Anda di halaman 1dari 2

Hajib dan Mahjub

Hajib ada dua macam hajib al hirman dan hajib al-nuqsan, yang pertama apabila seorang
ahli waris menghalangi keseluruhan bagian ahli waris lain dan yang kedua adalah apabila yang
dihalangi sebagian bagiannya.
Syiah memiliki prinsip bahwa ahli waris yang lebih dekat menghalangi ahli waris yang
lebih jauh. Oleh karena itu, cucu, baik laki-laki atau perempuan tidak bisa mendapatkan warisan
ketika masih ada anak, meskipun anak tersebut perempuan. Dengan demikian anak dan cucu,
baik laki-laki atau perempuan menghijab ahli waris yang hubungan kekerabatannya melalui ayah
seperti para saudara beserta keturunan mereka, kakek dan orang tua mereka, paman dari jalur
ayah (amam) dan ibu (akhwal) dan anak keturunan mereka. Tidak ada yang bisa mewarisi
bersamawalad, kecuali ayah, ibu, suami dan isteri
Ada riwayat dari al-Kazim bahwa dia pernah ditanya mengenai bagian warisan seorang
cucu perempuan dari anak perempuan dan kakek. Dia menjawab bahwa bagian untuk kakek
adalah 1/6 sedangkan sisanya dimiliki cucu perempuan dari anak perempuan tersebut.
Para saudara dan keturunan mereka menghalangi ahli waris qarabah yang dihubungkan
dari jalur kakek, yaitu: paman dari jalur ayah (amam) dan jalur ibu (akhwal). sebagaimana yang
diriwayatkan oleh al-Baqir
“wa ibn akhi ka min abi ka awla bika min ammika.”
“dan keponakanmu dari saudara laki-lakimu se-ayah adalah lebih utama daripada
pamanmu.”
Demikian juga kakek tidak bisa menghalangi keponakan dari saudara laki-laki dan
keturunannya.
● Tidak ada ‘aul
● Suami dan isteri bisa mendapatkan radd. Namun untuk isteri ada perbedaan dan yang lebih
kuat, dia tidak bisa mendapatkan radd.
● Para saudara bisa menghijab ibu dari mendapat bagian yang lebih besar dari 1/6 dengan
syarat: a) mereka dua sudara laki-laki atau lebih, b) satu saudara laki-laki dan dua saudara
perempuan, c) empat saudara perempuan
Mengenai mewarisi harta pusaka dengan jalan ‘ashabah ulama Syi’ah berpendapat bahwa ta’shib
(sisa pembagian harta harta yang akan diambil ‘ashabah) harus di radd-kan kepada ‘ashab al-
furûdh yang dekat dengan pewaris. Misalnya jika pewaris memiliki anak perempuan seorang
atau lebih, dan ia tidak mempunyai anak laki-laki, tetapi hanya mempunyai saudara perempuan
seorang atau lebih, dan tidak mempunyai saudara laki-laki, tetapi mempunyai paman. Maka
golongan Syi’ah Imamiyah berpendapat, bahwa harta pusaka itu sepenuhnya menjadi milik anak
perempuan, seorang atau lebih. Saudara laki-laki pewaris, dalam hal ini terhalang (mahjub) tidak
mendapat apa-apa. Jika pewaris tidak mempunyai anak, laki-laki atau perempuan, tetapi
memiliki saudara perempuan seorang atau lebih, maka seluruh harta dimiliki oleh saudara
perempuan seorang atau lebih itu. Paman tidak mendapatkan apa-apa. Sebab saudara perempuan
kedudukannya lebih dekat dengan pewaris daripada paman.

Mengenai asas bilateral, menurut pandangan ulama Syi’ah, dzawî alarhâm sama sekali tidak ada.
Laki-laki dan perempuan beserta keturunan mereka sama sebagai kerabat (dzâwi al-qarâbah).
Seorang cucu perempuan atau laki-laki dari seorang anak perempuan dan seorang cucu
perempuan atau laki-laki dari anak laki-laki (bint/ibn al-ibn) sederajat menurut pandangan
Syi’ah. Keturunan dari anak perempuan tidak dihalang (mahjûb) oleh keturunan laki-laki.

Anda mungkin juga menyukai