ُ ِي لَهُ أ َ ْش َهد ُ أ َ ْن الَ إِلهَ إِالّ هللاُ َوأ َ ْش َهدُ أَ ّن ُم َح ّمدًا َع ْبدُهُ َو َر
ُس ْولُه َ ض ِل ْل فَالَ هَاد
ْ َُو َم ْن ي
ََياأَيّ َها الّذَيْنَ آ َمنُ ْوا اتّقُوا هللاَ َح ّق ت ُقَا ِت ِه َوالَ ت َ ُم ْوت ُ ّن ِإالّ َوأ َ ْنت ُ ْم ُم ْس ِل ُم ْون
ث ِم ْن ُه َما ِر َجاالً َك ِثي ًْرا َو ِن َسا ًء َواتّقُوا هللاَ الَذِي ِ َاس اتّقُ ْوا َر ّب ُك ُم الّذِي َخلَقَ ُك ْم ِم ْن نَ ْف ٍس َو
ّ احدَةٍ َو َخ َلقَ ِم ْن َها زَ ْو َج َها َو َب ُ َياأَيّ َها الن
َ
ام إِ ّن هللاَ َكانَ َعل ْي ُك ْم َرقِ ْيبًا َ ْ ُ
َ سا َءل ْونَ بِ ِه َواأل ْر َحَ َت
Sering kita jumpai banyak orang pada zaman sekarang lebih mengedepankan penampilan
indah pada penampilan luarnya, tubuhnya, pakaiannya, mobilnya, rumahnya dan
sebagainya, namun mereka melalaikan keindahan penampilan hati dan bathinnya padahal
keindahan hati jauh lebih penting,
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian adalah yang paling bertaqwa di
antara kalian. (QS al-Hujurāt [49]: 13)
Dan dalam sebuah hadits riwayat Imam Muslim dari Abu Hurairah a\, Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallambersabda:
“Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada bentuk kalian, tubuh atau harta kalian, tetapi
Allah akan melihat kepada hati dan amal kalian.”
Oleh karenanya, hendaknya kita lebih memperhatikan kesucian hati kita, di samping
memperhatikan pula kesucian badan, pakaian, atau lingkungan kita.
Tazkiyatun nufus dalam arti menyucikan jiwa dari noda-noda dan dosa dengan ketaatan
dan keimanan adalah perkara yang sangat penting sekali, bahkan merupakan salah satu
tugas inti dari dakwah Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah
mengemban tazkiyatun nufus. Allah berfirman:
وا ِمن قَ ْب ُل ۟ ُب َو ْٱل ِح ْك َمةَ َوإِن كَان ۟ ُوال ِ ّم ْن ُه ْم َيتْل
َ وا َعلَ ْي ِه ْم َءايَ ٰـتِِۦه َويُزَ ِ ّكي ِه ْم َويُعَ ِلّ ُم ُه ُم ْٱل ِكتَ ٰـ ًس ا ّ ث فِى ْٱأل ُ ِ ّم
ُ ي ِۦنَ َر َ َه َُو ٱلهذِى بَع
٢ . ين ٍ ٍۢ ضلَ ٰـ ٍۢ ٍل ُّم ِب
َ لَ ِفى
Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka,
yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, menyucikan mereka, dan mengajari
mereka Kitab dan Hikmah (as-Sunnah).
Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (QS al-
Jumu’ah [62]: 2)
Juga, tazkiyatun nufus adalah kunci kebahagiaan dan keberuntungan di dunia dan akhirat.
Allah berfirman:
اإلي َمانَ فِي قُلُوبِ ُكم فَا ْسأَلُوا ه، ف أ َ َح ِد ُك ْم َك َما يَ ْخلَ ُق الث ه ْوبُ ْال َخ ِل ُق
ِ ََّللاَ أَ ْن يُ َج ِدّد ِ اإلي َمانَ لَيَ ْخلَ ُق فِي َج ْو
ِ إِ هن
“Sesungguhnya iman dalam hati itu bisa luntur/usang sebagaimana usangnya pakaian,
maka perbaharuilah keimanan kalian.”[1]
Dan sebagaimana dimaklumi bersama bahwa iman itu mencakup keyakinan, ucapan, dan
perbuatan.
Keyakinan. Dia mewujudkan amalan-amalan hati berupa cinta, berharap, takut, tawakal,
ikhlas, pengagungan kepada Allah dan Nabi-Nya, serta amalan-amalan hati lainnya.
Perbuatan. Dia membersihkan hatinya dengan ketaatan kepada Allah berupa amalan-
amalan badan seperti shalat, puasa, zakat, haji, dan amalan-amalan lainnya.
Ucapan. Dia membersihkan hatinya dengan amalan-amalan lisan seperti membaca al-
Qur‘an, dzikir, amar makruf nahi mungkar, dan sebagainya.
Dia meninggalkan seluruh maksiat dan dosa dengan berbagai modelnya dan
tingkatannya, sebab dosa itu sangat meracuni hati dan merusaknya. Bukankah semua
kerusakan di muka bumi ini serta segala kerusakan dalam ekonomi, politik, sosial
melainkan karena akibat dosa?!!
Namun, perlu diketahui bahwa metode tazkiyatun nufus yang benar adalah apa yang
sesuai dengan ajaran Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Hal ini kami tekankan,
karena akhir-akhir ini banyak bermunculan metode-metode baru untuk penyucian jiwa
dan hati sehingga terkadang muncul suatu komentar: “Salaf itu bagus dalam masalah
aqidahnya, tapi dalam masalah tazkiyah saya lebih memilih model dzikirnya
fulan(!),khuruj dan mudzakarahnya jama’ah fulan(!), mabit dan muhasabahnya harakah
fulan(!).”
Aduhai, apakah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan para sahabatnya tidak
mengajarkan metode tazkiyatun nufus?! Mengapa mereka tidak merasa cukup dengan
metode yang diajarkan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallamdan para sahabatnya, bahkan
menginginkan metode-metode selainnya?!! Semoga Allah merahmati Imam Ibnu Qayyim
al-Jauziyyah tatkala mengatakan:
“Sesungguhnya Allah mengutus para rasul untuk mengemban tazkiyah (penyucian) dan
pengobatan hati umat. Dan penyucian jiwa lebih berat daripada pengobatan badan.
Barangsiapa menyucikan dirinya dengan riyadhah,mujahadah, khulwah[2] yang tidak
dicontohkan oleh para rasul, maka perumpamaannya seperti pasien yang mengobati
penyakitnya dengan caranya sendiri. Akankah hal ini sama dengan cara para dokter?!
