF.
4. Peran serta Kader dan PKK di Kota Semarang yang telah mendapat pelatihan dari
Puskesmas setempat untuk memantau, mengajari dan mengajak masyarakat di
daerahnya untuk memeriksa jentik nyamuk dan ditulis dalam lembar pemantaua
untuk dilaporkan pada Puskesmas wilayah daerah tersebut.
5. Adanya program “Sicentik” atau Siswa Cari Jentik yang digagas oleh PKK Kota
Semarang mengingat rata-rata penderita DHF adalah anak-anak. Sehingga
diharapkan anak-anak sedini mungkin paham akan bahaya DHF dan cara untuk
mencegahnya. Program ini dilakukan dengan cara masing-masing anak akan
ditugaskan untuk memantau jentik di rumahnya setiap hari Minggu dan kemudian
di setorkan kepada gurunya di hari Senin. Guru akan melaporkan hasil dari
pemantauan siswa ke Gasurkes DBD dan disampaikan ke walikota sebagai bahan
pertimbangan kebijakan.
F. Upaya yang akan mahasiswa lakukan untuk menangani temuan kasus DHF di
Kota Semarang:
1. Sebagai mahasiswa kesehatan kami dapat menyebarkan melalui media social
tentang cara pencegahan DHF di masyarakat dengan media yang menarik seperti
video atau ilustrasi gambar sehingga kaum milenials yang sekarang menjadi
penggiat media social tertarik dan dapat mengaplikasikannya ke wilayah tempat
tinggalnya.
2. Sebagai mahasiswa kesehatan yang tinggal di Kota Semarang kami melakukan
penyuluhan mengenai pencegahan dan pemantauan jentik di sekitar tempat
tinggal baik yang berdomisili di Semarang maupun yang tinggal di indekos.
Karena biasanya indekos termasuk wilayah yang luput dari pemantauan.
3. Bekerja sama dengan pemerintah kota Semarang untuk terjun langsung dalam
upaya penyuluhan terhadap setiap lapisan masyarakat mengenai demam berdarah.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Ada temuan kasus malaria di Kota Semarang Tahun 2014-2016 yaitu 32 kasus dalam
3 tahun terakhir dan tidak ada kematian akibat penyakit malaria selama 3 tahun
terakhir. Penyakit malaria yang ditemukan di Semarang merupakan kasus bawaan dari
penderita yang pernah tinggal/ berkunjung ke daerah endemis malaria sebelumnya.
2. Kasus malaria di Kota Semarang tahun 2015 mengalami penurunan dari tahun
sebelumnya dan tetap di angka 10 pada tahun 2016.
3. Tidak ada program khusus Pemerintah kota Semarang untuk kasus Malaria karena
kota Semarang bukan wilayah endemic malaria.
4. Ada temuan kasus DHF di Kota Semarang Tahun 2014-2016, yaitu 1628 kasus pada
2014, 1737 kasus pada 2015 dan 448 kasus pada 2016.
5. Kasus DHF di Kota Semarang tahun 2014 mengalami penurunan dari tahun
sebelumnya yaitu 1628 kasus, pada tahun 2015 kasus DHF meningkat 6,7% dengan
ditemukannya 1737 kasus dan pada tahun 2016 terdapat penurunan yang sangat
signifikan yaitu ditemukan 448 kasus.
6. Ada banyak program pemerintah kota Semarang untuk kasus DHF mengingat
Semarang selalu menjadi peringkat tinggi kasus DHF di Jawa Tengan diantaranya
adanya peraturan pemerintah no. 5 tahun 2010 tentang Pengendalian Demam
Berdarah, adanya program foging gratis, adanya gasurkes DBD, dikerahkannya kader
dan PKK dalam pengendalian DBD, dan yang terakhir adalah turut disertakannya
siswa sekolah untuk memantau jentik.

B. Saran
1. Untuk Pemerintah
Diharapkan program yang telah dijalankan lebih diawasi secara operasional sehingga
dana yang dikucurkan untuk membuat program benar-benar terlihat manfaatnya.
2. Untuk Masyarakat
Diharapkan menjalankan program yang telah dibuat oleh pemerintah kota Semarang
untuk meningkatkan derajat kesehatan dan meghilangkan penyakit demam berdarah
dari bumi Semarang.
3. Untuk Mahasiswa Kesehatan di Kota Semarang
4. Diharapkan turut serta membantu melaksanakan program yang telah dibuat
pemerintah kota Semarang dengan turut membantu melaksanakan penyuluhan untuk
masyarakat dan di sekitar wilayah tinggal khususnya.

Anda mungkin juga menyukai