Anda di halaman 1dari 3

Plagiarisme dalam Perspektif Sosiologis

Secara sosiologis, plagiarisme sangat penting untuk dikaji karena plagiarisme berhubungan
dengan masyarakat yang berada dalam lingkungan akademis di mana tindakan-tindakan mereka
merupakan hasil dari interaksi-interaksi sosial dan proses sosial. Perspektif teori yang cocok untuk
menjelaskan plagiarisme pada penelitian adalah teori tindakan sosial.
Salah satu tokoh yang mengemukakan teori tindakan sosial adalah Max Weber. Weber
melihat sosiologi sebagai sebuah studi tentang tindakan sosial antarhubungan sosial dan itulah
yang dimaksudkan dengan pengertian paradigma definisi atau ilmu sosial. Lebih lanjut Weber
menjelaskan bahwa tindakan manusia dianggap sebagai sebuah bentuk tindakan sosial manakala
tindakan itu ditujukan pada orang lain (Hotman M. Siahan, 1989:90).
Pokok persoalan Weber sebagai pengemuka exemplar dari paradigma ini mengartikan
sosiologi sebagai studi tentang tindakan sosial antarhubungan sosial. Dua hal itulah yang
menurutnya menjadi pokok persoalan sosiologi. Inti tesis adalah “tindakan yang penuh arti” dari
individu. Yang dimaksudnya dengan tindakan sosial itu adalah tindakan individu sepanjang
tindakannya itu mempunyai makna atau arti subjektif bagi dirinya dan diarahkan kepada tindakan
orang lain. Sebaliknya tindakan invidu yang diarahkan kepada benda mati atau objek fisik semata
tanpa di hubungkannya dengan tindakan orang lain bukan merupakan tindakan sosial (I.B
Wirawan, 2012).
Max Weber juga memperkenalkan konsep pendekatan verstehen untuk memahami makna
dalam tindakan seseorang, berasumsi bahwa seseorang dalam bertindak tidak haya sekedar
melaksanakannya tetapi juga menempatkan diri dalam lingkungan berfikir dan perilaku orang lain.
Konsep pendekatan ini lebih mengarah pada suatu tindakan bermotif pada tujuan yang hendak
dicapai atau in order to motive.
Dalam kajian penelitian kami, menemukan bahwa seorang mahasiswa melakukan sebuah
pelanggaran etika akademik berupa plagiarisme karena didasari dan ditujukan untuk dosen. Dalam
hal ini seorang mahasiswa melakukan tindakan yang mempunyai makna atau arti subjektif bagi
dirinya berupa mengerjakan tugas yang diberikan oleh dosennya melalui pelanggaran etika
akademik yang berbentuk plagiarisme untuk memperoleh nilai yang baik, kemudian tindakan dari
mahasiswa tersebut diarahkan kepada tindakan orang lain yaitu tindakan dosennya agar memberi
nilai IP yang tinggi pada mereka yang mengerjakan tugas dengan sangat baik.
Kemudian tindakan yang dilakukan oleh mahasiswa tersebut dapat diklasifikasikan melalui
arti-arti subyektif yang dijelaskan Weber. Weber dalam George Ritzer (2001:126) secara khusus
mengklasifikasikan tindakan sosial yang memiliki arti-arti subjektif tersebut ke dalam empat tipe,
yaitu sebagai berikut :
1. Tindakan Rasionalitas Instrumental (Zwerk Rational)
Tindakan ini merupakan suatu tindakan sosial yang dilakukan seseorang didasarkan
atas pertimbangan dan pilihan sadar yang berhubungan dengan tujuan tindakan itu dan
ketersediaan alat yang dipergunakan untuk mencapainya. Dari penelitian ini kita dapat
mengetahui bagaimana mahasiswa melakukan plagiarisme tidak lepas dari pemikiran secara
sadar bahwa mereka memiliki kapasitas atau kemampuan untuk melakukanya.
Artinya untuk melakukan pelanggaran akademik mereka telah memikirnya secara
sadar dan rasional bahwa memang mereka memiliki kapasitas untuk melakukannya seperti
dalam hal ini mengerjakan tugas dengan mengakses informasi di internet dengan sangat
mudah yang mana dengan satu klik aja di google semua ada. Apalagi era sekarang ini
ditunjang oleh alat-alat teknologi, komunikasi dan informasi yang sangat modern dan
canggih.
2. Tindakan Rasional Nilai (Werk Rational)
Sedangkan tindakan rasional nilai memiliki sifat bahwa alat-alat yang ada hanya
merupakan pertimbangan dan perhitungan yang sadar, sementara tujuan-tujuannya sudah
ada di dalam hubungannya dengan nilai-nilai individu yang bersifat absolut. Dari penelitin
ini kita dapat mengetahui bahwa mahasiswa melakukan tindakan negatif seperti plagiarisme
ini secara sadar bahwa mereka telah melanggar baik nilai-nilai sosial maupun nilai agama
tentang kejujuran yang ada dalam masyarakat. Mereka juga mengaku bahwa secara sadar
tindakan tersebut salah dan tidak dapat dibenarkan serta dapat memberikan dampak buruk
pada diri mereka. Akan tetapi mereka masih melakukannya karena untuk mendapatkan nilai
yang baik.
3. Tindakan Afektif (Affectual Action)
Tipe tindakan sosial ini lebih didominasi perasaan atau emosi tanpa refleksi intelektual
atau perencanaan sadar. Tindakan afektif sifatnya spontan, tidak rasional, dan merupakan
ekspresi emosional dari individu. Disini kita akan melihat bagaimana sikap emosional ini
memiliki peran penting terhadap para pelaku plagiarisme. Informan merasa bahwa mereka
melakukan hal tersebut karena merasa tidak ada yang mengawasinya dan tidak adanya
hukuman yang tegas dan ketat yang mengatur pelanggaran tersebut sehingga mereka
melakukan plagiarisme.
4. Tindakan Tradisional (Traditional Action)
Dalam tindakan jenis ini, seseorang memperlihatkan perilaku tertentu karena
kebiasaan yang diperoleh dari nenek moyang, tanpa refleksi yang sadar atau perencanaan.
Dalam penelitian ini, fenomena plagiarisme menjadi salah satu tradisi yang akan selalu
turun-temurun ada dari generasi sebelumnya ke generasi selanjutnya dalam dunia akademisi.
Sehingga tradisi buruk itu seolah sudah mengakar dan mengkontruksi dalam masyarakat
serta dianggap wajar selagi itu tidak begitu berpengaruh pada korban plagiarisme.

Daftar pustaka
Siahan, Hotman M. 1989. Sejarah dan Teori Sosiologi. Jakarta: Erlangga.
Wirawan, I.B. 2012. Teori-Teori Sosial dalam Tiga Paradigma. Jakarta: Kencana
Prenadamedia Grup.
Ritzer, George. 2001. Sosiologi Ilmu Berparadigma Ganda. Jakarta: PT Rajawali Press.

Anda mungkin juga menyukai