Sesungguhnya para rasul adalah dokter hati. Jadi, tidak ada cara/metode untuk penyucian
jiwa kecuali dari cara yang diajarkan rasul.” (Madarij Salikin 2/315)
Lantas bagaimana kiat-kiat untuk meraih kesucian dan kebeningan hati?! Ada
beberapa kiat jitu untuk meraihnya yang seandainya kita melaksankannya maka kita akan
segera meraihnya dengan izin Allah. Di antaranya:
Sekalipun hamba memiliki peran dalam penyucian hatinya, perlu dia sadari bahwa yang
memberikan taufiq kesucian dan kebeningan hati hanyalah Allah semata.
“Ya Allah, berikanlah kepada jiwaku ketaqwaan dan sucikanlah jiwa karena Engkau
adalah sebaik-baik Dzat yang menyucikannya.” (HR Muslim: 2722)
Karena itu pula, kita disyari’atkan ketika mendengar panggilan shalat yang merupakan
salah satu amalan penting dalam penyucian jiwa, ketika muadzin mengatakan: “Hayya
’alash shalah” dan “Hayya ’alal falah” (Ayo kita shalat, ayo kita menuju keberuntungan),
maka kita menjawab: “La haula wala quwwata illa billahi” (Tiada daya dan upaya
kecuali dengan pertolongan Allah).
2. Berilmu
Ilmu adalah kunci yang pas untuk meraih kesucian hati. Sebab kesucian hati itu diraih
dengan melaksanakan ketaatan serta menjauhi larangan secara ikhlas dan sesuai dengan
tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Dan hal itu tidak mungkin
terwujudkan kecuali dengan ilmu.
“Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan, maka Allah akan pahamkan ia dalam
agama-Nya.”
Maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjadikan ilmu agama sebagai faktor semua
kebaikan, karena dengan ilmu dia mampu beribadah kepada Allah secara benar.
Jika ilmu adalah kunci meraih kesucian jiwa, maka yang lebih utama daripada itu adalah
mengamalkan ilmu. Apalah artinya jika kita belajar, ikut ta’lim, dan menuntut ilmu jika
kita tidak mengamalkannya.
Ibnul Qayyim v\ berkata:
“Setiap ilmu dan amal yang tidak menambah kekuatan dalam keimanan dan keyakinan
maka telah termasuki (terkontaminasi), dan setiap iman yang tidak mendorong untuk
beramal maka telah termasuki (tercoreng).”[3]
Jika kita melaksanakan perintah-perintah Allah seperti shalat, puasa, zakat, haji,
membaca al-Qur‘an maka di situlah hati akan suci dan bahagia. Sebaliknya, jika kita
menerjang larangan-larangan Allah, maka hati ini akan sempit dan terombang-ambing
dalam kegalauan.
ٌ ٍۢ ِٱّلِلَ َخب
١٨﴿ َير بِ َما تَ ْع َملُون ٱّلِلَ ۚ ِإ هن ه
وا ه ۟ ُت ِلغَ ٍۢ ٍد ۖ َوٱتهق ُ ٱّلِلَ َو ْلتَن
ٌ ظ ْر نَ ْف ا
ْ س هما قَده َم وا ه ۟ ُوا ٱتهق
۟ ُ﴾يَ ٰـٰٓأَيُّ َها ٱلهذِينَ َءا َمن
Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertaqwalah
kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS al-
Hasyr [59]: 18)
Seorang mukmin akan selalu mengoreksi dan mengevaluasi amalannya. Dia akan
berusaha untuk tidak terjerumus ke dalam dosa dengan menjauhi segala sarana yang
dapat merayunya seperti fitnah dunia, wanita, dan teman yang jelek. Dan jika dia telah
terjatuh ke dalam dosa, maka dia segera bertaubat dan selalu istighfar kepada Allah
dengan tekad yang bulat untuk tidak mengulangi dosanya lagi.
الر ِح ْي ُم
ور هُ ُأَقُو ُل قَ ْو ِلي َهذَا َوا ْست َ ْغ ِف ُروا هللاَ ِل ْي َو لَ ُك ْم إِنههُ ه َُو ْالغَف.
KHUTBAH KEDUA
Kaum Muslimin......
Utang itu ada dua macam, barang siapa yang mati meninggalkan utang, sedangkan ia
berniat akan membayarnya, maka saya yang akan mengurusnya, dan barang siapa yang
mati, sedangkan ia tidak berniat akan membayarnya, maka pembayarannya akan
diambil dari kebaikannya, karena di waktu itu tidak ada emas dan perak (HR. Thabrani).
Dalam hadits riwayat Bukhari dan Nasai dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bercerita
yang sangat menarik tentang dua orang Bani Israil yang terkait dengan utang. Seorang
Bani Israil berutang seribu dinar kepada seorang Bani Israil lainnya. Pemberi pinjaman
itu berkata: “Datangkanlah para saksi, aku akan menjadikan mereka sebagai saksi.”
Lalu diserahkanlah uang seribu dinar itu dengan batas waktu yang ditentukan. Si
peminjam pun pergi dengan menyeberangi lautan menuju suatu daerah untuk suatu
keperluan. Setelah selesai keperluannya di daerah itu, ia bermaksud pulang ke kampung
halamannya, namun tidak ada kendaraan untuk pulang, sementara utang sudah hampir
jatuh tempo sehingga bila ia menunggu sampai dapat kendaraan, iapun melewati waktu
yang ditentukan untuk membayar uang.
Dengan penuh keyakinan, si peminjam itu tidak mau mengabaikan janji waktu bayar
utang. Iapun mencari kayu, dilubangi kayu itu, lalu dimasukkan uang seribu dengan
beserta surat darinya, lubang itupun ditambal atau ditutup rapat agar tidak kena air atau
jatuh.
Setelah selesai, iapun siap menghanyutkannya ke laut dan berkata: “Ya Allah,
sesungguhnya Engkau tahu bahwa aku telah meminjam uang sebanyak seribu dinar
kepada si fulan. Kala itu ia meminta seorang saksi, maka aku katakan: “cukuplah Allah
sebagai saksi,” kemudian ia rela dengan-Mu. Kemudian iapun minta didatangkan seorang
penjamin, maka aku katakan kepadanya: ‘cukuplah Allah sebagai penjamin,” kemudian
ia rela dengan-Mu. Dan sesungguhnya aku telah berupaya keras menemukan kendaraan
untuk mengirimkan piutangnya, namun aku tidak mampu, dan kini aku menitipkannya
kepada-Mu.”
Setelah dihanyutkan, iapun melanjutkan usaha mencari kendaraan agar bisa pulang ke
kampung halamannya.
Kemudian orang yang memberi pinjaman itu keluar untuk melihat barangkali ada
kendaraan (kapal atau perahu) datang membawa uang miliknya. Dan ternyata yang ada
hanya sepotong kayu. Iapun membawa pulang kayu itu, setelah membelahnya, ternyata ia
mendapati ada seribu dinar dan selembar surat untuknya.”
Orang yang meminjam uang itupun sudah bisa kembali dan tetap membawa seribu dinar
saat menemuinya, ia berkata: “Demi Allah, aku sudah berupaya keras mencari kendaraan
agar bisa datang kepadamu dengan membawa uang milikmu, namun aku tidak
menemukan satupun kendaraan sebelum ini.”
Orang yang meminjamkan uang justru bertanya: “Apakah kamu mengirimkan sesuatu
kepadaku?.”
Ia berkata: “Aku sampaikan kepadamu bahwa aku tidak menemukan kendaraan sebelum
kedatanganku ini.”
Si pemberi pinjaman berkata: “Sesungguhnya Allah telah melunasi utangmu dengan apa
yang telah kamu kirimkan di dalam sepotong kayu.”
Karena utangnya telah lunas, maka orang itupun pulang dengan membawa seribu dinar
dalam keadaan menyadarinya.
Dengan demikian, sukses ibadah Ramadhan harus kita tunjukkan dengan semangat yang
lebih besar dalam melakukan segala kebaikan. Semangat shalat berjamaah di masjid,
semangat menuntut dan mengajarkan ilmu, semangat tolong menolong dalam kebaikan,
semangat berdakwah dan bersemangat dalam berbagai kebaikan yang bisa kita lakukan,
ini membuat kita menjadi manusia yang bermanfaat.
Akhirnya, marilah kita akhiri ibadah shalat Id kita pada hari ini dengan sama-sama
berdoa:
طا َعتِكَ َما ت ُ َب ِلغُنَا ِب ِه َجنَّتَكَ َو ِمنَ ْال َي ِقي ِْن َمات ُ َه ِونُ ِب ِه َعلَ ْينَا ِ اَللَّ ُه َّم ا ْق ِس ْم لَنَا ِم ْن َخ ْش َيتِكَ َمات َ ُح ْو ُل َب ْي َننَا َو َبيْنَ َم ْع
َ ص َيتِكَ َو ِم ْن
ب الدُّ ْنيَاَ ِصائَ َم.
Ya Allah, anugerahkan kepada kami rasa takut kepada-Mu yang membatasi antara kami
dengan perbuatan maksiat kepadamu dan berikan ketaatan kepada-Mu yang
mengantarkan kami ke surga-Mu dan anugerahkan pula keyakinan yang akan
menyebabkan ringan bagi kami segala musibah di dunia ini.
ِ ث ِمنَّا َواجْ عَ ْلهُ ثَأ ْ َرنَا َعلَى َم ْن َعاداَنَا َوالَ تَجْ عَ ْل ُم
ص ْيبَتَنَا َ ارنَا َوقُ َّوتِنَا َما أَحْ َي ْيتَنَا َواجْ عَ ْلهُ ْال َو ِار
ِ صَ اَللَّ ُه َّم َمتِ ْعنَا بِأ َ ْس َما ِعنَا َوأ َ ْب
ْ
س ِلط َعلَ ْينَا َم ْن الَ يَ ْر َح ُمنَا ْ َ
َ ُ فِى ِد ْينِن ََاوالَ تَجْ عَ ِل الدُّ ْنيَا أ ْكبَ َر ه َِمنَا َوالَ َم ْبلَ َغ ِعل ِمنَا َوالَ ت
Ya Allah, ampunilah dosa kaum muslimin dan muslimat, mu’minin dan mu’minat, baik
yang masih hidup maupun yang telah meninggal dunia. Sesungguhnya Engkau Maha
Mendengar, Dekat dan Mengabulkan doa.
Ya Allah, anugerahkanlah kepada kami kehidupan yang baik di dunia, kehidupan yang
baik di akhirat dan hindarkanlah kami dari azab neraka.
HATI-HATILAH TERHADAP HARTA DAN ANAK
Kaummuslimin…….
Di dalam Al Qur’an Q.S. Al Munafiqunayat 9 Allah SWT
berfirman :
Alhamdulillah hingga detik ini kita masih diberikan kekuatan oleh Allah Ta’ala untuk
beriman kepada-Nya. Sehingga kita masih dijaga oleh-Nya untuk tidak melakukan
berbagai hal-hal yang menentang perintah-Nya. Sungguh ni’mat iman tiada bandingan
harganya, mengapa ? karena godaan nafsu semakin berat, bukan hanya sekedar mengajak
maksiat, namun juga sedikit-sedikit menggerogoti rasa ta’at.
Andaikan Allah swt tidak memberikan kita keimanan, mungkin kita telah menjadi
pengikut setia para syaitan. Yang tidak segan-segan memberangus keikhslasan, tetapi
juga memupuk keserakahan. Jangankan teman, saudara pun rela kita singkirkan. Demi
apa ? demi kekuasaan, demi kepuaasan, demi kemewahan dan demia duni yang
menggiurkan. Alhamdulillah Allah berikan kita Iman dan semoga menjaganya untuk
tetap bersama kita. Amien
Hanya saja, manusia adalah makhluk yang tak berdaya. Ia mudah menyerah kepada nafsu
dunia. Oleh karena itu manusia harus senantiasa menjaga keseimbangan antara kebutuan
dunia dan kebutuhan akhiratnya. Kehidupan yang seimbang akan membuat manusia
sukses dan bahagia hidup di dua dunia –fid dunya hasanah wafil akhirati hasanah-. Surga
dapat diraih dengan iman. Meskipun menjalani iman tidak semudah membalik telapak
tangan.
Perjalanan iman harus mampu menaklukkan nafsu akan harta, wanita, anak dan kuasa.
Dan memang inilah cobaan terbesar manusia. Seperti yang Allah Firmankan
Menaklukkan nafsu dunia bukan berarti memilikinya, bukan pula menghindarinya, tetapi
mampu menggunakan dan mengatur semuanya, agar bermanfaat di jalan agama. Inilah
tamsil yang keluar dari diskusi Nabi saw dengan para sahabatnya ketika bertamu di ruma
sahabat Ali Karramallahu Wajhah.
Diceritakan suatu ketika Rasulullah saw, bersama Abu Bakar, Umar dan Utsman bertamu
ke rumah sahabat Ali. Setibanya di rumah, Fathimah istri Ali yang juga putri Rasulullah
saw menghidangkan madu dalam sebuah mangkuk yang cantik. Namun dalam
semangkuk madu yang dihidangkan itu terdapat sehelai rambut tercelup di dalamnya.
Kemudian, Rasulullah saw meminta sahabat-sahabatnya untuk membuat suatu
perbandingan terhadap ketiga benda tersebut (Mangkuk yang cantik, madu, dan sehelai
rambut).
Nabi berkata “Ayo Abu Bakar coba terangkan menurut kamu apa perbandingan antara
ketiganya” Kemudian Abubakar r.a. menjawab, “iman itu lebih cantik dari mangkuk
yang cantik ini, orang yang beriman itu lebih manis dari madu, dan mempertahankan
iman itu lebih susah dari meniti sehelai rambut”.
Setelah itu giliran Umar r.a yang berpendapat, menurutnya “kerajaan itu lebih cantik dari
mangkuk yang cantik ini, seorang raja itu lebih manis dari madu, dan memerintah dengan
adil itu lebih sulit dari meniti sehelai rambut”. Sungguh seorang negarawan sejati yang
berkarakter. Kaidah kenagaraannya harusnya dianut dan dijadikan pedoman bagi para
pemimpin.
Sebagai seorang yang bijaksana dan berilmu sahabat Utsman r.a. berkomentar “ilmu itu
lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini, orang yang menuntut ilmu itu lebih manis dari
madu, dan ber’amal dengan ilmu yang dimiliki itu lebih sulit dari meniti sehelai rambut”.
Sedangkan sahabat Ali selaku tuan rumah berkata, “tamu itu lebih cantik dari mangkuk
yang cantik ini, menjamu tamu itu lebih manis dari madu, dan membuat tamu senang
sampai kembali pulang ke rumanya adalah lebih sulit dari meniti sehelai rambut”.
Sayidah Fatimah sebagai perwakilan perempuan mengibaratkan ketiganya dalam
kerangka kewanitaan menurutnya “seorang wanita itu lebih cantik dari sebuah mangkuk
yang cantik, wanita yang berburqo itu lebih manis dari madu, dan mendapatkan seorang
wanita yangtak pernah dilihat orang lain kecuali muhrimnya lebih sulit dari meniti
sehelai rambut”.
Setelah para sahabat mengemukakan pendapat mereka Rasulullah saw kemudia berkata,
“seorang yang mendapat taufiq untuk ber’amal adalah lebih cantik dari mangkuk yang
cantik ini, ber’amal dengan ‘amal yang baik itu lebih manis dari madu, dan berbuat ‘amal
dengan ikhlas adalah lebih sulit dari meniti sehelai rambut”.
Seolah merangkum dari berbagai pendapat para sahabat itu Rasulullah saw menegaskan
bahwa inti kehidupan dan amal ibadah seseorang ada dalam keikhlasan. Dan kemampuan
seseorang beramal (beribadah) tidak lain merupakan taufiq dari-Nya.
Ternyata, Malaikat Jibril as juga turut urun rembug ia men-tamsilkan ketiganya bahwa
“menegakkan pilar-pilar agama itu lebih cantik dari sebuah mangkuk yang cantik,
menyerahkan diri; harta; dan waktu untuk agama lebih manis dari madu, dan usaha
mempertahankan agama sampai akhir hayat lebih sulit dari meniti sehelai rambut”. Inilah
kata Malaikat yang telah berpengalaman menyertai para Rasul dan Nabi sepanjang
zaman.
Dan Allah swt berfirman, ” Sorga-Ku itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik itu,
nikmat sorga-Ku itu lebih manis dari madu, dan jalan menuju sorga-Ku adalah lebih sulit
dari meniti sehelai rambut”.
Dari cerita di atas kita seharusnya mampu mengambil pelajaran guna melangkahkan kaki
selanjutnya bagaimanakah kita seharusnya menghadapi hirup ini.
Khotbah Kedua
س ْو ِل ِه فَقَا َل
علَى َر ُ
سالَ ِم َ علَى النَّ ِب ِِّي: { ،ث ُ َّم ا ْعلَ ُم ْوا فَ ِإنَّ هللاَ أ َ َم َر ُك ْم ِبال َّ
صالَ ِة َوال َّ صلُّ ْونَ َ
إِنَّ هللاَ َو َمالَئِ َكتَهُ يُ َ
س ِلِّ ُم ْوا ت َ ْ
س ِل ْي ًما علَ ْي ِه َو َ }.يَا أَيُّها َ الَّ ِذ ْينَ َءا َمنُ ْوا َ
صلُّ ْوا َ
علَى آ ِل إِب َْرا ِه ْي َم ،إِنَّكَ َح ِم ْي ٌد َم ِج ْي ٌد علَى إِب َْرا ِه ْي َم َو َ صلَّيْتَ َ علَى آ ِل ُم َح َّمد َك َما َ علَى ُم َح َّمد َو َ .اَللَّ ُه َّم َ
ص ِ ِّل َ
علَى آ ِل إِب َْرا ِه ْي َم ،إِنَّكَ َح ِم ْي ٌد َم ِج ْي ٌد علَى إِب َْرا ِه ْي َم َو َ ار ْكتَ َ علَى آ ِل ُم َح َّمد َك َما بَ َ علَى ُم َح َّمد َو َ اَللَّ ُه َّم َ .وبَ ِار ْك َ
ْبس ِم ْي ٌع قَ ِري ٌ اء ِم ْن ُه ْم َواْأل َ ْم َواتِ ،إِنَّكَ َ ت اْألَحْ يَ ِ س ِل َماتَِ ،وا ْل ُم ْؤ ِمنِ ْينَ َوا ْل ُم ْؤ ِمنَا ِ س ِل ِم ْينَ َوا ْل ُم ْاَللَّ ُه َّم .ا ْغ ِف ْر ِل ْل ُم ْ
ار ُز ْقنَا اجْ تِنَابَهُ اط َل با َ ِطالً َو ْ عهَُ ،وأ َ ِرنَا ا ْلبَ ِ ار ُز ْقنَا اتِِّبَا َ ق َحقًّا َو ْ سنَةً َوفِي .أ َ ِرنَا ا ْل َح َّ َربَّنَا آتِنَا فِي ال ُّد ْنيَا َح َ
اب النَّ ِار عذَ َ سنَةً َوقِنَا َ .اآلخ َر ِة َح َ ِ اجنَا َوذُ ِ ِّريَّاتِنَا قُ َّرةَ أ َ ْعيُن َواجْ عَ ْلنَا ِل ْل ُمت َّ ِقينَ إِ َما ًما
.ربَّنَا َه ْب لَنَا ِم ْن أ َ ْز َو ِ َ
َ ْ
ب العَال ِم ْينَ ْ
س ِل ْينَ َوال َح ْم ُد ِ ََّلِلِ َر ِِّ ْ
على ال ُم ْر َ َ َ ُ
ع َّما يَ ِصف ْونَ َ ،و َ
سال ٌم َ َّ ْ
ب ال ِعز ِة َ س ْب َحانَ َربِِّكَ َر ُِِّ .
سلَّ َم
علَى آ ِل ِه َوصَحْ ِب ِه َو َ
علَى ُم َح َّمد َو َ
صلَّى هللاُ َ َوأَقِ ِم ال َّ
صالَةَ َ
.و َ
KaumMuslimin……
Ujianharta,
jabatandananakdapatmenjerumuskanmanusiadalamdosadan
maksiat, menghalalkansegalacarauntukmendapatkannya,
dapatmenyebabkanmanusialalaidarimengingat Allah SWT.
Sebaliknya, Allah memberikankabargembiraakanpahala yang
besardankeutamaan yang diraihmelaluihartadananakyaitu
orang-orang yang
mampudantidaklemahdalammengembanamanahdanterusberj
uangutkmeraihkemuliaanduniadanakhirat. Harta yang
didapattidakmelalaikannyadarimengingat Allah, menginfaqkan
di jalan Allah.Anak yang adadididiksebaikmungkin,
selaludibimbingtetntang agama, dibimbinguntukmenujuridho
Allah, surge Allah SWT.
Sudahsepantasnyalah, peringatan Allah
dalamkontekshartadananakharusseringkitaingat.Peringatan
Allah inimencerminkankasih saying Allah kpdhambaNya agar
jangansampaikitadankeluargamasukdalamjurangapineraka.
Allah berfirmandalam QS At- Tahrimayat6 :
Pada kesempatan Jum’at ini, marilah kita merenungkan salah satu firman Allah dalam
surat Al-‘Ankabut ayat 2 dan 3:
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah
beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji
orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang
yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.
Ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa salah satu konsekuensi pernyataan iman kita,
adalah kita harus siap menghadapi ujian yang diberikan Allah Subhannahu wa Ta’ala
kepada kita, untuk membuktikan sejauh mana kebenaran dan kesungguhan kita dalam
menyatakan iman, apakah iman kita itu betul-betul bersumber dari keyakinan dan
kemantapan hati, atau sekedar ikut-ikutan serta tidak tahu arah dan tujuan, atau
pernyataan iman kita didorong oleh kepentingan sesaat, ingin mendapatkan kemenangan
dan tidak mau menghadapi kesulitan seperti yang digambarkan Allah Subhannahu wa
Ta’ala dalam surat Al-Ankabut ayat 10:
Dan di antara manusia ada orang yang berkata: “Kami beriman kepada Allah”, maka
apabila ia disakiti (karena ia beriman) kepada Allah, ia menganggap fitnah manusia itu
sebagai azab Allah. Dan sungguh jika datang pertolongan dari Tuhanmu, mereka pasti
akan berkata: “Sesungguh-nya kami adalah besertamu.” Bukankah Allah lebih
mengetahui apa yang ada dalam dada semua manusia”?
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shalih, bagi mereka adalah
Surga Firdaus menjadi tempat tinggal. (Al-Kahfi 107).
Maka marilah kita bersiap-siap untuk menghadapi ujian berat yang akan diberikan
Allah kepada kita, dan bersabarlah kala ujian itu datang kepada kita. Allah memberikan
sindiran kepada kita, yang ingin masuk Surga tanpa melewati ujian yang berat.
Apakah kalian mengira akan masuk Surga sedangkan belum datang kepada kalian
(cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kalian? Mereka ditimpa
malapetaka dan keseng-saraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan)
sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersama-nya: “Bilakah
datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguh-nya pertolongan Allah itu amat
dekat”. (Al-Baqarah 214).
ع َْن ِد ْينِ ِه َصب َما َيص ِْرفُهُ ذَ ِلك َ ع َ ام ِه ِم ْن َلحْ م أ َ ْو
ِ َاط ا ْل َح ِد ْي ِد َما د ُْونَ ِع َظ
ِ ط بِ ِمش َ لَقَ ْد كَانَ َم ْن َق ْب َل ُك ْم َليُ ْم
ُ ش
ع َْن ِد ْي ِن ِه َق ِباثْنَي ِْن َما َيص ِْرفُهُ ذَ ِلكُّ ش ِ ْق َرأ
ُ س ِه فَ َي ِ علَى ِم ْف َر ُ ض ُع ا ْل ِم ْنش
َ َار َ َويُ ْو. ()رواه البخاري.
… Sungguh telah terjadi kepada orang-orang sebelum kalian, ada yang di sisir dengan
sisir besi (sehingga) terkelupas daging dari tulang-tulangnya, akan tetapi itu tidak
memalingkannya dari agamanya, dan ada pula yang diletakkan di atas kepalanya
gergaji sampai terbelah dua, namun itu tidak memalingkannya dari agamanya… (HR.
Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari dengan Fathul Bari, cet. Dar Ar-Royyan, Juz 7 hal. 202).
Cobalah kita renungkan, apa yang telah kita lakukan untuk membuktikan keimanan
kita? cobaan apa yang telah kita alami dalam mempertahankan iman kita? Apa yang telah
kita korbankan untuk memperjuangkan aqidah dan iman kita? Bila kita memper-hatikan
perjuangan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam dan orang-orang terdahulu dalam
mempertahankan iman mereka, dan betapa pengorbanan mereka dalam memperjuangkan
iman mereka, mereka rela mengorbankan harta mereka, tenaga mereka, pikiran mereka,
bahkan nyawapun mereka korbankan untuk itu. Rasanya iman kita ini belum seberapanya
atau bahkan tidak ada artinya bila dibandingkan dengan iman mereka. Apakah kita tidak
malu meminta balasan yang besar dari Allah sementara pengorbanan kita sedikit pun
belum ada?
Dan ujian dari Allah bermacam-macam bentuknya, setidak-nya ada empat macam ujian
yang telah dialami oleh para pendahulu kita:
Yang pertama: Ujian yang berbentuk perintah untuk dilaksanakan, seperti perintah
Allah kepada Nabi Ibrahim Alaihissalam untuk menyembelih putranya yang sangat ia
cintai. Ini adalah satu perintah yang betul-betul berat dan mungkin tidak masuk akal,
bagaimana seorang bapak harus menyembelih anaknya yang sangat dicintai, padahal
anaknya itu tidak melakukan kesalahan apapun. Sungguh ini ujian yang sangat berat
sehingga Allah sendiri mengatakan:
Dan di sini kita melihat bagaimana kualitas iman Nabi Ibrahim Alaihissalam yang
benar-benar sudah tahan uji, sehingga dengan segala ketabahan dan kesabarannya
perintah yang sangat berat itupun dijalankan.
Apa yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim Shallallaahu alaihi wa salam dan puteranya
adalah pelajaran yang sangat berat itupun dijalankannya.
Apa yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim dan puteranya adalah pelajaran yang sangat
berharga bagi kita, dan sangat perlu kita tauladani, karena sebagaimana kita rasakan
dalam kehidupan kita, banyak sekali perintah Allah yang dianggap berat bagi kita, dan
dengan berbagai alasan kita berusaha untuk tidak melaksanakannya. Sebagai contoh,
Allah telah memerintahkan kepada para wanita Muslimah untuk mengenakan jilbab
(pakaian yang menutup seluruh aurat) secara tegas untuk membedakan antara wanita
Muslimah dan wanita musyrikah sebagaimana firmanNya:
Namun kita lihat sekarang masih banyak wanita Muslimah di Indonesia khususnya
tidak mau memakai jilbab dengan berbagai alasan, ada yang menganggap kampungan,
tidak modis, atau beranggapan bahwa jilbab adalah bagian dari budaya bangsa Arab. Ini
pertanda bahwa iman mereka belum lulus ujian. Padahal Rasulullah Shallallaahu alaihi
wa salam memberikan ancaman kepada para wanita yang tidak mau memakai jilbab
dalam sabdanya:
Yang kedua: Ujian yang berbentuk larangan untuk ditinggalkan seperti halnya yang
terjadi pada Nabi Yusuf Alaihissalam yang diuji dengan seorang perempuan cantik, istri
seorang pembesar di Mesir yang mengajaknya berzina, dan kesempatan itu sudah sangat
terbuka, ketika keduanya sudah tinggal berdua di rumah dan si perempuan itu telah
mengunci seluruh pintu rumah. Namun Nabi Yusuf Alaihissalam membuktikan kualitas
imannya, ia berhasil meloloskan diri dari godaan perempuan itu, padahal sebagaimana
pemuda umumnya ia mempunyai hasrat kepada wanita. Ini artinya ia telah lulus dari
ujian atas imannya.
Sikap Nabi Yusuf Alaihissalam ini perlu kita ikuti, terutama oleh para pemuda Muslim
di zaman sekarang, di saat pintu-pintu kemaksiatan terbuka lebar, pelacuran merebak di
mana-mana, minuman keras dan obat-obat terlarang sudah merambah berbagai lapisan
masyarakat, sampai-sampai anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar pun
sudah ada yang kecanduan. Perzinahan sudah seakan menjadi barang biasa bagi para
pemuda, sehingga tak heran bila menurut sebuah penelitian, bahwa di kota-kota besar
seperti Jakarta dan Surabaya enam dari sepuluh remaja putri sudah tidak perawan lagi. Di
antara akibatnya setiap tahun sekitar dua juta bayi dibunuh dengan cara aborsi, atau
dibunuh beberapa saat setelah si bayi lahir. Keadaan seperti itu diperparah dengan
semakin banyaknya media cetak yang berlomba-lomba memamerkan aurat wanita, juga
media elektronik dengan acara-acara yang sengaja dirancang untuk membangkitkan
gairah seksual para remaja. Pada saat seperti inilah sikap Nabi Yusuf Alaihissalam perlu
ditanamkan dalam dada para pemuda Muslim. Para pemuda Muslim harus selalu siap
siaga menghadapi godaan demi godaan yang akan menjerumuskan dirinya ke jurang
kemaksiatan. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam telah menjanjikan kepada siapa
saja yang menolak ajakan untuk berbuat maksiat, ia akan diberi perlindungan di hari
Kiamat nanti sebagaimana sabdanya:
Yang ketiga: Ujian yang berbentuk musibah seperti terkena penyakit, ditinggalkan
orang yang dicintai dan sebagainya. Sebagai contoh, Nabi Ayyub Alaihissalam yang diuji
oleh Allah dengan penyakit yang sangat buruk sehingga tidak ada sebesar lubang jarum
pun dalam badannya yang selamat dari penyakit itu selain hatinya, seluruh hartanya telah
habis tidak tersisa sedikitpun untuk biaya pengobatan penyakitnya dan untuk nafkah
dirinya, seluruh kerabatnya meninggalkannya, tinggal ia dan isterinya yang setia
menemaninya dan mencarikan nafkah untuknya. Musibah ini berjalan selama delapan
belas tahun, sampai pada saat yang sangat sulit sekali baginya ia memelas sambil berdo’a
kepada Allah:
“Dan ingatlah akan hamba Kami Ayuub ketika ia menyeru Tuhan-nya;” Sesungguhnya
aku diganggu syaitan dengan kepayahan dan siksaan”. (Tafsir Ibnu Katsir, Juz 4 hal. 51).
Dan ketika itu Allah memerintahkan Nabi Ayyub Alaihissalam untuk menghantamkan
kakinya ke tanah, kemudian keluarlah mata air dan Allah menyuruhnya untuk meminum
dari air itu, maka hilanglah seluruh penyakit yang ada di bagian dalam dan luar tubuhnya.
(Tafsir Ibnu Katsir, Juz 4 hal. 52). Begitulah ujian Allah kepada NabiNya, masa delapan
belas tahun ditinggalkan oleh sanak saudara merupakan perjalanan hidup yang sangat
berat, namun di sini Nabi Ayub Alaihissalam membuktikan ketangguhan imannya, tidak
sedikitpun ia merasa menderita dan tidak terbetik pada dirinya untuk menanggalkan
imannya. Iman seperti ini jelas tidak dimiliki oleh banyak saudara kita yang tega menjual
iman dan menukar aqidahnya dengan sekantong beras dan sebungkus sarimi, karena tidak
tahan menghadapi kesulitan hidup yang mungkin tidak seberapa bila dibandingkan
dengan apa yang dialami oleh Nabi Ayyub Alaihissalam ini.
Yang keempat: Ujian lewat tangan orang-orang kafir dan orang-orang yang tidak
menyenangi Islam. Apa yang dialami oleh Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa salam
dan para sahabatnya terutama ketika masih berada di Mekkah kiranya cukup menjadi
pelajaran bagi kita, betapa keimanan itu diuji dengan berbagai cobaan berat yang
menuntut pengorbanan harta benda bahkan nyawa. Di antaranya apa yang dialami oleh
Rasulullah n di akhir tahun ketujuh kenabian, ketika orang-orang Quraisy bersepakat
untuk memutuskan hubungan apapun dengan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam
beserta Bani Abdul Muththolib dan Bani Hasyim yang melindunginya, kecuali jika kedua
suku itu bersedia menyerahkan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam untuk dibunuh.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam bersama orang-orang yang membelanya
terkurung selama tiga tahun, mereka mengalami kelaparan dan penderitaan yang hebat.
(DR. Akram Dhiya Al-‘Umari, As-Sirah An-Nabawiyyah Ash-Shahihah, Juz 1 hal. 182).
Juga apa yang dialami oleh para shahabat tidak kalah beratnya, seperti apa yang
dialami oleh Yasir z dan istrinya Sumayyah dua orang pertama yang meninggal di jalan
dakwah selama periode Mekkah. Juga Bilal Ibnu Rabah Radhiallaahu anhu yang dipaksa
memakai baju besi kemudian dijemur di padang pasir di bawah sengatan matahari,
kemudian diarak oleh anak-anak kecil mengelilingi kota Mekkah dan Bilal Radhiallaahu
anhu hanya mengucapkan “Ahad, Ahad” (DR. Akram Dhiya Al-Umari, As-Siroh An-
Nabawiyyah Ash-Shahihah, Juz 1 hal. 154-155).
Dan masih banyak kisah-kisah lain yang menunjukkan betapa pengorbanan dan
penderitaan mereka dalam perjuangan mempertahankan iman mereka. Namun
penderitaan itu tidak sedikit pun mengendorkan semangat Rasulullah dan para
shahabatnya untuk terus berdakwah dan menyebarkan Islam.
Musibah yang dialami oleh saudara-saudara kita umat Islam di berbagai tempat
sekarang akibat kedengkian orang-orang kafir, adalah ujian dari Allah kepada umat Islam
di sana, sekaligus sebagai pelajaran berharga bagi umat Islam di daerah-daerah lain.
Umat Islam di Indonesia khususnya sedang diuji sejauh mana ketahanan iman mereka
menghadapi serangan orang-orang yang membenci Islam dan kaum Muslimin. Sungguh
menyakitkan memang di satu negeri yang mayoritas penduduknya Muslim terjadi
pembantaian terhadap kaum Muslimin, sekian ribu nyawa telah melayang, bukan karena
mereka memberontak pemerintah atau menyerang pemeluk agama lain, tapi hanya karena
mereka mengatakan: ( Laa ilaaha illallaahu ) ُالَ ِإلَهَ ِإالَّ للا, tidak jauh berbeda dengan apa
yang dikisahkan Allah dalam surat Al-Buruj ayat 4 sampai 8:
“Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit, yang berapi (dinyalakan
dengan) kayu bakar, ketika mereka duduk di sekitarnya, sedang mereka menyaksikan apa
yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman. Dan mereka tidak menyiksa
orang-orang Mukmin itu melainkan karena orang-orang Mukmin itu beriman kepada
Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji”.
Peristiwa seperti inipun mungkin akan terulang kembali selama dunia ini masih tegak,
selama pertarungan haq dan bathil belum berakhir, sampai pada saat yang telah
ditentukan oleh Allah.
“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia
akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu”. (Muhammad: 7).
ت َوال ِذِّك ِْر ا ْل َح ِكي ِْمآن ا ْلعَ ِظي ِْمَ ،و َن َفعَنِ ْي َوإِيَّا ُك ْم ِب َما فِ ْي ِه ِمنَ اْآليَا ِ أَقُ ْو ُل قَ ْو ِل ْي .بَ َ
اركَ هللاُ ِل ْي َو َل ُك ْم فِي ا ْلقُ ْر ِ
س ِل ِم ْينَ ِم ْن ُك ِ ِّل ذَ ْنبسائِ ِر ا ْل ُم ْ الر ِح ْي ُم َ .هذَا َوأ َ ْ
ست َ ْغ ِف ُر هللاَ ا ْلعَ ِظ ْي َم ِل ْي َولَ ُك ْم َو ِل َ .فَا ْ
ست َ ْغ ِف ُر ْوهُ ،إِنَّهُ ُه َو ا ْلغَفُ ْو ُر َّ
Khutbah kedua
س ْو ِل ِه فَقَا َل
علَى َر ُ
سالَ ِم َ علَى النَّ ِب ِِّي: { ،ث ُ َّم ا ْعلَ ُم ْوا فَ ِإنَّ هللاَ أ َ َم َر ُك ْم ِبال َّ
صالَ ِة َوال َّ صلُّ ْونَ َ
إِنَّ هللاَ َو َمالَئِ َكتَهُ يُ َ
س ِلِّ ُم ْوا ت َ ْ
س ِل ْي ًما علَ ْي ِه َو َ }.يَا أَيُّها َ الَّ ِذ ْينَ َءا َمنُ ْوا َ
صلُّ ْوا َ
علَى آ ِل إِب َْرا ِه ْي َم ،إِنَّكَ َح ِم ْي ٌد َم ِج ْي ٌد علَى إِب َْرا ِه ْي َم َو َ صلَّيْتَ َ علَى آ ِل ُم َح َّمد َك َما َ علَى ُم َح َّمد َو َ .اَللَّ ُه َّم َ
ص ِ ِّل َ
علَى آ ِل إِب َْرا ِه ْي َم ،إِنَّكَ َح ِم ْي ٌد َم ِج ْي ٌد علَى إِب َْرا ِه ْي َم َو َ ار ْكتَ َ علَى آ ِل ُم َح َّمد َك َما بَ َ علَى ُم َح َّمد َو َ اَللَّ ُه َّم َ .وبَ ِار ْك َ
ْبس ِم ْي ٌع قَ ِري ٌ اء ِم ْن ُه ْم َواْأل َ ْم َواتِ ،إِنَّكَ َ ت اْألَحْ يَ ِ س ِل َماتَِ ،وا ْل ُم ْؤ ِمنِ ْينَ َوا ْل ُم ْؤ ِمنَا ِ س ِل ِم ْينَ َوا ْل ُم ْاَللَّ ُه َّم .ا ْغ ِف ْر ِل ْل ُم ْ
ار ُز ْقنَا اجْ تِنَابَهُ اط َل با َ ِطالً َو ْ عهَُ ،وأ َ ِرنَا ا ْلبَ ِ ار ُز ْقنَا اتِِّبَا َ ق َحقًّا َو ْ سنَةً َوفِي .أ َ ِرنَا ا ْل َح َّ َربَّنَا آتِنَا فِي ال ُّد ْنيَا َح َ
اب النَّ ِار عذَ َ سنَةً َوقِنَا َ .اآلخ َر ِة َح َ ِ اجنَا َوذُ ِ ِّريَّاتِنَا قُ َّرةَ أ َ ْعيُن َواجْ عَ ْلنَا ِل ْل ُمت َّ ِقينَ إِ َما ًما
.ربَّنَا َه ْب لَنَا ِم ْن أ َ ْز َو ِ َ
َ ْ
ب العَال ِم ْينَ ْ
س ِل ْينَ َوال َح ْم ُد ِ ََّلِلِ َر ِِّ ْ
على ال ُم ْر َ َ سالَ ٌم َ ُ
ع َّما يَ ِصف ْونَ َ ،و َ ْ
ب ال ِع َّز ِة َ س ْب َحانَ َربِِّكَ َر ُِِّ .
سلَّ َم
علَى آ ِل ِه َوصَحْ ِب ِه َو َ
علَى ُم َح َّمد َو َ
صلَّى هللاُ َ َوأَقِ ِم ال َّ
صالَةَ َ
.و َ
JIHAD DI JALAN ALLAH
10. Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat
menyelamatkanmu dari azab yang pedih?
11. (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan
jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.
Dari ayat di atas, dijelaskan bahwa ada dua amalan yang dapat menyelamatkan manusia
dari azab yang sangat pedih yaitu beriman kepada Allah dan Rosulnya dan berjihad kepada
Allah dengan jiwa dan hartanya.
Amalan pertama yang paling pokok adalah beriman kepada Allah dan Rosul-Nya. Iman
artinya sesuatu yang diyakini dengan hati kemudian diucapkan dengan lisan dan dinjukkan
dengan amal perbuatan. Ketika orang mengaku beriman kepada Allah dan Rosulnya harus
ditunjukkan dengan amal perbuatan, artinya mau mengikuti perintah Allah dan Rosulnya
bukan hanya diucapkan dengan lisan.
Iman yang sempurna harus ditunjukkan oleh seseorang yaitu dengan berjihad di jalan Allah
dengan jiwa dan hartanya.Bersungguh-sungguh menegakkan agama Allah adalah satu
keharusan mutlak. Itulah satu-satunya jalan hidup yang selamat. Tanpa perjuangan
yang sesungguhnya tanpa menegakkan agama Allah, da’wah kepada kebaikan,
amar ma’ruf dan nahi munkar, tanpa itu semua maka hancurlah kehidupan manusia.
Bagaimana kita melaksanakan jihad:
Berjihad terhadap diri sendiri artinya berjuang dengan sungguh-sungguh melawan hawa
nafsunya, dari nafsu amarah menjadi nafsu yang muthmainnah, berjuan melawan malas
untuk beribadah,malas untuk berjamaah di masjid. berjuang untuk ikhlas mengeluarkan
hartanya di jalan Allah seperti membantu pembangunan masjid, menyantuni anak yatim
dan syiar islam lainnya serta berjuang untuk lebih mementingkan kepentingan dunia
daripada akhirat. Tanpa jihad, tanpa perjuangan yang sungguh-sungguh melawan diri
sendiri dari sesuatu yang tidak baik untuk menjadi pribadi yang baik maka hal ini akan
sulit dicapai.
1. Memerangi subhat dan keragu-raguan Iman yang dipicu dan didorong oleh syetan.
2. Memerangi tipu daya syetan yang mengobarkan nafsu maksiat dan
membangkang karena godaan syetan itu. Dalam Surat Faathir ayat 6
disebutkan:
“Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, Maka anggaplah ia musuh(mu), karena
Sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi
penghuni neraka yang menyala-nyala.”
Ini artinya, ketika kita melihat di suatu kampung ada kegiatan yang cendrung
menimbulkan makasiat seperti hiburan malam, pasar malam, dan sejenisnya yang
punya potensial menimbulkan kegiatan maksiat seperti judi dll, maka tugas ini harus
dipikul secara bersama antara pemerintah setempat, ulama dan masyarakat untuk
mencegah dan menghentikannya bukan malah membiarkannya.
Hadirin rahimakumullah!
Barsegeralah dalam beramal ma’ruf nahi munkar, sebab kejahatan itu cepat
menjalar. Allah berfirman dalam (QS: Al-Anfaal: 25)
25. dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim
saja di antara kamu. dan ketahuilah bahwa Allah Amat keras siksaan-Nya.
Keempat: Jihad mempertahankan umat Islam dari serangan orang kafir dan munafiq
dengan :
1. Hati yang berlepas diri, tidak mencintai dan tidak membantu kekufuran mereka.
2. Jihad dengan lisan dan tulisan, untuk menyeru mereka kepada keselamatan di
dunia dan akhirat.
3. Jihad dengan harta, membantu persiapan dan kelancaran menegakkan kalimat
Allah yaitu Agama Islam.
4. Jihad dengan jiwa di saat musuh telah membahayakan kesela-matan umat Islam
demi tetap tegaknya dienul Islam.
78. dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan Jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih
kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah)
agama orang tuamu Ibrahim.
Semoga Allah mengkaruniai kita kekuatan dan kesabaran untuk terus berjuang
menyebarkan kesejahteraan bagi segenap ummat manusia. Amin.
س ْو ِل ِه فَقَا َل
علَى َر ُ
سالَ ِم َ علَى النَّ ِب ِِّي: { ،ث ُ َّم ا ْعلَ ُم ْوا فَ ِإنَّ هللاَ أ َ َم َر ُك ْم ِبال َّ
صالَ ِة َوال َّ صلُّ ْونَ َ
إِنَّ هللاَ َو َمالَئِ َكتَهُ يُ َ
س ِلِّ ُم ْوا ت َ ْ
س ِل ْي ًما علَ ْي ِه َو َ }.يَا أَيُّها َ الَّ ِذ ْينَ َءا َمنُ ْوا َ
صلُّ ْوا َ
علَى آ ِل إِب َْرا ِه ْي َم ،إِنَّكَ َح ِم ْي ٌد َم ِج ْي ٌد علَى إِب َْرا ِه ْي َم َو َ صلَّيْتَ َ علَى آ ِل ُم َح َّمد َك َما َ علَى ُم َح َّمد َو َ .اَللَّ ُه َّم َ
ص ِ ِّل َ
علَى آ ِل إِب َْرا ِه ْي َم ،إِنَّكَ َح ِم ْي ٌد َم ِج ْي ٌد علَى إِب َْرا ِه ْي َم َو َ ار ْكتَ َ علَى آ ِل ُم َح َّمد َك َما بَ َ علَى ُم َح َّمد َو َ اَللَّ ُه َّم َ .وبَ ِار ْك َ
ْبس ِم ْي ٌع قَ ِري ٌ اء ِم ْن ُه ْم َواْأل َ ْم َواتِ ،إِنَّكَ َ ت اْألَحْ يَ ِ س ِل َماتَِ ،وا ْل ُم ْؤ ِمنِ ْينَ َوا ْل ُم ْؤ ِمنَا ِ س ِل ِم ْينَ َوا ْل ُم ْ اَللَّ ُه َّم .ا ْغ ِف ْر ِل ْل ُم ْ
ار ُز ْقنَا اجْ تِنَابَهُ اط َل با َ ِطالً َو ْ عهَُ ،وأ َ ِرنَا ا ْلبَ ِ ار ُز ْقنَا اتِِّبَا َ ق َحقًّا َو ْ سنَةً َوفِي .أ َ ِرنَا ا ْل َح َّ َربَّنَا آتِنَا فِي ال ُّد ْنيَا َح َ
اب النَّ ِار عذَ َ سنَةً َوقِنَا َ .اآلخ َر ِة َح َ ِ اجنَا َوذُ ِ ِّريَّاتِنَا قُ َّرةَ أ َ ْعيُن َواجْ عَ ْلنَا ِل ْل ُمت َّ ِقينَ إِ َما ًما
َ .ربَّنَا َه ْب لَنَا ِم ْن أ َ ْز َو ِ
ب ا ْلعَالَ ِم ْينَ س ِل ْينَ َوا ْل َح ْم ُد ِ ََّلِلِ َر ِِّ علَى ا ْل ُم ْر َ سالَ ٌم َع َّما يَ ِصفُ ْونَ َ ،و َ ب ا ْل ِع َّز ِة َ س ْب َحانَ َربِِّكَ َر ُِِّ .
سلَّ َم
علَى آ ِل ِه َوصَحْ ِب ِه َو َ
علَى ُم َح َّمد َو َ
صلَّى هللاُ َ َوأَقِ ِم ال َّ
صالَةَ َ .و َ